Pembahasan
ini menarik menilik beberapa waktu ini sedang ‘ngetrend’ dilakukan – dan
kebetulan saat ini kita memang akan menghadapi hari ‘Iedul-Adlhaa, alhamdulillah.
Gambarannya adalah seseorang membeli hewan kurban dan kemudian mengirimkannya
ke luar daerah untuk disembelih di tempat itu pada hari-hari penyembelihan
(hari ‘Iedul-Adlhaa dan hari-hari tasyriiq). Atau : seseorang
mengirimkan/menyetorkan uang pada seseorang untuk membeli kambing yang akan
disembelih di luar daerah pengirim/penyetor uang pada hari-hari penyembelihan.
Melalui tulisan ini, sedikit akan dibahas mengenai ihwal amalan
dimaksud. Boleh atau tidak boleh ?
Amalan
tersebut akan mengkonsekuensikan beberapa hal sebagai berikut :
1.
Pengkurban tidak menyembelih
sendiri hewan kurbannya.
Para
ulama sepakat bahwa afdlal bagi pengkurban untuk menyembelih sendiri hewan
kurbannya (udlhiyyah) sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya radliyallaahu ‘anhum.
حَدَّثَنَا
آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ
أَنَسٍ، قَالَ: ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ
أَمْلَحَيْنِ، فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا، يُسَمِّي
وَيُكَبِّرُ، فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin Abi Iyaas :Telah menceritakan kepada kami Syu’bah : Telah menceritakan kepada kami Qataadah, dari Anas, ia berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkurban dua ekor kambing yang berwarna belang hitam-putih. Lalu aku melihat beliau meletakkan kaki beliau di leher
kedua kambing itu, kemudian membaca basmalah, bertakbir, dan menyembelih keduanya dengan tangan beliau” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5558].
حَدَّثَنَا
هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، قَالَ: قَالَ
حَيْوَةُ: أَخْبَرَنِي أَبُو صَخْرٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ قُسَيْطٍ، عَنْ عُرْوَةَ
بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ، وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ
فِي سَوَادٍ، فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ، فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ:
" هَلُمِّي الْمُدْيَةَ "، ثُمَّ قَالَ: " اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ
"، فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ، ثُمَّ
ذَبَحَهُ، ثُمَّ قَالَ: " بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ
مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ " ثُمَّ ضَحَّى بِهِ
Telah menceritakan kepada kami Haaruun bin Ma’ruuf :Telah
menceritakan
kepada kami ‘Abdullah bin Wahb,
ia berkata
: Telah berkata Haiwah : Telah mengkhabarkan kepadaku Abu Sakhr, dari Yaziid bin Qusaith, dari ‘Urwah bin Az-Zubair, dari
‘Aaisyah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah meminta diambilkan seekor kambing kibasy bertanduk yang kaki-kakinya hitam, perutnya hitam, dan sekitar matanya hitam. Lalu dibawakan kepada beliau kambing dengan ciri-ciri tersebut. Beliau
berkata kepada ‘Aaisyah : “Wahai ‘Aaisyah, bawakan kepadaku pisau”.
Beliau melanjutkan : “Asahlah pisau itu dengan batu”. ‘Aaisyah pun
mengasahnya. Lalu beliau membaringkan kambing itu,
kemudian beliau bersiap menyembelihnya, lalu mengucapkan : “Ya Allah,
terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad”. Kemudian beliau menyembelihnya [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1967].
عَنْ نَافِعٍ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ ...... وَكَانَ هُوَ يَنْحَرُ هَدْيَهُ بِيَدِهِ،
يَصُفُّهُنَّ قِيَامًا، وَيُوَجِّهُهُنَّ إِلَى الْقِبْلَةِ، ثُمَّ يَأْكُلُ
وَيُطْعِمُ "
Dari Naafi’, dari ‘Abdullah bin ‘Umar : “…….. Dulu
ia (Ibnu ‘Umar) menyembelih
onta hadyu-nya dengan tangannya. Ia membariskan onta-ontanya itu dalam keadaan berdiri dan menghadapkannya ke kiblat. (Setelah disembelih), ia memakannya dan memberi makan daging onta itu kepada yang lain” [Diriwayatkan
oleh Maalik dalam Al-Muwaththa’ no. 831].
