Hadits yang dimaksud adalah :
حَدَّثَنِي سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنِي حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ مرفوعا : .........حَتَّى إِذَا خَلَصَ الْمُؤْمِنُونَ مِنْ النَّارِ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ بِأَشَدَّ مُنَاشَدَةً لِلَّهِ فِي اسْتِقْصَاءِ الْحَقِّ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ لِلَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِإِخْوَانِهِمْ الَّذِينَ فِي النَّارِ يَقُولُونَ رَبَّنَا كَانُوا يَصُومُونَ مَعَنَا وَيُصَلُّونَ وَيَحُجُّونَ فَيُقَالُ لَهُمْ أَخْرِجُوا مَنْ عَرَفْتُمْ فَتُحَرَّمُ صُوَرُهُمْ عَلَى النَّارِ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا قَدْ أَخَذَتْ النَّارُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ وَإِلَى رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ يَقُولُونَ رَبَّنَا مَا بَقِيَ فِيهَا أَحَدٌ مِمَّنْ أَمَرْتَنَا بِهِ فَيَقُولُ ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ دِينَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا أَحَدًا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا ثُمَّ يَقُولُ ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ نِصْفِ دِينَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا أَحَدًا ثُمَّ يَقُولُ ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا خَيْرًا وَكَانَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ يَقُولُ إِنْ لَمْ تُصَدِّقُونِي بِهَذَا الْحَدِيثِ فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ { إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا } فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَفَعَتْ الْمَلَائِكَةُ وَشَفَعَ النَّبِيُّونَ وَشَفَعَ الْمُؤْمِنُونَ وَلَمْ يَبْقَ إِلَّا أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ فَيَقْبِضُ قَبْضَةً مِنْ النَّارِ فَيُخْرِجُ مِنْهَا قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ قَدْ عَادُوا حُمَمًا فَيُلْقِيهِمْ فِي نَهَرٍ فِي أَفْوَاهِ الْجَنَّةِ يُقَالُ لَهُ نَهَرُ الْحَيَاةِ فَيَخْرُجُونَ كَمَا تَخْرُجُ الْحِبَّةُ فِي حَمِيلِ السَّيْلِ أَلَا تَرَوْنَهَا تَكُونُ إِلَى الْحَجَرِ أَوْ إِلَى الشَّجَرِ مَا يَكُونُ إِلَى الشَّمْسِ أُصَيْفِرُ وَأُخَيْضِرُ وَمَا يَكُونُ مِنْهَا إِلَى الظِّلِّ يَكُونُ أَبْيَضَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّكَ كُنْتَ تَرْعَى بِالْبَادِيَةِ قَالَ فَيَخْرُجُونَ كَاللُّؤْلُؤِ فِي رِقَابِهِمْ الْخَوَاتِمُ يَعْرِفُهُمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ هَؤُلَاءِ عُتَقَاءُ اللَّهِ الَّذِينَ أَدْخَلَهُمْ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ عَمَلٍ عَمِلُوهُ وَلَا خَيْرٍ قَدَّمُوهُ ثُمَّ يَقُولُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ فَمَا رَأَيْتُمُوهُ فَهُوَ لَكُمْ فَيَقُولُونَ رَبَّنَا أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ الْعَالَمِينَ فَيَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي أَفْضَلُ مِنْ هَذَا فَيَقُولُونَ يَا رَبَّنَا أَيُّ شَيْءٍ أَفْضَلُ مِنْ هَذَا فَيَقُولُ رِضَايَ فَلَا أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا
Telah menceritakan kepadaku Suwaid bin Sa'iid, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Hafsh bin Maisarah, dari Zaid bin Aslam, dari 'Athaa' bin Yasaar, dari Abu Sa'iid Al-Khudriy secara marfu’ : “…… Sehingga ketika orang-orang mukmin terbebas dari neraka, maka demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian yang begitu gigih memohon kepada Allah di dalam menuntut al-haq pada hari kiamat untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka. Mereka berseru : ‘Wahai Rabb kami, mereka selalu berpuasa bersama kami, shalat bersama kami, dan berhaji bersama kami.” Maka dikatakan kepada mereka : “Keluarkanlah orang-orang yang kalian ketahui.” Maka bentuk-bentuk mereka hitam kelam karena terpanggang api neraka, kemudian mereka mengeluarkan begitu banyak orang yang telah dimakan neraka sampai pada pertengahan betisnya dan sampai kedua lututnya. Kemudian mereka berkata : ‘Wahai Rabb kami, tidak tersisa lagi seseorang pun yang telah engkau perintahkan kepada kami’. Kemudian Allah berfirman : ‘Kembalilah kalian, maka barangsiapa yang kalian temukan di dalam hatinya kebaikan seberat dinar, maka keluarkanlah dia’. Mereka pun mengeluarkan jumlah yang begitu banyak, kemudian mereka berkata : ‘Wahai Rabb kami, kami tidak meninggalkan di dalamnya seorangpun yang telah Engkau perintahkan kepada kami’. Kemudian Allah berfirman : ‘Kembalilah kalian, maka barangsiapa yang kalian temukan didalam hatinya kebaikan seberat setengah dinar, maka keluarkanlah dia’. Maka mereka pun mengeluarkan jumlah yang banyak. Kemudian mereka berkata lagi : ‘Wahai Rabb kami, kami tidak menyisakan di dalamnya seorang pun yang telah Engkau perintahkan kepada kami’. Kemudian Allah berfirman : ‘Kembalilah kalian, maka siapa saja yang kalian temukan di dalam hatinya kebaikan seberat dzarrah, keluarkanlah’. Maka merekapun kembali mengeluarkan jumlah yang begitu banyak. Kemudian mereka berkata : ‘Wahai Rabb kami, kami tidak menyisakan di dalamnya kebaikan sama sekali”. Abu Sa'iid Al-Khudriy berkata : "Jika kalian tidak mempercayai hadits ini silahkan kalian baca ayat :‘Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar’ (QS. An-Nisaa’ : 40). Allah lalu berfirman : ‘Para Malaikat, Nabi, dan orang-orang yang beriman telah memberi syafa’at. Sekarang yang belum memberikan syafa’at adalah Dzat Yang Maha Pengasih’. Kemudian Allah menggenggam satu genggaman dari dalam neraka. Dari dalam tersebut Allah mengeluarkan suatu kaum yang sama sekali tidak pernah melakukan kebaikan, dan mereka pun sudah berbentuk seperti arang hitam. Allah kemudian melemparkan mereka ke dalam sungai di depan surga yang disebut dengan sungai kehidupan. Mereka kemudian keluar dari dalam sungai layaknya biji yang tumbuh di aliran sungai, tidakkah kalian lihat ia tumbuh (merambat) di bebatuan atau pepohonan mengejar (sinar) matahari. Kemudian mereka (yang tumbuh layaknya biji) ada yang berwarna kekuningan dan kehijauan, sementara yang berada di bawah bayangan akan berwarna putih". Para sahabat kemudian bertanya : "Seakan-akan engkau sedang menggembala di daerah orang-orang badui ?”. Beliau melanjutkan :"Mereka kemudian keluar seperti mutiara, sementara di lutut-lutut mereka terdapat cincin yang bisa diketahui oleh penduduk surga. Dan mereka adalah orang-orang yang Allah merdekakan dan Allah masukkan ke dalam surga tanpa amalan yang pernah mereka amalkan dan kebaikan yang mereka lakukan. Allah kemudian berfirman : ‘Masuklah kalian ke dalam surga. Apa yang kalian lihat maka itu akan kalian miliki’. Mereka pun menjawab : ‘Wahai Rabb kami, sungguh Engkau telah memberikan kepada kami sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada seorang pun dari penduduk bumi’. Allah kemudian berfirman : ‘(Bahkan) apa yang telah Kami siapkan untuk kalian lebih baik dari ini semua’. Mereka kembali berkata : ‘Wahai Rabb, apa yang lebih baik dari ini semua!’. Allah menjawab : "Ridla-Ku, selamanya Aku tidak akan pernah murka kepada kalian” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 302].
