Tempo
hari viral diberitakan seseorang wanita berjilbab besar dan bercadar yang punya
kegemaran memelihara/mengasuh anjing. Bukan hanya 1 (satu) ekor, akan tetapi
berekor-ekor. Bukan hanya anjing kampung kudisan (sehingga punya alasan untuk
menaruh iba), tapi juga ‘anjing (agak) mahal’.
Btw,
mari kita sejenak mengkaji secara ringkas, bagaimana syari’at Islam
memandangnya.
Ada
beberapa hadits yang terkait dengan permasalahan ini, antara lain:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ: مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا، إِلَّا كَلْبَ مَاشِيَةٍ، أَوْ ضَارِي، نَقَصَ
مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ
Dari
Ibnu ‘Umar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Barangsiapa memelihara anjing selain
untuk menjaga ternak atau untuk berburu, akan berkurang (pahala) amalannya,
setiap harinya sebesar dua qirath” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5480-5482
dan Muslim no. 1574].
عَنْ السَّائِب بْن يَزِيد، أَنَّهُ سَمِعَ
سُفْيَانَ بْنَ أَبِي زُهَيْرٍ رَجُلًا مِنْ أَزْدِ شَنُوءَةَ، وَكَانَ مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: " مَنِ
اقْتَنَى كَلْبًا لَا يُغْنِي عَنْهُ زَرْعًا وَلَا ضَرْعًا، نَقَصَ كُلَّ يَوْمٍ
مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطٌ ".
Dari
As-Saaib bin Yaziid, bahwasannya ia mendengar Sufyaan bin Abi Zuhair – seorang
laki-laki dari kabilah Azdi Sanuu-ah, dan ia termasuk sahabat Nabi ﷺ - berkata : Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda : “Barangsiapa yang memelihara
anjing selain untuk menjaga ladang dan berburu, maka akan berkurang (pahala)
amalannya setiap hari sebesar satu qirath” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 2323 & 3325 dan Muslim no. 1576].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " مَنِ اتَّخَذَ كَلْبًا، إِلَّا كَلْبَ مَاشِيَةٍ، أَوْ
صَيْدٍ، أَوْ زَرْعٍ، انْتَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ ".
قَالَ الزُّهْرِيُّ: فَذُكِرَ لِابْنِ
عُمَرَ، قَوْلُ أَبِي هُرَيْرَةَ، فَقَالَ: يَرْحَمُ اللَّهُ أَبَا هُرَيْرَةَ
كَانَ صَاحِبَ زَرْعٍ
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Barangsiapa memanfaatkan anjing
selain anjing untuk menjaga ternak, untuk berburu, atau menjaga ladang/tanaman;
maka setiap hari pahalanya akan berkurang sebesar satu qirath”.
Az-Zuhriy
berkata : “Disebutkan kepada Ibnu ‘Umar perkataan (hadits) Abu Hurairah
tersebut, makai ia (Ibnu ‘Umar) berkata : ‘Semoga Allah merahmati Abu Hurairah,
dirinya adalah seorang petani (pengolah ladang)” [Diriwayatkan oleh Muslim no.
1575].
Hadits-hadits
ini menunjukkan haramnya memelihara anjing kecuali untuk beberapa keperluan
yang disebutkan oleh Nabi ﷺ, yaitu menjaga ladang/sawah/kebun, menjaga
ternak, dan berburu[1].
Al-Haafidh
Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy rahimahullah berkata:
قَالَ اِبْن عَبْد الْبَرّ : فِي هَذَا
الْحَدِيث إِبَاحَة اِتِّخَاذ الْكِلَاب لِلصَّيْدِ وَالْمَاشِيَة ، وَكَذَلِكَ
الزَّرْع لِأَنَّهَا زِيَادَة حَافِظ ، وَكَرَاهَة اِتِّخَاذهَا لِغَيْرِ ذَلِكَ
“Ibnu
‘Abdil-Barr berkata : ‘Dalam hadits ini merupakan dalil kebolehan memanfaatkan
anjing untuk berburu dan menjaga ternak. Begitu juga untuk (menjaga) tanaman,
karena hal tersebut merupakan tambahan (lafadh) dari seorang perawi haafidh
(sehingga diterima). Dan dimakruhkan memanfaatkannya (anjing) selain dari itu”
[Fathul-Baariy, 5/6].
Bagaimana
untuk keperluan menjaga rumah ?
Sebelum
menjawabnya, perlu dijelaskan di sini – sebagaimana hadits-hadits di atas –
bahwa memelihara anjing tanpa keperluan haram hukumnya, karena mengakibatkan
berkurangnya pahala amalan kita sebanyak satu atau dua qirath. Ukuran qirath
pahala amalan dijelaskan dalam hadits yang lain:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ
قَالَ: " مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ، وَلَمْ يَتْبَعْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ،
فَإِنْ تَبِعَهَا فَلَهُ قِيرَاطَانِ "، قِيلَ: وَمَا الْقِيرَاطَانِ؟،
قَالَ: أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ
Dari
Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda : “Barangsiapa yang
menyalati jenazah, namun tidak mengantarkannya (hingga selesai dikuburkan),
maka baginya pahala satu qirath. Barangsiapa yang mengantarnya (hingga selesai
dikuburkan), maka baginya pahala dua qirath”. Ditanyakan kepada beliau ﷺ : “Apakah dua qirath itu?”. Beliau ﷺ menjawab : “Yang paling kecil dari
keduanya seperti Bukit Uhud” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 945].