Bolehkah
mewakilkan penyembelihan itu kepada orang lain ?. Jawabnya boleh berdasarkan
hadits :
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ، وَالْحَارِثُ بْنُ مِسْكِينٍ قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَأَنَا
أَسْمَعُ، عَنِ ابْنِ الْقَاسِمِ، قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ
مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: " أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحَرَ بَعْضَ بُدْنِهِ بِيَدِهِ،
وَنَحَرَ بَعْضَهَا غَيْرُهُ "
Telah
mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Salamah dan Al-Haarits bin Miskiin
secara qiraat yang dibacakan kepadanya dan aku mendengarnya, dari
Ibnul-Qaasim, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Maalik, dari Ja’far bin
Muhammad, dari ayahnya, dari Jaabir bin ‘Abdillah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam menyembelih sebagian onta (hadyu-nya) dengan tanggannya
sendiri, dan sebagian disembelih oleh orang lain” [Diriwayatkan oleh
An-Nasaa’iy no. 4419; shahih].
An-Nasaa’iy
meletakkannya dalam Baab : Dzabhur-Rajuli Ghaira Udlihiyyatihi (Sembelihan
seseorang terhadap hewan kurban milik orang lain).
Dalam
riwayat lain disebutkan bahwa jumlah onta beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam adalah 100 ekor yang 63 ekor diantaranya disembelih oleh beliau
sendiri, dan sisahnya disembelih oleh ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
حدثنا يَحْيَى
بْنُ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ، عَنْ
مُجَاهِدٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ:
" أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ
عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا، وَجُلُودِهَا، وَأَجِلَّتِهَا،
وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا، قَالَ: نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عَنْدِنَا
"
Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa : Telah mengkhabarkan kepada kami
Abu Khaitsamah, dari ‘Abdul-Kariim, dari Mujaahid, dari ‘Abdurrahmaan bin Abi
Lailaa, dari ‘Aliy, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku
agar aku mengurusi onta-onta hadyu beliau. Beliau
juga memerintahkanku untuk menshadaqahkan dagingnya, kulitnya dan jilal-nya.
Dan agar aku tidak memberi sesuatupun (dari hewan itu) kepada tukang
jagalnya. Dan kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kami
akan memberi upah kepadanya (yaitu tukang jagal) dari kami” [Diriwayatkan oleh Muslim nomor
1317].
Hadits
ini merupakan dalil yang jelas
kebolehan menunjuk orang lain untuk mengurusi hewan kurban, dari
mulai penyembelihannya hingga pembagiannya.
2.
Pengkurban tidak
memakan (sebagian) daging hewan kurbannya.
Para
ulama berbeda pendapat dalam hal kebolehannya. Sebagian ulama melarangnya, dan
sebagian yang lain (jumhur ulama) membolehkannya. Yang raajih dalam hal
ini adalah yang membolehkannya – karena hukum memakan daging hewan kurban
hanyalah sunnah saja, bukan wajib.
Allah ta’ala berfirman :
فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir”
[QS. Al-Hajj : 28].
حَدَّثَنَا
سَوَّارُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: ثنا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنِ ابْنِ
جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، قَوْلَهُ: " لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ
بَهِيمَةِ الأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ،
قَالَ: كَانَ لا يَرَى الأَكْلَ مِنْهَا وَاجِبًا "
Telah menceritakan kepada kami Sawwaar bin ‘Abdillah,
ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid, dari Ibnu
Juraij, dari ‘Athaa’ tentang firman Allah ta’ala : ‘supaya mereka
menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah
pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka
berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian
lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir’ (QS.
Al-Hajj : 28). Ibnu Juraij berkata : “Ia (‘Athaa’) tidak berpendapat makan
sebagian daging kurban sebagai satu kewajiban” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy
dalam Jaami’ul-Bayaan, 18/611; shahih].
