Dewi
Sri adalah tokoh mitologi Hindu yang konon menjadi sumber asal tanaman padi.
Karenanya lah kemudian masyarakat agraris tradisional (baca : kuno) Jawa-Bali
memujanya sebagai lambang keberkahan dan kesuburan dengan segala ritualnya yang
kental dengan nuansa animisme dan dinamisme. Ritual tersebut masih banyak
dilakukan masyarakat hingga kini.
Misalnya
saja ritual Mapag Dewi Sri yang dilakukan oleh masyarakat pesisir pantai utara
Jawa Barat (Cirebon, Idramayu, dan Subang). Ritual ini merupakan perkawinan
antara budaya Sunda Kuno dan ‘budaya Islam Jawa[1]’
yang dilakukan untuk menyambut panen raya padi[2].
Dewi Sri (Nyai Pohaci Sanghyang Asri) dianggap masyarakat sebagai subjek
(halusinasi) penjaga padi yang menghantarkan mereka pada musim panen. Teknis
pelaksanaan ritual Mapag (Dewi) Sri tidak sama persis satu daerah dengan daerah
lainnya. Namun satu elemen penting yang menjadi kesamaannya adalah keberadaan
sesaji/sesajen[3]. Prosesinya,
sesajen dibawa ke tempat padi yang diikat[4]
lalu disimpan di sekitar padi tersebut. Setelah itu padi didoai oleh punduh,
sesepuh para petani yang (dianggap) mempunyai kemampuan supernatural[5].
Padi tersebut kelak dijadikan bibit.
Upacara
yang masih saudaraan dengan Mapag Sri adalah Nadran/Nyadran. Nyadran sukuran
laut merupakan ritual yang dilakukan dilakukan agar hasil tangkapan ikan para
nelayan banyak/melimpah, sekaligus sebagai tolak bala. Elemen utamanya adalah sesaji
yang disebut ancak, berupa anjungan berbentuk replika perahu berisi kepala
kerbau, kembang tujuh rupa, buah-buahan, makanan khas, dan lain sebagainya.
Sebelum dilepaskan ke laut, ancak diarak terlebih dahulu mengelilingi
tempat-tempat yang telah ditentukan sambil diiringi dengan berbagai suguhan
seni tradisional, seperti tarling, genjring, barongsai, telik sandi,
jangkungan, ataupun seni kontemporer (drumband).[6]
Ritual
Mapag (Dewi) Sri dan Nadran Laut ini jelas perbuatan syirik akbar.
Yang
memberikan hasil panen yang baik, ikan yang melimpah, dan rizki secara umum
hanyalah Allah ta’ala. Tidak ada campur tangan sedikitpun subjek
(halusinasi) yang bernama Dewi Sri (Nyai Pohaci Sanghyang Asri) atau jin/setan
penguasa laut. Allah ta’ala berfirman:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ
“Katakanlah:
“Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah:
“Allah” [QS. Saba’: 24].
Bahkan
kaum musyrikin zaman dahulu memahami hanya Allah-lah Tuhan yang memberikan
mereka rizki dan mengatur segala urusan, sebagaimana firman-Nya:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ
الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ
الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah:
“Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang
kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan
siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka
katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” [QS. Yuunus : 31].
Sungguh
‘mengherankan’ !
Dalam
ayat lain Allah ta’ala berfirman:
يَأَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَتَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ
السَّمَاءِ وَالأَرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ
“Hai
manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang
dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?”
[QS. Faathir : 3].
Allah
ta’ala dalam ayat ini (QS. Faathir : 3), menjelaskan tentang sifat Rubuubiyyah
dan Uluuhiyyah-Nya sekaligus.
Ath-Thabariy
rahimahullah menjelaskan :
لا معبود تنبغي لَهُ العبادة، إلا الذي فطر
السَّمَوَاتِ والأرض، القادر على كل شيء، الذي بيده مفاتح الأشياء وخزائنها،
ومغالق ذلك كله، فلا تعبدوا أيها الناس شيئًا سواه، فإنه لا يقدر على نفعكم وضركم
سواه، فله فأخلصوا العبادة، وإياه فأفردوا بالألوهة
“Tidak
ada sesembahan yang layak baginya untuk diibadahi kecuali Dzat yang menciptakan
langit dan bumi, Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang di tangan-Nya lah kunci
pembuka segala sesuatu dan perbendaharaannya, dan sekaligus kunci penutupnya. Maka
janganlah kalian menyembah – wahai sekalian manusia – sesuatupun selain-Nya,
karena tidak ada yang mampu memberikan manfaat maupun mudlarat kepada kalian
selain-Nya. Maka ikhlashkanlah ibadah untuk-Nya, dan esakanlah peribadahan/uluuhiyyah
hanya bagi-Nya…” [Tafsiir Ath-Thabariy, 19/329; tahqiq : At-Turkiy].
Segala
macam bentuk peribadahan, baik itu kurban, sembelihan, isti’aadzah
(permohonan perlindungan), isti’aanah (permohonan pertolongan), dan yang
lainnya tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah ta’ala.
Allah
ta'ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah
sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb
semesta alam” [QS Al-An'aam : 162].
Kesyirikan-kesyirikan
sebagaimana disebutkan di atas tidak lantas menjadi ‘syari’iy’ (?) hanya
sekedar dimodifikasi dengan tanmbahan kemasan istighatsah-an dan
nyanyian shalawatan. Tak diterima alasan : “Saya beragama Islam yang
menyembah Allah, melakukan kewajiban shalat dan puasa”. Perbuatan mereka yang
menyembah Allah ta’ala dan sekaligus tuhan selain-Nya adalah murni kesyirikan
itu sendiri.