Sangat
besar !!
Orang
yang berakal tentu tidak ingin pahala amalannya yang susah payah ia kumpulkan
sebagai bekal di akhirat berkurang setiap harinya minimal sebesar Bukit Uhud. Ingat,
tidak setiap amal kebaikan yang kita kerjakan diterima (Allah)[2],
dan tidak setiap amal kebaikan yang diterima Allah mendapatkan pahala sesuai
harapan[3].
Terkait
dengan pertanyaan di sub-judul, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama
melarangnya karena di luar pengecualian yang tiga, sedangkan sebagain ulama lain
membolehkan dengan dasar qiyas.
An-Nawawiy
rahimahullah berkata:
وَهَلْ يَجُوز لِحِفْظِ الدُّور
وَالدُّرُوب وَنَحْوهَا ؟ فِيهِ وَجْهَانِ :
أَحَدهمَا لَا يَجُوز لِظَوَاهِر
الْأَحَادِيث فَإِنَّهَا مُصَرِّحَة بِالنَّهْيِ إِلَّا لِزَرْعٍ أَوْ صَيْد أَوْ مَاشِيَة
، وَأَصَحّهَا يَجُوز قِيَاسًا عَلَى الثَّلَاثَة عَمَلًا بِالْعِلَّةِ
الْمَفْهُومَة مِنْ الْأَحَادِيث وَهِيَ الْحَاجَة .
“Apakah diperbolehkan (memelihara anjing) untuk menjaga rumah,
gang, dan semisalnya ?. Ada dua pendapat. Salah satu diantaranya adalah tidak
membolehkannya berdasarkan dhahir hadits-hadits yang ada, karena hadits
tersebut menjelaskan pelarangannya kecuali untuk menjaga tanaman
(ladang/kebun), berburu, dan menjaga ternak. Dan pendapat yang paling benar
adalah yang membolehkannya berdasarkan qiyas terhadap tiga perbuatan dengan ‘illat
yang diketahui dari hadits-hadits tersebut, yaitu adanya kebutuhan (hajat)” [Syarh
Shahiih Muslim, 10/236].
Saya
pribadi condong kepada apa yang dikuatkan oleh An-Nawawiy rahimahullah ini
yang berkesesuaian dengan kaedah:
الْحُكْم يَدُورُ مَعَ عِلَّتِهِ
وَسَبَبِهِ وُجُودًا وَعَدَمًا
“Hukum
itu berputar/berlaku bersama dengan ‘illat dan sebabnya, dalam hal ada atau
tidaknya” [I’laamul-Muwaqqi’iin oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, 4/414].
Meski
demikian, harus tetap dipertimbangkan apakah memang benar-benar dibutuhkan
ataukah tidak mengingat ancaman kerugian yang didapat (berkurang pahala satu
atau dua qirath), sehingga tidak boleh main-main (mengampangkan). Jika di
daerah tempat tinggal seseorang tidak aman, boleh memanfaatkan anjing untuk
menjaga rumah sesuai keperluan dengan tanpa berlebihan. Bisa (juga) dengan
memperhatikan kondisi kaum muslimin di daerah itu, apakah mereka umumnya merasa
terancam. Selain itu juga perlu diperhatikan : Jika rumah cukup dijaga seekor anjing
saja, tidak perlu dua ekor, apalagi 11 (sebelas) ekor. Apabila rumah hanya
butuh dijaga ketika mudik lebaran saja – misalnya - , maka tidak perlu setiap dan sepanjang hari muka rumah dihiasi anjing plus alunan suara gonggongannya;
karena hukum asalnya adalah terlarang.
Ini
perlu ditekankan karena Nabi ﷺ telah memperingatkan bahwa rumah yang di
dalamnya ada anjing (baik di halaman ataupun benar-benar masuk di dalam
bangunan rumah) merupakan diantara sebab malaikat rahmat tidak dapat masuk.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَر، قَالَ:
وَعَدَ النَّبِيَّ ﷺ جِبْرِيلُ فَرَاثَ عَلَيْهِ حَتَّى اشْتَدَّ عَلَى النَّبِيِّ
ﷺ فَخَرَجَ النَّبِيُّ ﷺ فَلَقِيَهُ فَشَكَا إِلَيْهِ مَا وَجَدَ، فَقَالَ لَهُ:
" إِنَّا لَا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ وَلَا كَلْبٌ "
Dari
‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata : Jibriil berjanji (akan datang) menemui Nabi ﷺ, namun ternyata ia (Jibriil) tidak juga
muncul hingga Nabi ﷺ merasa gelisah. Lalu Nabi ﷺ keluar rumah dan akhirnya beliau bertemu
dengan Jibriil, yang kemudian menanyakan apa yang sebenarnya terjadi (hingga ia
tidak datang menemui beliau). Jibriil berkata kepada beliau ﷺ :
"Sesungguhnya kami tidak memasuki rumah yang padanya terdapat gambar/patung
dan anjing” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5960].
