Islam telah mengharamkan segala bentuk kedhaliman dengan memakan harta orang lain tanpa hak. Allah ta’ala berfirman :
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil…..” [QS. Al-Baqarah : 188].
يا عبادي ! إني حرمت الظلم على نفسي وجعلته بينكم محرما، فلا تظالموا
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku haramkan kedhaliman bagi diri-Ku dan Aku jadikan hal itu keharaman pula atas di antara diri kalian. Maka, jangan saling mendhalimi…” [Hadits Qudsiy, diriwayatkan oleh Muslim no. 2578 dari Jaabir radliyallaahu ‘anhu].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan kepada Mu’adz saat ia diutus berdakwah ke negeri Yaman :". . . فإن هم أطاعوك لذلك ، فأخبرهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم ، فإن هم أطاعوك لذلك ، فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين الله حجاب"
“….Apabila mereka mentaatimu, khabarkanlah bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan dikembalikan kepada orang-orang faqir di antara mereka. Apabila mereka mentaatimu atas hal itu, jagalah dirimu atas kemuliaan harta-harta mereka. Dan takutlah akan doa orang yang teraniaya, karena antara dia dan Allah tidak ada penghalang baginya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1395 & 1458 dan Muslim no. 31]
Salah satu bentuk kedhaliman dalam masalah harta keharaman yang dipandang syari’at Islam adalah mengambil upeti/pajak[1] dari harta kaum muslimin. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
إن صاحب المكس في النار
“Sesungguhnya penarik pajak masuk neraka” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/109 dari hadits Ruwaifi’ bin Tsaabit radliyallaahu ‘anhu; Al-Arna’uth berkata : Hasan lighairihi].
لا يدخل الجنة صاحب مكس
“Tidak akan masuk surga penarik pajak” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/143 & 150, Abu Dawud no. 2937, Ad-Daarimiy 1/330, dan Al-Haakim 1/404; Al-Arna’uth berkata : Hasan lighairihi].
Bahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyandingkan dosa penarik pajak ini dengan dosa pelaku zina :
مهلا يا خالد، فوالذي نفسي بيده ! لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له
“Berhati-hatilah wahai Khaalid, demi (Allah) yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh ia telah bertaubat dengan satu taubat yang seandainya penarik pajak bertaubat, niscaya ia akan diampuni” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1695 dan Ahmad 5/348].
Dalam sabda beliau tersebut memberikan satu pengertian dosa para penarik pajak lebih besar daripada dosa pelaku zina, karena beliau membandingkan dosa zina dengan sesuatu yang besar/lebih besar agar Mu’adz tidak mencela orang yang telah bertaubat dari perbuatan zina.
An-Nawawiy rahimahullah berkata saat mengomentari hadits di atas :
أن المكس من أقبح المعاصي والذنوب الموبقات وذلك لكثرة مطالبات الناس له
“Bahwasannya penarik pajak termasuk kemaksiatan yang sangat jelek dan dosa-dosa yang membinasakan. Hal itu dikarenakan banyaknya manusia yang kelak akan menuntutnya…” [Syarh Shahih Muslim].
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata :
إن صاحب المكس لا يسأل عن شيء يؤخذ كما هو فيرمى به في النار
“Sesungguhnya penarik pajak tidak akan ditanya tentang sesuatu sebagaimana mestinya, lalu ia dilemparkan dengannya ke dalam neraka” [Diriwayatkan Abu ‘Ubaid dalam Al-Amwaal hal. 704].
واتفقوا أن المراصد الموضوعة للمغارم على الطرق وعند أبواب المدن وما يؤخذ في الأسواق من المكوس على السلع المجلوبة من المارة والتجار، ظلم عظيم وحرام وفسق ، حاشا ما أخذ على حكم الزكاة وباسمها من المسلمين من حول إلى حول مما يتجرون به ، وحاشا ما يؤخذ من أهل الحرب وأهل الذمة مما يتجرون به من عشر أو نصف عشر، فإنهم اختلفوا في ذلك ، فمن موجب أخذ كل ذلك ومن مانع من أخذ شيء منه إلا ما كان في عهد صلح أهل الذمة مذكورا مشترطا عليهم فقط
“Para ulama bersepakat bahwa penarikan pungutan di jalan-jalan dan pintu-pintu kota bagi keperluan orang-orang yang berhutang, serta pungutan yang diambil di pasar-pasar terhadap barang dagangan yang dibawa orang-orang yang lewat dan para pedagang adalah satu kedhaliman yang besar, haram lagi fasik – meskipun pungutan itu disamakan dengan hukum zakat dan dinamakan dengannya, yang dipungut setiap tahun dari yang diperdagangkan kaum muslimin. Adapun pungutan yang diambil dari ahlul-harb dan ahludz-dzimmah atas barang yang mereka perdagangkan sebesar sepuluh persen atau lima persen, maka para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang mewajibkannya, ada pula yang melarangnya kecuali jika saat perjanjian damai hl itu telah disyaratkan kepada mereka/ahludz-dzimmah [Maraatibul-Ijmaa’, hal 121 – dan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah menyepakatinya].