Dalam hadits ini ada beberapa fiqh, di antaranya sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah :
في هذا الحديث فوائد جمة عظيمة ، منها : شفاعة المؤمنين الصالحين في إخوانهم المصلين الذين أدخلوا النار بذنوبهم ، ثم بغيرهم ممن هو دونهم ، على اختلاف قوة إيمانهم.
ثم يتفضل الله تبارك و تعالى على من بقي في النار من المؤمنين ، فيخرجهم من النار بغير عمل عملوه ، و لا خير قدموه.
و لقد توهم ( بعضهم ) أن المراد بالخير المنفي تجويز إخراج غير الموحدين من النار !
قال الحافظ في (( الفتح )) ( 13 / 429 ) : (( و رد ذلك بأن المراد بالخير المنفي ما زاد على أصل الإقرار بالشهادتين ، كما تدل عليه بقية الأحاديث )) .
Dalam hadits ini terdapat beberapa faedah yang melimpah lagi agung. Di antaranya : syafa’at orang-orang beriman lagi shaalih terhadap saudara-saudaranya yang melakukan shalat yang dimasukkan ke dalam neraka dengan sebab dosa-dosa mereka, kemudian terhadap orang-orang selain mereka yang kedudukannya lebih rendah berdasarkan perbedaan kekuatan keimanan mereka.
Kemudian Allah tabaaraka wa ta’ala mempersilakan orang-orang yang masih tersisa di neraka dari kalangan orang-orang beriman, lalu mengeluarkan mereka dari neraka tanpa adanya amal yang pernah mereka lakukan sebelumnya (di dunia). Sebagian orang telah keliru bahwasannya yang dimaksudkan dengan kebaikan yang dinafikkan dari orang tersebut mengkonsekuensikan keluarnya orang-orang yang tidak bertauhid dari nereka !!
Al-Haafidh dalam Al-Fath (13/429) berkata : ‘Dan pendapat itu ditolak karena kebaikan yang dinafikkan dalam hadits tersebut adalah (kebaikan) tambahan setelah pokok persaksian syahadatain, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang lain” [Hukmu Taarikish-Shalaah, hal. 32; Daarul-Jalaalain, Cet. 1/1412 H].
Kemudian beliau melanjutkan :
قلت : منها قوله صلى الله عليه و سلم في حديث أنس الطويل في الشفاعة أيضا :
(( فيقال : يا محمد ! ارفع رأسك ، و قل تسمع ، و سل تعطه ، و اشفع تشفع. فأقول : يا رب ائذن لي فيمن قال : لا إله إلا الله . فيقول : و عزتي و جلالي و كبريائي و عظمتي لأخرجن منها من قال : لا إله إلا الله )) .
متفق عليه ، و هو مخرج في (( ظلال الجنة )) ( 2 / 296 ) .
و في طريق أخرى عن أنس :
(( ... و فرغ الله من حساب الناس ، و أدخل من بقي من أمتي النار ، فيقول أهل النار : ما أغنى عنكم أنكم كنتم تعبدون الله عز و جل لا تشركون به شيئا ؟ فيقول الجبار عز و جل : فبعزتي لأعتقنهم من النار . فيرسل إليهم ، فيخرجون و قد امتحشوا ، فيدخلون في نهر الحياة ، فينبتون ... )) الحديث .
أخرجه أحمد و غيره بسند صحيح ، و هو مخرج في (( الظلال )) تحت الحديث ( 844 ) ، و له فيه شواهد ( 843 – 843 ) ، و في (( الفتح )) ( 11 / 455 ) شواهد أخرى .
“Aku (Al-Albaaniy) berkata : Di antaranya adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Anas yang panjang tentang syafa’at juga : ‘Dan dikatakan : Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu. Berkatalah niscaya akan didengar, mintalah niscaya akan dipenuhi/dikabulkan, dan berilah syafa’at niscaya akan diijinkan memberi syafa’at’. Lantas aku (Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam) berkata : ‘Wahai Rabb, ijinkanlah aku (untuk mengeluarkan dari neraka) orang yang mengucapkan Laa ilaha illallaah’. Maka Allah berfirman : ‘Demi kemuliaan-Ku, keagungan-Ku, kesombongan-Ku, dan kebesaran-Ku; sungguh akan Aku keluarkan darinya (neraka) orang yang mengucapkan Laa ilaha illallaah’. Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dan Muslim, serta terdapat dalam kitab Dhilaalul-Jannah 2/296.
Dan juga dalam jalan lain dari hadits Anas : ‘…. Dan Allah telah selesai dalam menghisab manusia. Dan Allah memasukkan orang dari kalangan umatku yang masih tersisa ke dalam neraka. Penduduk nereka pun berkata : ‘Apa gunanya kalian dulu menyembah Allah ‘azza wa jalla tanpa menyekutukan-Nya sedikitpun ?’. Maka Al-Jabbaar (Allah) ‘azza wa jallaa berfirman : ‘Demi kemuliaan-Ku, sungguh akan Aku bebaskan mereka dari neraka. Diutuslah malaikat kepada mereka, lalu mengeluarkan mereka (dari nereka) dalam keadaan hangus terbakar. Mereka lantas dimasukkan ke sungai kehidupan, dan kemudian tumbuh…..’ (Al-Hadiits).
Diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya dengan sanad shahih. Hadits itu terdapat dalam Adh-Dhilaal di atas hadits no. 844, dan ia mempunyai syawaahid pada no. 843. Dan dalam Al-Fath (11/455) terdapat syawaahid yang lain”.
و في الحديث رد على استنباط ابن أبي جمرة من قوله صلى الله عليه و سلم فيه : (( لم تغش الوجه )) ، و نحوه الحديث الآتي بعده : (( إلا دارات الوجوه )) : (( أن من كل من مسلما و لكنه كان لا يصلي لا يخرج [ من النار ] إذ لا علامة له )) !
و لذلك تعقبه الحافظ بقوله ( 11 / 457 ) :
(( لكنه يحمل على أنه يخرج في القبضة ، لعموم قوله : (( لم يعملوا خيرا قط )) ، و هو مذكور في حديث أبي سعيد الآتي في ( التوحيد ) )) .
يعني هذا الحديث .
و قد فات الحافظ – رحمه الله – أن في الحديث نفسه تعقبا على ابن أبي جمرة من وجه آخر ، و هو أن المؤمنين لما شفعهم الله في إخوانهم المصلين و الصائمين و غيرهم في المرة الأولى ، فأخرجوهم من النار بالعلامة ، فلما شفعوا في المرات الأخرى ، و أخرجوا بشرا كثيرا ، لم يكن فيهم مصلون بداهة ، و إنما فيهم من الخير كل حسب إيمانهم .
و هذا ظاهر جدا لا يخفى على أحد إن شاء الله .
“Dan dalam hadits ini (yaitu hadits Abu Sa’iid Al-Khudriy di awal artikel – Abul-Jauzaa’) terdapat bantahan terhadap istinbaath Ibnu Abi Jamrah dari sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘tidak sampai menyentuh (membakar) wajah‘ dan hadits semisalnya setelahnya : ‘kecuali lingkaran yang ada di wajah’, dengan perkataannya : ‘Bahwasannya jika orang itu muslim namun tidak mengerjakan shalat, maka tidak akan dikeluarkan dari neraka karena tidak mempunyai tanda’.
