Tampilkan postingan dengan label Syi'ah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Syi'ah. Tampilkan semua postingan

Abu Bakr adalah Imam Orang-Orang yang Bersyukur

0 komentar


حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الشَّافِعِيُّ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ: نَا أَحْمَدُ بْنُ بَشِيرٍ الْمَرْثَدِيُّ، قَالَ: نَا أَحْمَدُ بْنُ عِمْرَانَ الأَخْنَسِيُّ، قَالَ: نَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، قَالَ: نَا عَمَّارُ بْنُ زُرَيْقٍ، عَنْ هَاشِمِ بْنِ الْبَرِيدِ، عَنْ زَيْدِ بْنِ عَلِيٍّ، قَالَ: " أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِمَامُ الشَّاكِرِينَ ثُمَّ قَرَأَ: وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ"
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Asy-Syaafi’iy Muhammad bin ‘Abdillah bin Ibraahiim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Basyiir Al-Martsadiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Imraan Al-Akhnasiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudlail, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Ammaar bin Ruzaiq, dari Haasyim bin Al-Bariid, dari Zaid bin ‘Aliy, ia berkata : “Abu Bakr Ash-Shiddiiq radliyallaahu ‘anhu adalah imam/pemimpin orang-orang yang bersyukur”. Kemudian ia membaca firman Allah : ‘Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur’ (QS. Aali ‘Imraan : 144) [Diriwayatkan oleh Ad-Daaraquthniy dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 56].

Syi’ah = Mujassimah (?)

0 komentar

Telah banyak kita dengar orang-orang Syi’ah menggelari Ahlus-Sunnah (baca : Wahabiy/Salafiy) dengan gelaran-gelaran buruk. Salah satu diantaranya adalah Mujassimah. Ahlus-Sunnah yang telah menetapkan sifat-sifat Allah ta’ala yang tertera dalam nash sebagaimana dhahirnya/hakekatnya, mereka anggap sebagai mujassimah, menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Dalam kesempatan ini saya tidak akan membahas bagaimana salahnya pemahaman itu. Saya di sini – untuk kesekian kalinya – hanya akan mengajak Pembaca sekalian untuk berwisata sejenak pada sedikit diantara banyak teks Syi’ah yang tertera dalam kitab-kitab mereka.

Fiqh Syi’ah (10) : Cuci Tangan Setelah Berjabat Tangan dengan Ahlus-Sunnah

3 komentar

Cuci tangan setelah beristinja’, itu biasa. Cuci tangan setelah berjabat tangan dengan Ahlus-Sunnah, itu baru luar biasa. Dimanakah itu?. Akan coba saya bantu Pembaca sekalian untuk mengetahuinya dari tulisan ringkas berikut:
حُمَيْدُ بْنُ زِيَادٍ عَنِ الْحَسَنِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ وُهَيْبِ بْنِ حَفْصٍ عَنْ أَبِي بَصِيرٍ عَنْ أَحَدِهِمَا ( عليهما السلام ) فِي مُصَافَحَةِ الْمُسْلِمِ الْيَهُودِيَّ وَ النَّصْرَانِيَّ قَالَ مِنْ وَرَاءِ الثَّوْبِ فَإِنْ صَافَحَكَ بِيَدِهِ فَاغْسِلْ يَدَكَ

Fiqh Syi’ah (9) : Hukuman Bagi Pemerkosa

1 komentar

Pemerkosaan merupakan bagian dari perbuatan zina[1] yang telah Allah ta’ala tentukan hukumannya bagi pelakunya di dunia. Allah ta’ala berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” [QS. An-Nuur : 2].

Nikah Mut’ah Diharamkan oleh ‘Umar

0 komentar

Tanya : Benarkah perkataan bahwa nikah mut’ah hanya dilarang oleh ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu?.
Jawab : Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasuulillah wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah, wa ba’d,
Tentu saja perkataan tersebut tidak benar. Perkataan tersebut adalah slogan-slogan yang dikatakan orang-orang Syi’ah yang hati mereka penuh penyakit terhadap ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu.

