Al-Bazzaar rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ، ثنا مُعَاذُ بْنُ فَضَالَةَ، حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، عَنْ بَكْرِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ، قَالَ بَكْرٌ: أَحْسِبُهُ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا دَخَلْتَ مَنْزِلَكَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ تَمْنَعَانِكَ مَدْخَلَ السُّوءِ، فَإِذَا خَرَجْتَ مِنْ مَنْزِلِكَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ تَمْنَعَانِكَ مَخْرَجَ السُّوءِ "
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Manshuur : Telah menceritakan kepada kami Mu’aadz bin Fadlaalah : Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Ayyuub, dari Bakr bin ‘Amru, dari Shafwaan bin Sulaim – Bakr berkata : Aku mengira, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Apabila engkau masuk ke rumahmu, shalatlah dua raka’at dimana ia akan mencegahmu dari tempat masuk (rumah) yang buruk. Apabila engkau hendak keluar dari rumahmu, shalatlah dua raka’at dimana ia akan mencegahmu dari tempat keluar yang buruk” [Kasyful-Astaar, 1/357 no. 746].
Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 2814, ‘Abdul-Ghaniy Al-Maqdisiy dalam Akhbaarush-Shalaah no. 16 dan 25 yang semuanya dari jalan Mu’aadz bin Fadlaalah, selanjutnya seperti hadits di atas.
Keterangan perawi :
a. Mu’aadz bin Fadlaalah Az-Zahraaniy/Ath-Thafaawiy, Abu Zaid Al-Bashriy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 210 H. Dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahiih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 952 no. 6785].
b. Yahyaa bin Ayyuub Al-Ghaafiqiy, Abul-‘Abbaas Al-Mishriy; seorang yang shaduuq, namun kadang keliru. Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 168 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1049 no. 7561].
c. Bakr bin ‘Amru Al-Ma’aafiriy Al-Mishriy; seorang yang shaduuq lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-6, dan wafat setelah tahun 140 H pada masa pemerintahan Abu Ja’far. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah dalam At-Tafsiir [Taqriibut-Tahdziib, hal. 176 no. 753].
d. Shafwaan bin Sulaim Al-Madaniy, Abu ‘Abdillah/Abul-Haarits Al-Qurasyiy Az-Zuhriy; seorang yang tsiqah, mutqin, lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-4, lahir tahun 60 H, dan wafat tahun 132 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 453 no. 2949].
e. Abu Salamah bin ‘Abdirrahmaan bin ‘Auf Al-Qurasyiy Az-Zuhriy Al-Madaniy; seorang yang tsiqah lagi banyak haditsnya. Termasuk thabaqah ke-3, da wafat tahun 94 H dalam usia 72 tahun). Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1155 no. 8203].
f. Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mulia.
Shafwaan bin Sulaim mempunyai mutaba’ah dari Yahyaa bin Abi Katsiir sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Kabiir 1/336 no. 1057, Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 1/406-407 no. 80 dan darinya Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 2815, Al-‘Uqailiy 1/84-85, Ath-Thursuusiy dalam Musnad-nya no. 23 dan Al-Kharaaithiy dalam Makaarimul-Akhlaaq no. 879; semua dari jalan Sa’d bin ‘Abdil-Hamiid : Telah memberitakan Ibraahiim bin Yaziid Al-Qudaid, dari Al-Auzaa’iy, dari Yahyaa, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ بَيْتَهُ، فَلا يَجْلِسْ حَتَّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ، فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ جَاعِلٌ لَهُ مِنْ رَكْعَتَيْهِ فِي بَيْتِهِ خَيْرًا "
“Apabila salah seorang di antara kalian masuk rumahnya, janganlah ia duduk hingga shalat dua raka’at. Karena Allah ‘azza wa jalla akan menjadikan shalat dua raka’at yang ia lakukan di rumahnya tersebut kebaikan baginya”.