Oleh karena itu, Ibnu Hajar mengkritiknya dengan perkataannya (Al-Fath, 11/457) : ‘Akan tetapi kemungkinan ia tetap keluar (dari neraka) dalam satu genggaman (Allah) berdasarkan keumuman sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : mereka tidak pernah beramal kebaikan sedikitpun. Dan hal itu disebutkan dalam hadits Abu Sa’iid yang ada dalam kitab At-Tauhiid’. – yaitu hadits ini.[1]
Dan Al-Haafidh rahimahullah telah melewati bahwasannya dalam hadits itu sendiri terdapat kritikan terhadap perkataan Ibnu Abi Jamrah dari sisi yang lain. Yaitu, bahwasannya orang-orang mukmin ketika Allah memberikan ijin kepada mereka untuk memberikan syafa’at kepada saudara-saudara mereka yang mengerjakan shalat, puasa, dan yang lainnya dalam kesempatan yang pertama, maka mereka mengeluarkan orang-orang tadi berdasarkan keberadaan tanda (yang ada pada mereka). Lalu ketika memberikan syafa’at pada kesempatan selanjutnya, maka mereka mengeluarkan sekelompok manusia dalam jumlah yang sangat banyak yang sudah tidak ada lagi dari mereka (yang dikeluarkan dari neraka) orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan orang-orang yang dikeluarkan dari neraka tersebut hanyalah orang yang mempunyai kebaikan sesuai dengan kadar iman mereka. Ini sangatlah jelas sehingga tidak tersembunyi bagi siapapun, insya Allah” [Hukmu Taarikish-Shalaah, hal. 32-34].
Abul-Jauzaa’ berkata : Semoga Allah ta’ala memberikan rahmat kepada Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah. Apa yang beliau katakan adalah benar. Dhahir hadits Abu Sa’iid radliyallaahu ‘anhu menunjukkan beberapa tingkatan kaum muslimin yang dikeluarkan dari neraka, yaitu :
1. Orang-orang yang masih mengerjakan shalat, puasa, dan haji. Mereka dikeluarkan dengan syafa’at orang-orang mukmin.
2. Orang-orang yang dalam hatinya masih ada keimanan seberat dinar. Mereka dikeluarkan dengan syafa’at orang-orang mukmin.
3. Orang-orang yang dalam hatinya masih ada keimanan seberat setengah dinar. Mereka dikeluarkan dengan syafa’at orang-orang mukmin.
4. Orang-orang yang dalam hatinya masih ada keimanan seberat dzarrah. Mereka dikeluarkan dengan syafa’at orang-orang mukmin.
5. Orang-orang yang tidak pernah beramal kebaikan sedikitpun, kecuali tauhid. Mereka dikeluarkan dengan rahmat Allah ta’ala. Mereka adalah kaum yang sudah terbakar seluruh tubuhnya hingga menjadi arang.
Hadits Abu Sa’iid radliyallaahu ‘anhu dalam riwayat Al-Bukhaariy no. 7440 disebutkan dengan lafadh :
.......فَيَشْفَعُ النَّبِيُّونَ وَالْمَلَائِكَةُ وَالْمُؤْمِنُونَ، فَيَقُولُ الْجَبَّارُ: بَقِيَتْ شَفَاعَتِي، فَيَقْبِضُ قَبْضَةً مِنَ النَّارِ، فَيُخْرِجُ أَقْوَامًا قَدِ امْتُحِشُوا فَيُلْقَوْنَ فِي نَهَرٍ بِأَفْوَاهِ الْجَنَّةِ، يُقَالُ لَهُ: مَاءُ الْحَيَاةِ، فَيَنْبُتُونَ فِي حَافَتَيْهِ كَمَا تَنْبُتُ الْحِبَّةُ فِي حَمِيلِ السَّيْلِ قَدْ رَأَيْتُمُوهَا إِلَى جَانِبِ الصَّخْرَةِ وَإِلَى جَانِبِ الشَّجَرَةِ فَمَا كَانَ إِلَى الشَّمْسِ مِنْهَا كَانَ أَخْضَرَ وَمَا كَانَ مِنْهَا إِلَى الظِّلِّ كَانَ أَبْيَضَ، فَيَخْرُجُونَ كَأَنَّهُمُ اللُّؤْلُؤُ، فَيُجْعَلُ فِي رِقَابِهِمُ الْخَوَاتِيمُ، فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ: فَيَقُولُ أَهْلُ الْجَنَّةِ: هَؤُلَاءِ عُتَقَاءُ الرَّحْمَنِ أَدْخَلَهُمُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ عَمَلٍ عَمِلُوهُ وَلَا خَيْرٍ قَدَّمُوهُ، فَيُقَالُ لَهُمْ: لَكُمْ مَا رَأَيْتُمْ وَمِثْلَهُ مَعَهُ "
“Maka para Nabi, malaikat, dan orang-orang mukmin memberikan syafa’at. Setelah itu Al-Jabbaar (Allah) berfirman : “Sekarang tinggal syafa’at-Ku”. Maka Allah menggenggam dengan satu genggaman dari neraka, dan mengeluarkan satu kaum yang telah hangus menjadi arang. Kemudian mereka dilemparkan di sebuah sungai yang ada di depan surga yang disebut air kehidupan. Mereka pun tumbuh di tepi sungai sebagaimana tumbuhnya benih yang terbawa aliran air; yang kadang kalian lihat (di dunia) ada dekat bebatuan di samping pohon, dimana benih yang tumbuh di arah sinar matahari berwarna hijau, dan yang ada di bawah naungan berwarna putih/pucat. Mereka keluar dari sungai tersebut seperti mutiara, yang di leher mereka terdapat tanda/cap. Mereka pun masuk ke dalam surga. Penduduk surga (yang melihat mereka) berkata : ‘Mereka itu adalah orang-orang yang dibebaskan Ar-Rahmaan (Allah) dari neraka lalu dimasukkan ke dalam surga tanpa amalan yang pernah mereka lakukan, dan tanpa kebaikan yang mereka kerjakan’. Dan dikatakan kepada mereka : ‘Bagi kalian apa-apa yang kalian lihat dan yang semisalnya” [selesai].
Orang-orang yang dimasukkan ke dalam surga tanpa amal kebaikan yang mereka lakukan sebelumnya kecuali ketauhidan disebut Al-Jahannamiyyuun (eks penduduk Jahannam), sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنَ النَّارِ بَعْدَ مَا مَسَّهُمْ مِنْهَا سَفْعٌ، فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ، فَيُسَمِّيهِمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ: الْجَهَنَّمِيِّينَ "
Telah menceritakan kepada kami Hudbah bin Khaalid : Telah menceritakan kepada kami Hammaam, dari Qataadah : Telah menceritakan kepada kami Anas bin Maalik, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Akan keluar dari neraka satu kaum setelah hangus terbakar api, lalu dimasukkan ke dalam surga. Mereka ini dinamakan oleh penduduk surga : Al-Jahannamiyyiin (eks penduduk Jahannam)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6559].
