Ada Beda Antara Nikah Mut'ah dengan Zina !!

15 komentar



Saya kadang iba dengan rekan-rekan Syi’ah yang sering dijadikan bulan-bulanan kaum muslimin (baca : Ahlus-Sunnah) karena melakukan nikah mut’ah yang kemudian dianggap sebagai bentuk perzinahan berkedok agama. Banyak sekali tulisan yang mereka susun dan kumpulkan, dengan berbagai kemasan bahasa (‘Arab, Inggris, Melayu, dan Indonesia), menyebutkan kesamaan atau kemiripannya dengan zina. Diantara bukti yang berhasil terkoleksi perihal nikah mut’ah antara lain adalah :

Minum Air Kencing Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam

56 komentar

Tanya : Saya pernah membaca satu riwayat yang mengatakan bahwa salah seorang shahabat pernah minum air kencing Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertabarruk dengannya. Benarkah itu ?
Jawab : Mungkin riwayat yang Anda maksudkan adalah sebagai berikut :
Hadits Umaimah radliyallaahu ‘anhaa
عَنْ أُمَيْمَةَ، قَالَتْ: كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ، وَيَضَعُهُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَقَامَ فَطَلَبَ، فَلَمْ يَجِدُهُ فَسَأَلَ، فَقَالَ: " أَيْنَ الْقَدَحُ؟ "، قَالُوا: شَرِبَتْهُ بَرَّةُ خَادِمُ أُمِّ سَلَمَةَ الَّتِي قَدِمَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَقَدِ احْتَظَرَتْ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ "
Dari Umaimah : Dulu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mempunyai wadah dari pelepah kurma yang beliau gunakan untuk kencing padanya, dan beliau letakkan di bawah tempat tidurnya. (Satu saat), beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta wadah tersebut, namun tidak beliau temui. Maka beliau bertanya : “Dimanakah wadah itu ?”. Mereka berkata : “Telah diminum oleh Barrah, pembantu Ummu Salamah yang datang bersamanya dari negeri Habasyah. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh ia telah terlindung dari api neraka”.

Lafadh Hadits : Shalat di Awal Waktu

6 komentar

Pertanyaan :
Tentang lafazh hadits : الصلاة في أول وقتها (shalat di awal waktunya)dibandingkan dengan lafazh hadits :الصلاة على وقتها (shalat pada waktunya). Apakah permasalahan ini seperti tahriik pada perkara tasyahud?. Jazaakallaahu khayran.
Jawab :
Mungkin riwayat yang antum maksud adalah riwayat dari Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu berikut :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُود رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: " سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ، قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dari ‘Abdullah bin Mas’uud radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang amal apakah yang paling dicintai oleh Allah. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Shalat pada waktunya”. Ibnu Mas’uud berkata : “Lalu apa ?”. Beliau menjawab : “Berbuat baik kepada kedua orang tua”. Ibnu Mas’uud berkata : “Lalu apa ?”. Beliau menjawab : “Jihad di jalan Allah”.

Hukum Tertib dalam Berwudlu

8 komentar

Al-Imaam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَرِيزٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَيْسَرَةَ الْحَضْرَمِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ الْمِقْدَامَ بْنَ مَعْدِي كَرِبَ الْكِنْدِيَّ، قَالَ: " أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيِهْ وَسَلَّمَ بِوَضُوءٍ، فَتَوَضَّأَ، فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا، ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلَاثًا، وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا، وَغَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا "
Telah menceritakan kepada kami Abul-Mughiirah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hariiz, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Maisarah Al-Hadlramiy, ia berkata : Aku mendengar Al-Miqdaam bin Ma’diy Karib Al-Kindiy, ia berkata : Didatangkan air wudlu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau berwudlu dengan mencuci dua telapak tangannya tiga kali, kemudian mencuci wajahnya tiga kali, kemudian mencuci dua hastanya tiga kali tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan beristinsyaaq tiga kali, dan mengusap kepalanya dan telinganya bagian luar dan dalam, dan mencuci dua kakinya tiga kali” [Al-Musnad, 4/132 (28/425) no. 17188].
Sanad riwayat ini hasan. Berikut keterangan para perawinya :

