Rekan-rekan sekalian,.....
setelah kita mengetahui madzhab Ibnu Taimiyyah[1], Ibnul-'Utsaimiiin[2], dan masyayikh kibaar lain
tentang ‘udzur kejahilan ..... sekarang mari kita simak bagaimana pandangan Al-Imaam
Al-Mujaddid : Muhammad Naashiruddiin Al-Albaaniy rahimahullah dalam
permasalahan ini. Berikut akan saya bawakan dari kitab Mausuu'ah
Al-'Allaamah Al-Imaam Mujaddid Al-'Ashr Muhammad Naashiruddiin Al-Albaaniy
yang disusun oleh Asy-Syaikh Dr. Syaadiy Aalu Nu'maan hafidhahullah. Tepatnya
di juz 5 mulai halaman 733.
Bagi yang dapat membaca dan
memahaminya, Anda akan dapatkan pemahaman yang sangat mendalam yang mengandung
rincian-rincian kondisi mana yang diberikan 'udzur dan mana yang tidak
diberikan 'udzur, yang secara ringkas diuraikan dalam beberapa point berikut
(dan ini bukan pembatas):
1.
Beliau rahimahullah membedakan antara pengkafiran
(takfir) mutlak dan pengkafiran mu’ayyan (individu).
2.
Pengkafiran secara mu’ayyan dilakukan apabila telah
tegak padanya hujjah Islam.
3.
Penegakan hujjah hanya dapat dianggap jika hujjah yang
ditegakkan/disampaikan tersebut adalah hujjah Islam yang benar dan murni sesuai
pemahaman salaf, bukan hujjah Islam yang tercampur dengan kekotoran dan
penyelewengan.
4.
Pada dasarnya, kaum muslimin diberikan ‘udzur atas kejahilannya,
termasuk dalam perkara kufur akbar dan syirik akbar. Namun demikian, dalam penerapannya
tidaklah mutlak. Ada yang diberikan ‘udzur, ada pula yang tidak diberikan ‘udzur,
sehingga perlu dilihat kondisinya.
5.
Seorang muslim yang hidup dalam lingkungan masyarakat
Islami yang diterapkan padanya hukum-hukum Islam dan hukum-hukum itu telah
tersebar/tersiar secara luas[3], maka kejahilannya tidak
diberikan ‘udzur.
6.
Seorang muslim yang hidup dalam lingkungan yang
tersebar padanya ilmu dan ulama, maka kejahilannya tidak diberikan ‘udzur.
7.
Seseorang masuk Islam dan kemudian hidup dalam lingkungan
masyarakat kafir atau negeri kafir yang tidak nampak padanya hukum-hukum Islam,
maka kejahilannya secara umum dapat diberikan ‘udzur.
8.
Seorang muslim yang hidup di lingkungan masyarakat
Islam secara nama namun tidak nampak atau tidak diterapkan hukum-hukum Islam di
dalamnya (tersebar kebodohan yang merata), maka kejahilannya secara umum dapat
diberikan ‘udzur.
9.
Seseorang yang hidup di lingkungan masyarakat Islam
yang menyimpang dari ‘aqidah Islam yang benar dimana mereka didampingi
ulama-ulama suu’ yang menyebarkan bid’ah dan penyimpangan terhadap
sunnah; maka kejahilannya secara umum dapat diberikan ‘udzur.
10.
Seseorang yang sudah berusaha secara ikhlash untuk mengetahui
hukum Allah yang benar, namun kemudian ternyata ia salah; maka ia diberikan ‘udzur.
11.
Beliau rahimahullah tidak membedakan ‘udzur
dalam masalah ushul ataupun furuu’.
Masih banyak faedah lain yang rinciannya
hanya didapatkan dengan membaca secara langsung penjelasan beliau rahimahullah
di bawah. Sebenarnya masih banyak lembar penjelasan beliau dalam kitab
tersebut, akan tetapi yang di bawah saya rasa cukup mewakili, dan Alhamdulillah,
beliau cukup konsisten dalam menjelaskan kaedah dalam permasalahan ini.
Ringkas kata, madzhab Al-Imaam
sangat berbeda dengan 'mereka' (yang menafikkan ‘udzur kejahilan); yang sekarang
mulai bergeliat membawakan cap-cap irjaa' terhadap orang yang berseberangan
pendapat dengan mereka, dengan membonceng fatwa sebagian ulama.
Laa haula walaa quwwata illaa
billaah.....
Selamat menikmati penjelasan
beliau[4] !!
[4] Sebagian
fatwa beliau rahimahullah di sini telah diterjemahkan di artikel : Madzhab
Kibaar Ulama dalam ‘Udzur Kejahilan pada Permasalahan Kufur dan Syirik.
