1.
Tidak Menutup ‘Aurat.
Dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu
: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda
:
لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ،
وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى
الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي
الثَّوْبِ الْوَاحِدِ
“Janganlah seorang laki-laki melihat ‘aurat
laki-laki lain, tidak pula seorang wanita melihat ‘aurat wanita yang lain. Dan
janganlah seorang laki-laki berada dalam satu kain/selimut dengan laki-laki
lain, dan tidak pula wanita berada satu kain/selimut dengan wanita lain”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 334, Abu Daawud no. 4018, At-Tirmidziy no. 2793,
dan yang lainnya].
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، لَمْ أَرَهُمَا
قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ،
وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ
رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Dua kelompok dari penghuni neraka yang aku
belum pernah melihat mereka : Pertama, orang-orang yang membawa cambuk
menyerupai ekor sapi. Dengannya mereka mencambuki orang lain. Kedua,
wanita-wanita yang berpakaian, namun sebenarnya telanjang (karena tidak menutup
‘aurat yang semestinya ditutup), menggoda orang lain dan berjalan dengan
melenggak-lenggok. Kepala mereka seperti punuk onta yang miring.
Mereka tidak masuk surga dan juga tidak dapat mencium aromanya, padahal aroma
surga dapat dicium sejauh perjalanan sekian dan sekian” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2128].
2.
Menyerupai Pakaian Orang Kafir
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru
radliyallaahu ‘anhumaa : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا، لَا
تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ، وَلَا بِالنَّصَارَى،
“Tidak termasuk golongan
kami orang yang meniru selain kami, janganlah kamu meniru orang Yahudi dan
Nashrani” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy
4/425 no. 2695, Al-Qadlaa’iy dalam Musnad
Asy-Syihaab 2/205 no. 1191, dan Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath 7/238
no. 7380; dihasankan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaaniy
dalam Silsilah Ash-Shahiihah 5/227-228 no. 2194].
Dari ‘Abdullah bin
‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang meniru satu kaum, maka ia termasuk golongannya”
[Diriwayatkan
oleh Abu Daawud no. 4031,
Ahmad 2/50 & 2/92, Ath-Thabaraaniy dalam Musnad asy-Syaamiyyiin no.
216, ‘Abdun bin Humaid dalam Al-Muntakhab no. 846, dan yang lainnya;
shahih[1]].
Syaikhul-Islam
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
أن المشاركة في الهدي الظاهر تورث تناسباً وتشاكلاً
بين المتشابهين، يقود إلى موافقة ما في الأخلاق والأعمال، وهذا أمر محسوس، فإن
اللابس ثياب أهل العلم يجد من نفسه نوع انضمام إليهم، واللابس لثياب الجند
المقاتلة - مثلاً - يجد من نفسه نوع تخلق بأخلاقهم، ويصير طبعه متقاضياً لذلك، إلا
أن يمنعه مانع.
“Bahwasannya
kesamaan lahiriyah akan menimbulkan kesesuaian dan keserupaan antara dua orang
yang saling menyerupai, yang nantinya akan mengantarkan kepada kesamaan dari
sisi akhlaq dan perbuatan. Yang demikian adalah perkara yang bisa dirasakan.
Seseorang yang mengenakan pakaian yang dikenakan orang ‘alim, maka ia akan
mendapati dirinya memiliki kecondongan kepada mereka. Selanjutnya tabiat akan
mengarah ke sana kecuali apabila ada faktor pencegah” [Iqtidlaa’ Shiraathil-Mustaqiim, 1/93].
3.
Berdandan Seperti Orang Musyrik
‘Umar bin Khathhab radliyallaahu ‘anhu
telah berkata :
وَإِيَّاكُمْ وَالتَّنَعُّمَ وَزِيَّ أَهْلِ
الشِّرْكِ
“Dan jauhkan dirimu dari
bermewah-mewah dan meniru model orang
musyrik” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2069, Ahmad 1/15, Ibnu Hibbaan
12/268 no. 5454, dan yang lainnya].
4.
Berlagak Sombong.
Allah ta’ala berfirman :
إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong” [QS. An-Nahl : 23].