Syahadat Keempat dan Kelima Versi Syi'ah

7 komentar

Sebelumnya, di Blog ini telah disinggung apa dan bagaimana syahadat ketiga versi Syi'ah, yang 100 % merupakan hasil produk mereka jauh setelah wafatnya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya radliyallaahu 'anhum. Dan ternyata, tidak hanya itu. Masih ada syahadat keempat dan kelima untuk mengesahkan seseorang menjadi Syi'ah tulen, yaitu : para imam ma'shum versi Syi'ah adalah hujjah Allah, dan musuh-musuh Ahlul-Bait (yang terdiri dari Abu Bakr, 'Umar, 'Utsmaan, 'Aaisyah, Hafshah, dan yang mencintai mereka)[1] ada di neraka[2].
Tak percaya ?. Silakan simak video berikut :

Apa yang Anda Tunggu ?

5 komentar

Seandainya lebaran tahun ini Anda tidak mudik, membeli biskuit dan baju baru, insya Allah tak mengapa. Seandainya bulan ini motor dan mobil Anda ditunda masuk bengkel, kendaraan umum masih banyak yang siap mengantar Anda. Akan tetapi,.... saudara-saudara kita di Suriah, mereka butuh pertolongan. Makanan dan obat-obatan mereka tak bisa ditunda sebagaimana Anda (mudah) menunda membeli baju, biskuit, serta servis mobil dan motor.
Alhamdulillah, ada dua rekan kita (Muusaa At-Tamiimiy dan Dr. Muhammad Mushlih hafidhahumallah) telah sampai di Suriah menjadi volunteer dalam misi kemanusian membantu kaum muslimin di sana. Kita di sini jangan sampai berpangku tangan !!

Serial Kedustaan Memalukan yang Dibikin Orang Syi’ah

5 komentar

Jika Anda mengatakan ‘Syi’ah Pendusta’, maka itu bukan satu hal yang berlebihan, karena Al-Imaam Asy-Syaafi’iy rahimahullah dulu pernah berkata :
ما رأيت في أهل الأهواء قوما أشهد بالزور من الرافضة
“Aku tidak pernah melihat satu kaum dari pengikut hawa nafsu yang lebih banyak bersaksi dusta daripada (Syi’ah) Raafidlah” [Syarh Ushuulil-I’tiqaad Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah 8/1457 dan Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 10/89, dari Ar-Rabii’. Dibawakan pula oleh Harmalah lafadh yang semisal dalam Aadaabusy-Syaafi’iy hal. 187, Al-Manaaqib lil-Baihaqiy 1/468, dan As-Sunan Al-Kubraa lil-Baihaqiy 10/208].
Bukan bualan, karena dusta bagi Syi’ah ibarat garam di dalam sayur : jika tak ditaburi, rasa akan hambar. Berikut akan saya sebutkan tiga kedustaan di antara banyak kedustaan yang telah mereka buat menipu kaum muslimin, yaitu :

Nuzuulul-Qur’an Tanggal 17 Ramadlaan

7 komentar

Sudah sangat mentradisi di masyarakat kita setiap tanggal 17 Ramadlan, diperingati hari – yang katanya – diturunkannya Al-Qur’an (baca : hari nuzuulul-Qur’aan). Benarkah pada tanggal tersebut Allah menurunkan Al-Qur’an ?.
Allah ta’ala telah menjelaskan pada kita bahwa Al-Qur’an turun di bulan Ramadlaan, sebagaimana firman-Nya :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadlaan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil)” [QS. Al-Baqarah : 185].
Lebih spesifik lagi, Allah ta’ala menjelaskan detail waktunya :

Menyentuh Mushhaf Al-Qur’an dalam Keadaan Tidak Suci

3 komentar

Para ulama – dulu dan sekarang – berbeda pendapat dalam permasalahan menyentuh mushhaf Al-Quran dalam keadaan tidak suci. Pendapat mereka terbagi menjadi dua kelompok besar : melarangnya dan membolehkannya. Berikut akan dibahas secara ringkas permasalahan tersebut.
1.     Pendapat yang melarangnya.
Mereka berdalil dengan firman Allah ta’ala:
لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ
Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan” [QS. Al-Waaqi’ah : 79].