Sanad ini lemah, terutama dikarenakan Ibraahiim bin Yaziid Al-Qudaid – dan secara khusus haditsnya tersebut yang ia riwayatkan dari Al-Auzaa’iy. Mengomentari hadits Ibnul-Qudaid dari Al-Auzaa’iy di atas, Al-Bukhaariy berkata : “Tidak ada asalnya dari hadits Al-Auzaa’iy”. Hal yang sama dikatakan oleh Al-‘Uqailiy. Ibnu ‘Adiy berkata : “Hadits ini munkar dengan sanad ini” [selengkapnya dilakan lihat Lisaanul-Miizaan, 1/385-386 no. 346].
Walhasil hadits ini hasan dengan jalan sanad yang pertama. Al-Haitsamiy rahimahullah mengomentari hadits di atas : “Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dan para perawinya adalah tsiqaat” [Majma’uz-Zawaaid, 2/283]. Al-Albaaniy rahimahullah menshahihkan hadits ini Ash-Shahiihah 3/315 no. 1323.
Di antara salaf yang mengamalkan sunnah ini adalah ‘Abdullah bin Rawaahah radliyallaahu ‘anhu[1] dan Tsaabit Al-Bunaaniy rahimahullah.
أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، قَالَ: تَزَوَّجَ رَجُلٌ امْرَأَةَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَوَاحَةَ، فَقَالَ لَهَا: تَدْرِينَ لِمَ تَزَوَّجْتُكِ؟ لِتُخْبِرِينِي عَنْ صَنِيعِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَوَاحَةَ، فِي بَيْتِهِ، فَذَكَرَتْ لَهُ شَيْئًا لا أَحْفَظُهُ، غَيْرَ أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ " إِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ مِنْ بَيْتِهِ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، فَإِذَا دَخَلَ دَارَهُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، وَإِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لا يَدَعُ ذَلِكَ أَبَدًا، وَكَانَ ثَابِتٌ لا يَدَعُ ذَلِكَ فِيمَا ذَكَرَ لَنَا بَعْضُ مَنْ يُخَالِطُ أَهْلَهُ، وَفِيمَا رَأَيْنَا مِنْهُ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Tsaabit Al-Bunaaniy, dari ‘Abdurrahmaan bin Abi Lailaa, ia berkata : Ada seorang laki-laki menikahi eks istri ‘Abdullah bin Rawaahah. Ia berkata kepadanya (si istri) : “Apakah engkau mengetahui mengapa aku menikahimu ?. Yaitu, agar engkau memberi tahu kepadaku tentang perbuatan ‘Abdullah bin Rawaahah di rumahnya. Lalu si istri menyebutkan sesuatu yang tidak aku hapal, kecuali satu hal dimana ia berkata : “Ia (‘Abdullah bin Rawaahah) dulu apabila ingin keluar dari rumahnya shalat dua raka’at. Apabila masuk ke negerinya (sehabis pulang dari safar), ia shalat dua raka’at. Dan apabila masuk ke rumahnya, ia pun shalat dua raka’at. Ia tidak meninggalkan hal itu selamanya”. Adalah Tsaabit (Al-Bunaniy) juga tidak meninggalkan amalan tersebut dari apa yang disebutkan oleh sebagian orang yang bergaul dengan keluarganya dan apa yang kami lihat sendiri darinya [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Al-Mubaarak dalam Az-Zuhd no. 1283].
Keterangan perawi :
a. Ma’mar bin Raasyid Al-Azdiy, Abu ‘Urwah Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi faadlil. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 154 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 961 no. 6857].
b. Tsaabit bin Aslam Al-Bunaaniy, Abu Muhammad Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-4, wafat tahun 123 H/127 H. Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 185 no. 818].
c. ‘Abdurrahmaan bin Abi Lailaa Al-Anshaariy Al-Ausiy, Abu ‘Iisaa Al-Madaniy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-2, dan wafat tahun 83 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 597 no. 4019].
