Ternyata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun Marah untuk Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu


Sudah sangat familiar di telinga kita mendengar omongan orang Syi’ah bahwa marahnya Faathimah ekuivalen dengan marahnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam marah karena marahnya Faathimah radliyallaahu ‘anhaa. Dus, siapa saja yang membuat marah Faathimah, akan membuat marah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, baik ketika beliau masih hidup ataupun setelah wafatnya. Biasanya, ini dibawakan dalam kasus Fadak. Namun saya tidak akan membahas tentang Fadak, karena di Blog ini telah dituliskan bahasannya.[1] Yang ingin saya angkat kali ini adalah : Apakah kemarahan Rasulullah untuk seseorang merupakan kekhususan Faathimah saja ?. Sebelum menjawabnya, mari kita cermati riwayat terkait Faathimah sebagai berikut :
حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، أَخْبَرَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ كَثِيرٍ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ حَلْحَلَةَ الدُّؤَلِيُّ، أَنَّ ابْنَ شِهَابٍ حَدَّثَهُ، أَنَّ عَلِيَّ بْنَ الْحُسَيْنِ حَدَّثَهُ، " أَنَّهُمْ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ مِنْ عِنْدِ يَزِيدَ بْنِ مُعَاوِيَةَ مَقْتَلَ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، لَقِيَهُ الْمِسْوَرُ بْنُ مَخْرَمَةَ، فَقَالَ لَهُ: هَلْ لَكَ إِلَيَّ مِنْ حَاجَةٍ تَأْمُرُنِي بِهَا؟ قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: لَا، قَالَ لَهُ: هَلْ أَنْتَ مُعْطِيَّ سَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَغْلِبَكَ الْقَوْمُ عَلَيْهِ، وَايْمُ اللَّهِ لَئِنْ أَعْطَيْتَنِيهِ، لَا يُخْلَصُ إِلَيْهِ أَبَدًا حَتَّى تَبْلُغَ نَفْسِي، إِنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ خَطَبَ بِنْتَ أَبِي جَهْلٍ عَلَى فَاطِمَةَ، فَسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَخْطُبُ النَّاسَ فِي ذَلِكَ عَلَى مِنْبَرِهِ هَذَا، وَأَنَا يَوْمَئِذٍ مُحْتَلِمٌ، فَقَالَ: إِنَّ فَاطِمَةَ مِنِّي، وَإِنِّي أَتَخَوَّفُ أَنْ تُفْتَنَ فِي دِينِهَا، قَالَ: ثُمَّ ذَكَرَ صِهْرًا لَهُ مِنْ بَنِي عَبْدِ شَمْسٍ، فَأَثْنَى عَلَيْهِ فِي مُصَاهَرَتِهِ إِيَّاهُ، فَأَحْسَنَ، قَالَ: حَدَّثَنِي فَصَدَقَنِي وَوَعَدَنِي، فَأَوْفَى لِي، وَإِنِّي لَسْتُ أُحَرِّمُ حَلَالًا، وَلَا أُحِلُّ حَرَامًا، وَلَكِنْ وَاللَّهِ لَا تَجْتَمِعُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِنْتُ عَدُوِّ اللَّهِ مَكَانًا وَاحِدًا أَبَدًا "
Telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Hanbal : Telah mengkhabarkan kepada kami Ya’quub bin Ibraahiim : Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Al-Waliid bin Katsiir : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin ‘Amru bin Halhalah Ad-Dualiy, bahwasannya Ibnu Syihaab telah menceritakan kepadanya, bahwasannya ‘Aliy bin Al-Husain telah menceritakan kepadanya : Bahwasannya ketika rombongan tiba di Madiinah dari sisi Yaziid bin Mu’aawiyyah, tempat terbunuhnya Al-Husain bin ‘Aliy, Al-Miswar bin Makhramah datang menemuinya (‘Aliy bin Al-Husain). Al-Miswar berkata kepadanya : “Apakah engkau mempunyai keperluan yang ingin engkau perintahkan kepadaku untuk melakukannya ?”