عَنْ أَبِي طَلْحَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: " لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا
فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ "
Dari
Abu Thalhah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau ﷺ bersabda : “Malaikat tidak memasuki rumah
yang padanya terdapat anjing dan gambar/patung” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 3322 & 4002 & 5949 dan Muslim no. 2106].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " أَتَانِي جِبْرِيلُ فَقَالَ: إِنِّي كُنْتُ أَتَيْتُكَ
الْبَارِحَةَ، فَلَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَكُونَ دَخَلْتُ عَلَيْكَ الْبَيْتَ
الَّذِي كُنْتَ فِيهِ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ فِي بَابِ الْبَيْتِ تِمْثَالُ الرِّجَالِ،
وَكَانَ فِي الْبَيْتِ قِرَامُ سِتْرٍ فِيهِ تَمَاثِيلُ، وَكَانَ فِي الْبَيْتِ
كَلْبٌ، فَمُرْ بِرَأْسِ التِّمْثَالِ الَّذِي بِالْبَابِ فَلْيُقْطَعْ،
فَلْيُصَيَّرْ كَهَيْئَةِ الشَّجَرَةِ، وَمُرْ بِالسِّتْرِ فَلْيُقْطَعْ،
وَيُجْعَلْ مِنْهُ وِسَادَتَيْنِ مُنْتَبَذَتَيْنِ يُوطَآَنِ، وَمُرْ بِالْكَلْبِ
فَيُخْرَجْ، فَفَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَكَانَ ذَلِكَ الْكَلْبُ جَرْوًا
لِلْحَسَنِ أَوْ الْحُسَيْنِ تَحْتَ نَضَدٍ لَهُ فَأَمَرَ بِهِ فَأُخْرِجَ "
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasululah ﷺ : “Jibriil mendatangiku, kemudian ia
berkata : ‘Sesungguhnya tadi malam aku datang kepadamu, dan tidak ada yang
menghalangiku masuk menemuimu dalam rumah yang engkau ada di dalamnya, kecuali
karena di pintu rumahmu ada gambar seseorang. Dan juga di dalam rumahmu ada
tabir tipis bergambar (makhluk) dan ada anjingnya. Maka, perintahkan agar
kepala gambar yang ada di pintu itu dipotong sehingga menjadi seperti bentuk
pohon. Perintahkan agar tabir itu dipotong kemudian dijadikan dua bantal yang
dihamparkan dan dijadikan tempat sandaran/diduduki. Perintahkan juga agar
anjing itu dikeluarkan dari rumah". Lalu Rasulullah ﷺ melakukannya
(semua yang diperintahkan Jibriil). Anjing itu ternyata adalah anak anjing milik
Al-Hasan dan Al-Husain yang berada di bawah kolong dipan, yang kemudian beliau
perintahkan agar dikeluarkan (dari rumah)” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2806,
Abu Daawud no. 4158, Ahmad 2/305; dan yang lainnya; At-Tirmidziy berkata : “Ini
adalah hadits hasan shahih”].
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: وَاعَدَ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام فِي سَاعَةٍ يَأْتِيهِ فِيهَا،
فَجَاءَتْ تِلْكَ السَّاعَةُ وَلَمْ يَأْتِهِ، وَفِي يَدِهِ عَصًا، فَأَلْقَاهَا
مِنْ يَدِهِ، وَقَالَ: " مَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَا رُسُلُهُ
" ثُمَّ الْتَفَتَ فَإِذَا جِرْوُ كَلْبٍ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَقَالَ يَا
عَائِشَةُ مَتَى دَخَلَ هَذَا الْكَلْبُ هَاهُنَا؟ "، فَقَالَتْ: وَاللَّهِ
مَا دَرَيْتُ، فَأَمَرَ بِهِ فَأُخْرِجَ، فَجَاءَ جِبْرِيلُ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ: " وَاعَدْتَنِي فَجَلَسْتُ لَكَ فَلَمْ تَأْتِ "، فَقَالَ:
" مَنَعَنِي الْكَلْبُ الَّذِي كَانَ فِي بَيْتِكَ إِنَّا لَا نَدْخُلُ
بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ ".
Dari
‘Aaisyah, bahwasannya ia berkata : Jibriil berjanji kepada Rasulullah ﷺ untuk menemui beliau di suatu waktu. Maka
tibalah waktu tersebut namun ternyata Jibriil tak datang menemui beliau ﷺ. Ketika itu di tangan beliau ﷺ ada
sebuah tongkat, dan beliau ﷺ melemparkan tongkat tersebut
dari tangan beliau seraya bersabda : “Allah dan para utusannya tidak akan
menyelisihi janjinya”. Beliau ﷺ lalu
menoleh dan ternyata di bawah tempat tidur beliau ada seekor anak anjing.
Beliau ﷺ
bersabda : “Wahai ‘Aaisyah, kapan anjing itu masuk ke sini?”. ‘Aaisyah
menjawab : “Demi Allah, aku tidak tahu”. Lalu beliau ﷺ menyuruh
agar anjing itu dikeluarkan. Kemudian Jibriil datang, lalu Rasulullah ﷺ bersabda
: “Engkau telah berjanji kepadaku untuk datang dan aku pun duduk menunggumu,
namun engkau tidak kunjung datang”. Jibriil berkata : “Anjing yang ada
di rumahmu telah menghalangiku masuk. Sesungguhnya kami tidak memasuki rumah
yang di dalamnya ada anjing dan juga gambar/patung” [Diriwayatkan oleh
Muslim no. 2104].