حَدَّثَنِي
عَلِيُّ بْنُ سَهْلٍ، قَالَ: ثنا زَيْدٌ، قَالَ: ثنا سُفْيَانُ، عَنْ حُصَيْنٍ،
عَنْ مُجَاهِدٍ، فِي قَوْلِهِ: " فَكُلُوا مِنْهَا، قَالَ: إِنَّمَا هِيَ رُخْصَةٌ
"
Telah menceritakan kepadaku ‘Aliy bin Sahl, ia berkata
: Telah menceritakan kepada kami Zaid, ia berkata : Telah menceritakan kepada
kami Sufyaan, dari Hushain, dari Mujaahid tentang firman-Nya : ‘Maka
makanlah sebahagian daripadanya’ (QS. Al-Hajj : 28), ia berkata : “Hal itu
merupakan rukhshah (jika berkehendak ia boleh memakannya)” [idem,
shahih].
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَ: ثنا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، قَالا: ثنا سُفْيَانُ،
عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: " الْمُشْرِكُونَ كَانُوا لا
يَأْكُلُونَ مِنْ ذَبَائِحِهِمْ، فَرُخِّصَ لِلْمُسْلِمِينَ، فَكُلُوا مِنْهَا،
فَمَنْ شَاءَ أَكَلَ، وَمَنْ شَاءَ لَمْ يَأْكُلْ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyaar,
ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan, keduanya berkata :
Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Manshuur, dari Ibraahiim
(An-Nakha’iy), ia berkata : “Orang-orang musyrik dulu tidak memakan
sembelihan-sembelihan mereka, lalu hal itu diringankan untuk kaum muslimin. ‘Maka
makanlah sebahagian daripadanya’ (QS. Al-Hajj : 36). Barangsiapa yang
berkehendak, ia boleh memakannya, dan barangsiapa yang berkehendak, ia boleh
tidak memakannya” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Jaami’ul-Bayaan,
18/635; shahih].
‘Abdullah bin Wahb rahimahullah berkata :
قال لي مالك:
أحب أن يأكل من أضحيته؛ لأن الله يقول: { فَكُلُوا مِنْهَا } : قال ابن وهب وسألت
الليث، فقال لي مثل ذلك
“Maalik berkata kepadaku : “Aku senang jika ia
(pengkurban) memakan sebagian daging kurbannya, karena Allah berfirman : ‘Maka
makanlah sebahagian daripadanya’ (QS. Al-Hajj : 28)”. Ibnu Wahb berkata
lagi : “Aku pernah bertanya kepada Al-Laits, dan ia berkata kepadaku semisal
perkataan Maalik” [Tafsiir Ibni Katsiir, 5/416].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
وقوله {
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ } استدل بهذه الآية من ذهب
إلى وجوب الأكل من الأضاحي وهو قول غريب، والذي عليه الأكثرون أنه من باب الرخصة
أو الاستحباب، كما ثبت أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما نحر هديه أمر من كل
بدنة ببضعة فتطبخ، فأكل من لحمها، وحسا من مرقها
“Firman-Nya : ‘Maka makanlah sebahagian daripadanya
dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi
fakir’ (QS. Al-Hajj : 28); ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang
berpendapat wajibnya makan daging kurban. Ini adalah pendapat yang ghariib.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa hal itu termasuk rukhshah atau istihbaab
(sunnah), sebagaimana shahih dalam hadits bahwa Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam ketika menyembelih hadyu-nya, memerintahkan dari
setiap binatang itu bagian untuk dimasak. Lalu beliau memakannya dan meminum
kuah dagingnya” [Tafsiir Ibni Katsiir, 5/416].
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
قوله تعالى:
{فَكُلُوا مِنْهَا} أمر معناه الندب عند الجمهور. ويستحب للرجل أن يأكل من هديه
وأضحيته وأن يتصدق بالأكثر، مع تجويزهم الصدقة بالكل وأكل الكل. وشذت طائفة فأوجبت
الأكل والإطعام بظاهر الآية. ولقول عليه السلام: "فكلوا وادخروا
وتصدقوا".
