Tanya
: Apakah
disyari’atkan shalat sunnah khusus
sebelum
dan setelah ‘Ied ?.
Jawab
: Berkaitan
dengan hal tersebut, ada riwayat marfuu’ dari beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam berikut :
حَدَّثَنَا
سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ،
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا
بَعْدَهَا، ......
Telah
menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Syu’bah, dari ‘Adiy bin Tsaabit, dari Sa’iid bin Jubair, dari Ibnu
‘Abbaas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat ‘Iedul-Fithri
dua raka’at, dan beliau tidak shalat sebelum maupun sesudahnya......
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 964].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ،
حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيُّ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ حَفْصٍ،
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ خَرَجَ يَوْمَ عِيدٍ، فَلَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا،
فَذَكَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَهُ "
Telah
menceritakan kepada kami Wakii’ : Telah menceritakan kepada kami Abaan bin ‘Abdillah
Al-Bajaliy, dari Abu Bakr bin Hafsh, dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya ia keluar
pada hari ‘Ied, namun tidak shalat sebelum dan setelahnya. Lalu ia
menyebutkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal yang
sama” [Diriwayatkan oleh Ahmad 2/57; hasan].
Para
ulama berselisih pendapat
dalam memahami hadits di atas :
1.
Sebagian ulama berpendapat tidak ada shalat sebelum maupun setelah shalat ‘Ied
dengan
mengambil dhahir hadits [Syarh
Shahih Muslim lin-Nawawiy 3/284].
Pendapat ini dipegang
oleh Ibnu ‘Umar, diriwayatkan dari ‘Aliy, Ibnu Mas’uud, Hudzaifah, Ibnu Abi
Aufaa, Jaabir bin ‘Abdillah, ‘Abdullah bin ‘Amru, Maalik, dan yang lainnya dari
kalangan salaf [lihat : Al-Ausath, 4/265 dan Syarh Shahih Muslim
lin-Nawawiy 3/284].
عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، لَمْ
يَكُنْ يُصَلِّي يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ الصَّلَاةِ وَلَا بَعْدَهَا
Dari Naafi’ : Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar tidak
melakukan shalat sunnah sebelum dan setelah shalat ‘Ied” [Diriwayatkan
oleh Maalik no. 433; shahih].
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، ثنا
حَجَّاجُ بْنُ الْمِنْهَالِ، ثنا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ أَيُّوبَ،
وَهِشَامٍ، عَنْ مُحَمَّدٍ، إِنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ، وَحُذَيْفَةَ، كَانَا
يَنْهَيَانِ النَّاسَ يَوْمَ الْعِيدِ عَنِ الصَّلاةِ قَبْلَ خُرُوجِ الإِمَامِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin
‘Abdil-‘Aziiz, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hajjaaj bin Minhaal
: Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Ayyuub dan Hisyaam,
dari Muhammad : Bahwasannya Ibnu Mas’uud dan Hudzaifah melarang orang-orang
pada hari ‘Ied mengerjakan shalat sebelum keluarnya imam[1] [Diriwayatkan oleh
Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 9/305 no. 9525; shahih. Diriwayatkan
juga oleh Ath-Thabaraaniy no. 9534, ‘Abdurrazzaaq no. 5606, dan Ibnul-Mundzir
no. 2135].
حدثنا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ الضَّبِّيُّ، ثنا عَمْرُو بْنُ
مَرْزُوقٍ، أنا شُعْبَةُ، عَنْ أَشْعَثَ بْنِ سُلَيْمٍ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ هِلالٍ،
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ، قَالَ: " لَيْسَ مِنَ السُّنَّةِ الصَّلاةُ قَبْلَ خُرُوجِ
الإِمَامِ يَوْمَ الْعِيدِ "
Telah menceritakan
kepada kami ‘Utsmaan bin ‘Umar Adl-Dlabbiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Amru
bin Marzuuq : Telah memberitakan kepada kami Syu’bah, dari Asy’ats bin Sulaim,
dari Al-Aswad bin Hilaal, dari Ibnu Mas’uud, ia berkata : “Bukan termasuk sunnah
shalat sebelum keluarnya imam pada hari ‘Ied” [Diriwayatkan oleh
Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 692; sanadnya shahih. Diriwayatkan
juga oleh An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 1773].