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ: " وَلَا
يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ، شَيْخٌ زَانٍ، وَمَلِكٌ كَذَّابٌ،
وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Ada tiga golongan yang
tidak diajak bicara oleh Allah di hari kiamat dan tidak pula dibersihkan (dari
dosa-dosa mereka)”. Abu Mu’aawiyah (perawi
hadits) meneruskan : “dan Allah tidak
akan melihat mereka. Bagi mereka siksa yang sangat pedih. Mereka itu adalah :
Orang tua yang berzina, raja pembohong, dan orang
miskin yang sombong”
[Diriwayatkan oleh Muslim no.
107, Ahmad 2/480, Abu ‘Awaanah
dalam Al-Mustakhraj no. 114, dan yang lainnya].
5.
Menyerupai Pakaian Lawan Jenis.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata :
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ، وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ
لِبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat
laki-laki yang mengenakan pakain wanita, dan wanita yang mengenakan pakaian
laki-laki” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4098, Ahmad 2/325, Ibnu Hibbaan
13/62-63 no. 5751-5752, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/519].
Dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata :
قِيلَ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: إِنَّ
امْرَأَةً تَلْبَسُ النَّعْلَ، فَقَالَتْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَةَ مِنَ النِّسَاءِ
Dikatakan kepada ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa
: “Sesungguhnya ada wanita memakai sandal laki-laki”. Lalu ia menjawab :
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat wanita yang
menyerupai laki-laki” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4099, Al-Humaidiy no.
274, Abu Ya’laa no. 4880, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/519-520].
Dari Abu Juray Jaabir bin Saalim radliyallaahu
‘anhu, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda :
وَلَا تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ،
وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ
مِنَ الْمَعْرُوفِ، وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ
فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ، وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ
الْمَخِيلَةِ، وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ، وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ
وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلَا تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ
فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
“Jangan engkau sepelekan perbuatan baik walau
sedikit. Berbicaralah kepada saudaramu dengan wajah berseri-seri sebab hal itu
juga sebuah kebaikan. Angkat kain sarungmu hingga setengah betis. Jika engkau
enggan, maka julurkan persis di atas mata kaki. Janganlah kamu melakukan isbal,
sebab isbal itu termasuk perbuatan sombong (al-makhillah). Sesungguhnya Allah
tidak mencintai kesombongan. Apabila ada seseorang yang mencela atau mencacimu
dengan sesuatu yang ia ketahui dari dirimu, maka jangan engkau balas
mencercanya dengan sesuatu yang engkau ketahui dari dirinya. Sebab, bencana
tersebut hanya akan menimpa dirinya sendiri” [Diriwayatkan oleh
Abu Daawud no. 4084; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 5/515-516].
Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam :
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ
شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ زَادَ، عَنْ
أَبِي عَوَانَةَ ثُمَّ تُلَهَّبُ فِيهِ النَّارُ
“Barangsiapa yang memakai pakaian
kemasyhuran (untuk populraitas), maka Allah akan memakaikan sebuah pakaian (yang
hina) di hari kiamat yang kemudian dinyalakan api di dalamnya” [Diriwayatkan oleh
Abu Dawud no. 4029 dan Ibnu Majah 3606; dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahihul-Jaami’ no. 6526].
Asy-Syaukaaniy rahimahullah berkata :
قال ابن الأثير :
الشهرة ظهور الشيء والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم
فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم بالعجب والتكبر
“Ibnul-Atsiir berkata : ‘Asy-Syuhrah adalah
tampaknya sesuatu. Maksudnya bahwa pakaiannya populer di antara manusia karena
warnanya yang berbeda sehingga orang-orang mengangkat pandangan mereka
(kepadanya). Dan ia menjadi sombong terhadap mereka karena bangga dan takabur”
[Nailul-Authaar, 2/111 – via Syamilah].
Ibnu Baththaal rahimahullah
berkata :
فالذى
ينبغى للرجل أن يتزى فى كل زمان بزى أهله ما لم يكن إثمًا لأن مخالفة الناس فى
زيهم ضرب من الشهرة
“Yang
seharusnya dilakukan seseorang adalah ia berpakaian di setiap masa dengan
pakaian orang-orang yang hidup di masa tersebut sepanjang tidak terkandung
dosa, karena penyelisihan terhadap pakaian yang dipakai oleh orang banyak
termasuk syuhrah” [Syarh Shahih Al-Bukhaariy, 17/144 – via
Syamilah].