Tata Cara Wudlu Menurut Madzhab Ahlul-Bait

4 komentar

Artikel ini sedikit akan mengupas bagaimana tata cara wudlu yang diajarkan oleh Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, khususnya dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Tentu saja, apa yang diajarkan oleh Ahlul-Bait – yaitu ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu – merupakan cara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Harapannya, kita akan semakin cinta kepada sunnah dan semakin cinta kepada Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang shaalih. Berikut riwayat-riwayatnya:
1.     Riwayat Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa

Sebaik-Baik Khaliifah

3 komentar

Al-Aajuriiy rahimahullah berkata:
وَأَنْبَأَنَا أَبُو الْقَاسِمِ أَيْضًا، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمٍ الطَّائِفِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ الطَّيَّارِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَ: وَلِيَنَا أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَخَيْرُ خَلِيفَةٍ أَرْحَمُهُ بِنَا وَأَحْنَاهُ عَلَيْنَا
Dan Telah memberitakan kepada kami Abul-Qaasim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sulaim Ath-Thaaifiy, ia berkata Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari ‘Abdullah bin Ja’far Ath-Thayyaar radliyallaahu ‘anhum, ia berkata : “Abu Bakr telah mengurus kami, ia adalah sebaik-baik Khaliifah, paling mengasihi kami, dan paling penyayang terhadap kami” [Asy-Syarii’ah, 2/440 no. 1247].

Dendam Syi’ah kepada ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa

1 komentar

Ada riwayat Syi’ah berbunyi:
حدثنا محمد بن علي ماجيلويه عن عمه محمد بن أبي القاسم عن أحمد بن أبي عبد الله عن أبيه عن محمد بن سليمان عن داود بن النعمان عن عبد الرحيم القصير قال: قال لي أبو جعفر عليه السلام: أما لو قام قائمنا لقد ردت إليه الحمراء حتى يجلدها الحد وحتى ينتقم لابنة محمد فاطمة عليها السلام منها، قلت: جعلت فداك ولم يجلدها الحد؟ قال: لفريتها على ام ابراهيم، قلت: فكيف اخره الله للقائم؟ فقال: لان الله تبارك وتعالى بعث محمدا صلى الله عليه وآله رحمة وبعث القائم عليه السلام نقمة
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy Maajilwaih, dari pamannya : Muhammad bin Abil-Qaasim, dari Ahmad bin Abi ‘Abdillah, dari ayahnya, dari Muhammad bin Sulaimaan, dari Daawud bin An-Nu’maan, dari ‘Abdurrahiim Al-Qashiir, ia berkata : Telah berkata kepadaku Abu Ja’far ‘alaihis-salaam : “Seandainya Al-Qaaim[1] muncul, sungguh akan dihadapkan kepadanya kelak Al-Hamraa’ (yaitu : ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa) hingga ia akan memberikan hukuman dera padanya, dan akan membalaskan dendam anak wanita Muhammad – Faathimah – terhadapnya”. Aku berkata : “Diriku sebagai tebusanmu. Mengapa ia memberikan hukuman dera kepadanya ?”. Ia berkata : “Karena kedustaannya (‘Aaisyah) terhadap Ummu Ibraahiim[2]”. Aku berkata : “Mengapa Allah mengakhirkan (hukuman tersebut) untuk Al-Qaaim ?”. Ia berkata : “Karena Allah tabaaraka wa ta’ala mengutus Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa aalihi sebagai rahmat, dan mengutus Al-Qaaim ‘alaihis-salaam untuk membalas dendam” [‘Ilalusy-Syaraai’ oleh Ash-Shaduuq, 2/579-580 no. 10].

‘Aliy adalah Maulaa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

0 komentar

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
مَنْ كُنْتُ مَوْلَاهُ فَعَلِيٌّ مَوْلَاهُ
Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai maula-nya, maka ‘Aliy adalah maula-nya juga” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3713, dan ia berkata : “Hadits hasan shahih ghariib”].
Tentang makna maulaa, para ulama telah menjelaskan.
Ma’mar rahimahullah berkata:
وَأَوْلِيَاء، وَرَثَةٌ عَاقَدَتْ أَيْمَانُكُمْ هُوَ مَوْلَى الْيَمِينِ، وَهْوَ الْحَلِيفُ وَالْمَوْلَى أَيْضًا، ابْنُ الْعَمِّ، وَالْمَوْلَى الْمُنْعِمُ الْمُعْتِقُ، وَالْمَوْلَى الْمُعْتَقُ، وَالْمَوْلَى الْمَلِيكُ، وَالْمَوْلَى مَوْلًى فِي الدِّينِ.