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ هَارُونَ، قَالَ: ثنا أَبِي
قَالَ: ثنا أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ، قَالَ: ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ الطَّائِفِيُّ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، أَنَّهُ قَالَ: " الصَّلاةُ قَبْلَ الْعِيدِ،
لَيْسَ قَبْلَهُ وَلا بَعْدَهُ صَلاةٌ "
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Haaruun, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami ayahku, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Daawud Ath-Thayaalisiy, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Abdirrahmaan Ath-Thaaifiy, dari ‘Amru
bin Syu’aib, dari ayahnya, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, bahwasannya ia pernah
berkata : “Tidak ada shalat sunnah sebelum dan setelah shalat ‘Ied”
[Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 2137; shahih.
Diriwayatkan juga dengan lafadh yang semakna oleh ‘Abdurrazzaaq no. 5616].
حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ، عَنْ
إِسْمَاعِيلَ بْنِ سُمَيْعٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، أَنَّ أَبَا
مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيَّ، كَانَ إِذَا كَانَ يَوْمَ أَضْحَى، أَوْ يَوْمَ
فِطْرٍ، طَافَ فِي الصُّفُوفِ، فَقَالَ: " لَا صَلَاةَ إِلَّا مَعَ
الْإِمَامِ "
Telah menceritakan kepada kami Marwaan bin
Mu’aawiyyah, dari Ismaa’iil bin Sumai’, dari ‘Aliy bin Abi Katsiir :
Bahwasannya Abu Mas’uud Al-Anshaariy apabila tiba hari ‘Iedul-Fithri dan
‘Iedul-Adlhaa berkeliling di shaf-shaf sambil berkata : “Tidak ada
shalat kecuali bersama imam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 5786
dengan sanad dla’iif karena ‘an’anah Marwaan sedangkan ia mudallis.
Akan tetapi ia dikuatkan dari jalan Tsa’labah bin Zahdam yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah no. 5787 dan Ibnul-Mundzir no. 2141].
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ مَا عَلِمْنَا
أَحَدًا كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ خُرُوجِ الإِمَامِ يَوْمَ الْعِيدِ وَلا بَعْدَهُ
Dari Ma’mar, dari Az-Zuhriy, ia berkata : “Kami tidak
mengetahui seorang pun yang mengerjakan shalat sebelum keluarnya imam pada hari
‘Ied, dan juga setelahnya” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 3/274 no.
5615; shahih].
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي حَسَنُ بْنُ
مُسْلِمٍ أَنَّ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ كَانَ لا يُصَلِّي قَبْلَ خُرُوجِ الإِمَامِ
Dari Ibnu Juraij, ia berkata : Telah mengkhabarkan
kepadaku Hasan bin Muslim : Bahwasannya Sa’iid bin Jubair tidak shalat sebelum
keluarnya imam [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 3/273 no. 5609; shahih].
حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنِ ابْنِ
سِيرِينَ، قَالَ: " كَانَ لَا يُصَلِّي قَبْلَ الْعِيدِ وَلَا بَعْدَهُ
"
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Idriis, dari
Hisyaam, dari Ibnu Siiriin; ia (Hisyaam) berkata : “Ibnu Siiriin tidak shalat
sebelum dan setelah shalat ‘Ied” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.
5790; shahih].
حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ:
" رَأَى الشَّعْبِيُّ إِنْسَانًا يُصَلِّي بَعْدَمَا انْصَرَفَ الْإِمَامُ،
فَجَبَذَهُ
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Idriis, dari
Ismaa’iil, ia berkata : “Asy-Sya’biy pernah melihat seseorang hendak melakukan
shalat setelah imam selesai (melakukan shalat), lalu ia menariknya”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 5791; shahih].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سَلَمَةَ، عَنِ الضَّحَّاكِ،
قَالَ: " لَا صَلَاةَ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Salamah,
dari Adl-Dlahhaak, ia berkata : “Tidak ada shalat sebelum dan setelah shalat ‘Ied”
[idem no. 5792; shahih].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي
خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، أَنَّهُ كَانَ لَا يُصَلِّي قَبْلَهَا وَلَا
بَعْدَهَا
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Ismaa’iil
bin Abi Khaalid, dari Asy-Sya’biy : Bahwasannya ia (Asy-Sya’biy) tidak shalat
sebelum dan setelah shalat ‘Ied [idem, no. 5793; shahih].
Dan yang lainnya.
Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :
لم يكن هو [صلى الله عليه وسلم] ولا أصحابه يصلون إذا انتهوا
إلى المصلى قبل الصلاة ولا بعدها
“Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para
shahabatnya tidak melakukan shalat (sunnah) ketika tiba di mushallaa,
sebelum atau setelah shalat ‘Ied” [Zaadul-Ma’aad, 2/443].