8.
Memakai Pakaian Sutera Bagi Laki-Laki.[4]
‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu pernah
menuliskan surat yang berisi :
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا يُلْبَسُ
الْحَرِيرُ فِي الدُّنْيَا إِلَّا لَمْ يُلْبَسْ فِي الْآخِرَةِ مِنْهُ
“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : ‘Tidaklah sutera dipakai oleh seseorang di dunia,
melainkan tidak akan dipakaikan kepadanya kelak di akhirat’ [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 5830, Muslim no. 2069, An-Nasaa’iy no. 5312, dan yang
lainnya].
Dari Hudzaifah radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata :
نَهَانَا
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَشْرَبَ فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ، وَأَنْ نَأْكُلَ فِيهَا، وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ
وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
melarang kami minum dan makan dari bejana yang terbuat dari emas dan perak, memakai
sutera dan diibaaj serta duduk di atasnya” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 5837, Abu Daawud no. 3723, At-Tirmidziy no. 1878, dan yang
lainnya].
9.
Memakai Pakaian Berwarna Merah Menyala dan Polos.
Dari Al-Barraa’ bin ‘Aazib radliyallaahu ‘anhu,
ia berkata :
نَهَانَا
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمَيَاثِرِ الْحُمْرِ
وَالْقَسِّيِّ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang
kami memakai al-mayaatsir (alas tidur) berwarna merah dan al-qassiy (pakaian
yang digarisi dengan sutera)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5838].
Dari ‘Imraan bin Hushain, ia berkata :
قَالَ
لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ خَيْرَ طِيبِ
الرَّجُلِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِيَ لَوْنُهُ، وَخَيْرَ طِيبِ النِّسَاءِ مَا
ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِيَ رِيحُهُ، وَنَهَى عَنْ مِيثَرَةِ الْأُرْجُوَانِ "
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
berkata kepadaku : ‘Sesungguhnya sebaik-baik wangi-wangian bagi seorang
laki-laki adalah yang nampak baunya dan tersembunyi warnanya. Dan sebaik-baik
wangi-wangian bagi wanita adalah yang nampak warnanya namun tersembunyi baunya’.
Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga melarang (kami memakai) bantalan
pelana yang berwarna sangat merah” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2788 dan
Ar-Ruuyaaniy no. 75; dishhaihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Silsilah
Ash-Shahiihah 5/519-520 no. 2396].
Para ulama berdalil dengan riwayat di atas
terlarangnya memakai pakaian yang berwarna merah polos. Adapun jika tidak merah
polos (misalnya : merah bergaris), maka boleh.
10.
Memakai Pakaian Bergambar Makhluk Hidup.
Dari
Abu Zur’ah, ia berkata : Aku pernah masuk bersama Abu Hurairah di rumah
Marwaan, lalu ia (Abu Hurairah) melihat di dalamnya ada beberapa gambar. Abu
Hurairah berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
قَالَ
اللَّهُ عَزَّوَجَلَّ: وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ خَلْقًا كَخَلْقِي
فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا شَعِيرَةً
"
“Allah ‘azza wa jalla berfirman : ‘Dan
siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang menciptakan seperti ciptaanku ?.
Hendaklah ia ciptakan sebutir biji atau hendaklah ia ciptakan sebutir gandum”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5953 &7559 dan Muslim no. 2111].
Dari
‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pernah datang dari safar (bepergian), sedangkan aku telah menutupkan
sebuah tirai pada sebuah rak kepunyaanku. Pada tirai itu terdapat
gambar-gambar. Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihatnya,
beliau mencabutnya dan bersabda :
أَشَدُّ
النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
" قَالَتْ: فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
“Manusia
yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai
(menandingi) ciptaan Allah”. ‘Aaisyah radliyallaahu
'anhaa berkata : “Maka tirai itu kami jadikan sebuah bantal atau dua bantal”
[Diriwayatkan oleh 5954, Muslim no. 2107, An-Nasaa’iy no. 5356, dan yang
lainnya].
11.
Memakai Za’faran Bagi Laki-laki.
Dari Anas radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
نَهَى
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَزَعْفَرَ الرَّجُلُ
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang
laki-laki memakai za’faran” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5846,
Muslim no. 2101, Abu Daawud no. 4179, dan yang lainnya].