Firman-Nya ta’ala : ‘Maka makanlah
sebahagian daripadanya’ (QS. Al-Hajj : 28); perintah di sini maknanya
anjuran menurut jumhur. Disukai bagi seseorang untuk makan sebagian hadyu atau
hewan kurbannya dan agar menshadaqahkannya lebih banyak, bersamaan dengan
pembolehan mereka (jumhur ulama) untuk menshadaqahkannya semuanya dan memakannya
semuanya. Sekelompok ulama berpendapat syaadz dengan mengatakan
wajibnya untuk memakan (daging hewan kurban) dan memberi makan (orang lain)
berdasarkan dhahir ayat serta berdasarkan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam : ‘Maka makanlah makanlah,
simpanlah dan sedekahkanlah…” [Tafsiir Al-Qurthubiy, 12/44].
حَدَّثَنَا
أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي عُبَيْدٍ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ
الْأَكْوَعِ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلَا يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ، وَبَقِيَ فِي بَيْتِهِ
مِنْهُ شَيْءٌ "، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، قَالُوا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي، قَالَ: " كُلُوا،
وَأَطْعِمُوا، وَادَّخِرُوا، فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ
فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا "
Telah
menceritakan kepada kami Abu ‘Aashim, dari Yaziid bin Abi ‘Ubaidah, dari
Salamah bin Al-Akwa’, ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam : “Barangsiapa di antara kalian yang berkurban, maka janganlah
ada sisa daging kurban di rumahnya pada hari ketiga”. Pada tahun
selanjutnya para shahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apakah kami akan lakukan
seperti tahun lalu ?”. Beliau menjawab : “Sekarang, makanlah, sedekahkanlah,
dan simpanlah. Tahun lalu aku melarangnya karena pada saat itu orang-orang
dalam keadaan sulit dan aku ingin membantu mereka dengan daging kurban tersebut” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5569].
Sisi
pendalilannya adalah :
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan perintah kepada para shahabat
untuk memakan, menshadaqahkan, dan menyimpan daging hewan kurban. Tentang
menyimpan, para ulama sepakat bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang diwajibkan,
sehingga penyandingannya dengan perintah makan mengkonsekuensikan hukum yang
sama, yaitu sunnah, bukan wajib.
Ibnu Hajar berkata :
تَمَسَّكَ بِهِ
مَنْ قَالَ بِوُجُوبِ الْأَكْل مِنْ الْأُضْحِيَّة ، وَلَا حُجَّة فِيهِ لِأَنَّهُ
أَمْر بَعْد حَظْر فَيَكُون لِلْإِبَاحَةِ
“Orang yang berpendapat wajibnya makan daging kurban berpegang
dengan hadits tersebut, padahal tidak ada hujjah padanya (untuk mendukung
pendapat mereka), karena adanya perintah setelah larangan menjadikannya sebagai
pembolehan” [Fathul-Baariy, 10/26].
3.
Sebagian ulama berpendapat
bahwa dengan memindahkan udlihiyyah ke luar daerah akan menyebabkan
hilangnya syi’ar Islam di daerah tersebut.
Allah
ta’ala berfirman :
وَمَنْ
يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Dan
barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketaqwaan hati” [QS. Al-Hajj : 32].
وَالْبُدْنَ
جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ
“Dan
telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu
memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika
kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat)” [QS. Al-hajj
: 36].
Mengagungkan
syi’ar-syi’ar Allah di atas adalah umum[1],
sehingga ketika memindahkan (sebagian) udlhiyyah dari daerah surplus ke
daerah miskin, syi’ar-syi’ar Allah itu tetap ada, dan bahkan akan memperluasnya.