2.
Sebagian ulama lain
ada yang berpendapat dimasyru’kannya shalat sebelumnya saja, atau setelahnya
saja, atau sebelum dan setelah shalat ‘Ied [Al-Ma’rifah oleh
Al-Baihaqiy, 2/53]. Sebagian mereka mengqiyaskan shalat ‘Ied dengan
shalat Jum’at[2]
sehingga berlaku padanya shalat sunnah yang mengiringi shalat pokok.
Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam meninggalkan shalat sebelum ‘Ied karena beliau
bertindak sebagai imam, karena kehadirannya seperti iqamat untuk shalat
berjama’ah.[3] Begitu juga beliau meninggalkan shalat setelahnya,
karena setelah beliau beranjak selesai berkhutbah dan orang-orang pun beranjak pergi bersama beliau.
Seandainya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat
setelahnya, akan menahan
orang-orang dan itu akan memberatkan/mempersulit mereka [lihat
: Fathul-Baariy oleh Ibnu Rajab, 7/83]. Meninggalkan
shalat bukan kelaziman dimakruhkannya shalat hingga ada dalil yang jelas tentang
pelarangannya [Syarh Shahih Muslim, 2/284]. Oleh karena itu, hadits Ibnu
‘Abbaas dan Ibnu Mas’uud hanya berlaku untuk imam, tidak untuk makmuum,
sehingga mereka pada asalnya tetap boleh shalat sunnah sebelum dan/atau setelah
shalat ‘Ied.
عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ صَالِحٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ:
كَانَ ابْنُ مَسْعُودٍ يُصَلِّي بَعْدَ الْعِيدَيْنِ أَرْبَعًا
Dari Ats-Tsauriy,
dari Shaalih, dari Asy-Sya’biy, ia berkata : “Ibnu Mas’uud shalat empat raka’at
setelah shalat ‘Iedain” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 5620 dengan
sanad lemah karena Asy-Sya’biy tidak mendengar riwayat dari Ibnu Mas’uud. Namun
ia dikuatkan dari jalan Ibnu Siiriin dan Qataadah sebagaimana diriwayatkan oleh
‘Abdurrazzaaq no. 5621 sehingga naik menjadi hasan lighairihi].
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ، عَنْ أَيُّوبَ،
قَالَ: رَأَيْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، وَالْحَسَنَ، يُصَلِّيَانِ قَبْلَ خُرُوجِ الْإِمَامِ،
يَعْنِي يَوْمَ الْعِيدِ "
Telah menceritakan
kepada kami Ismaa’iil bin ‘Ulayyah, dari Ayyuub, ia berkata : “Aku pernah
melihat Anas bin Maalik dan Al-Hasan shalat sebelum imam keluar pada hari ‘Ied”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 5807; shahih].
حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ مُعَاذٍ، عَنِ التَّيْمِيِّ، أَنَّهُ
رَأَى أَنَسًا، وَالْحَسَنَ، وَسَعِيدَ بْنَ أَبِي الْحَسَنِ، وَجَابِرَ بْنَ زَيْدٍ،
يُصَلُّونَ قَبْلَ الْإِمَامِ فِي الْعِيدَيْنِ
Telah menceritakan
kepada kami Mu’aadz bin Mu’aadz, dari At-Taimiy : Bahwasannya ia pernah melihat
Anas, Al-Hasan, Sa’iid bin Abil-Hasan, dan Jaabir bin Zaid shalat sebelum imam
shalat pada waktu ‘Iedain [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 5809;
shahih].
وَأَخْبَرَنَا أَبُو سَعِيدٍ، وَحْدَهُ قَالَ: حَدَّثَنَا
أَبُو الْعَبَّاسِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ،
قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، " أَنَّهُ
كَانَ يُصَلِّي يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ الصَّلَاةِ، وَبَعْدَهَا "
Telah mengkhabarkan
kepada kami Abu Sa’iid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas,
ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Asy-Syaafi’iy, ia berkata : Telah
mengkhabarkan kepada kami Maalik, dari Hisyaam, dari ayahnya (‘Urwah bin
Az-Zubair) : Bahwasannya ia shalat pada waktu ‘Iedul-Fithri sebelum dan
setelah shalat ‘Ied” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Ma’rifah
no. 1932; shahih].
Dan yang lainnya.