Anjing
di sini maknanya umum, tanpa ada pengecualian sebagaimana pembahasan
sebelumnya.
Benar,
sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa anjing yang menyebabkan malaikat
rahmat tidak dapat masuk adalah anjing di luar pengecualian. Pendapat ini
lemah. Al-Haafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy rahimahullah menjelaskan:
الْمُرَاد بِالْبَيْتِ الْمَكَان الَّذِي يَسْتَقِرّ
فِيهِ الشَّخْص سَوَاء كَانَ بِنَاء أَوْ خَيْمَة أَمْ غَيْر ذَلِكَ ، وَالظَّاهِر
الْعُمُوم فِي كُلّ كَلْب لِأَنَّهُ نَكِرَة فِي سِيَاق النَّفْي ، وَذَهَبَ
الْخَطَّابِيُّ وَطَائِفَة إِلَى اِسْتِثْنَاء الْكِلَاب الَّتِي أُذِنَ فِي
اِتِّخَاذهَا وَهِيَ كِلَاب الصَّيْد وَالْمَاشِيَة وَالزَّرْع ، وَجَنَحَ
الْقُرْطُبِيّ إِلَى تَرْجِيح الْعُمُوم ، وَكَذَا قَالَ النَّوَوِيّ ،
وَاسْتُدِلَّ لِذَلِكَ بِقِصَّةِ الْجَرْو الَّتِي تَأْتِي الْإِشَارَة إِلَيْهَا
فِي حَدِيث اِبْن عُمَر بَعْد سِتَّة أَبْوَاب ، قَالَ فَامْتَنَعَ جِبْرِيل مِنْ
دُخُول الْبَيْت الَّذِي كَانَ فِيهِ مَعَ ظُهُور الْعُذْر فِيهِ ، قَالَ : فَلَوْ
كَانَ الْعُذْر لَا يَمْنَعهُمْ مِنْ الدُّخُول لَمْ يَمْتَنِع جِبْرِيل مِنْ
الدُّخُول
“Yang dimaksudkan dengan ‘rumah’ adalah tempat yang didiami
seseorang, baik berupa bangunan, tenda, atau yang lainnya. Yang dhahir adalah
umum yang meliputi semua jenis anjing karena bentuknya nakirah dalam siyaaq
penafikkannya. Al-Khaththaabiy dan sekelompok ulama lain berpendapat dengan mengecualikan
anjing yang diizinkan untuk dimanfaatkan. Yaitu anjing yang dipergunakan untuk
berburu, menjaga ternak, dan menjaga tanaman (pertanian). Adapun Al-Qurthubiy
lebih condong pada tarjiih keumuman anjing (tanpa ada pengecualian). Demikian
juga yang dikatakan oleh An-Nawawiy. Dan ia (An-Nawawiy) berdalil dengan kisah anak
anjing yang ada isyarat padanya dalam hadits Ibnu ‘Umar setelah enam bab.
An-Nawawiy berkata : ‘Jibriil terhalangi untuk masuk rumah yang ada anjingnya
padahal ada udzur padanya’[4].
Ia (An-Nawawiy) melanjutkan : ‘Seandainya ‘udzur[5]
tidak menghalangi para malaikat untuk masuk (rumah), niscaya Jibriil tidak
terhalangi pula untuk masuk rumah (menemui Nabi ﷺ)” [Fathul-Baariy, 10/381].
Hujjah
An-Nawawiy rahimahullah sangat kuat, dan inilah yang rajih. ‘Udzur
ketidaktahuan Nabi ﷺ ada anak anjing di dalam rumahnya
seharusnya lebih dapat diterima daripada ‘udzur ada kebutuhan pemanfaatannya.
Dalam
hadits lain disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ ﷺ قَالَ: لَا تَصْحَبُ الْمَلَائِكَةُ رُفْقَةً فِيهَا كَلْبٌ، وَلَا
جَرَسٌ
Dari
Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda : “Malaikat tidak akan
menemani rombongan yang padanya ada anjing dan lonceng” [Diriwayatkan oleh
Muslim no. 2113].
Anjing
dan lonceng disebutkan secara umum dengan bentuk nakirah, sehingga
maknanya juga umum : semua jenis anjing dan lonceng.
Dari
sini diketahui bahwa malaikat rahmat dan anjing tidak akan bertemu/berkumpul di
satu tempat.
Anjing
dalam nash banyak disebutkan untuk penyifatan objek-objek yang dicela/buruk.
Allah
ta’ala berfirman tentang perumpamaan orang yang tertipu dengan dunia dan
memperturutkan hawa nafsu yang mendustakan ayat-ayat Allah:
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا
وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ
الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ
مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ
لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan
kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya
yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya
(juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir”
[QS. Al-A’raaf : 176].