Karena, za’faraan adalah perhiasan dan
wewangian para wanita.
12.
Berhias/Bertabarruj Ketika Keluar Rumah atau di
Depan Selain Suaminya.
Allah ta’ala berfirman :
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu berhias (bertabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah” [QS. Al-Ahzaab : 33].
13.
Memakai Wangi-Wangian Ketika Keluar Rumah Bagi
Wanita.
Dari Abu Muusaa Al-Asy’ariy radliyallaahu ‘anhu,
ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
أَيُّمَا
امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ
زَانِيَةٌ
“Wanita wana saja yang memakai wangi-wangian,
lalu melewati satu kaum agar mereka mencium baunya, maka ia adalah pezina”
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4173, An-Nasaa’iy no. 5126, dan yang lainnya;
dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan An-Nasaa’iy 3/372].
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
وأَيُّمَا
امْرَأَةٍ تَطَيَّبَتْ، ثُمَّ خَرَجَتْ إِلَى الْمَسْجِدِ، لَمْ تُقْبَلْ لَهَا
صَلَاةٌ حَتَّى تَغْتَسِلَ "
“Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian, lalu
keluar menuju masjid, maka shalatnya tidak diterima hingga ia mandi terlebih
dahulu (untuk menghilangkan bau wanginya)” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud
no. 4174, Ibnu Maajah no. 4002, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Al-Jaami’ no. 2703.
14.
Memakai Emas Bagi Laki-Laki.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
أَنَّهُ
نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ
Bahwasannya beliau melarang memakai cincin dari
emas [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5864, Muslim no. 2089, An-Nasaa’iy no.
5186, dan yang lainnya].
15.
Memakai Cincin dari Besi Murni Bagi Laki-Laki.[5]
Dari ‘Amru bin Syu’aib
dari ayahnya, dari kakeknya :
أَنّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى عَلَى بَعْضِ أَصْحَابِهِ
خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ، فَأَلْقَاهُ وَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ
حَدِيدٍ، فَقَالَ: " هَذَا شَرٌّ، هَذَا حِلْيَةُ أَهْلِ النَّارِ "،
فَأَلْقَاهُ، فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ، فَسَكَتَ عَنْهُ
Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
melihat salah seorang shahabatnya memakai cincin dari emas. Maka beliau
berpaling darinya. (Melihat hal itu), maka shahabat tersebut membuangnya dan
menggantinya dengan cincin dari besi. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Ini lebih jelek (dari cincin emas). Ini merupakan perhiasan
penduduk neraka”. Shahabat tadi kembali membuang cincinnya dan menggantinya
dengan cincin dari perak, sementara itu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
tidak berkomentar tentangnya” [Diriwayatkan oleh Ahmad 2/163 & 2/179,
Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 1021, dan Ath-Thahawiy dalam Syarh
Ma’aanil-Aatsaar 4/261; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Aadaabuz-Zifaaf
hal. 217].
16.
Memakai Cincin di Jari Telunjuk dan Jari Tengah.
Dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu,
ia berkata :
نَهَانِي
نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَاتَمِ فِي
السَّبَّابَةِ، وَالْوُسْطَى
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarangku
memakai cincin di jari telunjuk dan jari tengah” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy
no. 5286, Ibnu Hibbaan no. 5502, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan An-Nasaa’iy 3/404].
17.
Menyemir Rambut dengan Warna Hitam.[6]
Dari Jabir bin ‘Abdillah ia berkata : Abu Quhafah
datang di hari Fathu Makkah dimana rambut kepalanya dan jenggotnya telah
memutih. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
غَيِّرُوا
هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
“Rubahlah ini dengan
sesuatu dan hindarilah warna hitam” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2102].
Dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa,
ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
يَكُونُ
قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لَا
يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ "
“(Kelak) akan ada satu kaum di akhir jaman yang
menyemir rambut mereka dengan warna hitam seperti ekor burung merpati. Mereka
tidak akan mencium bau surga” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4212, Ahmad
1/273, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih
Sunan Abi Daawud 2/547].
18.
Menyemir Rambut yang Hitam dengan Warna Lain.
Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzan hafidhahullah berkata
: “Merubah warna rambut yang hitam dengan warna lain adalah tidak boleh karena
tidak perlu. Warna hitam termasuk warna yang paling baik untuk rambut. (Hal itu
mereka lakukan) karena meniru orang kafir” [Tanbihaat ‘alaa Ahkaami
Yakhtashu bil-Mu’minaat hal. 12].
19.
Sering Menyisir Rambut.
Dari ‘Abdullah bin Buraidah : Bahwasannya seorang
dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang
dipanggil Buraidah berkata :
إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْهَى عَنْ كَثِيرٍ مِنَ
الْإِرْفَاهِ ". سُئِلَ ابْنُ بُرَيْدَةَ عَنِ الْإِرْفَاهِ؟ قَالَ: مِنْهُ
التَّرَجُّلُ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam melarang sering melakukan al-irfaah”. Ibnu Buraidah
ditanya tentang makna al-irtifaah, lalu ia menjawab : “Diantaranya
adalah menyisir rambut” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4160, An-Nasaa’iy no.
5239, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih
Sunan An-Nasaa’iy 3/394-395].
Dari ‘Abdullah bin Al-Mughaffal radliyallaahu
‘anhu, ia berkata :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّرَجُّلِ إِلَّا غِبًّا
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
melarang bersisir kecuali dua hari sekali (sehari melakukan, sehari tidak)”
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4159, At-Tirmidziy no. 1756, An-Nasaa’iy no. 5055-5056,
dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih
Sunan Abi Daawud 2/535].
Al-Baghawiy rahimahullah setelah membawakan
hadits tersebut berkata :
قِيلَ: مَعْنَاهُ:
التَّرَجُّلَ كُلَّ يَوْمٍ، وَأَصْلُ الإِرْفَاهِ مِن الرَّفَهِ، وَهُوَ أَنْ
تَرِدَ الإِبِلُ الْمَاءَ كُلَّ يَوْمٍ، وَمِنْهُ أُخِذَتِ الرَّفَاهِيَةُ، وَهِي
الْخَفْضُ، وَالدَّعَةُ، فَكَرِهَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الإِفْرَاطَ فِي التَّنَعُّمِ مِنَ التَّدْهِينِ وَالتَّرْجِيلِ،
“Dikatakan maknanya adalah menyisir rambut setiap
hari. Asal kata dari al-irtifaah adalah ar-rafah, yaitu : onta
yang mendatangi air setiap hari. Darinya diambil kata ar-rafaahiyah,
yaitu : berjalan pelan dan tenang. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membenci
berlebihan memakai minyak wangi dan bersisir….” [Syarhus-Sunnah, 12/83].
20.
Mencukur Rambut dengan Model Qaza’.
Dari ’Abdullah bin ’Umar radliyallaahu ’anhumaa,
ia berkata :
أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْقَزَعِ
”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa
sallam melarang qaza’” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5921 dan
Muslim no. 2120].
Dalam riwayat Ahmad disebutkan :
أَنّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى صَبِيًّا قَدْ حُلِقَ بَعْضُ شَعَرِهِ،
وَتُرِكَ بَعْضُهُ، فَنَهَى عَنْ ذَلِكَ، وَقَالَ: " احْلِقُوا كُلَّهُ، أَوْ
اتْرُكُوا كُلَّهُ
Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam
melihat seorang anak-anak yang dicukur sebagian rambutnya dan dibiarkan
sebagian yang lainnya. Maka beliau melarangnya dengan bersabda : “Cukurlah
seluruhnya atau biarkan seluruhnya” [Diriwayatkan oleh Ahmad 2/88; dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1123].
Para ulama berbeda pendapat tentang makna qaza’.
Namun dengan melihat seluruh penjelasan yang ada, maka larangan qaza’ ini ada
empat macam :
a.
Mencukur rambut kepala pada bagian-bagian tertentu
secara acak.
b.
Mencukur bagian tengah kepala dan membiarkan kedua
belah sisinya.
c.
Mencukur kedua belah sisi kepala dan membiarkan
bagian tengahnya.
d.
Mencukur bagian depan dan membiarkan bagian
belakang.
21.