Dari ketiga hal tersebut di atas nampak
bagi kita bahwa mengirimkan hewan kurban ke luar daerah tidak masalah. Bahkan
dulu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memang pernah
mengirimkan hewan hadyu-nya dari Madiinah ke Makkah sebagaimana riwayat
:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرِ
بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّهَا أَخْبَرَتْهُ
أَنَّ زِيَادَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ كَتَبَ إِلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا،
إِنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: مَنْ أَهْدَى
هَدْيًا حَرُمَ عَلَيْهِ مَا يَحْرُمُ عَلَى الْحَاجِّ حَتَّى يُنْحَرَ هَدْيُهُ، قَالَتْ:
عَمْرَةُ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: لَيْسَ كَمَا قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ،
أَنَا فَتَلْتُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِيَدَيَّ، ثُمَّ قَلَّدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيْهِ،
ثُمَّ بَعَثَ بِهَا مَعَ أَبِي، فَلَمْ يَحْرُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللَّهُ لَهُ حَتَّى نُحِرَ الْهَدْيُ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah
bin Yuusuf : Telah mengkhabarkan kepada kami Maalik, dari ‘Abdullah bin Abi
Bakr bin ‘Amr bin Hazm, dari ‘Amrah
bintu ‘Abdirrahmaan, bahwasannya ia telah mengkhabarkan kepadanya : Ziyaad bin
Abi Sufyaan pernah menulis surat kepada ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa,
sesungguhnya ‘Abdullah bin ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa berkata : “Barangsiapa
yang menyerahkan hewan hadyu, diharamkan baginya apa-apa yang diharamkan
bagi orang yang berhaji hingga disembelih hewan hadyu-nya tersebut”. ‘Amrah
berkata : Maka ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa berkata : “Bukan seperti
yang dikatakan Ibnu ‘Abbaas. Aku pernah memintal kalung hewan hadyu Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam mengikatkannya ke leher hewan tersebut dengan tangan beliau. Setelah
itu, beliau mengirimkannya bersama ayahku (yaitu Abu Bakr), sementara tidak
diharamkan bagi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sesuatu yang
dihalalkan oleh Allah bagi beliau hingga hewan hadyu disembelih”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1700].
Diriwayatkan juga oleh Abu Daawud no. 1758
dan ia meletakkannya dalam Bab : Orang yang mengirimkan hadyu dan tetap
tinggal di tempatnya.
Akan tetapi yang perlu diperhatikan, pengiriman
hewan kurban ke luar daerah ini mesti melihat kondisi orang-orang miskin yang
ada di daerah pengkurban dan daerah tujuan pengiriman [Tanwiirul-‘Ainain,
hal. 490], karena Allah ta’ala berfirman :
فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Maka
makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan
orang-orang yang sengsara lagi fakir” [QS. Al-Hajj : 28].
Dan dikarenakan faktor itulah dulu
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang untuk memakan daging
kurban lebih dari tiga hari saat kaum muslimin dilanda kekurangan pangan – dengan
alasan : agar kaum muslimin yang berkelebihan segera menshadaqahkannya kepada
orang-orang faqir.
حَدَّثَنَا
خَلَّادُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
عَابِسٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قُلْتُ لِعَائِشَةَ: " أَنَهَى النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُؤْكَلَ لُحُومُ الْأَضَاحِيِّ فَوْقَ ثَلَاثٍ؟
قَالَتْ: مَا فَعَلَهُ إِلَّا فِي عَامٍ جَاعَ النَّاسُ فِيهِ، فَأَرَادَ أَنْ
يُطْعِمَ الْغَنِيُّ الْفَقِيرَ.......
Telah menceritakan kepada kami
Khallaad bin Yahyaa : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari
‘Abdurrahmaan bin ‘Aayis, dari ayahnya, ia berkata : Aku bertanya kepada
‘Aaisyah : “Apakah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan
daging hewan kurban lebih dari tiga hari ?”. ‘Aaisyah menjawab : “Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidaklah melarang kecuali pada tahun dimana orang-orang
dilanda kelaparan. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam ingin agar orang kaya memberi makan kepada orang
faqir…” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5423].
Jika
pengkurban di satu daerah melimpah atau diperkirakan melimpah sehingga daging
hewan kurban surplus sementara jumlah orang miskinnya sedikit atau dapat
tercukupi, diperbolehkan untuk mengirimkan hewan-hewan kurban ke daerah-daerah
miskin agar penduduknya dapat turut serta memakan dagingnya.
Kesimpulannya
: Diperbolehkan mengirimkan hewan kurban ke luar daerah - terutama
daerah-daerah minus - , jika daerah pengirim surplus dan/atau kebutuhan orang-orang
miskin di tempat tersebut dapat terpenuhi. Jika tidak, tetap boleh dan sah, meski kurang afdlal.