Nabi
ﷺ
ketika mensifati orang-orang Khawaarij sebagaimana hadits Abu Umaamah radliyallaahu
‘anhu:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، يَقُولُ: "
شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ، وَخَيْرُ قَتْلَى مَنْ
قَتَلُوا كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ، قَدْ كَانَ هَؤُلَاءِ مُسْلِمِينَ فَصَارُوا
كُفَّارًا "، قُلْتُ يَا أَبَا أُمَامَةَ: هَذَا شَيْءٌ تَقُولُهُ، قَالَ:
بَلْ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ
Dari
Abu Umaamah, ia berkata : “Sejelek-jelek orang yang terbunuh di bawah kolong
langit dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang mereka bunuh;
mereka itu adalah anjing-anjing penghuni neraka. Sungguh, mereka itu dulunya
muslim, namun berubah menjadi kafir”. Aku (perawi)[6]
berkata : “Wahai Abu Umaamah, apakah ini sekedar perkataan yang engkau ucapkan
saja ?”. Ia (Abu Umaamah) menjawab : “Bahkan, aku mendengarnya dari Rasulullah ﷺ” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 176;
dishahihkan oleh Al-Albaaniy rahimahullah dalam Shahiih Sunan Ibni Maajah
1/76].
‘Umar
bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu ketika ditikam secara lancung oleh
Abu Lu’lu’ah Al-Majuusiy berkata:
قَتَلَنِي - أَوْ أَكَلَنِي - الْكَلْب
“Aku
dibunuh atau aku dimakan oleh anjing” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3700].
Dan
yang lainnya.
Nabi
ﷺ
pernah memerintahkan untuk membunuh anjing:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: أَمَرَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ بِقَتْلِ الْكِلَابِ، فَأَرْسَلَ فِي أَقْطَارِ الْمَدِينَةِ: أَنْ
تُقْتَلَ
Dari
Ibnu ‘Umar, ia berkata : “Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan untuk membunuh semua anjing.
Maka beliau ﷺ
mengutus orang ke seluruh penjuru Madinah untuk membunuh anjing”
dalam
lafadh lain:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَأْمُرُ بِقَتْلِ
الْكِلَابِ، فَنَنْبَعِثُ فِي الْمَدِينَةِ، وَأَطْرَافِهَا، فَلَا نَدَعُ
كَلْبًا، إِلَّا قَتَلْنَاهُ، حَتَّى إِنَّا لَنَقْتُلُ كَلْبَ الْمُرَيَّةِ مِنْ
أَهْلِ الْبَادِيَةِ يَتْبَعُهَا
“Dulu
Rasulullah ﷺ
pernah memerintahkan untuk membunuh semua anjing. Maka kami memburunya ke penjuru
Madinah. Tidak satu anjing yang kami jumpai melainkan kami membunuhnya; hingga
kami membunuh pun membunuh anjing yang dimiliki anjing yang dimiliki seorang
wanita pedalaman yang selalu mengikutinya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1570].
Semula
beliau ﷺ
memerintahkan membunuh semua anjing di Madiinah karena Madinah adalah tempat
turunnya wahyu, sedangkan malaikat tidak dapat masuk tempat yang di dalamnya terdapat
anjing.
Kemudian
beliau ﷺ
memberikan rukhshah untuk tidak membunuh anjing yang dikecualikan
(sebagaimana dibahas di awal):
عَنِ ابْنِ الْمُغَفَّلِ، قَالَ: أَمَرَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِقَتْلِ الْكِلَابِ، ثُمَّ قَالَ: مَا بَالُهُمْ، وَبَالُ
الْكِلَابِ، ثُمَّ رَخَّصَ فِي كَلْبِ الصَّيْدِ وَكَلْبِ الْغَنَمِ، وَقَالَ:
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي الإِنَاءِ، فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ،
وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَةَ فِي التُّرَابِ
Dari
Ibnul-Mughaffal, ia berkata : Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan membunuh
anjing-anjing. Kemudian beliau ﷺ bersabda : “Ada urusan apa antara
mereka dengan anjing?”[7].
Kemudian beliau ﷺ memberikan
keringanan pada anjing untuk berburu dan anjing (penjaga) kambing (untuk tidak
dibunuh) seraya bersabda : “Apabila ada seekor anjing menjilat pada suatu
wadah, maka cucilah ia sebanyak tujuh kali, dan campurkan dengan tanah pada
pencucian yang kedelapan” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 280].
أَنّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَمَرَ بِقَتْلِ
الْكِلَابِ، إِلَّا كَلْبَ صَيْدٍ، أَوْ كَلْبَ غَنَمٍ، أَوْ مَاشِيَة
“Bahwasannya
Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan membunuh anjing-anjing kecuali
anjing untuk berburu, anjing untuk menjaga kambing, atau menjaga ternak” [idem
no. 1571].
Dan
setelah itu beliau hanya menyisakan perintah untuk membunuh anjing yang membahayakan/mengganggu
dan yang berwarna hitam:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا،
عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ: " خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي
الْحِلِّ وَالْحَرَمِ: الْحَيَّةُ وَالْغُرَابُ الْأَبْقَعُ وَالْفَأْرَةُ
وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْحُدَيَّا "
Dari
‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, dari Nabi ﷺ, bahwasannya beliau bersabda : “Ada
lima jenis binatang fasik yang boleh diboleh dibunuh di luar tanah haram maupun
di tanah haram, yaitu : ular, burung gagak, tikus, anjing yang suka menggigit,
dan burung elang” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1829 & 3314,
Muslim no. 1198, At-Tirmidziy no. 837, An-Nasaa’iy no. 2829, dan yang lainnya].