‘Aliy Berbaiat dan Ridlaa terhadap Kekhalifahan Abu Bakr, ‘Umar, dan 'Utsmaan radliyallaahu ‘anhum (2)

0 komentar

Al-Balaadzuriy rahimahullah berkata:
حَدَّثَنِي رَوْحُ بْنُ عَبْدِ الْمُؤْمِنِ، عَنْ أَبِي عَوَانَةَ، عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ، أَنَّ عَلِيًّا أَتَاهُمْ عَائِدًا، فَقَالَ: " مَا لَقِيَ أَحَدٌ هَذِه الأُمَّةَ مَا لَقِيتُ، تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَحَقُّ النَّاسِ بِهَذَا الأَمْرِ، فَبَايَعَ النَّاسُ أَبَا بَكْرٍ، فَاسْتَخْلَفَ عُمَرَ، فَبَايَعْتُ وَرَضِيتُ وَسَلَّمْتُ، ثُمَّ بَايَعَ النَّاسُ عُثْمَانَ، فَبَايَعْتُ وَسَلَّمْتُ وَرَضِيتُ، وَهُمُ الآنَ يَمِيلُونَ بَيْنِي وَبَيْنَ مُعَاوِيَةَ "
Telah menceritakan kepadaku Rauh bin ‘Abdil-Mu’min, dari Abu ‘Awaanah, dari Khaalid Al-Hadzdzaa’, dari ‘Abdurrahmaan bin Abi Bakrah : Bahwasannya ‘Aliy pernah datang menjenguk mereka, lalu berkata : “Tidak ada seorang pun dari umat ini yang mengalami seperti yang aku alami. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam wafat sedangkan aku adalah orang yang paling berhak dalam urusan ini. Lalu orang-orang membaiat Abu Bakr, kemudian ‘Umar menggantikannya. Lalu aku pun berbaiat (kepadanya), merasa ridlaa, dan menerimanya. Kemudian orang-orang membaiat ‘Utsmaan, lalu aku juga berbaiat (kepadanya), merasa ridlaa, dan menerimanya. Dan sekarang mereka cenderung antara aku dan Mu’aawiyyah” [Ansaabul-Asyraf, 2/402].

Doktrin Raj’ah Itu Tidak Benar

6 komentar

Raj’ah menurut teologi Syi’ah maknanya adalah ‘kebangkitan kembali sekelompok manusia dan ummah Rasulullah Saww yang memang tinggal derajat keimanannya dan kedurjanaan, untuk menerima sebagian balasan mereka di dunia ini’. Ada cerita balas dendam di situ bahwa Ahlul-Bait dan musuhnya kelak akan dibangkitkan di dunia, lalu Ahlul-Bait akan membalas dan menghukum musuh-musuhnya (baca : Ahlus-Sunnah, terutama para penghulu shahabat radliyallaahu ‘anhum). Salah satu contoh riwayat (palsu) Syi’ah tentang hal ini diantaranya:

Sujud Orang Syi’ah Mesti Kontak Langsung dengan Tanah ?

0 komentar

Menurut kabar (burung), orang Syi’ah tidak mau sujud ketika shalat kecuali jika kontak dengan tanah secara langsung. Oleh karenanya, kita sering melihat orang Syi’ah – kalau nggak pas beradegan taqiyyah – membawa lempengan tanah seukuran koin benggol jaman engkong kita dulu yang dipakai untuk alas sujud dahi mereka ketika shalat.
Apalagi jika koin lempengan tanah yang mereka pakai tersebut diimport dari Karbalaa’, katanya, semakin berpahala dan menambah khusyu’ mereka dalam shalat. Dan katanya pula, sujud kalau tidak dilakukan di atas tanah tidak sah (taqiyyah mode : off), seperti misal di atas lantai masjid/rumah, sajadah, dan yang lainnya.

Khawaarij vs Syi’ah Raafidlah

2 komentar

Sebagaimana kita ketahui bersama, belakangan berkembang isu ISIS di Timur Tengah yang kemudian sangat diidentikkan dengan gerakan klasik Khawaarij. Banyak orang yang menaruh simpati dengan kelompok ISIS ini, terutama yang sama-sama punya ideologi takfiriy (mudah mengkafirkan) dan suka dengan suasana chaos. Mereka akrab dengan darah kaum muslimin dan slogan-slogan khas : ‘Kafir,.... murtad’.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kita akan keberadaan mereka melalui sabdanya:
......يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ
.....Mereka (Khawaarij) membunuh kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala. Apabila aku mendapati mereka, sungguh akan aku bunuh mereka seperti pembunuhan terhadap kaum ‘Aad” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3344].