Tarjih
Yang
nampak raajih dari dua pendapat yang ada adalah pendapat pertama yang menyatakan
tidak ada shalat khusus sebelum atau setelah shalat ‘Ied, karena hal itu
sama sekali tidak pernah beliau contohkan, tidak pula pernah beliau
perintahkan.
Seandainya
shalat sunnah khusus sebelum dan/atau setelah shalat ‘Ied itu ada,
niscaya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkannya
(seandainya beliau tidak melakukannya), sebagaimana shalat-shalat sunnah rawatib
yang lain. Beberapa ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam tidak melakukan shalat sebelum dan/atau setelah shalat ‘Ied
adalah dengan alasan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak
melakukannya, dan mereka lebih tahu apa yang mereka riwayatkan. Apalagi Ibnu
Mas’uud radliyallaahu ‘anhu dengan tegas menyatakan perbuatan tersebut
bukan termasuk sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Riwayat
yang ternukil dari sebagian salaf yang melakukan shalat sebelum dan/atau
setelah shalat ‘Ied, masih bisa dibawa pada kemungkinan shalat yang
mereka lakukan adalah shalat mutlak (bukan shalat khusus yang mengiringi shalat
‘Ied) yang mereka lakukan di rumah, di masjid, atau di mushallaa.[4]
Ibnu
Hajar rahimahullah berkata :
وَالْحَاصِل
أَنَّ صَلَاة الْعِيد لَمْ يَثْبُت لَهَا سُنَّة قَبْلهَا وَلَا بَعْدهَا خِلَافًا
لِمَنْ قَاسَهَا عَلَى الْجُمُعَة ، وَأَمَّا مُطْلَق النَّفْل فَلَمْ يَثْبُت
فِيهِ مَنْع بِدَلِيلِ خَاصّ إِلَّا إِنْ كَانَ ذَلِكَ فِي وَقْت الْكَرَاهَة
الَّذِي فِي جَمِيع الْأَيَّام ، وَاَللَّه أَعْلَم .
“Dan kesimpulannya, tidak
shahih bahwa shalat ‘Ied mempunyai shalat sunnah yang mengiringi baik
sebelum maupun setelahnya. Berbeda halnya dengan orang yang mengqiyaskannya
dengan shalat Jum’at. Adapun shalat sunnah muthlaq, maka tidak shahih adanya larangan
dengan dalil khusus, kecuali jika shalat tersebut dilakukan pada waktu yang
dimakruhkan pada keseluruhan hari, wallaahu a’lam” [Fathul-Baariy,
2/476].
Mushallaa
bukan tempat terlarang untuk mengerjakan shalat sunnah baik mutlak maupun muqayyad/yang
mempunyai sebab (misalnya : shalat Dluhaa), sehingga tidak terlarang
mengerjakan shalat sunnah di tempat tersebut[5].
Akan tetapi lebih utama untuk shalat di rumahnya, karena riwayat sebagian shahabat
yang ada pada pendapat pertama mengindikasikan tidak ada aktivitas shalat
sunnah apapun selain sebelum dan setelah shalat ‘Ied di jaman mereka. Begitu
juga yang tergambar dalam beberapa riwayat berikut :
حَدَّثَنَا مُحَمَدٌ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا
أَبِي، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ حَفْصَةَ، عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ، قَالَتْ: " كُنَّا
نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا
حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ، فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ
وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ
"
Telah
menceritakan kepada kami ‘Umar bin Hafsh, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami ayahku, dari ‘Aashim, dari Hafshah, dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata
: “Kami diperintahkan untuk keluar pada hari ’Ied, hingga kami pun mengeluarkan
wanita-wanita gadis dari tempat pingitannya dan para wanita haidl untuk
ditempatkan di belakang orang-orang. Maka mereka pun bertakbir mengikuti takbir
kaum laki-laki dan berdoa mengikuti doa kaum laki-laki. Mereka mengharapkan
barakah dan kesucian pada hari itu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 971].