أَنْبَأَ مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ أَبُو طَاهِرٍ، وَعَلِيٌّ، قَالا: ثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ مَيْمُونٍ الْحَرْبِيُّ، ثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ، ثَنَا شَيْبَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذكر الْجَهَنَّمِيِّينَ، فَقَالَ: " إِذَا أَبْصَرَهُمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ، قَالُوا: هَؤُلاءِ الْجَهَنَّمِيُّونَ "
Telah memberitakan Muhammad bin Al-Hasan Abu Thaahir dan ‘Aliy, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Al-Hasan bin Maimuun Al-Harbiy : Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin Muhammad Al-Marwaziy : Telah menceritakan kepada kami Syaibaan bin ‘Abdirrahmaan, dari Qataadah, dari Anas bin Maalik, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang Al-Jahannamiyyiin. Beliau bersabda : “Apabila penduduk surga melihat mereka, penduduk surga berkata : ‘Mereka adalah Al-Jahannamiyyuun[2]” [Diriwayatkan oleh Ibnu Mandah 2/868 no. 922; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " .......فَيَقُولُ: اذْهَبُوا أَوْ انْطَلِقُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلَةٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجُوهُ، ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنَا الْآنَ أُخْرِجُ بِعِلْمِي وَرَحْمَتِي، قَالَ: فَيُخْرِجُ أَضْعَافَ مَا أَخْرَجُوا وَأَضْعَافَهُ، فَيُكْتَبُ فِي رِقَابِهِمْ عُتَقَاءُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ، فَيُسَمَّوْنَ فِيهَا الْجَهَنَّمِيِّينَ "
Telah menceritakan kepada kami Abun-Nadlr : Telah menceritakan kepada kami Zuhair : Telah menceritakan kepada kami Abuz-Zubair, dari Jaabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “……..Allah berfirman : ‘Pergilah (ke neraka). Barangsiapa yang engkau dapati dalam hatinya iman seberat biji sawi, keluarkanlah’. Kemudian Allah berfirman : ‘Dan Aku sekarang akan mengeluarkan (orang-orang beriman yang masih ada di dalam neraka) dengan ilmu-Ku dan rahmat-Ku”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Lalu Allah mengeluarkan dalam jumlah berlipat dari yang telah dikeluarkan, dan melipatkannya lagi jumlahnya. Lalu ditulis di leher orang-orang tersebut : ‘orang-orang yang dibebaskan oleh Allah ‘azza wa jalla (dari neraka)’. Kemudian mereka masuk ke dalam surga, yang mereka itu dinamai : Al-Jahannamiyyiin” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/325; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ الْحَافِظُ، وَأَبُو الْفَضْلِ الْحَسَنُ بْنُ يَعْقُوبَ الْعَدْلُ قَالا: ثَنَا أَبُو أَحْمَدَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْعَبْدِيُّ، ثَنَا جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ، أَنْبَأَ هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ، ثَنَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: (عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ :) ............ فَيَخْرُجُونَ أَمْثَالَ اللُّؤْلُؤِ، يُجْعَلُ فِي رِقَابِهِمُ الْخَوَاتِيمُ، ثُمَّ يُرْسَلُونَ فِي الْجَنَّةِ، فَيَقُولُ أَهْلُ الْجَنَّةِ: هَؤُلاءِ الْجَهَنَّمِيُّونَ، هَؤُلاءِ الَّذِينَ أَخْرَجَهُمْ مِنَ النَّارِ بِغَيْرِ عَمَلٍ عَمِلُوهُ، وَلا خَيْرٍ قَدَّمُوهُ............
Telah menveritakan kepada kami Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ya’quub Al-Haafidh dan Abul-Fadhl Al-Hasan bin Ya’quub Al-‘Adl, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab Al-‘Abdiy : Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin ‘Aun : Telah memberitakan Hisyaam bin Sa’d : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam, dari ‘Athaa’ bin Yasaar, dari Abu Sa’iid radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : (Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ) : “…….. Lalu mereka keluar dari sungai kehidupan laksana mutiara, dan di leher-leher mereka diberi tanda/cap. Setelah itu mereka disuruh masuk ke dalam surga. Berkata penduduk surga (ketika melihat mereka) : ‘Mereka itu adalah Al-Jahannamiyyuun. Mereka itu orang-orang dikeluarkan dari neraka tanpa amalan yang mereka perbuat dan kebaikan yang mereka lakukan……” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim, 4/557; shahih[3]].
Dan inilah ejekan orang-orang kafir di neraka kepada Al-Jahannamiyyuun tersebut (sebelum dikeluarkan dari neraka) dan sekaligus penyesalan mereka :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ شُعَيْبٍ السِّمْسَارُ، قَالَ: نَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْمَكِّيُّ، قَالَ: نَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: نَا بَسَّامٌ الصَّيْرَفِيُّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ صُهَيْبٍ الْفَقِيرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ نَاسًا مِنْ أُمَّتِي يُعَذَّبُونَ بِذُنُوبِهِمْ، فَيَكُونُوا فِي النَّارِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونُوا، ثُمَّ يُعَيِّرُهُمْ أَهْلُ الشِّرْكِ، فَيَقُولُونَ: مَا نَرَى مَا كُنْتُمْ تُخَالِفُونَا فِيهِ مِنْ تَصْدِيقِكُمْ وَإِيمَانِكُمْ نَفَعَكُمْ، فَلا يَبْقَى مُوَحِّدٌ إِلا أَخْرَجَهُ اللَّهُ "، ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy bin Syu’aib As-Simsaar, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Abbaad Al-Makkiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Haatim bin Ismaa’iil : Telah mengkhabarkan kepada kami Bassaam Ash-Shairafiy, dari Yaziid bin Shuhaib Al-Faqiir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya ada sekelompok manusia dari umatku diadzab karena dosa-dosa mereka. Mereka berada di neraka sesuai dengan yang Allah kehendaki. Lalu orang-orang musyrik (di neraka) mengejek mereka : ‘Kami tidak melihat apa-apa yang kalian selisihi dari kami dari pembenaran (tashdiiq) dan keimanan kalian itu bermanfaat bagi kalian’.[4] Maka tidaklah tersisa orang-orang yang bertauhid, kecuali akan Allah keluarkan dari neraka”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ta’ala : ‘Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim’ (QS. Al-Hijr : 2)” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 5146; sanadnya hasan].
Rangkaian hadits-hadits di atas menjelaskan kepada kita secara jelas bahwa ada sekelompok orang dari umat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang akan dikeluarkan paling akhir dari neraka hanya dengan sebab ketauhidan dalam hati mereka, tanpa adanya amal kebaikan selainnya yang memberikan manfaat kepada mereka di akhirat.[5] Mereka adalah Al-Jahannaamiyyuun yang keluar dari neraka dalam keadaan hangus seperti arang, karena rahmat Allah ta’ala.
Berikut akan dibawakan bagaimana keterangan para ulama tentang hadits dan konklusi yang dituliskan di atas.
Ibnu Hazm rahimahullah :
وإنّما لم يكفُرْ مَن تركَ العمَلَ، وكفر من ترك القول، لأن الرسول صلى الله عليه وسلم حكم بالكفر على من أبى من القول، وإن كان عالما بصحة الإيمان بقلبه، وحكم بالخروج من الناّر لمن علم بقلبه وقال بلسانه؛ وإِنْ لمَ يعملْ خيرا قط
“Tidaklah dikafirkan atas orang yang meninggalkan amal. Kekufuran itu adalah orang yang meninggalkan perkataan (syahadat), karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menghukumi kekufuran atas orang yang enggan/menolak mengucapkan kalimat syahadat, meskipun ia mengetahui kebenaran iman dalam hatinya. Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menghukumi keluar dari nereka bagi orang yang mengetahui dalam hatinya dan mengatakan dengan lisannya, meskipun tidak beramal kebaikan sedikitpun” [Ad-Durrah, hal. 337-338].
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
قالَ : ثمّ هُوَ سُبحانَه بعدَ ذلِكَ يقبِضُ قَبضةً فَيُخرِجُ قوماًلمَ يعمَلُوا خَيراً قَط ، يُرِيدُ إلاّ التّوحيدَ المجرّدَ عَن الأعمَالِ
“Beliau shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Kemudian setelah itu Allah menggenggam satu genggaman, lalu Allah mengeluarkan satu kaum yang belum pernah melakukan kebaikan sedikitpun’. Maksudnya : Kecuali tauhid yang kosong dari amal” [Fathul-Majiid, hal. 48].