Menyegerakan Berbuka

4 komentar

Menyegerakan berbuka adalah sunnah yang ditinggalkan sebagian orang. Entah dengan alasan sibuk, belum sempat, atau sengaja karena masih kuat berpuasa. Perbuatan ini jelas menyelisihi sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ ". قَالَ: وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ صَائِمًا أَمَرَ رَجُلا، فَأَوْفَى عَلَى شَيْءٍ، فَإِذَا قَالَ: غَابَتِ الشَّمْسُ، أَفْطَرَ
Dari Sahl bin Sa’d, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Umatku senantiasa berada di atas sunnah selama mereka tidak menunggu munculnya bintang-bintang untuk berbuka puasa”. Sahl berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila berpuasa, beliau memerintahkan seseorang menyediakan sesuatu. Apabila orang tersebut berkata :’Matahari telah tenggelam’, maka beliau pun berbuka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah 3/275 no. 2061, Ibnu Hibbaan 8/277-278 no. 3510, dan Al-Haakim 1/434; shahih].

Ingin Menikah, Tapi Calon Suami Belum Punya Nafkah

77 komentar

SOAL :
Bismillah. Afwan Ustadz, saya mau tanya. Saya akhwat bercadar (19 th) yang siap nikah. Orang tua saya sudah lanjut usia dan ingin melihat saya menikah secepatnya. Sudah banyak ikhwan yang datang ke rumah saya untuk ta’aruf, tapi gagal terus karena hati saya tidak ada kecenderungan sedikitpun dengan ikhwan-ikhwan tersebut. Sebab sejak lama saya telah mencintai seorang ikhwan yang baik agamanya. Sekarang dia di pesantren untuk belajar dan dua bulan lagi lulus. Apakah boleh saya menunggunya ?. Kami sama-sama ada perasaan. Tapi sayangnya, ikhwan tersebut belum diberi kemampuan dalam ma’isyah (nafkah). Bagaimana sebaiknya, Ustadz ?. Syukran.
(Fulanah, Bumi Allah, +628522732xxxx)

Beberapa Perawi yang Meriwayatkan dari Ibnu Lahii’ah Sebelum Masa Ikhtilaathnya

1 komentar

Ia adalah : ‘Abdullah bin Lahii’ah bin ‘Uqbah Al-Hadlramiy, Abu ‘Abdirrahmaan/Nadlr Al-Mishriy (عبد الله بن لهيعة بن عقبة الحضرمي الأعدولي ، و يقال الغافقي ، أبو عبد الرحمن ، و يقال أبو النضر ، المصري الفقيه القاضي); seorang yang shaduuq, namun bercampur hapalannya setelah kitabnya terbakar. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 174 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan Ibnu Maajah. Begitulah yang dikatakan Ibnu Hajar dalam Taqriibut-Tahdziib, hal. 538 no. 3587.
Semula ia seorang yang shaduuq atau bahkan tsiqah. Namun saat rumahnya terbakar tahun 170 H, kitab-kitabnya ikut terbakar, sehingga hapalannya menjadi kacau[1]. Oleh karena itu, sebagaimana kaedah yang ditetapkan oleh ahli hadits, hadits yang diriwayatkan darinya sebelum kitabnya terbakar adalah shahih, sedangkan yang setelah kitabnya terbakar adalah dla’iif.