. ‘Aliy bin Al-Husain berkata : “Tidak”. Al-Miswar berkata : “Apakah engkau orang yang diberi pedang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?. Sesungguhnya aku khawatir ada satu kaum yang akan mengalahkanmu untuk mendapatkannya. Demi Allah, seandainya engkau memberikan pedang itu padaku, maka tidak akan ada orang yang dapat mengambilnya hingga ia membunuh diriku. Sesungguhnya ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah meminang anak perempuan Abu Jahl dengan memadu Faathimah. Lalu aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada manusia di atas mimbar ini, dimana waktu itu aku sudah menginjak dewasa. Beliau bersabda : “Sesungguhnya Faathimah itu termasuk bagian dariku. Dan aku khawatir ia akan terfitnah dalam agamanya”. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan menantu beliau dari Bani ‘Abdi Syams.[2] Beliau memujinya dan menyebutkan kebaikan atas hubungan kekeluargaannya itu dengan beliau. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ia telah berkata kepadaku, membenarkanku, berjanji kepadaku, dan menyempurnakan/menetapi janjinya itu padaku. Sesungguhnya aku tidak mengharamkan yang halal dan mengharamkan yang halal. Akan tetapi – demi Allah – tidaklah berkumpul anak perempuan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan anak perempuan musuh Allah dalam satu tempat (suami) selamanya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2449].
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ: " إِنَّ بَنِي هِشَامِ بْنِ الْمُغِيرَةِ اسْتَأْذَنُوا فِي أَنْ يُنْكِحُوا ابْنَتَهُمْ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، فَلَا آذَنُ ثُمَّ لَا آذَنُ ثُمَّ لَا آذَنُ إِلَّا أَنْ يُرِيدَ ابْنُ أَبِي طَالِبٍ أَنْ يُطَلِّقَ ابْنَتِي وَيَنْكِحَ ابْنَتَهُمْ، فَإِنَّمَا هِيَ بَضْعَةٌ مِنِّي يُرِيبُنِي مَا أَرَابَهَا وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا "
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Al-Miswar bin Makhramah. Ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda di atas mimbar : “Sesungguhnya Bani Hisyaam bin Al-Mughiirah meminta ijin kepadaku untuk menikahkan anak wanita mereka dengan ‘Aliy bin Abi Thaalib. Lalu aku tidak mengijinkannya. Kecuali, jika ‘Aliy bin Abi Thaalib menceraikan anak perempuanku (Faathimah) dan menikahi anak perempuan mereka. Ia (Faathimah) adalah bagian dariku. Akan membuatku senang apa-apa yang membuatnya senang, dan akan menyakitiku apa-apa yang menyakitinya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5230].
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " فَاطِمَةُ بَضْعَةٌ مِنِّي فَمَنْ أَغْضَبَهَا أَغْضَبَنِي "
Telah menceritakan kepada kami Abul-Waliid : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah, dari ‘Amru bin Diinaar, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Al-Miswar bin Makhramah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Faathimah adalah bagian dariku. Barangsiapa yang membuatnya marah, maka itu sama saja membuatku marah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3714].