Riwayat Ma’mar dari Tsaabit (Al-Bunaaniy) adalah lemah (dla’iif). ‘Ali bin Al-Madiniy berkata : “Dalam hadits Ma’mar dari Tsaabit adalah hadits-hadits gharib dan munkarah”. Al-‘Uqailiy berkata : “Mereka (para ulama) mengingkari hadits-hadits Ma’mar yang berasal dari Tsaabit”. Ibnu Abi Khaitsamah menyebutkan dari Yahyaa bin Ma’iin, bahwa ia berkata : “Hadits Ma’mar dari Tsaabit adalah goncang (mudltharib) dan banyak kelirunya” [Syarh ‘Ilal At-Tirmidziy oleh Ibnu Rajab, 2/691].
Akan tetapi Ma’mar mempunyai mutaba’ah dari Hammaad bin Zaid sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Ibnu Abid-Dun-yaa dalam At-Tahajjud no. 247 : Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Khidaasy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Tsaabit, dari ‘Abdurrahmaan bin Abi Lailaa : Bahwas annya ada seorang laki-laki menikahi eks istri ‘Abdullah bin Rawaahah…….dst.
Keterangan perawi :
a. Khaalid bin Khidaasy bin ‘Ajlaan Al-Azdiy Al-Muhallabiy, Abul-Haitsam Al-Bashriy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar berstatus : ‘shaduuq, namun sering keliru (yukhthi’)’. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 224 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud dalam Musnad Maalik, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 285 no. 1633].
Perincian perkataan ulama adalah sebagai berikut :
Yahyaa bin Ma’iin, Abu Haatim, dan Shaalih bin Muhammad Al-Baghdaadiy berkata : “Shaduuq”. Di lain riwayat Ibnu Ma’iin berkata : “Aku telah menulis haditsnya. Ia bersendirian dalam hadits-hadits yang ia riwayatkan dari Hammaad bin Zaid”. Muhammad bin Sa’d berkata : “Tsiqah”. Ya’quub bin Syaibah berkata : “Tsiqah lagi shaduuq”. ‘Aliy bin Al-Madiiniy berkata : “Dla’iif”. As-Saajiy berkata : “Padanya ada kelemahan”. Sulaimaan bin Harb berkata : “Shaduuq, tidak mengapa dengannya”. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ibnu Qaani’ berkata : “Tsiqah”. Sebagian ulama mengingkari haditsnya, namun Al-Khathiib Al-Baghdaadiy memberikan pembelaan kepadanya [lihat selengkapnya : Tahdziibut-Tahdziib, 3/85 no. 162].
Walhasil, beberapa kritikan yang diarahkan kepadanya tidaklah membuat haditsnya turun dari derajat hasan. Wallaahu a’lam.
b. Hammaad bin Zaid bin Dirham Al-Azdiy Al-Jahdlamiy Abu Ismaa’iil Al-Bashriy Al-Azraq; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 98 H, dan wafat tahun 179 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 268 no. 1506].
Oleh karena itu, kualitas atsar shahih lighairihi.
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga dapat menambah perbendaharaan ilmu dan amal kita.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – sardonoharjo, ngaglik, sleman, yogyakarta – 25042012].
[1] Beliau radliyallaahu ‘anhu syahid dalam perang Mu’tah, yang informasi singkatnya bisa And abaca di artikel : Kepahlawanan dalam Perang Mu’tah.
Comments
berat ustadz.....
Wah ana baru tahu ustadz...
Malah d kalender hijriah yg diterbitkan oleh ma'had al-furqon gresik..ketika membahas bid'ah,disebutkan : "seandainya ada seseorang yang shalat sunnah dua raka'at karena masuk sebuah rumah,maka shalatnya tertolak karena Allah tidak pernah menjadikan masuk rumah sebagai SEBAB untuk sholat sunnah dua raka'at"
Kepada saudaraku Abu Al-Jauzaa,
Saya ada beberapa pertanyaan:
a. Apakah ada dalil atau dalil-dalil yang menjadikan perintah diatas berubah dari wajib menjadi mustahab?
b. Jika tidak ada dalil yang merubah perintah diatas dari wajib menjadi mustahab, adakah pendapat dari generasi salaf yang mengatakan bahwa amal ini adalah wajib?
c. Apakah hadits diatas (mengenai ketika masuk dan ketika hendak keluar rumah) dikhususkan dengan jika kembali dari safar dan jika ingin melakukan safar ataukah hadits diatas itu umum (baik bepergian safar atau bepergian biasa)?