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
أنّ اللهَ تعَالى يخرِجُ مِن النّارِ مَن لَم يعمَل خَيراً قَط ، بِمَحضِ رحمَتهِ ، وهذَا انتِفَاعٌ بِغَيرِ عمَلِهِم
“Bahwasannya Allah ta’ala akan mengeluarkan dari neraka orang yang tidak pernah beramal kebaikan sedikitpun, dengan kemurnian rahmat-Nya. Dan ini bermanfaat tanpa adanya amal yang mereka lakukan” [Jaami’ur-Rasaail – Al-Majmuu’atul-Khaamishah - , hal. 203. Lihat pula yang semisalnya dalam Majmuu’ Al-Fataawaa, 16/47].
Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :
وأما قوله في النار: {أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ} فقد قال في الجنة: {أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ} ولا ينافى إعداد النار للكافرين أن يدخلها الفساق والظلمة ولا ينافى إعداد الجنة للمتقين أن يدخلها من في قلبه أدنى مثقال ذرة من إيمان ولم يعمل خيرا قط.
“Adapun firman-Nya tentang neraka : ‘disediakan untuk orang-orang kafir’ (QS. Aali ‘Imraan : 131), Dan Allah ta’ala pun berfirman tentang surga : ‘disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa’ (QS. Aali ‘Imraan : 133). Hal itu tidaklah menafikkan neraka bagi orang-orang kafir, juga disediakan untuk orang-orang fasik dan dhalim (dari kalangan kaum muslimin) untuk memasukinya. Dan juga tidaklah menafikkan surga bagi orang-orang yang bertaqwa, juga disediakan untuk orang yang di dalam hatinya terdapat keimanan yang lebih ringan dari dzarrah dan tidak pernah melakukan kebaikan sedikitpun, untuk memasukinya” [Al-Jawaabul-Kaafiy, hal. 23].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
أن الاستثناء عائد على العصاة من أهل التوحيد ممن يخرجهم الله من النار بشفاعة الشافعين من الملائكة والنبيين والمؤمنين حتى يشفعون في أصحاب الكبائر ثم تأتي رحمة أرحم الراحمين فتخرج من النار من لم يعمل خيرا قط وقال يوما من الدهر لا إله إلا الله كما وردت بذلك الأخبار الصحيحة المستفيضة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم بمضمون ذلك من حديث أنس وجابر وأبي سعيد وأبي هريرة وغيرهم من الصحابة ولا يبقى بعد ذلك في النار إلا من وجب عليه الخلود فيها
“Bahwasannya pengecualian itu kembali pada orang yang bermaksiat dari orang-orang yang mentauhidkan Allah, yaitu dari kalangan orang-orang yang dikeluarkan Allah ta’ala dari neraka dengan syafa’at orang-orang yang dapat memberikan syafa’at dari kalangan malaikat, nabi, dan orang-orang mukmin, hingga mereka memberi syafa’at kepada para pelaku dosa besar. Lalu datanglah rahmat dari Allah Yang Maha Penyayang, hingga dikeluarkanlah dari neraka orang-orang yang tidak pernah beramal kebaikan sedikit pun, dimana mereka pernah mengucapkan pada satu waktu (dalam kehidupannya) : Laa ilaha illallaah (Tidak ada tuhan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah), sebagaimana hal tersebut terdapat dalam hadits-hadits shahih yang berasal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari hadits Anas, Jaabir, Abu Sa’iid, Abu Hurairah, dan yang lainnya dari kalangan shahabat radliyallaahu ‘anhum. Tidaklah tersisa setelah itu di neraka kecuali orang yang telah ditetapkan bagi mereka untuk kekal di dalamnya…..” [Tafsiir Ibni Katsiir, 7/473].
Al-Haafidh Ibnu Rajab rahimahullah setelah menjelaskan hadits Abu Sa’iid radliyallaahu ‘anhu di atas berkata :
والمرادُ بقولِه «لُم يعملُوا خَيراً قَط» مِن أعمالِ الجَوارِح ، وإن كانَ أصلُ التَّوحِيد معَهُم ، ولِهذَا جاءَ في حديثِ الّذِي أمرَ أهلَه أن يحرِقوُه بعدَ موتِه بالنّارِ إنه «لم يعَمَل خَيراً قَط غيرَ التَّوحِيد». خرجه الإمام أحمد من حديث أبي هريرة مرفوعا ومن حديث ابن مسعود موقوفا
“Dan yang dimaksudkan dengan sabda beliau : ‘tidak beramal kebaikan sedikitpun’, yaitu dari amal-amal jawaarih (anggota badan), apabila ashlut-tauhiid (pokok tauhid) ada pada mereka. Oleh karena itu, pada hadits yang mengkisahkan seseorang yang memerintahkan keluarganya agar membakarnya dengan api setelah kematiannya, bahwasannya ia tidak beramal kebaikan sedikit pun selain tauhiid. Diriwayatkan oleh Al-Imaam Ahmad dari hadits Abu Hurairah secara marfuu’, dan hadits Ibnu Mas’uud secara mauquuf” [At-Takhwiif minan-Naar, hal. 187 – Free Program from islamspirit].
Ibnul-Waziir Ash-Shan’aaniy rahimahullah :
وقد دل حديث الشفاعة أن الخارجين من النار بالشفاعة ثلاث طوائف، وأن الله يخرج بعدهم من النار برحمته لا بالشفاعة طائفة رابعة لم يعمل خيرا قط ولا في قلوبهم خير قط؛ ممن قال لا إله إلا الله، يسميهم أهل الجنة : عتقاء الله من النار
“Dan hadits syafa’at menunjukkan bahwasannya orang-orang yang keluar dari neraka dengan syafa’at itu ada tiga golongan. Lalu Allah mengeluar dari neraka setelah mereka dengan rahmat-Nya, bukan dengan syafa’at. (Mereka itu adalah) golongan keempat yang tidak pernah melakukan amal kebaikan sedikitpun, dan tidak pula dalam hatinya kebaikan sedikitpun (selain tauhid); dari kalangan orang-orang yang mengatakan Laa ilaha illallaah. Penduduk surga menamai mereka dengan : orang yang dibebaskan Allah dari neraka” [Al-‘Awaashim wal-Qawaashim, hal. 102].
Terdapat hadits lain yang menjelaskan selamatnya orang yang tidak mempunyai kebaikan sedikitpun kecuali keberadaan ashlul-iman berupa ketauhidan dalam hatinya.
حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرُ وَاحِدٍ عَنِ الْحَسَنِ وَابْنِ سِيرِينَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ إِلَّا التَّوْحِيدَ فَلَمَّا احْتُضِرَ قَالَ لِأَهْلِهِ انْظُرُوا إِذَا أَنَا مِتُّ أَنْ يُحْرِقُوهُ حَتَّى يَدَعُوهُ حُمَمًا ثُمَّ اطْحَنُوهُ ثُمَّ اذْرُوهُ فِي يَوْمِ رِيحٍ فَلَمَّا مَاتَ فَعَلُوا ذَلِكَ بِهِ فَإِذَا هُوَ فِي قَبْضَةِ اللَّهِ فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا فَعَلْتَ قَالَ أَيْ رَبِّ مِنْ مَخَافَتِكَ قَالَ فَغُفِرَ لَهُ بِهَا وَلَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ إِلَّا التَّوْحِيدَ
Telah menceritakan kepada kami Abu Kaamil : Telah menceritakan kepada kami Hammaad, dari Tsaabit, dari Abu Raafi’, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dan dari beberapa orang, dari Al-Hasan dan Ibnu Siiriin, dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda : "Ada seorang laki-laki pada masa sebelum kalian. Dia tidak pernah beramal satu kebaikkan pun selain tauhid. Maka ketika ajal menjemputnya, dia berkata kepada keluarganya : 'Perhatikanlah, jika aku mati, hendaklah mereka membakarnya dan membiarkannya sehingga menjadi arang. Kemudian hendaklah mereka menghancurkannya (menjadi abu hitam) dan membuangnya ke udara terbuka (sehingga abu itu berterbangan karena tertiup angin)'. Maka ketika ajal benar-benar telah menjemputnya, mereka melaksanakan wasiat tersebut. Ketika Allah telah menggenggamnya, Allah ‘azza wa jalla berfirman : 'Wahai anak Adam apa yang mendorongmu untuk berbuat begitu ?’. Dia menjawab : 'Wahai Rabb, aku melakukan begitu karena rasa takutku kepada-Mu'". Nabi bersabda : "Lalu Allah mengampuninya karena rasa takut tersebut, padahal ia tidak pernah melakukan perbuatan baik kecuali tauhid" [Musnad Ahmad, 2/304; shahih].
Ibnu Baththaal rahimahullah berkata :
وأما حديث الذى لم يعمل خيرًا قط، ففيه دليل على أن الإنسان لا يدخل الجنة بعمله ما لم يتغمده الله برحمته كما قال - صلى الله عليه وسلم - . وفيه أن الإنسان يدخل الجنة بحسن نيته فى وصيته لقوله: خشيتك يا رب
“Adapun hadits tentang orang yang tidak pernah beramal kebaikan sedikitpun, maka padanya terdapat dalil bahwasannya seseorang tidaklah masuk surga (semata-mata) dengan amalnya sepanjang Allah tidak melipahkan rahmat-Nya kepadanya[6], sebagaimana disabdakan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dan padanya juga terdapat dalil bahwa seseorang akan masuk surga dengan kebaikan niat dalam wasiatnya, dengan dasar perkataan orang tersebut : ‘karena rasa takutku kepada-Mu wahai Rabb” [Syarh Ibni Baththaal, 20/173 – via Syaamilah].
Asy-Syaikh ‘Abdullah Al-Ghunaimaan hafidhahullah berkata :
وقولُه : «لم يعَمَل خَيراً قَط» ، الظّاهِرُ أنّ المقصُودَ عَمَلُ الجَوارِحِ وأنّ عندَه أصلُ الإيمانِ في قَلبِه ، فهُو مؤمِنٌ باللهِ وبالجزاءِِ والحِسابِ ، وَهَذَا واضِحٌ من قولِه : فعلتُ ذَلِكَ مِن خَشيتِك
“Dan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘tidak pernah beramal kebaikan sedikitpun’; yang dhahir bahwa maksudnya adalah ‘amal jawaarih (anggota badan), dimana pada orang tersebut terdapat ashlul-iimaan (pokok iman) dalam hatinya. Ia beriman kepada Allah dengan balasan dan hisab (di akhirat). Dan ini jelas dari perkataannya : ‘aku melakukan hal itu karena rasa takutku kepada-Mu” [Syarh Kitaabit-Tauhiid, 2/391-392].
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الطَّالْقَانِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ مُبَارَكٍ، عَنْ لَيْثِ بْنِ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ يَحْيَى، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ العاص، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَسْتَخْلِصُ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلًّا، كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ، ثُمَّ يَقُولُ لَهُ: أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا؟ أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ؟ قَالَ: لَا، يَا رَبِّ، فَيَقُولُ: أَلَكَ عُذْرٌ، أَوْ حَسَنَةٌ؟ فَيُبْهَتُ الرَّجُلُ، فَيَقُولُ: لَا، يَا رَبِّ، فَيَقُولُ: بَلَى، إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً وَاحِدَةً، لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ، فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ، فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، فَيَقُولُ: أَحْضِرُوهُ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلَّاتِ؟ ! فَيُقَالُ: إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ، قَالَ: فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كَفَّةٍ، قَالَ: فَطَاشَتْ السِّجِلَّاتُ، وَثَقُلَتْ الْبِطَاقَةُ، وَلَا يَثْقُلُ شَيْءٌ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Ishaaq Ath-Thaalaqaaniy : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Mubaarak, dari Laits bin Sa’d : Telah menceritakan kepadaku ‘Aamir bin Yahyaa, dari Abu ‘Abdirrahmaan Al-Hubuliy, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat. Lalu dibukakan kepadanya sembilanpuluh sembilan catatan amal. Setiap catatan sejauh mata memandang. Allah berfirman : ‘Apakah ada yang engkau ingkari dari semua hal ini ?. Apakah pencatatan-Ku (malaikat) itu telah mendhalimimu ?’. Orang itu berkata : ‘Tidak, wahai Tuhanku’. Allah berfirman : ‘Apakah engkau mempunyai ‘udzur/alasan atau mempunyai kebaikan ?’. Orang itu pun tercengang dan berkata : ‘Tidak wahai Rabb’. Allah berfirman : ‘Bahkan engkau di sisi kami mempunyai satu kebaikan’. Tidak ada kedhaliman terhadapmu pada hari ini’. Lalu dikeluarkanlah padanya sebuah kartu (bithaqah) yang tertulis : Asyhadu an Laa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluh (aku bersaksi bahwasannya tidak ada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya). Allah berfirman : ‘Perlihatkan kepadanya’. Orang itu berkata : ‘Wahai Rabb, apalah artinya kartu ini dengan seluruh catatan amal kejelekan ini ?’. Dikatakan : ‘Sesungguhnya engkau tidak akan didhalimi”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Lalu diletakkanlah catatan-catatan amal kejelekan itu di satu daun timbangan. Ternyata catatan-catatan itu ringan dan kartu itulah yang jauh lebih berat. Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat daripada nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 2/213; shahih].
Hadits bithaqah di atas menjelaskan bahwa orang tersebut selamat (dari neraka) meskipun hanya mempunyai satu kebaikan saja, yaitu kalimat tauhid.
Hal tersebut sesuai dengan keumuman nash :
Firman Allah ta’ala :
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” [QS. An-Nisaa’ : 48].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: سَمِعْتُ خَالِدًا، عَنْ أَبِي بِشْرٍ الْعنبري، عَنْ حُمْرَانَ بْنِ أَبَانَ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، دَخَلَ الْجَنَّةَ "
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, ia berkata : Aku mendengar Khaalid, dari Abu Bisyr Al-‘Anbariy, dari Humraan bin Abaan, dari ‘Utsmaan bin ‘Affaan, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang meninggal, dan ia mengetahui bahwasannya tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, ia pasti masuk surga” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/65; shahih].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ وَاصِلٍ، عَنْ الْمَعْرُورِ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا ذَرٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " أَتَانِي جِبْرِيلُ، فَبَشَّرَنِي أَنَّهُ مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ، قُلْتُ: وَإِنْ سَرَقَ، وَإِنْ زَنَى، قَالَ: وَإِنْ سَرَقَ، وَإِنْ زَنَى "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar : Telah menceritakan kepada kami Ghundar : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Waashil, dari Al-Ma’ruur, ia berkata : Aku pernah mendengar Abu Dzarr, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jibriil mendatangiku, lalu memberikan kabar gembira kepadaku bahwasannya siapa saja yang meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, niscaya masuk surga”. Aku (Abu Dzarr) berkata : “Meskipun ia mencuri dan berzina ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Meskipun ia mencuri dan berzina” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7487].