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ
: أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ
، فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى ، وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلَاةَ ، فَإِذَا
قَضَى الصَّلَاةَ قَطَعَ التَّكْبِيرَ
Telah
menceritakan kepada kami Yaziid bin Haaruun, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari
Az-Zuhriy : Bahwasannya Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam keluar
(dari rumah beliau) pada hari ‘Iedul-Fithri, maka beliau bertakbir
hingga tiba di tanah lapang, dan hingga ditunaikannya shalat. Apabila shalat
telah selesai, beliau menghentikan takbir [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
2/164; sanadnya shahih, akan tetapi mursal].[6]
ثنا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، ثنا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنِ
ابْنِ عَجْلانَ، قَالَ: حَدَّثَنِي نَافِعٌ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَخْرُجُ
إِلَى الْعِيدَيْنِ مِنَ الْمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى
وَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الإِمَامُ
Telah menceritakan kepada kami
Ya’quub bin Ibraahiim : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid, dari
Ibnu ‘Ajlaan, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Naafi’ : Bahwasannya
Ibnu ‘Umar keluar untuk mengerjakan shalat ‘Iedain dari masjid, lalu ia
bertakbir hingga tiba di mushallaa, dan tetap bertakbir hingga imam
datang [Diriwayatkan
oleh Al-Faryaabiy dalam Ahkaamul-‘Iedain, hal. 113-114 no. 46; shahih].
Riwayat-riwayat
di atas menceritakan aktivitas pra shalat ‘Ied dan takbir yang dilakukan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan para shahabat hingga ditegakkannya shalat ‘Ied tidak
terputus oleh shalat sunnah.
Wallaahu
a’lam.
Semoga
ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 01101434/08082013 – 01:15].
[1] Akan tetapi
ada riwayat lain yang menegaskan Ibnu Mas’uud radliyallaahu mengerjakan
shalat setelah ‘Ied :
عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ صَالِحٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ،
قَالَ: " كَانَ ابْنُ مَسْعُودٍ يُصَلِّي بَعْدَ الْعِيدَيْنِ أَرْبَعًا
"
Dari Ats-Tsauriy, dari Shaalih, dari Asy-Sya’biy, ia
berkata : “Ibnu Mas’uud shalat empat raka’at setelah shalat ‘Iedain”
[Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 5620; sanadnya lemah karena Asy-Sya’biy
tidak mendengar riwayat dari Ibnu Mas’uud. Riwayat ini mempunyai penguat dari
jalan Ibnu Siiriin dan Qataadah sebagaimana diriwayatkan no. 5621 sehingga naik
menjadi hasan lighairihi].
[2] Karena shalat ‘Ied dapat
menggantikan shalat Jum’at jika keduanya bertemu dalam satu hari.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ: " قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ، فَمَنْ شَاءَ
أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ، وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ "
Dari
Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda : “Pada hari ini telah berkumpul dua hari raya pada kalian. Maka
barangsiapa yang ingin, maka tidak ada kewajiban Jum’at baginya. Karena
sesungguhnya kita telah dikumpulkan” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no.
1073, Ibnu Maajah no. 1311, Al-Haakim 1/288, Al-Baihaqiy 3/318 no. 6288, Ibnul-Jaarud
dalam Al-Muntaqaa 1/260 no. 302, Ath-Thahawiy dalam Syarh
Musykiilil-Aatsaar 3/190 no. 1155, Al-Faryaabiy dalam Ahkaamul-‘Iedain
hal. 211 no. 150, Al-Baihaqiy 3/318, dan yang lainnya; shahih lighairihi
– pembahasan selengkapnya bisa di baca di sini].
[3] Maksudnya,
saat imam datang di mushallaa (tanah lapang), maka itu pertanda shalat ‘Ied
segera dilaksanakan, seperti halnya kehadiran imam saat shalat berjama’ah
sebagai tanda bagi muadzdzin untuk mengumandangkan iqamat.
[4] Adapun riwayat Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu
‘anhu :
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي قَبْلَ الْعِيدِ شَيْئًا،
فَإِذَا رَجَعَ إِلَى مَنْزِلِهِ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
“Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah shalat sebelum ‘Ied, tetapi
bila beliau pulang ke rumahnya maka beliau shalat dua raka’at”
adalah
dla’iif (lemah).
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ahmad 3/28 & 3/40, Ibnu Maajah no. 1293, Abu Ya’laa
no. 1347, Ibnul-Mundzir no. 2191, Ibnu Khuzaimah no. 1388, Al-Haakim 1/297, dan
Al-Baihaqiy 3/301; semuanya dari jalan ‘Ubaidullah bin ‘Amru Ar-Raqiy, dari ‘Abdullah
bin Muhammad bin ‘Aqiil, dari ‘Athaa’ bin Yasaar, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu
‘anhu.
Letak
kelemahannya adalah pada ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqiil bin Abi Thaalib
Al-Qurasyiy Al-Haasyimiy, Abu Muhammad Al-Madaniy; seorang yang dikatakan Ibnu
Hajar : shaduuq, namun dalam haditsnya terdapat kelemahan – dan
dikatakan berubah hapalannya di akhir usianya. Termasuk thaqabah ke-4
dan wafat setelah tahun 140 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad,
Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 542 no.
