Tanya : Assalamu'alaikum, ustadz punten mo nanya
tentang status hadits
من باع جلد أضحيته
فلا أضحية له
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang menjual kulit hewan
qurbannya maka ibadah qurbannya tidak ada nilainya.” (HR. Al
Hakim 2/390 & Al Baihaqi.
Jawab : Wa’alaikumus-salaam warahmatullaahi wa barakaatuh.
Hadits tersebut secara lengkap dengan sanadnya adalah
sebagai berikut :
أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ
بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ يُوسُفَ الْعَدْلُ، ثنا يَحْيَى بْنُ أَبِي طَالِبٍ، ثنا زَيْدُ
بْنُ الْحُبَابِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَيَّاشٍ الْمِصْرِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ
فَلا أُضْحِيَّةَ لَهُ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Hasan bin Ya’quub bin
Yuusuf Al-‘Adl : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Abi Thaalib : Telah
menceritakan kepada kami Zaid bin Al-Hubaab, dari ‘Abdullah bin ‘Ayyaasy
Al-Mishriy, dari ‘Abdurrahmaan Al-A’raj, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu,
ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi sallam
: “Barangsiapa menjual kulit bintang kurbannya, maka tidak ada kurban
baginya” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim 2/389-390; dan ia berkata : “Ini
adalah hadits shahih”].
Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa
9/294 (9/496) no. 19233 dan dalam Ash-Shughraa 2/229 no. 1839; dari Al-Haakim,
dari Abu Muhammad ‘Abdullah bin Ishaaq Al-Khurasaaniy, dari Yahyaa bin Ja’far
Az-Zibriqaan (Yahyaa bin Abi Thaalib), dan selanjutnya seperti riwayat di atas.
Hadits ini ghariib. Berikut keterangan para
perawinya :
a. Al-Hasan bin Ya’quub bin Yuusuf Al-Bukhaariy An-Naisaabuuriy, Abul-Fadhl; seorang
syaikh yang shaduuq. Wafat tahun 342 H [Siyaru A’laamin-Nubalaa’,
15/433 no. 244].
b. Yahyaa
bin Abi Thaalib, Ja’far bin ‘Abdillah bin
Az-Zibriqaan. Ibnu Abi Haatim berkata : Aku menulis darinya bersama ayahku. Dan
aku pernah bertanya kepada ayahku tentangnya, maka ia menjawab : “Tempatnya
kejujuran”. Al-Aajurriy berkata : “Abu Daawud
Sulaimaan bin Al-Asy’ats menulis hadits Yahyaa bin Abi Thaalib”. Muusaa bin
Haaruun berkata : “Aku bersaksi bahwa Yahyaa bin Abi Thaalib berdusta”. Abu
Ahmad Muhammad bin Muhammad Al-Haafidh berkata : “Yahyaa bin Abi Thaalib tidak
kokoh/kuat”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Menurutku tidak mengapa dengannya.
Tidak ada seorang pun yang mencelanya dengan hujjah (yang benar)” [lihat Taariikh Baghdaad, 16/323-325
no. 7464].
Ibnu Hajar
menyepakati perkataan Ad-Daaruquthniy tersebut. Maslamah bin Qaasim berkata :
“Tidak mengapa dengannya. Orang-orang telah memperbincangkannya” [Lisaanul-Miizaan, 8/452-453].
Perkataan yang
benar, ia seorang yang hasan haditsnya. Adapun persaksian Muusaa bin Haarun,
Adz-Dzahabiy memberikan kemungkinan bahwa yang dikatakannya itu bukan dalam
hadits, sebab Ad-Daaruquthniy adalah orang yang lebih mengetahui tentangnya. Wallaahu a’lam.
c. Zaid bin Al-Hubbaab bin Ar-Rayyaan At-Tamiimiy,
Abul-Husain Al-‘Ukliy Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, sering keliru
dalam hadits Ats-Tsauriy. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 230 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Qiraa’ah, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah
[Taqriibut-Tahdziib, hal. 351-352 no. 2136].
d.
‘Abdullah
bin ‘Ayyaasy bin ‘Abbaas Al-Qitbaaniy, Abu Hafsh Al-Mishriy; seorang yang dikatakan
Ibnu Hajar : shaduuq, sering keliru. Termasuk thabaqah ke-7,
dan wafat tahun 170 H. Dipakai oleh Muslim dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 533 no. 3546].
Berikut
perincian perkataan ulama tentangnya :
Abu Haatim
berkata : “Tidak kokoh, shaduuq, ditulis haditsnya, dan ia dekat
kedudukannya dengan Ibnu Lahii’ah”. Abu Daawud dan An-Nasaa’iy berkata : “Dla’iif”.
Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ibnu Yuunus Al-Mishriy
berkata : “Munkarul-hadiits”. Abul-Qaasim Al-Basykuwaal berkata : “Matruuk,
munkarul-hadiits”. Muslim meriwayatkan haditsnya dalam syawaahid,
bukan dalam ushuul [lihat : Syuyyuukh ‘Abdillah bin Wahb li-Ibni
Basykuwaal, Tahdziibul-Kamaal 15/410- no. 3472, Tahdziibut-Tahdziib,
5/351].
Al-Albaaniy mengatakan
haditsnya tidak turun dari derajat hasan [Mu’jamu Asamiyyir-Ruwaat,
2/651-653]. Al-Arna’uth dan Basyar ‘Awwaad berkata : “Dla’iif, dapat
dipergunakan sebagai syawaahid dan mutaabi’aat” [Tahriirut-Taqriib,
2/250 no. 3522]. Abu Ishaaq Al-Huwainiy berkata : “Haditsnya diterima untuk
syawaahid dan mutaabi’aat” [Natsnun-Nabaal, hal. 854 no.
2007].
Kesimpulan : Ia
seorang yang dla’iif, namun haditsnya bisa dijadikan i’tibar.
e. ‘Abdurrahmaan bin
Hurmuz Al-A’raj, Abu Daawud Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, tsabat,
lagi ‘aalim. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 117 H di
Iskandariyyah. Dipakai
oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 603 no. 4060].
f. Abu Hurairah, salah seorang shahabat Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam yang mulia.
Dapat
kita lihat, bahwa sanad hadits ini lemah dengan sebab ‘Abdullah bin ‘Ayyaasy. Kelemahan ini semakin nampak dengan adanya
keghariban sanadnya, wallaahu a’lam.
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mengisyaratkan
kedla’ifannya[1]
dalam kitab At-Tatabbu’, 2/458-459 no. 3525.
Tentang hukum menjual kulit hewan kurban, maka hal
tersebut tidak diperbolehkan bagi orang yang berkurban atau orang yang
diamanahi pengurusan hewan kurban. Inilah madzhab jumhur ulama. Dalilnya adalah
:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ،
حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ مُسْلِمٍ،
وَعَبْدُ الْكَرِيمِ الْجَزَرِيُّ، أَنَّ مُجَاهِدًا أَخْبَرَهُمَا، أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ
بْنَ أَبِي لَيْلَى أَخْبَرَهُ، أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَخْبَرَهُ،
" أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى
بُدْنِهِ، وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا،
وَلَا يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا "
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Ibnu Juraij, ia berkata : Telah
mengkhabarkan kepadaku Al-Hasan bin Muslim dan ‘Abdul-Kariim Al-Jazariy : Bahwasannya
Mujaahid telah mengkhabarkan kepada mereka berdua : Bahwasannya ‘Abdurrahmaan
bin Abi Lailaa telah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya ‘Aliy radliyallaahu
‘anhu telah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam memerintahkannya agar dia mengurusi budn beliau (yaitu : onta-onta
hadyu), dan memerintahkannya agar membagi
semua bagian dari hewan kurban tersebut, baik dagingnya, kulitnya, maupun jilaal-nya. Dan agar
ia (‘Aliy) tidak memberikan upah
sesuatupun (dari kurban
itu) kepada tukang jagalnya [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 1717].
Hadits ini mengandung perintah
yang jelas untuk membagikan semua bagian dari hewan kurban tanpa boleh untuk
menjualnya.
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ،
عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي عُبَيْدٍ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلَا يُصْبِحَنَّ بَعْدَ
ثَالِثَةٍ، وَبَقِيَ فِي بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْءٌ "، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ،
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي، قَالَ:
" كُلُوا، وَأَطْعِمُوا، وَادَّخِرُوا، فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ
جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا "
Telah menceritakan kepada kami
Abu ‘Aashim, dari Yaziid bin Abi ‘Ubaid, dari salamah bin Al-Akwa’, ia berkata
: Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa di antara kalian yang berkurban, maka
janganlah ada sisa daging kurban di rumahnya pada hari ketiga”. Pada tahun selanjutnya para shahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apakah kami akan lakukan
seperti tahun lalu ?”. Beliau menjawab : “Sekarang, makanlah,
sedekahkanlah, dan simpanlah. Tahun lalu aku melarangnya karena pada saat
itu orang-orang dalam keadaan sulit dan aku ingin membantu mereka dengan daging
kurban tersebut” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5569].
Ketika beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam menghapus larangan menyisakan daging kurban lebih dari
tiga hari, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan rincian
alokasi pemanfaatan hewan kurban tersebut, yaitu :
1.
Memakannya.
2.
Mensedekahkannya.
3.
Menyimpannya.
Tidak ada sama sekali pembolehan beliau shallallaahu
‘alaihi wasallam untuk menjualnya. Jikalau boleh, niscaya beliau akan
menyebutkannya.