Nabi dan ‘Aliy Pedofil ?

1 komentar

O’Hashem yang katanya cendekiawan Syi’ah menulis sebuah buku intinya ia ingin mendongeng bahwa ‘ndak benar itu Nabi menikahi ‘Aaisyah pada usia 6 tahun dan serumah dengannya pada usia 9 atau 10 tahun’. Lalu ada orang Syi’ah lain yang tak kalah konyol bahwa dengan keyakinan Ahlus-Sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menikahi 'Aaisyah pada usia tersebut, sama saja menganggap beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam seorang pedofil. Na’uudzubillah.....
Sebenarnya di Blog ini telah ditulis ulasan singkat dari perspektif Ahlus-Sunnah tentang keotentikan riwayat usia pernikahan ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa[1]. Begitu pula telah ditulis artikel bagaimana batas usia diperbolehkan menikah menurut imam dan ulama Syi’ah[2]. Nah, pada kesempatan ini mari kita kembali menengok, apa dan bagaimana penjelasan yang ada di buku-buku Syi’ah.

Imam Syi’ah : ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah adalah Orang yang Paling Mengetahui Manasik Haji

2 komentar

Ibnu Sa’d rahimahullah berkata:
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفُضَيْلِ بْنِ غَزْوَانَ الضَّبِّيُّ، أَخْبَرَنَا أَسْلَمُ الْمِنْقَرِيُّ، وَأَخْبَرَنَا الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ أَبُو نُعَيْمٍ، أَخْبَرَنَا بَسَّامُ الصَّيْرَفِيُّ، جَمِيعًا عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، قَالَ: " مَا بَقِيَ أَحَدٌ أَعْلَمُ بِمَنَاسِكِ الْحَجِّ مِنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Fudlail bin Ghazwaan Adl-Dlabbiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Aslam Al-Minqariy (ح). Dan telah mengkhabarkan kepada kami Al-Fadhl bin Dukain Abu Nu’aim : Telah mengkhabarkan kepada kami Bassaam Ash-Shairaafiy; keduanya dari Abu Ja’far Muhammad bin ‘Aliy bin Husain, ia berkata : “Tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui tentang manaasik haji daripada ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah” [Ath-Thabaqaat, 2/445].

Kepercayaan ‘Aliy Zainal-‘Aabidiin terhadap Riwayat Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhumaa

3 komentar

Al-Bukhaariy rahimahullah berkata:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي وَاقِدُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ مَرْجَانَةَ صَاحِبُ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، قَالَ: قَالَ لِي  أَبُو  هُرَيْرَةَ  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَيُّمَا رَجُلٍ أَعْتَقَ امْرَأً مُسْلِمًا اسْتَنْقَذَ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ ".
قَالَ سَعِيدُ بْنُ مَرْجَانَةَ: فَانْطَلَقْتُ بِهِ إِلَى عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، فَعَمَدَ عَلِيُّ بْنُ حُسَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا إِلَى عَبْدٍ لَهُ قَدْ أَعْطَاهُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ عَشَرَةَ آلَافِ دِرْهَمٍ أَوْ أَلْفَ دِينَارٍ، فَأَعْتَقَهُ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yuunus : Telah menceritakan kepada kami ‘Aashim bin Muhammad, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Waaqid bin Muhammad, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Sa’iid bin Marjaanah shahabat ‘Aliy bin Husain, ia berkata : Telah berkata kepadaku Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap orang yang membebaskan seorang (budak) muslim, niscaya Allah akan membebaskan anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu dari api neraka”.

Fiqh Syi’ah (8) : Hukum Tidur di Masjid

0 komentar

Ada riwayat:
عَلِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عِيسَى عَنْ يُونُسَ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ وَهْبٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) عَنِ النَّوْمِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَ مَسْجِدِ النَّبِيِّ ( صلى الله عليه وآله ) قَالَ نَعَمْ فَأَيْنَ يَنَامُ النَّاسُ .
‘Aliy bin Ibraahiim, dari Muhammad bin ‘Iisaa, dari Yuunus, dari Mu’aawiyyah bin Wahb, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam) tentang tidur di Masjid Haraam dan Masjid Nabi (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi). Ia menjawab : “Ya, boleh. Dan dimanakah orang-orang seharusnya tidur ?” [Al-Kaafiy, 3/369-370].
Kata Al-Majlisiy (15/247), riwayat di atas shahih.