Oleh karena itu, tidak selayaknya bagi kaum muslimin yang shaalih untuk bekerja sebagai penarik pungutan pajak dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Telah berkata Adz-Dzahabiy rahimahullah :
الكبيرة السابعة والعشرون : المكاس ، وهو داخل في قول الله تعالى : {إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُوْلَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} ، والمكاس من أكبر أعوان الظلمة، بل هو من الظلمة أنفسهم ، فإنه يأخذ ما لا يستحق ويعطيه لمن لا يستحق ، ولهذا قال صلى الله عليه وسلم : "لا يدخل الجنة صاحب مكس " رواه أبو داود، وما ذاك إلا لأنه يتقلد مظالم العباد، ومن أين للمكاس يوم القيامة أن يؤدي للناس ما أخذ منهم ، إنما يأخذون من حسناته - إن كان له حسنات -، وهو داخل في قول النبي صلى الله عليه وسلم : "أتدرون من المفلس ؟". قالوا: يا رسول الله ! المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع . قال : "إن المفلس من أمتي من يأتي بصلاة وزكاة وحج ويأتي وقد شتم هذا وضرب هذا وأخذ مال هذا، فيؤخذ لهذا من حسناته ولهذا من حسناته ، فإن فنيت حسناته قبل أن يقضي ما عليه ، أخذ من سيئاتهم فطرحت عليه ثم طرح في النار"، وفي حديث المرأة التي طهرت نفسها بالرجم : "لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له أو لقبلت توبته "، والمكاس فيه شبه من قاطع الطريق ، وهو من اللصوص ، وجابي المكس وكاتبه وشاهده وآخذه من جندي وشيخ وصاحب رواية شركاء في الوزر، آكلون للسحت الحرام . . . والسحت : كل حرام قبيح الذكر يلزم منه العار. . .
“Dosa besar ketujuhbelas : Penarik pajak. Ia masuk dalam firman Allah ta’ala : ‘Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat lalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih’ (QS. Asy-Syuuraa : 42). Penarik pajak adalah termasuk penolong kedhaliman yang paling besar, bahkan ia merupakan kedhaliman itu sendiri. Karena, ia mengambil sesuatu yang ia tidak berhak mengambilnya dan kemudian ia memberikan kepada orang yang tidak berhak menerimanya. Oleh karena itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Tidak akan masuk surga penarik pajak’. Diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Penarik pajak memikul tanggung jawab penganiayaan terhadap manusia. Pada hari kiamat kelak, para penarik pajak akan (dituntut) mengembalikan pada manusia apa-apa yang telah ia ambil dari mereka. Mereka hanyalah akan mengambil (pahala) kebaikan-kebaikan darinya – jika ia mempunyai kebaikan - , sebagaimana masuk dalam sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Apakah kalian mengetahui siapa itu ‘muflis’ (orang yang bangkrut) itu ?’. Para shahabat menjawab : ‘Muflis itu menurut kami adalah orang yang tidak punya dirham maupun kekayaan lainnya’. Beliau bersabda : ‘Sesungguhnya muflis (orang yang bangkrut) dari kalangan umatku adalah orang yang datang dengan membawa (pahala) shalat, zakat, dan haji. Namun di samping itu, ia pun datang dengan keadaan mencaci maki seseorang, memukul seseorang, atau mengambil harta seseorang. Maka akan diambil amal kebaikannya untuk dosa ini dan amal kebaikan ini untuk dosa itu. Hingga apabila telah habis kebaikan-kebaikannya sebelum bisa menunaikan apa yang ditanggungnya, akan diambil kejelekan-kejelekan (dosa) mereka yang kemudian ditimpakan kepadanya, hingga kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka’.
Dan juga dalam hadits tentang seorang wanita yang menyucikan dirinya dengan hukuman rajam : ‘Sungguh ia telah bertaubat dengan satu taubat yang seandainya penarik pajak bertaubat, niscaya ia akan diampuni atau akan diterima taubatnya’.
Penarik pajak itu menyerupai para perampok/pembegal jalanan. Ia termasuk pencuri. Semua orang yang terlibat dalam pemungutan pajak, seperti penulisnya, saksinya, dan pemungutnya; baik dari tentara, syaikh (sesepuh), atau orang yang berilmu, semuanya bersekutu dalam dosa. Mereka semua memakan barang yang haram…. Barang yang haram adalah setiap barang yang jelek yang jika disebutkan mengkonsekuensikan padanya aib/cela” [Al-Kabaair, hal. 185-186].
Semoga Allah ta’ala memudahkan kaum muslimin untuk berhijrah dengan sebenar-benarnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ
”Dan Al-Muhaajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 6484 dan Muslim no. 41].
Wallaahu a’lam.
[abu al-jauzaa’, banyak mengambil faedah dari buku Al-‘Awaashim mimmaa fii Kutubi Sayyid Quthb minal-Qawaashim[2] karya Asy-Syaikh Rabii’ bin Hadiy Al-Madkhaliy hafidhahullah, donlot dari http://www.rabee.net – perumahan ciomas permai].
Comments
«Terlama ‹Lebih tua 201 – 206 dari 206 Lebih baru› Terbaru»Pak Ustad benar sekali adanya.
Azab Allah itu benar adanya.
Itu sebabnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.
Perkataan Allah itu terjaga dan terpelihara keadaannya.
sebenarnya apa yg disampaikan Islam sdh jelas dan tegas, menurut saya tidak perlu mencari pembenaran apabila kita belum bisa melaksanakannya.Berusaha untuk berhijrah adalah cara terbaik. Hidup didunia cuma sebentar, selebihnya adalah hidup kekal di akherat, berhati2lah thd apa yg sdh ditegaskan oleh agama.
Perslu diperinci
Betul. Itu Khalid
Upeti dan pajak sama saja. Dalam upeti ada jufa dana yang dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk fasilitas umum. Gedung-gedung teater, aquaduc, jalan, jembatan dan tentara zaman kerajaan-kerajaan dulu jufa dibiayai dari upeti. Tamam.
Sepertinya Anda lulusan STAN yang bekerja di DJP. Pantaslah Anda tidak setuju karena Anda sadar kehidupan mapan Anda didapat dari uang haram. BTW saya juga lulusan STAN dan saya dan banyak teman saya yang resign. Alhamdulillah.
Posting Komentar