Pelanggaran Ijma’ oleh Ibnu Taimiyyah dalam Masalah Thalaq


Sebagian orang berkata bahwa Ibnu Taimiyyah rahimahullah telah melanggar beberapa permasalahan yang telah menjadi ijma’ umat. Salah satu di antaranya adalah masalah thalaq. Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa thalaq tiga yang diucapkan dalam satu majelis terhitung satu thalaq, sedangkan hal yang diklaim sebagai ijmaa’ terhitung tiga thalaq (sehingga jatuh thalaq baain kubraa). Benarkah tuduhan tersebut ?.
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
قال علماؤنا: واتفق أئمة الفتوى على لزوم إيقاع الطلاق الثلاث في كلمة واحدة، وهو قول جمهور السلف، وشذ طاوس وبعض أهل الظاهر إلى أن طلاق الثلاث في كلمة واحدة يقع واحدة، ويروى هذا عن محمد بن إسحاق والحجاج بن أرطأة. وقيل عنهما: لا يلزم منه شيء، وهو قول مقاتل. ويحكى عن داود أنه قال لا يقع. والمشهور عن الحجاج بن أرطأة وجمهور السلف والأئمة أنه لازم واقع ثلاثا.
“Ulama kami berkata : Para imam fatwa bersepakat keharusan jatuhnya thalaq tiga yang diucapkan dalam satu kalimat. Ini adalah perkataan jumhur salaf, kecuali pendapat syaadz[1] dari Thaawuus dan sebagian ulama Dhahiriyyah yang berpendapat thalaq tiga yang diucapkan dalam satu kalimat terhitung satu thalaq. Dan diriwayatkan pendapat ini dari Muhammad bin Ishaaq dan Al-Hajjaaj bin Arthaah.
Dikatakan dari keduanya : Tidak ada konsekuensi apapun darinya. Ini adalah pendapat Muqaatil. Dihikayatkan dari Daawud bahwasannya tidak jatuh thalaq. Dan yang masyhur dari Al-Hajjaaj bin Arthaah serta jumhur salaf dan para imam bahwasannya hal itu mengharuskan jatuhnya tiga thalaq” [Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’aan, 3/129].
Dari penjelasan Al-Qurthubiy rahimahullah di atas sangat jelas bahwa klaim ijmaa’ tersebut tidak benar. Yang ber-ijmaa’ (bersepakat) hanyalah ulama madzhab yang empat. Adapun kalangan Dhaahiriyyah dan sebagian ulama sebelum mereka dari kalangan salaf telah menyelisihinya.
Pendapat yang menyatakan thalaq tiga yang diucapkan dalam satu majelis terhitung tiga thalaq dimulai di jaman pemerintahan ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu karena ia melihat fenomena banyak orang yang menggampangkan masalah thalaq[2] - sebagaimana yang nampak dalam riwayat :
حدثنا إِسْحَاقَ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ، وَاللَّفْظُ لِابْنِ رَافِعٍ، قَالَ إِسْحَاقَ: أَخْبَرَنا، وَقَالَ ابْنُ رَافِعٍ: حدثنا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنا مَعْمَرٌ، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ الطَّلَاقُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ، وَسَنَتَيْنِ مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ، طَلَاقُ الثَّلَاثِ: وَاحِدَةً، فقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: " إِنَّ النَّاسَ قَدِ اسْتَعْجَلُوا فِي أَمْرٍ قَدْ كَانَتْ لَهُمْ فِيهِ أَنَاةٌ، فَلَوْ أَمْضَيْنَاهُ عَلَيْهِمْ، فَأَمْضَاهُ عَلَيْهِمْ "
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim dan Muhammad bin Raafi’ (dan lafadhnya adalah milik Ibnu Raafi’) (Ishaaq berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami. Dan Ibnu Raafi’ berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrazzaaq) : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Ibnu Thaawus, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : “Thalaq di masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, dan dua tahun pertama masa kekhilafahan ‘Umar, thalaq tiga (dalam satu lafadh/majelis) terhitung satu thalaq saja. Lalu ‘Umar bin Al-Khaththaab berkata : “Sesungguhnya manusia terburu-buru dalam urusan thalaq (sehingga menthalaq tiga dalam satu lafadh) yang seharusnya mereka berhati-hati dalam hal tersebut. Seandainya kami jalankan ketentuan tersebut (yaitu thalaq tiga dalam satu lafadh/majelis berlaku thalaq tiga), niscaya mereka akan lebih berhati-hati”. Lalu ia (‘Umar) pun memberlakukan hal itu pada mereka [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1472 (15)].
حدثنا إِسْحَاقَ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، أَخْبَرَنا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، أَخْبَرَنا ابْنُ جُرَيْجٍ. ح وحدثنا ابْنُ رَافِعٍ، وَاللَّفْظُ لَهُ، حدثنا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنا ابْنُ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي ابْنُ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ أَبَا الصَّهْبَاءِ، قَالَ لِابْنِ عَبَّاسٍ: " أَتَعْلَمُ أَنَّمَا كَانَتِ الثَّلَاثُ تُجْعَلُ وَاحِدَةً عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَثَلَاثًا مِنْ إِمَارَةِ عُمَرَ فقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: نَعَمْ "
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim : Telah mengkhabarkan kepada kami Rauh bin ‘Ubaadah : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Juraij. Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Raafi’ (dan lafadh ini miliknya) : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Thaawuus, dari ayahnya : Bahwasannya Abush-Shahbaa’ berkata kepada Ibnu ‘Abbaas : “Apakah engkau mengetahui bahwasannya thalaq tiga (dalam satu lafadh/majelis) terhitung satu thalaq pada masa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, dan tiga tahun pertama masa pemeintahan ‘Umar ?”. Ibnu ‘Abbaas menjawab : “Ya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1472 (16)].
Sebagian salaf – sebagaimana telah disinggung di atas - berpendapat ucapan thalaq tiga yang diucapkan sekaligus terhitung satu thalaq. Diantara mereka adalah Thaawus[3], ‘Athaa’[4], dan Jaabir bin Zaid[5] rahimahumullah.
حَدَّثَنَا إسْمَاعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ طَاوُسٍ، وَعَطَاءٍ، أنهما قَالَا: " إذَا طَلَّقَ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ ثَلَاثًا قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بِهَا فَهِيَ وَاحِدَةٌ "
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Ulayyah, dari Laits, dari Thaawuus dan ‘Athaa’, mereka berdua berkata : “Apabila seseorang menthalaq istrinya sebanyak tiga kali (dalam satu majelis) sebelum ia menggaulinya, maka terhitung satu thalaq” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 18060].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ، قَالَ: نَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ طَاوُسٍ، وَعَطَاءٍ، وَجَابِرِ بْنِ زَيْدٍ، أنهم قَالُوا: " إذَا طَلَّقَهَا ثَلَاثًا قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بِهَا فَهِيَ وَاحِدَةٌ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid (bin Abi ‘Aruubah), dari Qataadah, dari Thaawuus, ‘Athaa’, dan Jaabir bin Zaid, mereka semua berkata : “Apabila seseorang menthalaqi istrinya tiga kali (dalam satu majelis) sebelum ia menggaulinya, maka terhitung satu thalaq” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 18062].
نا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَطَاءٍ، وَجَابِرِ بْنِ زَيْدٍ، قَالا: " إِذَا طُلِّقَتِ الْبِكْرُ ثَلاثًا فَهِيَ وَاحِدَةٌ "
Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Amru bin Diinaar, dari ‘Athaa’ dan Jaabir bin Zaid, kedua berkata : “Apabila seorang gadis dithalaq tiga sekaligus, maka ia terhitung satu thalaq” [Diriwayatkan oleh Sa’iid bin Manshuur no. 1077].
Shahih.
Apakah jika Ibnu Taimiyyah rahimahullah berpegangan pada hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, keputusan Abu Bakr, dan keputusan ‘Umar di awal pemerintahannya dianggap menyelisihi ijmaa’ – padahal ijmaa’ itu tidak ada ?.
Bahkan, pendapat yang shahih adalah pendapat yang dipegang Ibnu Taimiyyah rahimahullah karena berkesesuaian dengan nash yang ternukil dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 22111434/28092013].