Jazaakumullaahu khairan
-------------
Abu 'Abdil-Barr
Assalamu alaikum.
@akhi ridwan: hal yang sama juga di muat dalam al arbain syarah syaikh utsaimin.Materi ustad Abul jauza kali ini pun termasuk hal yang menjadi khilaf dikalangan para ulama.Wallahu alam.
Dufal.
Akh Abu 'Abdil-Barr.........
Yang memalingkannya di antaranya :
حدثنا إسماعيل قال: حدثني مالك بن أنس، عن عمه أبي سهيل بن مالك، عن أبيه، أنه سمع طلحة بن عبيد الله يقول: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم من أهل نجد، ثائر الرأس، يسمع دوي صوته ولا يفقه ما يقول، حتى دنا، فإذا هو يسأل عن الإسلام، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (خمس صلوات في اليوم والليلة) فقال: هل علي غيرها؟ قال: (لا إلا أن تطوع). قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (وصيام رمضان). قال هل علي غيره؟ قال: (لا إلا أن تطوع). قال: وذكر له رسول الله صلى الله عليه وسلم الزكاة، قال: هل علي غيرها؟ قال: (لا إلا أن تطوع). قال: فأدبر الرجل وهو يقول: والله لا أزيد على هذا ولا أنقص، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (أفلح إن صدق).
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Maalik bin Anas, dari pamannya yang bernama Abu Suhail bin Maalik, dari ayahnya, bahwasannya ia mendengar Thalhah bin ‘Ubaidillah berkata : Datang seorang laki-laki penduduk Najd kepada Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wasallam, kepalanya telah beruban, gaung suaranya terdengar tetapi tidak bisa dipahami apa yang dikatakannya kecuali setelah dekat. Ternyata ia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Shalat lima waktu dalam sehari semalam”. Ia bertanya lagi : “Adakah aku punya kewajiban shalat lainnya ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian menyebutkan puasa di bulan Ramadlan. Ia bertanya lagi : “Adakah aku mempunyai kewajiban puasa selainnya ?”. Beliau menjawab : “Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”. Perawi (Thalhah) mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian menyebutkan tentang zakat kepadanya. Maka ia pun kembali bertanya : “Adakah aku punya kewajiban lainnya ?”. Beliau menjawab : “Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”. Perawi mengatakan : Selanjutnya orang ini pergi seraya berkata : “Demi Allah, saya tidak akan menambahkan dan tidak akan mengurangi ini”. Mendengar hal itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pun berkata : “Niscaya ia akan beruntung jika ia benar-benar melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 46, tarqim : Muhammad Fuaad ‘Abdil-Baqiy; Al-Mathba’ah As-Salafiyyah, Cet. 1/1400 H].
# saya sebut satu saja ya.....
"Keterangan perawi :
a. Mu’aadz bin Fadlaalah Az-Zahraaniy/Ath-Thafaawiy, Abu Zaid Al-Bashriy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 2010 H ",
Mungkin maksudnya 210H kah ?, Syukron
Antum benar,.... ketambahan angka 0.
Syukran, jazaakallaahu khairan, Segera saya perbaiki.
Ustadz, apakah bisa kita katakan tentang hadits shalat sesudah Ashar di rumah (dalam riwayat Aisyah) sebenarnya sebagai shalat karena sebab, yaitu karena masuk rumah?
عن عائشة قالت مَا كَانَ النّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِيْنِيْ فِيْ يَوْم بَعْدَ اْلعَصْرِ إِلا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
Posting Komentar