Wallaahu
a’lam.
Semoga jawaban ini
bermanfaat.
[abul-jauzaa’ – perum ciomas
permai, 18102012].
[1] Adapun
Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah menghasankannya dalam Shahih Al-Jami’ish-Shaghiir
no. 6118.
Comments
Jazakallahu khairan atas ilmunya ustadz..
Kalau ustadz ada waktu mohon dipertimbangkan membahas hukum memotong kuku rambut kulit bagi shohibul kurban dari para ulama, dalil2nya dan pentarjihannya.. Serta bagaimana menyikapi perbedaan pendapat diarea ini..
Abul Hasan
Bismillah,
Lalu kemana kah kulit-kulit kambing/sapi itu disalurkan? Saya melihat bahwa penerima daging kurban tidak semuanya bisa memanfaatkan kulit-kulit itu.
Apakah menjual kulit untuk kemudian uangnya dibagikan kembali ke penerima kurban itu bukan solusi syar'i?
Nampaknya antum belum berpengalaman mengurus hewan kurban ya ?.... Biasanya, kalau musim penyembelihan, bandar-bandar kulit itu dah pada ngumpul. Kulit-kulit hewan itu dikasihkan kepada orang miskin. Saya (hampir) jamin, banyak yang mau. Setelah dikasihkan/dibagi, maka terserah mereka, apakah mau dijual kepada bandar kulit tadi ataukah mau dipakai untuk kepentingan pribadi.
Lebih-lebih kulit sapi. Ia diiris-iris dan dibagikan ke dalam kantong kresek bersama daging, jerohan, dan tulang pun bisa langsung diolah (dimasak).
Menjual kulit atau bagian lain dari hewan kurban itu tidak diperbolehkan bagi si pengkurban atau yang diamanahi mengurus hewan kurban (panitia kurban).
Wallaahu a'lam.
Klo kulit diberikan ke penjagalnya gmana syaikh?., dengan tidak ada niat / maksud bahwa itu bagian dari upah. Upah sudah ada sendiri?
Klo misal jawabannya ; lebih baik jangan dikasih ke penjagalnya,. maka adakah dalilnya?
Tidak bolehkah menyandarkan semua itu pada niat?
Syukron jika ada pencerahannya,.
Boleh saja diberikan kepada penjagalnya, jika memang itu bukan sebagai upah. Tapi sebaiknya ia diberikan bukan segera pasca kerjaan penjagalannya selesai, namun diberikan bersamaan dengan pembagian yang lainnya agar tidak terkesan sebagai upah kerja.
wallaahu a'lam.
assalamu'alaikum ust, di tempat ana sejak awal kulit sudah direncanakan untuk diberikan kepada sekelompok orang yang berhak menerima, kemudian dibentuk juga panitia penjualan kulit dengan persetujuan calon penerima tadi, jadi pas hari "H" kulit dijual oleh panitia dan penerima langsung menerima uang hasil penjualan. Boleh tidak ust..? jazakumulloh khoiron katsiron
Pantia tidak boleh menjual bagian apapun dari binatang kurban, termasuk kulit.
wallaahu a'lam.
Bismillah,
Bolehkan jika panita menjualnya kemudian uang hasil menjual di bagikan kepada orang miskin?
Terimakasih atas jawabannya.
Tidak boleh.
Hadits terakhir si penerima, bolehnya dimakan,disedekahkan , disimpan, ga ada dijual baik oleh penerima , y korban maupun panitia, bukan begitu ?
ustadz mau tanya, masalah pembagian hewan kurban dan kulit. Kalo di tempat saya nggak ada tadz yang menunggu kulit buat dibeli (di desa soalnya) jadi panitia + penerima ditawari kulit kalo ada yang mau dibagi ke org tsb, kalo tidak ada yang mau baru diberikan kepada penjagal nya setelah pembagian daging. itu hukumnya boleh atau tidak ?
terus pembagian daging nya, setelah semua sudah terbagi rata, ternyata masih ada sisa, sisa tersebut dibagikan lagi kepada pengkurban + panitia nya (karena sisa tidak banyak) itu hukumnya bagaimana tadz ?
Assalamualikum...afwan ust sy baru belajar agama dn di tunjuk menjadi panitia qurban..di tempat kami jayapura papua, apa bila menyembelih hewab qurban di setiap masjid rata2 belasan bahkan puluhan ekor sapi sehingga dgng kadang melimpah sehingga kulit dn jeroaan tdk terolah dng baik..dn di sini panitia biasanya memanggil pengepul kulit dn menjual kepadanya dn uangnya di gunakan oprasional dn sebagian di sodakohkan..mohon petunjuk dn pencerahan dari ust mengenai hal ini..terimakasih
Posting Komentar