Kegagalan Konsep Teologi Syi’ah Masuk dalam ‘Aqidah Ahlus-Sunnah

1 komentar

Sudah sangat dimaklumi bahwa orang-orang Syi’ah sangat antusias berkamuflase menjadi Ahlus-Sunnah dan menyusupkan pemahamannya dengan menggunakan beberapa referensi Ahlus-Sunnah. Orang awam sangat rentan dibuat bingung menghadapi syubhat musang berbulu domba ini. Padahal, referensi Ahlus-Sunnah sudah menggagalkan syubhat teologi mereka sejak awal. Diantara kegagalan konsep mereka tersebut antara lain :
1.     Imaamah.
Ini salah satu dogma terbesar Syi’ah, yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat dan/atau mewariskan kekhilafahan/imaamah kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, dan terus kepada keturunannya ke bawah yang katanya berjumlah 12 orang (termasuk ‘Aliy). Yang mengingkarinya adalah kafir, karena dogma ini masuk dalam rukun iman versi agama Syi’ah.

Pokok-Pokok Ilmu dalam Hadits Nabawiy

2 komentar

Diriwayatkan dari Al-Imaam Ahmad rahimahullah, ia berkata :
أصولُ الإسلام على ثلاثة أحاديث : حديث عمرَ : ((الأعمالُ بالنيات )) ، وحديثُ عائشة : (( مَنْ أحدثَ في أمرِنا هذا ما ليس منهُ ، فهو ردٌّ ))، وحديثُ النُّعمانِ بنِ بشيرٍ : (( الحلالُ بيِّنٌ ، والحَرامُ بَيِّنٌ)).
“Pokok-pokok Islam ada pada tiga hadits : (1) Hadits Umar radliyallaahu ‘anhu : ‘Sesungguhnya seluruh amal perbuataan itu dengan niat’; (2) Hadits ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa : ‘Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan agama kami yang bukan merupakan bagian darinya, maka tertolak’; dan (3) Hadits An-Nu’maan bin Basyiir : ‘Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas’” [Tharhut-Tatsriib 2/5 dan Al-Fath 1/15].

Shalat Tarawih 4 Raka’at dengan 1 Salam Bid’ah ?

37 komentar

Tanya : Apakah shalat tarawih 4 raka’at 4 raka’at dengan satu salam (lalu witir 3 raka’at) termasuk bid’ah ?
Jawab : Tidak, bahkan kaifiyyah shalat seperti itu shahih dicontohkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana perkataan ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa :
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah shalat di bulan Ramadlan maupun di bulan selainnya lebih dari sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at, kamu jangan menanyakan bagus dan panjangnya. Setelah itu shalat empat raka’at dan kamu jangan menanyakan bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga raka’at” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2013 dan Muslim no. 738].

Haruskah Anakku Rangking 1 ?

3 komentar

Di kelasnya terdapat 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar,namun ternyata anak kami  menerimanya dengan senang hati.
Suamiku mengeluhkan ke padaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji “Superman cilik” di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar saja. Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak kami rangking nomor 23 dan tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya begitu bersinar-sinar.

Ru’yatul-Hilaal

10 komentar

Yaitu, melihat hilaal (bulan sabit) untuk menetapkan bulan baru. Permasalahan ini menjadi sangat populer terutama ketika menentukan awal dan akhir puasa Ramadlaan, atau menentukan awal bulan Dzulhijjah (terkait ibadah puasa ‘Arafah dan ‘Iedul-Adlhaa). Metode ru’yatul-hilaal adalah metode Islam yang diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Diantara dalil yang melandasi, yaitu :
Allah ta’ala berfirman :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadlaan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” [QS. Al-Baqarah : 185].

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi yang Buta Huruf

1 komentar

Itulah yang menjadi ‘aqiidah umat Islam dari dulu hingga sekarang, dengan dasar Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijmaa’. Belakangan, banyak orang yang menggugatnya. Mereka katakan, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang cerdas yang telah mengenal baca tulis. Berikut di antara yang mereka katakan :
Kata “ummi”, menurut Alquran adalah orang-orang yang tidak, atau belum diberi satupun Kitab oleh Allah. Kaum Yahudi telah diberi tiga buah kitab melalui beberapa orang nabi mereka. Karenanya, mereka di sebut ahli kitab. Sedangkan orang-orang Arab, belum diberi satupun kitab sebelum Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad yang orang Arab. Hal ini dijelaskan-Nya dalam Firman-Nya: “Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab, dan orang-orang “ummi” (yang tidak diberi kitab), sudahkah kamu tunduk patuh?” (Qs Ali Imran: 20).