Allah
ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ
لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا
يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Dan
barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di samping (menyembah) Allah,
padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu, maka benar-benar
balasannya ada pada Tuhannya. Sungguh tiada beruntung orang-orang kafir itu”
[QS. Al-Mukminun: 11].
Sama
seperti orang-orang Yahudi dan Nashara yang selain menyembah Allah, mereka
menyembah tuhan yang lainnya:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ
اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ
بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ
اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Orang-orang
Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan orang Nasrani berkata:
"Al Masih itu putra Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan
mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.
Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” [QS.
At-Taubah : 30].
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ
اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ
يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:
"Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak
berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di
antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”
[QS. Al-Maaidah : 73].
Kelak,
semua sesembahan yang mereka sembah selain Allah akan berlepas diri di hari
kiamat.
وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً
لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا * كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ وَيَكُونُونَ
عَلَيْهِمْ ضِدًّا
“Dan
mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan
itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan)
itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka
(sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka”
[QS. Maryam : 81-82].
Hingga
setan dan kawanannya pun berlepas tangan atas kecelakaan yang menimpa seseorang
dengan sebab kesyirikan yang dilakukannya.
وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ
الأمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ
فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِي عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلا أَنْ
دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا
أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا
أَشْرَكْتُمُونِي مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Dan
berkatalah setan ketika perkara (hisab) telah diselesaikan : ‘Sesungguhnya
Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah
menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan
bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi
seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah
dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali
tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu
mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya orang-orang
yang lalim itu mendapat siksaan yang pedih” [QS. Ibraahiim : 22].
Ini
adalah perkara dasar lagi pokok dalam agama kita, yang wajib diketahui – dan
memang seharusnya telah diketahui – oleh setiap orang yang ber-KTP muslim.
Alhamdulillah,
banyak ulama dan du’at yang memerangi kesyirikan dengan berbagai bentuknya,
sehingga – atas idzin Allah ta’ala – dakwah yang mengajak pada tauhid
dan sunnah semakin menyebar.
Namun,
jika ada sebagian oknum yang justru mengipas-ngipasi kesyirikan ini dan
berusaha menghidupkannya dengan mengatakan (misalnya) :
“Mapag Dewi Sri, dewa yang menjaga tanaman, kita jemput….(kurang
jelas)… panen dengan sholawatan,..tiedak apa-apa (sambil mengibaskan
tangannya). Nyadran sukuran laut supaya ikannya banyak, tidak apa-apa (sambil
mengibaskan tangannya lagi)…”
sungguh,
sangat disayangkan mengerikan!.
Allah
ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا
خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي
مَكَانٍ سَحِيقٍ
"Barangsiapa
mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari
langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh"
[QS. Al-Hajj : 31].
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ
بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ
فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
"Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar"
[QS. An-Nisaa' : 48].
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan” [QS. Al-An’aam : 88].
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ
حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ
مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang lalim itu seorang penolong pun” [QS. Al-Maaidah : 72].
Jika
perkataan tersebut di atas diucapkan oleh orang yang mengerti dalil, paham lagi
fasih bahasa Arab, pernah belajar dan diajari tentang makna tauhid dan syirik,
serta pernah di hidup di negeri yang dipenuhi ulama yang mendakwahkan tauhid
dan memerangi syirik; saya tidak melihat adanya ‘udzur dalam kekufuran akbar
yang dilakukannya. Kecuali saat bicara yang bersangkutan sedang hilang akalnya
(baca : gila).
Nabi
ﷺ pernah bersabda tentang fitnah yang akan
muncul sepeninggal beliau:
دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ
أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ صِفْهُمْ
لَنَا قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَمُوْنَ بِأَلْسِنَتِنَا
“Akan
muncul dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam, barangsiapa yang menerima
seruan mereka maka mereka akan menjerumuskannya ke dalam jahannam”.
Hudzaifah bertanya : “Wahai Rasululah sebutkan cirri mereka ?” Rasulullah
menjawab : “Mereka dari golongan kita dan berbicara dengan lisan-lisan kita”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 1847].
Beliau
ﷺ
juga bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى
أُمَّتِي، كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ
“Sesungguhnya
yang paling aku khawatirkan atas umatku adalah setiap orang munafik yang pandai
bersilat lidah” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/22 & 1/44; Al-Arna’uth dkk.
berkata : “Sanadnya kuat”].
إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي
الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ
“Yang
aku khawatirkan atas umatku hanyalah (munculnya) para pemimpin yang menyesatkan”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2229; At-Tirmidziy berkata : “Ini adalah
hadits hasan shahih”].
Semoga
tidak ada orang yang mengatakannya (lagi). Seandainya pun ada, semoga Allah ta’ala
memberikannya hidayah agar kembali kepada syari’at Islam.
Jangan
lupa untuk kita semua agar senantiasa berdoa dijauhkan dari kesyirikan
sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah ﷺ:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ
أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
"Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesyirikan (menyekutukan-Mu)
sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap
kesyirikan yang tidak aku ketahui" [Lihat Shahiihul-Jaami’,
hal. 694 no. 3731].
Wallaahu
a’lam.
Semoga
ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– rnn – 04022018].
Comments
Posting Komentar