3617]. Bahkan ia lebih dekat dengan kedla’ifan karena telah didla’ifkan oleh
jumhur ahli hadits mutaqaddimiin [Tahdziibut-Tahdziib, 6/13-15
no. 19].
Yang
menunjukkan kelemahannya bahwa dalam sebagian riwayat tidak disebutkan bahwa
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat dua raka’at
tersebut di rumah.
Apalagi,
riwayat ini menyelisihi riwayat marfuu’ dari Ibnu ‘Abbaas dan Ibnu ‘Umar
radliyallaahu ‘anhum yang menyatakan secara tegas beliau tidak
mengerjakan shalat sunnah sebelum dan/atau setelah shalat ‘Ied.
Wallaahu
a’lam.
Catatan
:
Yang
disebutkan dalam catatan kaki akan kedla’ifan riwayat Abu Sa’iid radliyallaahu
‘anhu sekaligus meralat tulisan saya yang ada di sini.
[5] Diperbolehkan juga mengerjakan shalat tathawwu’
lain yang mempunyai sebab – sebelum dan/atau setelah shalat ‘Ied - seperti
shalat tahiyyatul-masjid, shalat Dluhaa, dan yang semisalnya. Atau
misalnya jika shalat ‘Ied tersebut dilakukan di masjid, maka tetap
disunnahkan mengerjakan shalat sunnah tahiyyatul-masjid berdasarkan
keumuman sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ
رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
“Apabila
salah seorang dari kalian masuk masjid, hendaklah ia shalat dua raka’at sebelum
duduk” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 444 & 1167, Muslim no. 714, Abu
Daawud no. 467, dan yang lainnya].
Comments
Semoga amal ibadah kita diterima Allah azza wa jalla, dsn kita dikumpulkan di surgaNya kelak .
Anang dwicahyo
Ustadz, kalau shalat tahiyyatul masjid gmn ustadz? Apakah masuk juga dalam bahasan ini, yakni sebaiknya jg tdk dikerjakan ktika hendak shalat ied d masjid tsb?
Apabila shalat 'Ied dilaksanakan di masjid, tetap disunnahkan shalat tahiyyatul-masjid terlebih dahulu, karena shalat tahiyyatul-masjid dikerjakan karena dengan sebab memasuki masjid.
Syaikh Utsaimin di syarah bulughul maram berpendapat bahwa disyariatkan shalat tahiyatul masjid ketika memasuki mushalla/lapangan shalat ied,apakah pendapat belaiu ini kuat ustadz ?
Setahu saya sampai saat ini, shalat tahiyyatul-masjid itu dilakukan di masjid, bukan di mushallaa. Wallaahu a'lam.
tambahan:
pendapat syaikh utsaimin tsb bisa juga dibaca dilink ini tadz :
http://www.ahlalhdeeth.com/vb//showthread.php?t=257568
Letak masalahnya itu adalah pada pengertian masjid itu sendiri. Jika memang mushallaa itu merupakan masjid, tentu diperbolehkan untuk i'tikaf padanya.
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
"Sedang kamu beri`tikaf dalam masjid" [QS. Al-Baqarah : 187].
Akan tetapi, orang yang mengatakan bolehnya tahiyyatul-masjid di mushallaa tidak membolehkan i'tikaf di tempat yang sama.
Harus dijelaskan dulu ustadz...
makna "mushalla" disini apa?
- Apakah bangunan kecil, yang digunakan shalat [padahal ini maknanya sebenarnya masjid]
- Apakah ruangan shalat [ini secara bahasa disebut masjid, tapi secara hakekat bukan masjid. seperti masjidul bayt, atau yang sepertinya]
- Apakah tanah lapang? [sebagaimana ucapan perawi hadits tentang pelaksanaan shalat 'iid nabi]
Jazaakallahu khairan
Yang dibicarakan dalam komentar sebelumnya adalah tentang mushallaa dalam makna tanah lapang.
Blog yang sangat informatif, semoga anda mendapat ridha Allah swt, atas ilmu yang anda amalkan..
dalam kesempatan ini juga, perkenankan saya memperkenalkan aplikasi android gratis, untuk kaum muslim yaitu SHALAT-TIMES, aplikasi yang berisi tentang informasi jadwal shalat terkini dan arah kiblat, secara otomatis menyesuaikan dari tempat anda berada. download aplikasi melalui link ini: http://goo.gl/L1D6sl
Posting Komentar