NB
: Yang perlu diperhatikan dan tak kalah penting adalah pengkurban mesti
menyerahkan urusan pengiriman tersebut pada pihak-pihak yang amanah dan
mengerti agama sehingga hewan kurban yang akan dibeli memenuhi syarat, dapat
disembelih sesuai syari’at, dilakukan pada waktunya, serta tersalurkan pada
pihak-pihak yang benar-benar membutuhkan.
Wallaahu
a’lam.
[abul-jauzaa’,
ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor, 02121413/06102013 – 22:30].
Baca
juga artikel terkait :
[1] Ibnu Katsiir rahimahullah berkata
menerangkan QS. Al-Hajj : 32 :
يقول تعالى: هذا
{ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ } أي: أوامره، { فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى
الْقُلُوبِ } ومن ذلك تعظيم الهدايا والبدن، كما قال الحكم، عن مقْسَم، عن ابن
عباس: تعظيمها: استسمانها واستحسانها.
وقال ابن أبي حاتم: حدثنا أبو سعيد الأشجّ، حدثنا حفص بن غياث، عن ابن أبي ليلى، عن ابن أبي نَجِيح، عن مجاهد، عن ابن عباس: { ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ } قال: الاستسمان والاستحسان والاستعظام.
وقال أبو أمامة بن سهل: كنا نسمن الأضحية بالمدينة، وكان المسلمون يُسمّنون. رواه البخاري
وقال ابن أبي حاتم: حدثنا أبو سعيد الأشجّ، حدثنا حفص بن غياث، عن ابن أبي ليلى، عن ابن أبي نَجِيح، عن مجاهد، عن ابن عباس: { ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ } قال: الاستسمان والاستحسان والاستعظام.
وقال أبو أمامة بن سهل: كنا نسمن الأضحية بالمدينة، وكان المسلمون يُسمّنون. رواه البخاري
“Allah
ta’ala berfirman : ‘Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah’
(QS. Al-Hajj : 32), yaitu : perintah-perintah-Nya; ‘maka sesungguhnya itu
timbul dari ketaqwaan hati’ (QS. Al-Hajj : 32). Dan termasuk mengagungkan
syi’ar-syi’ar Allah adalah membesarkan binatang-binatang hadyu dan onta;
sebagaimana yang dikatakan Al-Hakam, dari Miqsam, dari Ibnu ‘Abbaas : “Cara
mengagungkannya adalah : menggemukkannya dan membaguskannya”.
Ibnu
Abi Haatim berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’iid Al-Asyajj :
Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats, dari Ibnu Abi Lailaa, dari
Ibnu Abi Najiih, dari Muujaahid, dari Ibnu ‘Abbaas tentang firman Allah ta’ala
: ‘Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan
syiar-syiar Allah’, ia berkata : “Menggemukannya, membaguskannya, dan
membesarkannya”.
Abu
Umaamah bin Sahl berkata : “Dulu kami menggemukkan hewan kurban di Madiinah,
dan kaum muslimin pun juga menggemukkannya”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy” [Tafsiir
Ibni Katsiir, 5/421].
Comments
Baarokallohu fiikum ustadz
syukron atas penjelasannya, pas banyak yang butuh penjelasan tentang hal ini ustadz.
jazaakallohu khoiron...
nb : law samahtum, nitip satu pertanyaan ustadz :
apakah boleh bagi panitia qurban untuk mengambilkan jatah buat pekurban dari hewan yang lain? misal si regu A,B, dan C berkurban masing2 se ekor sapi, nah yang dipotong pertama kali adalah sapi milik regu A, bolehkah panitia mengambilkan dari sapi A tersebut sejumlah daging untuk bagian pekurban dari regu B dan C?
jazaakallohu khoiron
Program SATE-QU memang sepertinya indah. Namun, mengikuti yang afdhal dalam syariat adalah suatu keniscayaan.
Btw, ada sedikit revisi ustadz. Lafazh sholawat (shollallahu 'alaihi wasallam) pada 2 teks Arab yang pertama ada kesalahan spasi sehingga jd 'berantakan'.
Jazakumullahu khairan.
artikel yang mampu menambah wawasan kita semua, trima kasih sob sudah berbagi..
Penerbit,.... boleh.
-----
Anonim,.... sudah saya perbaiki. Terima kasih.
Syukron Katsiron, sangat mencerahkan
Posting Komentar