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، سَمِعَ يَحْيَى بْنَ آدَمَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ، عَنْ مُعَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ، يُقَالُ لَهُ: عُفَيْرٌ، فَقَالَ: " يَا مُعَاذُ هَلْ تَدْرِي حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ؟، قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ، وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا أُبَشِّرُ بِهِ النَّاسَ، قَالَ: لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا "
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim, ia mendengar Yahyaa bin Aadam : Telah menceritakan kepada kami Abul-Ahwash, dari Abu Ishaaq, dari ‘Amru bin Maimuun , dari Mu’aadz bin Jabal radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Aku pernah membonceng Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas keledai beliau yang bernama ‘Ufair. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai Mu’aadz, tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-hambaNya dan apa hak hamba atas Allah?”. Aku berkata : “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau bersabda : “Sesungguhnya hak Allah atas hamba-Nya adalah agar mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan hak hamba atas Allah adalah tidak diadzab orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun[7]”. Aku berkata : “Wahai Rasulullah, Tidakkah aku berikan kabar gembira ini kepada manusia?”. Beliau berkata : “Jangan engkau kabarkan, nanti mereka bersandar dengannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2856].
Oleh karena itu, sungguhlah aneh keadaan sebagian muta’akhkhiriin yang menuduh orang yang meyakini dhahir hadits sebagaimana diyakini para ulama di atas, sebagai orang yang berpemahaman Murji’ah. Ada juga yang mengatakan orang yang berhujjah dengan hadits syafa’at, hadits orang yang minta dibakar, dan hadits bithaqah tentang selamatnya orang yang tidak pernah berbuat amal kebaikan pun selain tauhid; sebagai orang yang berhujjah dengan nash-nash mutasyaabihaat dan mengikuti jalan ahluz-zaigh. Subhaanallaah !!! Nash-nash tersebut di atas tersebar dalam kitab-kitab hadits yang mu’tabar, terlebih lagi : Ash-Shahiihain. Telah dibahas para ulama dari dulu hingga sekarang. Jelas juga dilaalah-nya bagi orang yang objektif dalam penilaian. Bagaimana dikatakan mutasyaabih ?. Atau, mengapa mereka tidak sekalian menuduh para ulama Ahlus-Sunnah yang berhujjah dengan dhahir nash-nash di atas sebagai Murji’ dan mengikuti jalannya ahluz-zaigh ?.[8]
Meyakini selamatnya orang yang tidak pernah beramal kebaikan selain ketauhidan, bukan berarti meyakini amal/perbuatan dikeluarkan dari iman. Iman tetaplah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan juga berkurang.[9] Tidak pula berkonsekuensi bahwa kekafiran tidak bisa jatuh/terjadi dengan sebab amal perbuatan, karena yang menjadi bahasan di sini adalah kekafiran dari sisi at-tark (meninggalkan sesuatu). Amal perbuatan (jawaarih) menurut jumhur ulama termasuk dalam kamaalul-iimaan, bukan ashlul-iimaan.[10]
Oleh karenanya, kita tidak akan menggubris segala tuduhan, karena di hadapan kita ada nash dan penjelasan ulama Ahlus-Sunnah.
Catatan Penting :
Janganlah sekali-kali meremehkan setiap dosa yang diperbuat. Meskipun benar bahwa orang yang mati dalam keadaan bertauhid kelak akan masuk surga – meskipun mungkin nangkring dulu di neraka - , namun harus diingat bahwa siksa yang paling ringan di neraka tidak pernah terbayangkan di dunia.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْهَادِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَبَّابٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذُكِرَ عِنْدَهُ عَمُّهُ، فَقَالَ: " لَعَلَّهُ تَنْفَعُهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنَ النَّارِ يَبْلُغُ كَعْبَيْهِ يَغْلِي مِنْهُ دِمَاغُهُ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf : Telah menceritakan kepada kami Al-Laits : telah menceritakan kepada kami Ibnul-Haad, dari ‘Abdullah bin Khabbaab, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya ia mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang menyebut tentang paman beliau di sisinya, beliau bersabda : “Semoga syafa’atku bermanfaat baginya pada hari kiamat. Karena itu dia ditempatkan di neraka yang paling dangkal. Api neraka mencapai mata kakinya, yang dengan itu otaknya mendidih” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3885].
Seandainya api neraka yang hanya mencapai mata kaki saja membuat otak mendidih, bagaimana jadinya keadaan Al-Jahannamiyyuun yang terakhir kali dikeluarkan dari neraka, yang tubuh mereka sudah seperti arang ?. Satu celupan di neraka merupakan bencana tak terbayangkan yang akan melupakan segala kenikmatan di dunia.
حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً، ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ: هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ؟، فَيَقُولُ: لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ، وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ، فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ: هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ؟، فَيَقُولُ: لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Naaqid : Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Haaruun : Telah mengkhabarkan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit Al-Bunaaniy, dari Anas bin Maalik, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Akan didatangkan orang paling enak kehidupannya di dunia dari kalangan penduduk neraka pada hari kiamat. Lalu ia dicelupkan dengan satu celupan ke dalam neraka. Lalu dikatakan kepadanya : ‘Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kebaikan sedikit pun ?. Apakah engkau pernah merasakan kenikmatan sedikitpun ?’. Ia menjawab : ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabb’. Kemudian didatangkan orang yang paling sengsara semasa di dunia dari kalangan penduduk surga. Lalu ia dicelupkan dengan satu celupkan ke dalam surga. Dikatakan kepadanya : ‘Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kesengsaraan sedikitpun ?. Apakah engkau pernah merasakan kesusahan sedikitpun ?’. Ia berkata : ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabb. Aku tidak pernah kesengsaraan dan kesusahan sedikitpun” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2807].
Semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan kita taufiq untuk menggali ilmu, memahaminya, dan mengamalkannya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya ta’ala.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – sardonoharjo, ngaglik, sleman, yogyakarta – 26042012].
[2] Riwayat Anas radliyallaahu ‘anhu ini sesuai dengan riwayat Abu Sa’iid yang dibawakan oleh Al-Bukhaariy (no. 7440) sebelumnya yang menyebutkan : “Penduduk surga (yang melihat mereka) berkata : ‘Mereka itu adalah orang-orang yang dibebaskan Ar-Rahmaan (Allah) dari neraka lalu dimasukkan ke dalam surga tanpa amalan yang pernah mereka lakukan, dan tanpa kebaikan yang mereka kerjakan”.
[3] Dalam sanad hadits ini terdapat Hisyaam bin Sa’d Al-Madaniy, Abu ‘Abbaad atau Abu Sa’iid Al-Qurasyiy; seorang yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar berpredikat shaduuq, namun mempunyai beberapa keraguan (w. 160 H). Dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya sebagai syawaahid [lihat : Taqriibut-Tahdziib, hal. 1021 no. 7344, Tahdziibul-Kamaal 30/209, dan Tahdziibut-Tahdziib 4/11]. Namun yang raajih, Hisyaam ini dla’iif. Ia telah didla’ifkan oleh jumhur ulama seperti Abu Ahmad bin ‘Adiy, Ahmad, Ibnu Ma’iin, An-Nasaa’iy, Abu Haatim, Ibnu Sa’d, Ibnu Abi Syaibah, Al-Fasawiy, Al-Baihaqiy, Al-‘Uqailiy, Ibnu Hibbaan, Abu Zur’ah (dalam satu riwayat), Ibnul-Madiniy, Muhammad bin ‘Abdillah Al-Barqiy, Yahyaa bin Sa’iid Al-Qaththaan, dan Ibnu ‘Abdil-Barr [lihat : Tahriirut-Taqriib, 4/39 no. 7294].