Mencabut Uban.[7]
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru
radliyallaahu ‘anhumaa : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
لَا تَنْتِفُوا
الشَّيْبَ، فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ، مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ،
كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً، وَكَفَّرَ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً،
وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Al-Hanafiy : Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdul-Hamiid bin Ja’far, dari ‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari
kakeknya : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda : “Janganlah kalian mencabut uban, karena ia adalah cahaya seorang
muslim. Barangsiapa yang ditumbuhi uban dalam Islam, Allah akan tulis dengannya
kebaikan, akan Allah tutup dengannya kesalahan, dan akan Allah angkat dengannya
satu derajat” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 2/210; shahih].
Ibnu ‘Utsaimiin rahimahullah ketika ditanya tentang hukum mencabut
uban di kepala dan jenggot, beliau menjawab :
أما من اللحية أو
شعر الوجه فإنه حرام؛ لأن هذا من النمص، فإن النمص نتف شعر الوجه واللحية منه ،
وقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه لعن النامصة والمتنمصة. ونقول لهذا الرجل
إذا كنت ستتسلط على كل شعرة أبيضت فتنتفها فلن تبقى لك لحية، فدع ما خلقه الله على
ما خلقه الله ولا تنتف شيئاً. أما إذا كان النتف من شعر الرأس فلا يصل إلى درجة
التحريم لأنه ليس من النمص
“Adapun mencabut uban di jenggot atau wajah, maka haram, karena perbuatan
ini termasuk namsh. Namsh itu adalah mencabut bulu/rambut yang ada di
wajah, dan jenggot termasuk bagian darinya. Telah shahih dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau melaknat orang yang melakukan namsh
dan orang yang minta dilakukan namsh padanya. Dan kami katakan pada
laki-laki ini : Apabila engkau melihat semua rambut telah memutih, lalu engkau
mencabutnya, maka tidak ada yang tersisa jenggot padamu. Maka, biarkanlah apa
yang telah Allah ciptakan sebagaimana adanya, dan jangan engkau cabut sama
sekali. Adapun mencabut uban yang ada di kepala, maka itu tidak sampai pada
derajat haram, karena ia bukan termasuk an-namsh” [Majmuu’
Al-Fataawaa, 11/123].
22.
Memanjangkan Kumis dan Mencukur Jenggot.[8]
Dari Zaid bin Arqam radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
مَنْ
لَمْ يَأْخُذْ مِنْ شَارِبِهِ فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa yang tidak memangkas/memotong
kumisnya, maka bukan dari golongan kami” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy
no. 2761, An-Nasaa’iy no. 13, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 3/102].
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
جُزُّوا
الشَّوَارِبَ، وَأَرْخُوا اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Potong/cukurlah kumis kalian dan panjangkanlah
jenggot. Selisilah oleh kalian kaum Majusi” [Diriwayatkan oleh Muslim no.
260].
23.
Memintal/Menguncir Jenggot.
Dari Ruwaifi’, dari Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
يَا
رُوَيْفِعُ، لَعَلَّ الْحَيَاةَ سَتَطُولُ بِكَ بَعْدِي، فَأَخْبِرِ النَّاسَ
أَنَّهُ مَنْ عَقَدَ لِحْيَتَهُ أَوْ تَقَلَّدَ وَتَرًا أَوِ اسْتَنْجَى بِرَجِعِ
دَابَّةٍ أَوْ عَظْمٍ، فَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُ
بَرِيءٌ "،
“Wahai Ruwaifii’, barangkali engkau dianugerahi
umur panjang setelahku nanti (meninggal), khabarkanlah kepada manusia bahwa
barangsiapa yang mengikat/memintal jenggotnya, menggantungkan tali busur, atau
beristinjaa’ dengan kotoran binatang atau tulang; maka sesungguhnya Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya” [Diriwayatkan oleh
Abu Daawud no. 36; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih
Sunan Abi Daawud 1/20-21].
24.
Meratakan Gigi, Mencukur Bulu Alis, dan Menato
Anggota Badan.
Ibnu Mas’uud
radliyallaahu ‘anhu ia berkata:
لَعَنَ
اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ
وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ، مَا لِي لَا
أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي
كِتَابِ اللَّهِ
“Allah telah melaknat orang
yang mentato, orang yang minta ditato, orang yang menghilangkan bulu alis, dan
orang yang meratakan gigi untuk keindahan dengan merubah ciptaan Allah ta’ala. Mengapa aku tidak melaknat orang yang telah dilaknat Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, padahal hal itu ada dalam Kitabullah” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 5948, Muslim no. 2125, Abu Dawud nomor 4169, At-Tirmidziy no.