[1]      Pendapat yang menyelisihi jumhur ulama bukanlah pendapat syaadz karena berkesesuaian dengan hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam !.
[2]      Dan bahkan ia (‘Umar) menghukumnya !
نا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ شَقِيقٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، فِي مَنْ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثَلاثًا قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بِهَا، قَالَ: " لا تَحِلُّ لَهُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ وَكَانَ عُمَرُ إِذَا أُتِيَ بِرَجُلٍ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثَلاثًا أَوْجَعَ ظَهْرَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Syaqiiq, dari Anas bin Maalik tentang orang yang menthalaq tiga istrinya sekaligus sebelum menggaulinya; ia (Anas) berkata : “Istrinya itu tidak lagi halal baginya hingga ia menikah dengan orang lain selain suaminya tadi. Dan dulu ‘Umar apabila seorang laki-laki yang menthalaq tiga istrinya sekaligus didatangkan padanya, maka ia memukul/menyakiti punggungnya” [Diriwayatkan oleh Sa’iid bin Manshuur no. 1073; sanadnya shahih].
[3]      Thaawuus bin Kaisaan Al-Yamaaniy, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Humairiy; seorang yang tsiqah, faqiih, lagi faadlil. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 106 H, dan dikatakan juga setelah itu. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 462 no. 3026].
[4]      ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah (namanya Aslam) Al-Qurasyiy Al-Fihriy, Abu Muhammad Al-Makkiy; seorang yang tsiqah, faqiih, lagi faadlil, akan tetapi banyak melakukan irsal. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 114 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 677 no. 4623].
[5]      Jaabir bin Zaid Al-Azdiy, Abusy-Sya’tsaa’ Al-Jaufiy Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-3 dan wafat tahun 93 H atau dikatakan 103 H. Diapaki oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 191 no. 873].

Comments