Comments
analisa tersebut di atas tercoreng karena ksimpulan paragraf terakhir. jadi tulisan di atas sebagai bantahan pada kelompok ahlul haq yg tidak mmberi udzur, terutama poin 6-10.
poin 6-10 pada dasarnya pun tidak pada pemberian udzur, karena saat ini teknologi, transportasi tak ada yg mmbatasi orang untk mndapatkan sesuatu yang haq. sehingga bila dibenarkan keadaan poin 6-10, maka ini mnjadi kebiasaan orang2 yg mnyelisihi ulama salaf, dan malah mnjunjung musuh2 islam
Para ulama (termasuk Syaikh Al-Albaaniy) yang memberikan fatwa memberikan ruang 'udzur kejahilan adalah termasuk ulama yang hidup di jaman teknologi (televisi, telepon, dll.). Jadi jangan anggap mereka tidak tahu waaqi'-nya. Syaikh dalam fatwanya di atas malah menyebut beberapa negeri secara spesifik, seperti Amerika, Eropa, Yordania (Urdun), Saudi Arabia, Mesir, dan Suriah.
Tidak semua orang tersentuh teknologi. Lihat itu orang perkampungan dan pedesaan. Dan diantara yang tersentuh teknologi, informasi yang mengalir kepadanya kebanyakan adalah informasi yang mengarah kepada maksiat, bid'ah, dan segala hal yang melenceng dari sunnah. Ibarat kita menyuruh orang mencari mengambil kelereng dalam sebuah wadah yang di dalamnya ada satu atau dua kelereng berwarna coklat dan ratusan yang lain berwarna hitam. Mana yang akan lazim terambil secara statistik. Inilah jika kebodohan dan kebid'ahan mendominasi.
Apakah Anda tidak pernah merasa menjadi orang bodoh ?.
Dulu Ibnu Taimiyyah memberikan 'udzur mayoritas masyarakat yang hidup bersamanya, sejaman dengan beliau. Apakah mereka tidak tahu keberadaan Ibnu Taimiyyah dan dakwah beliau ?. Tahu. Bahkan karenanya, beliau rahimahullah terkena fitnah dan akhirnya dipenjara. Ini karena kebodohan yang merajalela dan mereka (masyarakat) banyak didampingi oleh ulama suu' sehingga asupan materi agama yang mereka peroleh adalah asupan materi yang menyimpang dari sunnah. Silakan baca kitab Al-Istighaatsah.
Inilah ulama. Beda dengan orang awam.
Apa yang dipaparkan oleh syaikh adalah sama dengan yang dikatakan Ibnu Taimiyyah.
Anyway,... sudah baca penjelasan syaikh di atas belum ?
Titik persoalan antara salafi dan jihadi bukan persoalan muslim yang ada di puncak gunung ....
Persoalan intinya adalah : Apakah penguasa yang berhukum dengan hukum selain Allah termasuk kondisi yang jahil yang patut di beri udzur atau tidak ...
Apakah tuntutan mengembalikan 7 kata dalam piagam jakarta diserukan sebagian anggota DPR lalu mereka menolaknya bukan menjadi qarinah tidak jahilnya mereka dalam persoalan ini ?....
Kalo penguasa dengan system nya yg tidak pernah berdasarkan Islam ini sudah berkuasa sejak 1945, apakah patut di udzur jahil selama itu? Emangnya selama ini nggak pernah ada Ulama satu pun yg menjelaskan mereka hakekat kekafiran karena menolah hukum Allah ? Apakah mereka ini di udzur jahil forever ?? Ataukah alasan pemberian udzur jahil ini karena terus terang pada takut ama konsekuensinya? akan dianggap extrem ditangkap dicap teroris dll ??
Apa dalilnya boleh membiarkan mereka jahil forever dan memberi mereka udzur forever ?
Bukankah dgn mengkafirkan mereka juga berarti mengingatkan mereka dgn perkataan yg menggugah agar mereka segera sadar dan mau belajar dan agar mereka segera tobat dari kekafiran ??
Kalo di udzur jahil forever, lalu kapan sadarnya mereka? Koq mereka malah lebih dibela ??
Saya baru tahu di luar referensi-referensi yang saya baca bahwa mengkafirkan seseorang itu merupakan cara menjelaskan dan mengingatkan mereka dari kekafiran itu sendiri.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ﴾ [التوبة/73]
“Wahai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan munafik serta bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahannam dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (At-Taubah: 73)
Ini mencakup seluruh munafik baik nifaknya nifak i’tiqodi (yang mengeluarkan dari Islam) ataupun nifak amali (tidak mengeluarkan dari Islam).
To Anonim7 Januari 2015 03.51
Anda membawa dalil tersebut seakan mereka sudah munafiq/kafir dari asal.
To Anonim7 Januari 2015 03.51
Lha mereka itu nifak i'tiqodi yg mengeluarkan dari islam atau nifak amali yg tidak mengeluarkan dari islam?
to Anonim 9 Januari
Dipersilahkan membaca komentar anonim 4 dan 5 Januari. Akan anda ketahui bahwa mereka tidak jahil bahkan mengingkari dan mengabaikan nasehat untuk berhukum dengan hukum Allah bahkan menghalanginya. Mudah-mudahan antum tidak menganggap mereka sebagai muslim yang bertaqwa.
Posting Komentar