Meskipun ia secara umum adalah perawi yang dla’iif, namun khusus periwayatannya dari Zaid bin Aslam adalah shahih. Abu Daawud berkata :
هشام بن سعد أثبت الناس فى زيد بن أسلم
“Hisyaam bin Sa’d adalah orang yang paling tsabt dalam hadits Zaid bin Aslam” [Tahdziibut-Tahdziib, 11/40].
[5] Sekaligus sebagai dalil qath’iy dalam permasalahan tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat selama ia masih mengakui kewajibannya sebagaimana beberapa kali disinggung di blog ini.
[6] Di sini terdapat petunjuk bahwa Ibnu Baththaal rahimahullah mengambil dhahir hadits bahwasannya orang tersebut masuk surga tanpa amal kebaikan yang dilakukannya. Wallaahu a’lam.
حَقُّهُمْ عَلَيْهِ إِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ أَنْ يَغْفِرَ لَهُمْ، وَيُدْخِلَهُمُ الْجَنَّةَ
“Hak mereka atas Allah jika mereka melakukan hal itu adalah Allah akan mengampuni mereka dan memasukkan mereka ke dalam surga”.
Comments
Jazakallah ahsana Jazaa Pak. Alhamdulillah saya jadi tahu lebih banyak dan menjadi tercerahkan. Mohon maaf bila sebelum ini saya memposting pendapat saya yang berirama menyindir ! Karena kondisinya memang begitu... orientasi sebagian duat dalam partai tiba-tiba berubah menjadi menDAKWAH... menDadak Wah !, maksud saya! Memang perlu ada saling memahami dan saling mengingatkan di antar para duat.
Jazakumullohu khoiron Jazaa' Ustadz. Semoga Alloh memanjangkan Usia antum dan juga ana,, dalam kebaikan dan ketaatan kepada Alloh di atas Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah hingga akhir hayat.. Amiin.
Setelah membaca tulisan ini saya teringat dengan ceramah yang dahulu pernah saya dengar dari seorang da'i kondang tentang kisah seorang mampir di nereka sedangkan sahabat-sahabatnya sudah ada di surga. Orang tersebut mampir di nereka, setelah dicuci di nereka, kemudian dia masuk surga. Di Surga terjadilah dialog antar sahabat tersebut. Sahabatnya yang lebih dulu masuk surga bertanya: "kemana aja mas? Kita sudah lama di surga, ente kemana aja kok lama banget baru masuk ke surga? Dia Menjawab: "Ia mas saya mampir dulu di nereka karena sewaktu hidup di dunia saya tidak pernah melaksanakan sedikitpun amal sholeh apalagi melaksanakan shalat. Cuma satu-satunya amal saya mas yang mengantarkan saya ke surga yaitu ngucapin syahadat itu pun pada saat saya menikah, kalo ga menikah ga tahu dah mas nasib saya, kekal saya di nereka selama-lamanya......(sambil diiringi gelak tawa dari pendengar).... kurang dan lebihnya seperti itulah yang pernah saya dengar.
Ustadz apakah seperti itu maksud hadits tersebut? Jadi orang yang memiliki kemampuan untuk mengucapkan kalimat tauhid, memiliki kemampuan untuk mengetahui konsekuensi kalimat tauhid dan merealisasikannya dalam hidupnya, memiliki kemampuan untuk mengetahui pembatal-pembatal keimanan baik perkataan maupun perbuatan serta memiliki kemampuan untuk menjauhinya? Memiliki kemampuan untuk melaksanakan konsekuensi keimanan yaitu menjalankan syariat yang dibebankan kepadanya.... kemudian tidak ada satupun perintah Allah yang di laksanakan. Apakah seperti ini yang dimaksud oleh hadits di atas atau Orang mengucapkan kalimah tauhid dengan ikhlas dalam hati, dia pun mengetahui konsekuensinya (walaupun ada yang belum diketahui secara terperinci, maksudnya mengetahui secara global seperti hadits seorang yang minta dibakar oleh anak2nya setelah kematiannya...ada ilmu yang belum sampai padanya tentang kemahakuasan Allah. ) atau orang yang tidak melaksanakan amal sholeh karena memang pada saat itu Islam tinggal nama saja. Maksudnya hadits tersebut khususnya pada kalimat
"Laa Ya'malu khairon Qothu" itu adalah untuk orang-orang yang diudzur oleh Allah karena memang tidak memungkinkan oleh mereka melaksanakan amal (karena berbagai faktor yang diudzur oleh syariat) dan mereka keburu mati sebelum bisa melaksanakan amal shaleh ?
oia bukankah Meninggalkan termasuk perbuatan, sebagaimana ditetapkan dalam Al Quran dan As Sunnah. Saya pernah membaca ada orang yang memberikan ta'wil hadits Huzaifah ibn Al Yaman radhiallahu anhu bukan sebagaimana yang dipahami oleh Beliau, padahal ta'wilnya harusnya kembali kepada perkataan Hudzaifah Ibn Al Yaman yaitu Beliau menafikan Islam dari orang yang tidak menyempurnakan sebagian rukunnya, Jadi dinafikannya Islam dari orang yang tidak melakukannya sama sekali lebih layak. (lih. Fath al Baari, 2/275). Bukankah kalimat "Laa ya'malu khoiron qothu juga bukan hanya memiliki satu interpretasi. Seperti hadits yang ustadz bawakan diakhir tulisan " Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kebaikan sedikit pun ?. Apakah engkau pernah merasakan kenikmatan sedikitpun ?’. Ia menjawab : ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabb’. Sampai akhir hadits tersebut. Dia menafikannya padahal dia adalah orang paling enak kehidupannya di dunia begitu pula sebaliknya. Walaupun memang dalam hadits lain riwayat Ahmad di batasi dengan kata-kata illa tauhid. رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ إِلَّا التَّوْحِيدَ namun itu untuk mereka yang dijelaskan para ulama memiliki uzur
أنهم ما عملوا أعمالاً صالحة، لكن الإيمان قد وقر في قلوبهم، فإما أن يكون هؤلاء قد ماتوا قبل التمكن من العمل؛ آمنوا ثم ماتوا قبل أن يتمكنوا من العمل، وحينئذ يصدق عليهم أنهم لم يعملوا خيراً قط
syukron atas jawabannya
Semoga teks ini dibaca oleh jamangah MTA.
Orang paling bodoh dari kalangan awam jugak gak mungkin bilang
Meninggalkan seluruh amalan masih termasuk mukmin/muslim
Koq komennya gak muncul ?
Menurut Anda, tafsiran hadits yang ada di artikel dan penjelasan para ulama terhadapnya bagaimana ? Atau Anda inovasi tafsir tersendiri ?
Bagaimana dengan tulisan ini ustadz?
http://abul-harits.blogspot.co.id/2013/01/menjawab-syubhat-tentang-hadits-belum.html
Mohon penjelasannya, terimakasih
Jazakallahukhair
Penulis sebenarnya tidak menjawab apa-apa, karena dirinya tidak mengakui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama Ahlus-Sunnah dalam menafsirkan hadits tersebut. Saya sendiri sampai bingung, apakah hadits dan penjelasan ulama yang saya kutip masih kurang jelas atau bagaimana ?. Coba runut dari awal ketika saya menukilkan penjelasan dari Ady-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah dan Ibnu Hajar rahimahumallah.
Coba sampaikan ke Penulis agar membaca kitab Asy-Syaikh Ibraahiim Ar-Ruhailiy hafidhahullah yang berjudul Tabriatu Al-Imaam Al-Muhaddits min Qaulil-Murji'ah Al-Muhdats (تبرئة الإمام المحدث من قول المرجئة المحدث). Beliau menjelaskan khilaf dimana kebanyakan ulama memahami hadits dalam pembahasan seperti yang saya sebutkan. Barangkali setelah membaca akan mendapatkan pencerahan....
Posting Komentar