عَنْ جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ، يَقُولُ: أَمَرَنَا
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِقَتْلِ الْكِلَابِ، حَتَّى إِنَّ الْمَرْأَةَ تَقْدَمُ مِنَ
الْبَادِيَةِ بِكَلْبِهَا فَنَقْتُلُهُ، ثُمَّ نَهَى النَّبِيُّ ﷺ عَنْ قَتْلِهَا
"، وَقَالَ: " عَلَيْكُمْ بِالْأَسْوَدِ الْبَهِيمِ ذِي
النُّقْطَتَيْنِ، فَإِنَّهُ شَيْطَانٌ
Dari
Jaabir bin ‘Abdillah ia berkata : “Rasulullah ﷺ memerintahkan kami untuk membunuh semua
anjing. Hingga (satu ketika) ada seorang wanita dari pedalaman yang datang
dengan anjingnya, kami bunuh anjingnya itu. Kemudian setelah itu Nabi ﷺ melarang kami membunuh anjing seraya
bersabda : “Bunuhlah anjing yang seluruh bulunya berwarna hitam gelap/pekat
yang memiliki dua titik putih (di atas kedua matanya), karena anjing itu adalah
setan” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1572].
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: لَوْلَا أَنَّ الْكِلَابَ أُمَّةٌ مِنَ الْأُمَمِ
لَأَمَرْتُ بِقَتْلِهَا كُلِّهَا، فَاقْتُلُوا مِنْهَا كُلَّ أَسْوَدَ بَهِيمٍ
Dari
‘Abdullah bin Mughaffal, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Seandainya anjing tidak termasuk sekelompok
umat dari umat-umat, niscaya akan aku perintahkan untuk membunuhnya. Maka bunuhlah
dari kelompok anjing itu yang seluruh bulunya berwarna hitam gelap/pekat”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1486, Abu Daawud no. 2845, Ibnu Maajah no.
3205, Ahmad 4/85 & 5/54 & 5/56 & 5/57, dan yang lainnya;
At-Tirmidziy berkata : “Hadits ‘Abdullah bin Mughaffal adalah hadits hasan
shahih”].
Hadits
‘Abdullah bin Mughaffal ini sekaligus menunjukan ketidaksukaan Nabi ﷺ terhadap anjing dan berdekat-dekat
dengannya[8].
Hanya dikarenakan anjing termasuk umat dari umat-umat yang ada[9],
maka itu mencegah beliau ﷺ untuk membunuhnya sehingga membinasakannya
secara keseluruhan.
Lantas,
bagaimana bisa seorang muslim/muslimah dapat merasa nyaman bergumul, memeluk,
dan bermain-main dengan anjing di rumahnya sementara malaikat rahmat menjauhi
dirinya dan keluarganya ?. Itu pun seandainya alasan ‘menjaga rumah’ diterima
karena memang benar-benar dibutuhkan, bukan sekedar dalih untuk membenarkan.[10]
Tak patut seorang muslim/muslimah berdalih mengasihi makhluk, lalu memelihara (atau
‘beternak’ ?) anjing di komplek rumahnya. Nabi ﷺ adalah
manusia paling mengerti makna kasih sayang terhadap makhluk[11],
namun beliau ﷺ tetap memerintahkan untuk mengeluarkan anak
anjing dari rumahnya.[12]
Begitu juga tak perlu kita berdalih tentang animal walfare, karena Allah
yang menciptakan mereka (bangsa anjing) dan kemudian mewahyukan melalui lisan
Nabi-Nya ﷺ dengan segala hal yang telah disebutkan di atas.
Tentu Allah ta’ala lebih tahu jalan kemaslahatan bagi manusia sebagai puncak
piramida peradaban makhluk di muka bumi. Kalaupun di alam (baca : jalanan) terjadi
overpopulation alias banyak anjing liar, boleh untuk diberantas dengan
membunuhnya. Boleh menurut syari’at, karena untuk memaslahatan manusia[13].
Bukan dengan solusi dipelihara di dalam rumah !.
Lagi
pula, apa juga si manfaatnya memelihara anjing?. Di negeri kita, setelah
makan babi, memelihara anjing merupakan salah satu perkara yang membedakan
antara keluarga muslim dan non-muslim/kafir. Lah ini malahan berjilbab
besar dan bercadar pelihara selusin anjing. Media kuffar dan sekuler sangat
bergembira dengan fenomena ini. Di-shooting dan diundang khusus live di
TV. Para penggemar anjing mendapatkan ‘dalil’ baru dari perbuatan oknum
berjilbab besar dan bercadar ini. Allaahul-musta’aan.
Semoga
artikel ini ada manfaatnya dan semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk bagi
kita semua.
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
[Abul-Jauzaa’
- rnn – 04012018].
[1] Allah ta’ala berfirman:
يَسْأَلُونَكَ
مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ
الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا
مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Mereka
menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?"
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap)
oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari
apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu
(waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat
hisab-Nya" [QS. Al-Maaidah : 4].
[2] Karena digugurkan oleh riyaa’.