Mutaqaddimiin vs Muta’akhkhiriin

5 komentar



Pertanyaan dari Amerika, si Penanya berkata :
إذا كان الحديث قد ضعفه أهل العلم المتقدمين، وصححه بعض أهل العلم المتأخرين، فأي القول يؤخذ؟
“Apabila satu hadits telah didla’ifkan ulama mutaqaddimiin namun dishahihkan ulama muta’akhkhiriin, penilaian mana yang mesti diambil ?”.
Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdillah Al-Imaam hafidhahullah menjawab :
إن كان الذي صححه من المتأخرين سائرًا على قواعد وضوابط المتقدمين؛ فلا مانع أن يؤخذ بتصحيح المتأخرين. وإن كان هذا المتأخر ليس على طريقة المتقدمين؛ فيبقى الحكم على الحديث على ما حكم به المتقدمون، والله المستعان

Hajr (Pemboikotan)

1 komentar

Jenis-Jenis Hajr
Ada tiga macam jenis hajr, yaitu :
1.     Hajr (dalam pandangan agama) untuk menegakkan hak-hak Allah. Hajr jenis ini mencakup hajr terhadap perbuatan jelek dan hajr terhadap pelakunya baik ia seorang ahli bid’ah atau ahli maksiat.
Hajr ini ada dua bagian, yaitu :
a)     Hajr dengan cara menjauhinya atau meninggalkannya; dalam arti : meninggalkan perbuatan-perbuatan jelek dan menjauhi kawan-kawan pergaulan yang buruk lagi memudlaratkan, kecuali jika terdapat manfaat dan maslahat yang lebih besar (jika bergaul dengannya).

Hadits : Laknat Rasul terhadap Pembongkar Kubur

0 komentar

Al-Imaam Maalik bin Anas rahimahullah berkata :
حَدَّثَنِي يَحْيَى، عَنْ مَالِك، عَنْ أَبِي الرِّجَالِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ، عَنْ أُمِّهِ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّهُ سَمِعَهَا تَقُولُ: " لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخْتَفِيَ وَالْمُخْتَفِيَةَ ". يَعْنِي نَبَّاشَ الْقُبُور
Telah menceritakan kepadaku Yahyaa[1], dari Maalik[2], dari Abur-Rijaal Muhammad bin ‘Abdirrahmaan[3], dari ibunya yang bernama ‘Amrah bintu ‘Abdirrahmaan[4], bahwasannya ia (Abur-Rajaa’) pernah mendengarnya (ibunya) berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat al-mukhtafiy dan al-mukhtafiyyah” – yaitu : laki-laki dan wanita yang membongkar kuburan (untuk mencuri kain kafan darinya)” [Al-Muwaththaa’, 2/217 no. 615].
Sanad riwayat ini mursal, karena ‘Amrah seorang taabi’iyyah. Adapun para perawinya tsiqaat.

Syi'ah dan Shalat Tarawih

9 komentar

Salah seorang Syi’ah Raafidlah berkata :
“Bagi Syiah shalat tarawih berjamaah di malam-malam bulan Ramadhan adalah bid’ah. Dalam sejarah yang telah dibuktikan oleh Syiah, Umar bin Khattab lah yang telah menciptakan bid’ah shalat tarawih berjama’ah tersebut. Karena Rasulullah saw sama sekali tidak pernah mengajarkan kita untuk shalat sunah secara berjama’ah”.
[selesai kutipan].
Perkataan yang semisal sudah sangat masyhur di kalangan orang-orang Syii’ah Raafidlah, baik dalam negeri maupun luar negeri[1]. Namun bagi kaum muslimin (Ahlus-Sunnah), perkataan di atas tidaklah ada artinya dan sudah seharusnya diabaikan, karena telah sah beberapa riwayat dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang masyru’-nya shalat tarawih berjama’ah di bulan Ramdlaan.