Silakan Anda baca rangkaian tiga riwayat di atas secara utuh[3].  Perkataan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa apa yang membuat Faathimah marah akan membuat beliau marah, atau apa yang menyakiti Faathimah akan menyakiti beliau; adalah terkait dengan rencana ‘Aliy bin Abi Thaalib yang hendak memadu Faathimah dengan menikahi anak perempuan Abu Jahl. Hal tersebut lebih jelas lagi dalam riwayat Muslim yang mengkhabarkan pengaduan Faathimah kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّارِمِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ حُسَيْنٍ، أَنَّ الْمِسْوَرَ بْنَ مَخْرَمَةَ أَخْبَرَهُ: " أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ خَطَبَ بِنْتَ أَبِي جَهْلٍ، وَعِنْدَهُ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا سَمِعَتْ بِذَلِكَ فَاطِمَةُ، أَتَتِ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ لَهُ: إِنَّ قَوْمَكَ يَتَحَدَّثُونَ أَنَّكَ لَا تَغْضَبُ لِبَنَاتِكَ، وَهَذَا عَلِيٌّ نَاكِحًا ابْنَةَ أَبِي جَهْلٍ، قَالَ الْمِسْوَرُ: فَقَامَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعْتُهُ حِينَ تَشَهَّدَ، ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أَنْكَحْتُ أَبَا الْعَاصِ بْنَ الرَّبِيعِ، فَحَدَّثَنِي فَصَدَقَنِي، وَإِنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ مُضْغَةٌ مِنِّي، وَإِنَّمَا أَكْرَهُ أَنْ يَفْتِنُوهَا، وَإِنَّهَا وَاللَّهِ لَا تَجْتَمِعُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ، وَبِنْتُ عَدُوِّ اللَّهِ عِنْدَ رَجُلٍ وَاحِدٍ أَبَدًا، قَالَ: فَتَرَكَ عَلِيٌّ الْخِطْبَةَ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Abdirrahmaan Ad-Daarimiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Yamaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu’aib, dari Az-Zuhriy : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin Husain, bahwasannya Al-Miswar bin Makhramah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah meminang anak perempuan Abu Jahl, yang waktu itu ia masih beristri Faathimah bintu Rasulillah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Faathimah mendengar perihal tersebut, ia mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata kepada beliau : “Sesungguhnya kaummu berkata bahwa engkau tidak marah untuk anak perempuannya. Dan sekarang ‘Aliy hendak menikahi anak perempuan Abu Jahl”. Al-Miswar berkata : Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri, dan aku mendengar beliau ketika mengucapkan tasyahud, lalu bersabda : “Amma ba’du, sesungguhnya aku telah menikahkan Abul-‘Aash bin Ar-Rabii’. Ia berkata kepadaku dan membenarkanku. Dan sesungguhnya Faathimah bintu Muhammad adalah bagian dariku. Dan aku tidak suka jika mereka membuat fitnah kepadanya. Dan sesungguhnya – demi Allah – tidak akan berkumpul anak perempuan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan anak perempuan musuh Allah pada suami yang satu selamanya”. Al-Miswar berkata : “Lalu ‘Aliy membatalkan pinangannya itu” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2449].
Kemudian,….. bandingkan dengan riwayat berikut :
حَدَّثَنِي هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ وَاقِدٍ، عَنْ بُسْرِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عَائِذِ اللَّهِ أَبِي إِدْرِيسَ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ آخِذًا بِطَرَفِ ثَوْبِهِ حَتَّى أَبْدَى عَنْ رُكْبَتِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَمَّا صَاحِبُكُمْ فَقَدْ غَامَرَ فَسَلَّمَ، وَقَالَ إِنِّي كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَ ابْنِ الْخَطَّابِ شَيْءٌ فَأَسْرَعْتُ إِلَيْهِ، ثُمَّ نَدِمْتُ فَسَأَلْتُهُ أَنْ يَغْفِرَ لِي فَأَبَى عَلَيَّ فَأَقْبَلْتُ إِلَيْكَ، فَقَالَ: يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ ثَلَاثًا، ثُمَّ إِنَّ عُمَرَ نَدِمَ فَأَتَى مَنْزِلَ أَبِي بَكْرٍ فَسَأَلَ أَثَّمَ أَبُو بَكْرٍ، فَقَالُوا: لَا فَأَتَى إِلَى النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَلَّمَ فَجَعَلَ وَجْهُ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَمَعَّرُ حَتَّى أَشْفَقَ أَبُو بَكْرٍ فَجَثَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ أَنَا كُنْتُ أَظْلَمَ مَرَّتَيْنِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي إِلَيْكُمْ فَقُلْتُمْ كَذَبْتَ، وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: صَدَقَ وَوَاسَانِي بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَهَلْ أَنْتُمْ تَارِكُوا لِي صَاحِبِي مَرَّتَيْنِ فَمَا أُوذِيَ بَعْدَهَا "