عَنْ
مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: إِنَّ أَخْوَفَ مَا
أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ، قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الرِّيَاءُ، يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ: اذْهَبُوا إِلَى
الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا، فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ
عِنْدَهُمْ جَزَاءً
Dari
Mahmuud bin Labiid : Bahwasannya Rasulullah ﷺ pernah bersabda : “Sesungguhnya suatu hal yang paling aku
takutkan pada kalian adalah syirik ashghar (syirik kecil)”. Mereka (para
shahabat) bertanya : “Apakah syirik ashghar itu, wahai Rasulullah ?”. Beliau ﷺ menjawab : “Riyaa’. Allah ‘azza wa jalla berfirman kepada
mereka pada hari kiamat ketika Ia memberikan balasan kepada manusia atas
amal-amal yang mereka lakukan : ‘Pergilah kalian kepada orang-orang yang dahulu
kalian berbuat riyaa’ kepada mereka di dunia. Lihatlah, apakah kalian
mendapatkan balasan di sisi mereka ?” [lihat : Silsilah Ash-Shahiihah,
2/634-635 no. 951].
Oleh
karena itu, salaf senantiasa tidak merasa aman amalan mereka pasti diterima di
sisi Allah.
عَنْ
عَائِشَةَ زَوْج النَّبِيِّ ﷺ قَالَتْ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ عَنْ هَذِهِ
الْآيَةِ: وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ، قَالَتْ
عَائِشَةُ: أَهُمُ الَّذِينَ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ وَيَسْرِقُونَ؟ قَالَ: "
لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ وَلَكِنَّهُمُ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ
وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ، أُولَئِكَ
الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ "
Dari
‘Aaisyah istri Nabi ﷺ
berkata : Aku pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang ayat ini : ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang
telah mereka berikan, dengan hati yang takut’ (QS. Al-Mukminuun : 60). ‘Aaisyah
berkata : “Apakah mereka adalah orang-orang yang minum khamr dan mencuri ?”.
Rasulullah ﷺ menjawab : “Bukan wahai anak perempuan Ash-Shiddiiq. Akan
tetapi mereka adalah orang-orang (senantiasa) berpuasa, shalat, dan
bershadaqah, namun mereka khawatir amalan mereka tidak diterima. Mereka itu
orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan baik, dan
merekalah orang-orang yang segera memperolehnya” [Diriwayatkan oleh
At-Tirmidziy no. 3175, Ibnu Maajah no. 4198, Ahmad 6/159, dan yang lainnya;
dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 162].
Atau
dia tidak khusyu’ dan tidak mengerjakan/menyempurnakan rukun-rukunnya terkait
ibadah mahdlah.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: إِنَّ الرَّجُلَ لَيُصَلِّي سِتِّينَ سَنَةً مَا
تُقْبَلُ لَهُ صَلَاةٌ لَعَلَّهُ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَلَا يُتِمُّ السُّجُودَ
وَيُتِمُّ السُّجُودَ وَلَا يُتِمُّ الرُّكُوعَ
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : “Sesungguhnya ada seseorang yang mengerjakan shalat
selama 60 tahun, namun ternyata shalatnya itu tidak diterima (oleh Allah). Boleh
jadi (sebabnya) karena ia menyempurnakan rukuknya namun tidak sujudnya, atau
menyempurnakan sujudnya namun tidak menyempurnakan rukuknya” [Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah 1/287 (2/157) no. 2977].
[3] Sebagaimana hadits orang yang mengerjakan
shalat:
عَنْ
عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: إِنَّ
الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا
ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
Dari
‘Ammaar bin Yaasir, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda : “Sesungguhnya ada seseorang selesai mengerjakan
shalatnya sedangkan Allah tidak menuliskan baginya pahala shalatnya itu kecuali
sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima,
seperempat, sepertiga, atau setengahnya saja” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud
no. 796 dan dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud
1/226].
Begitulah
yang berlaku untuk amal-amal yang lainya.
[5] Yaitu karena ada hajat/kebutuhan untuk
menjaga rumah.
[6] Yaitu : Abu Ghaalib Al-Bashriy rahimahullah.
[7] Maksudnya : Ada apa gerangan anjing-anjing
itu mesti dibunuh ?. Perkataan beliau ﷺ ini merupakan dalil penolakan/pencegahan membunuh anjing dan
menghapus perintah beliau ﷺ yang
terdahulu. Al-Haafidh Al-Haazimiy menetapkan satu bab untuk permasalahan
tersebut [lihat : ‘Aunul-Ma’buud oleh Abuth-Thayyib Muhammad Syasul-Haqq
Al-‘Adhiim Aabaadiy 1/97 dan Al-I’tibaar fin-Naasikh wal-Mansuukh
fil-Hadiits oleh Al-Haazimiy hal. 809-816].
[8] Karena anjing dapat menyebabkan pahala
berkurang satu atau dua qirath perhari, malaikat rahmat tidak masuk/mendekat,
dan sumber najis (dari air liurnya).
NB :
Yang aneh adalah, ada orang sudah tahu (air liur) anjing statusnya najis, bukan
malah dijauhi, akan tetapi berdalih bahwa Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan
solusi untuk menghilangkannya hanya sekedar agar dapat berakrab-akrab dengan
anjing peliharaannya. Fallacy kronis dalam meletakkan dalil.