Fiqh Syi’ah (7) : Waktu Berbuka Puasa

1 komentar

Ash-Shaadiq berkata:
إذا غابت الشمس فقد حل الافطار ووجبت الصلاة
“Apabila matahari terbenam, sungguh telah halal berbuka puasa dan diwajibkan shalat (Maghrib)” [Wasaailusy-Syii’ah, 6/125].
Dari ‘Amru bin Abi Nashr, ia berkata:
سمعت أبا عبدالله ( عليه السلام ) يقول في المغرب : إذا توارى القرص كان وقت الصلاة ،وأفطر
“Aku mendengar Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam) berkata tentang waktu maghrib : ‘Apabila bulatan matahari sudah tidak nampak, maka itulah waktu shalat dan berbuka puasa” [Wasaailusy-Syii’ah, 10/183].

Sekilas tentang Perawi Utama Syi’ah : Jaabir Al-Ju’fiy, Zuraarah, dan Muhammad bin Muslim

6 komentar

Bagi yang belum mengetahui, maka artikel ini akan sedikit menginformasikan tentang ketiga perawi utama Syi’ah dalam kitab-kitab hadits mereka.
1.     Jaabir Al-Ju’fiy
Orang ini adalah diantara orang yang ajaib dalam deretan para perawi Syi’ah.
Jaabir Al-Ju’fiy berkata:
حدثني أبو جعفر عليه السلام بسبعين ألف حديث لم أحدثها أحدا قط ، ولا أحدث بها أحدا أبدا

Pernikahan Abu Ja'far

5 komentar

Al-Kulainiy – ulama Syi’ah – berkata:
مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنِ ابْنِ فَضَّالٍ عَنِ ابْنِ بُكَيْرٍ عَنْ زُرَارَةَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) أَنَّهُ أَرَادَ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَأَةً فَكَرِهَ ذَلِكَ أَبِي فَمَضَيْتُ فَتَزَوَّجْتُهَا حَتَّى إِذَا كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ زُرْتُهَا فَنَظَرْتُ فَلَمْ أَرَ مَا يُعْجِبُنِي فَقُمْتُ أَنْصَرِفُ فَبَادَرَتْنِي الْقَيِّمَةُ مَعَهَا إِلَى الْبَابِ لِتُغْلِقَهُ عَلَيَّ فَقُلْتُ لَا تُغْلِقِيهِ لَكِ الَّذِي تُرِيدِينَ فَلَمَّا رَجَعْتُ إِلَى أَبِي أَخْبَرْتُهُ بِالْأَمْرِ كَيْفَ كَانَ فَقَالَ أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ لَهَا عَلَيْكَ إِلَّا نِصْفُ الْمَهْرِ وَ قَالَ إِنَّكَ تَزَوَّجْتَهَا فِي سَاعَةٍ حَارَّةٍ
Muhammad bin Yahyaa, dari Ahmad bin Muhammad, dari Ibnu Fadldlaal, dari Ibnu Bukair, dari Zuraarah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu Ja’far (‘alaihis-salaam) : Bahwasannya ia pernah hendak menikahi seorang wanita, namun ayahnya ternyata tidak suka. (Abu Ja’far berkata) : “Lalu aku pun tetap melakukannya dan menikahi wanita tersebut. Setelah itu aku mengunjunginya. Aku pun memandangnya dan ternyata aku tidak melihat sesuatu yang membuatku tertarik kepadanya. Maka aku berdiri untuk beranjak pergi. Namun pembantu wanita itu bergegas mendahuluiku ke pintu dan menutupnya untukku (sehingga aku tidak bisa keluar). Aku berkata (kepada wanita itu) : ‘Janganlah engkau tutup (pintunya). Engkau akan mendapatkan apa yang engkau inginkan’. Ketika aku kembali ke ayahku, aku mengkhabarkan perkara tersebut kepadanya. Ia (ayahku) berkata : ‘Engkau hanya berkewajiban membayar setengah mahar kepadanya’. Ayahku berkata : ‘Sesungguhnya engkau menikahinya pada waktu yang panas (siang/Dhuhur)” [Al-Kaafiy, 5/366].