Telah menceritakan kepadaku Hisyaam bin ‘Ammaar : Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Khaalid : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Waaqid, dari Busr bin ‘Ubadillah, dari ‘Aaidzillah Abu Idriis, dari Abud-Dardaa’ radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Aku pernah duduk di samping Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika Abu Bakr datang sambil memegang ujung baju beliau hingga merapat pada lutut beliau. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Shahabat kalian ini sedang bertengkar”. Lalu Abu Bakr mengucapkan salam dan berkata : “Sesungguhnya antara aku dan Ibnul-Khaththaab terjadi sesuatu. Aku telah berkata-kata kasar kepadanya, dan kemudian aku menyesal, dan memintanya untuk memaafkanku. Namun ia enggan memaafkanku, dan aku pun menghadap kepada engkau”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Semoga Allah mengampunimu wahai Abu Bakr” – beliau mengucapkannya tiga kali - . Lalu ‘Umar pun menyesali perbuatannya, dan kemudian mendatangi kediaman Abu Bakr. Ia berkata : “Apakah Abu Bakr ada ?”. Mereka (penghuni rumah) berkata : “Tidak ada”. Lalu ‘Umar mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan salam. Kedatangannya itu membuat wajah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berubah (karena marah)[4]. Hal itu berlangsung hingga Abu Bakr merasa kasihan (kepada ‘Umar) dan ia pun duduk bersimpuh di atas kedua lututnya, lalu berkata : “Wahai Rasulullah, aku telah berbuat dhalim” – ia mengatakannya dua kali. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian, lalu kalian (pada saat itu) berkata : ‘Engkau dusta’; sedangkan Abu Bakr berkata : ‘Ia (Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam) benar’. Ia mengorbankan dirinya dan hartanya untuk membelaku. Tidakkah kalian berhenti untuk menyakiti shahabatku ini ?” – beliau mengucapkannya dua kali. Abu Bakr pun tidak pernah disakiti lagi setelah itu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3661].
Satu hal yang patut menjadi catatan penting dari riwayat di atas adalah : Kemarahan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut tidak terkait dengan kemarahan Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu, tapi sesuatu yang lebih rendah daripada itu.[5]
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam marah karena sikap sebagian shahabat yang menyakiti Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu. Sama seperti kasus Faathimah radliyallaahu ‘anhaa di atas.
Kesimpulan : Ternyata, kemarahan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk seseorang itu tidak khusus untuk Faathimah saja, tapi berlaku juga untuk Abu Bakr radliyallaahu ‘anhumaa.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – sardonoharjo, ngaglik, sleman, yogyakarta, 24042012].




[2]      Yaitu : Abul-‘Aash bin Ar-Rabii’ radliyallaahu ‘anhu, suami dari Zainab bintu Rasulillah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Sesungguhnya orang-orang Syi’ah berat menerima hadits ini karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memuji dan melebihkan Abul-‘Aash bin Ar-Rabii’ dalam hal ini daripada ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhumaa.
[3]      Dan sebenarnya bukan terbatas pada tiga riwayat itu saja.
[4]      Dalam lafadh lain disebutkan :
وَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun marah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4640].
[5]      Bahasa pengandaian mudahnya :
“Jika Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu datang kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengadukan sesuatu hal pada dirinya dalam keadaan tidak marah, dan ternyata itu membuat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam marah (karena kedudukan dan kecintaan beliau kepada Abu Bakr); lantas bagaimana halnya jika Abu Bakr datang mengadukan permasalahannya atas sikap sebagian shahabat pada dirinya dalam keadaan marah ?”.

Comments