[9] Allah ta’ala berfirman:
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ وَلا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلا أُمَمٌ
أَمْثَالُكُمْ
“Dan
tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu” [QS. Al-An’aam
: 38].
[10] Saya yakin kita dapat membedakan mana sikap
iba terhadap makhluk (anjing) karena butuh ditolong, dan mana sikap yang
didasari oleh senang/hobi/gemar terhadap anjing.
الرَّاحِمُونَ
يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي
السَّمَاءِ
“Orang-orang
yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman (Allah), maka sayangilah yang ada
di bumi, niscaya engkau akan disayangi oleh Allah yang berada di atas langit”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1924, Abu Daawud no. 4941, Ahmad 2/160, dan
yang lainnya; At-Tirmidziy berkata : “Ini adalah hadits hasan shahih”].
مَنْ
لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ
“Orang
yang tidak menyayangi, maka tidak akan disayangi (oleh Allah ta’ala)”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5997].
[12] Jika kita cermati beberapa hadits yang
mengisahkan sebagian sahabat memberikan pertolongan kepada anjing, itupun hanya
temporer ketika melihatnya saja. Tak ada satupun riwayat dari salaf sampai kemudian
mengambilnya sebagai piaraan klangenan karena merasa iba.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: "
بَيْنَا رَجُلٌ بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ
فِيهَا فَشَرِبَ، ثُمَّ خَرَجَ، فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ
الْعَطَشِ، فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ
مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي، فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَأَ خُفَّهُ مَاءً
فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ، قَالُوا: يَا رَسُولَ
اللَّه، وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ لَأَجْرًا، فَقَالَ: فِي كُلِّ ذَاتِ
كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
Dari
Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Nabi ﷺ pernah bersabda : “Ada seorang laki-laki yang sedang
berjalan, lalu ia merasakan kehausan yang sangat. Kemudian ia mendapati sebuah
sumur, lalu ia turun ke sumur itu dan minum air darinya. Setelah itu ia keluar dan
ternyata didapatkannya seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya
menjilat-jilat (seperti) memakan tanah karena kehausan. Orang itu berkata : ‘Anjing
ini sedang kehausan seperti yang aku alami tadi’. Maka ia turun kembali ke
dalam sumur seraya mengisi sepatunya dengan air, dan kemudian memberi anjing
itu minum. Maka Allah berterima kasih kepadanya dan memberikan ampunan
kepadanya”. Para sahabat bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah kita
akan mendapatkan pahala dengan berbuat baik kepada hewan?". Beliau ﷺ bersabda : "Setiap amalan memberikan minum terhadap
makhluk hidup akan diberi pahala” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no.
2466].
[13] Hewan dan tumbuhan ini diciptakan Allah ta’ala
untuk kemaslahatan manusia. Jika keberadaannya keduanya (hewan dan tumbuhan)
mengganggu manusia, maka keduanyalah yang harus ‘dibereskan’. Bukan sebaliknya,
manusia yang harus menyesuaikan perilaku hewan dan tumbuhan.
Dalam
ilmu ekologi dan cabang-cabangnya (kebetulan sewaktu S1 dan S2, ane
sedikit belajar tentang ilmu itu), seandainya ada beberapa penyesuaian perilaku
manusia dalam rangka pelestarian hewan dan tumbuhan (flora dan fauna, wildlife),
maka ujungnya harus membawa kemaslahatan manusia itu sendiri (secara berkelanjutan/sustainable). Cara pandangnya harus dari sisi manusia.
Pun sebagai
muslim, semua ilmu dunia itu harus tetap tunduk pada syari’at Allah ta’ala
- aturan-Nya - karena Dia-lah yang menciptakan ilmu-ilmu tersebut. Allah ta'ala lebih
mengetahui hakekat ilmu tersebut.
Comments
Jazakallahu khairan
Apa yang dimaksud dengan "binatang (yang) fasik" itu? Apa mungkin seekor binatang itu fasik? Sebagaimana ada manusia yang fasik?
Apakah ada riwayat yg menjelaskan alasan Jibril (dan atau malaikat lainnya juga?) ogah masuk ke ruangan atau rumah yg di dalamnya ada anjing?
Al-Hasan dan Al-Husain memelihara anjing jenis apa? Apakah anjing peliharaan kedua cucunya Muhammad juga dibunuh?
Apakah Muhammad pernah membunuh seekor anjing sepanjang hidupnya atau hanya memerintahkan sahabatnya?
Sungguh besar perumpamaan satu qirath itu.
Bolehkan seseorang asal bunuh anjing yg ditemuinya? Atau ada adabnya, hrs disembelih?
Ustadz, saya pernah mendengarkan cermah ustadz Erwandi Tarmidzi mengenai lafadz qirath. Beliau mengatakan:
1. Jika lafadz qirath dalam nash bersifat umum maka beratnya adalah +- 1/4 gram emas (kalau tidak salah ingat).
2. Jika lafadz qirath dalam nash-nya ada pengkhususan, maka beratnya sebagaimana yang ada dalam nash (yakni seberat gunung)
Mohon pencerahannya.
Posting Komentar