2782, dan lainnya].
25.
Membiarkan Kuku dan Lain-Lain yang Disunnahkan
untuk Dipotong, Lebih dari 40 Hari
Anas radliyallaahu ‘anhu berkata :
وُقِّتَ
لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ، وَنَتْفِ الإِبِطِ،
وَحَلْقِ الْعَانَةِ، أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam telah menentukan waktu buat kita untuk memotong
kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan. Dan
hendaknya kita tidak membiarkannya lebih dari empat puluh malam” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 258].
Wallaahu a’lam.
Itu saja yang dapat
dituliskan, semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ - perumahan
ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 11081434/20062013
– 01:27].
[1]
Silakan baca takhrij-nya
dalam artikel : Takhrij
Hadits : “Barangsiapa yang Menyerupai Suatu Kaum, Maka Ia Termasuk Golongan
Mereka”.
[3]
Silakan baca
artikel : Siapa
Bilang Peci Hitam Dilarang ? dan Disunnahkan
Berpakaian dengan Pakaian Penduduk Negerinya.
[4]
Kecuali dalam beberapa keadaan,
silakan baca artikel : Sutera
: Kapan Boleh dan Tidak Boleh Bagi Laki-Laki.
[5]
Silakan baca artikel : Larangan
Memakai Cincin Besi Murni bagi Laki-Laki.
[6]
Silakan baca artikel : Hukum
Menyemir Rambut dengan Warna Hitam.
[8]
Silakan baca artikel : Hukum
Jenggot dalam Syari’at Islam.
Comments
maaf saya berpendapat bahwa yang menjadi sebab larangan menyeret/melabuhkan pakaian itu adalah khuyala’a (sombong), bukan semata-mata melabuhkan pakaian hingga menutup mata kaki.
To udin saepudin:
Agama ini bukan tegak di atas pendapatmu. Tapi, di atas alQur-an dan asSunnah dengan pemahaman salafush sholih.
Yang susah itu dilarang berhias n memakai wangi2 an diluar rumah bg wanita,.?
Ustadz, mohon dijelaskan berkaitan dengan hadits yang paling awal di atas.
“Janganlah seorang laki-laki melihat ‘aurat laki-laki lain, tidak pula seorang wanita melihat ‘aurat wanita yang lain. Dan janganlah seorang laki-laki berada dalam satu kain/selimut dengan laki-laki lain, dan tidak pula wanita berada satu kain/selimut dengan wanita lain”
Syukron.
Dalam berhias diri ada batas-batas yang boleh dan tidak boleh, komentar juga dong ke blog saya myfamilylifestyle.blogspot.com
ustadz yang dirahmati Allah.
Apakah merapikan kanan kiri & belakang rambut termasuk qaza?
Ada beberapa orang yang lahir dengan rambut yang "jatuh", sehingga ketika dalam proses tumbuh panjangnya membuat penampilan kurang meyakinkan.
Kemudian juga dengan menyisir, apakah larangannya mutlak? dikarenakan rambut yang tidak tersisir juga akan menimbulkan kesan berantakan.
Mohon penjelasannya.
Jazakallahu khayr
Anonim 20 Juni 2013 16.55,... maksudnya jelas sesuai dengan teks kalimatnya. Itu adalah tindakan preventif dari agama Islam untuk menghindari perilaku menyimpang.
====
@Bima Indra,... pengertian qaza' sudah dituliskan di atas. Merapikan itu bisa masuk katagori qaza' jika keadaannya seperti yang telah dijelaskan.
Banyak menyisir itu hukumnya dimakruhkan. Pahami saja sesuai dhahirnya, karena para ulama memahami demikian. Kalau kondisi rambut memang berantakan dan ia tidak bisa dirapihkan kecuali dengan menyisirnya, maka ia boleh menyisirnya. wallaahu a'lam.
Pak Dhe, itu mbok dibenerin lafazh terjemahannya kurang pas dari Irfah kok bisa Irtifah...
Bukan salah terjemahan, akan tetapi salah dalam penulisan. Terima kasih masukannya, mata saya agak kurang awas. Jazaakallaahu khairan.
Posting Komentar