Takbir Jama’iy (2)



Al-Baihaqiy rahimahullah membawakan riwayat sebagai berikut:
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، ثنا أَبُو بَكْرِ بْنُ إِسْحَاقَ، قَالَ: قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ: فَحَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ " كَانَ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُونَ، فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ السُّوقِ فَيُكَبِّرُونَ، حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا وَاحِدًا "،
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh[1] : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Ishaaq[2], ia berkata : Telah berkata Abu ‘Ubaid[3] : Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Sa’iid[4], dari Ibnu Juraij[5], dari ‘Athaa’[6], dari ‘Ubaid bin ‘Umair[7], dari ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya ia pernah bertakbir di kubbahnya di Minaa, lalu orang-orang yang ada di masjid mendengarnya dan kemudian ikut bertakbir. Orang yang ada di pasar pun mendengarnya dan mereka ikut bertakbir, hingga Minaa bergemuruh oleh takbir yang satu [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa, 3/312 no. 6267].

Para perawinya tsiqaat. Hanya saja ada keterputusan antara Abu Bakr bin Ishaaq dan Abu ‘Ubaid Al-Qaasim bin Sallaam. Abu Bakr bin Ishaaq lahir tahun 258 H dan meninggal tahun 342 H; sedangkan Abu ‘Ubaid meninggal tahun 224 H. Selain itu, lafadh "waahidan" (takbir yang satu), tidak dibawakan kecuali oleh Al-Baihaqiy rahimahullah di sini.
Al-Bukhaariy membawakannya secara mu'allaq:
وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الْأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا
“’Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu bertakbir di kubbahnya di Mina, lalu orang-orang yang ada di dalam masjid mendengarnya kemudian ikut bertakbir. Orang-orang di pasar juga bertakbir hingga Mina berguncang dengan takbir” [Al-Jaami'ush-Shahiih, 1/307]. 👉 hatta tartajja mina takbiiran (tanpa waahidan)
Al-Haafidh menyambungkan sanad yang dibawakan Al-Bukhaariy tersebut dalam Taghliiqut-Ta'liiq (2/379) dengan mengutip riwayat Al-Baihaqiy dengan sanad dan matannya:
أما أثر عمر، فقال البيهقي: أَخْبَرَنَا أبو عبد الله الحافظ، ثنا أبو بكر بن إسحاق، ثنا علي بن عبد العزيز، قال: قال أبو عبيد فحَدَّثَني يحيى بن سعيد، عن ابن جريج، عن عطاء، عن عبيد بن عمير، كان يكبر في قبته بمنى فيسمعه أهل المسجد، فيكبرون فيسمعه أهل السوق فيكبرون حتى ترتج منى تكبيرا.
“Adapun atsar ‘Umar, maka Al-Baihaqiy berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdil-‘Aziiz, ia berkata : Telah berkata Abu ‘Ubaid : Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Sa’iid, dari Ibnu Juraij, dari ‘Athaa’, dari ‘Ubaid bin ‘Umair (dari ‘Umar bin Al-Khaththaab) : Bahwasannya ia (‘Umar) pernah bertakbir di kubbahnya di Minaa, lalu orang-orang yang ada di masjid mendengarnya dan kemudian ikut bertakbir. Orang yang ada di pasar pun mendengarnya dan mereka ikut bertakbir, hingga Minaa bergemuruh oleh takbir" [selesai].
Di sini Al-Haafidh rahimahullah berkata : Qaala Al-Baihaqiy : Akhbaranaa Abu 'Abdillah Al-Haafidh....dst.... sampai dengan : "hatta tartajja mina takbiiran (tanpa waahidan)".
Al-Haafidh hafidhahullah menambahkan ‘Aliy bin ‘Abdil-‘Aziiz antara Abu Bakr bin Ishaaq dan Abu ‘Ubaid Al-Qaasim bin Sallaam. ‘Aliy bin ‘Abdil-‘Aziiz adalah murid dari Abu ‘Ubaid, dan ia seorang yang shaduuq atau tsiqah.[8] Oleh karena itu, sanadnya menjadi shahih.
Kemudian Al-Haafidh melanjutkan:
رواه سعيد بن منصور في السنن، عن سفيان، عن عمرو، عن عبيد بن عمير، به
"Diriwayatkan pula oleh Sa'iid bin Manshuur dalam As-Sunan dari Sufyaan (bin 'Uyainah), dari 'Amru (bin Dinaar), dari 'Ubaid bin 'Umair dengan matan seperti yang dibawakan Al-Baihaqiy sebelumnya [Taghliiqut-Ta'liiq, 2/379].
Dalam Fathul-Baariy (2/462), Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan lafadh yang dibawakan Sa’iid bin Manshuur:
وَصَلَهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ مِنْ رِوَايَةِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ قَالَ " كَانَ عُمَرُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى ، وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ السُّوقِ ، حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا " وَوَصَلَهُ أَبُو عُبَيْدٍ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ بِلَفْظِ التَّعْلِيقِ ، وَمِنْ طَرِيقِهِ الْبَيْهَقِيُّ
"Dan (riwayat mu'allaq Al-Bukhaariy) disambungkan oleh Sa'iid bin Manshuur dari riwayat 'Ubaid bin 'Umair, ia berkata : "'Umar bertakbir di kubbahnya di Mina, lalu orang-orang yang ada di dalam masjid bertakbir, dan begitu pula orang-orang di pasar juga ikut bertakbir hingga Mina berguncang dengan takbir". Abu 'Ubaid juga menyambungkannya dari sisi lain dengan lafadh ta'liiq. Dan Al-Baihaqiy meriwayatkan dari jalannya (Abu ‘Ubaid)" [selesai].
Perhatikan, di sini tanpa lafadh "waahidan". Di situ disebutkan keterangan bahwa Abu 'Ubaid (Al-Qaasim bin Sallaam) juga meriwayatkan atsar tersebut.
Ibnu Rajab Al-Hanbaliy mengutip riwayat Abu 'Ubaid rahimahumallah sebagai berikut:
وقد روى أبو عبيد : حدثني يحيى بن سعيد ، عن ابن جريج ، عن عطاء ، عن عبيد بن عمير ، أن عمر كان يكبر في قبته بمنى ، فيسمعه أهل المسجد فيكبرون ، فيسمعه أهل السوق فيكبرون حتى ترتج منى تكبيراً .
"Dan Abu 'Ubaid meriwayatkan : Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Sa'iid, dari Ibnu Juraij, dari 'Athaa', dari 'Ubaid bin 'Umair : Bahwasannya 'Umar bertakbir di kubbahnya di Mina, lalu orang-orang yang ada di dalam masjid mendengarnya dan kemudian ikut bertakbir. Orang-orang di pasar juga mendengarnya dan kemudian ikut bertakbir hingga Mina berguncang dengan takbir (hattaa tartajja Minaa takbiiran)" [Fathul-Baariy li-Ibni Rajab, 9/28-29].
Riwayat Abu 'Ubaid yang dibawakan Ibnu Rajab tanpa lafadh "waahidan".
Al-Baghawiy juga mengutip riwayat 'Umar ini tanpa "waahidan":
وَكَانَ عُمَرُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى، فَيَسْمَعُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ، فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الأَسْوَاقِ، حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا ".
“Dan ’Umar bertakbir di kubbahnya di Mina, lalu orang-orang yang ada di dalam masjid mendengarnya kemudian ikut bertakbir. Orang-orang di pasar juga bertakbir hingga Mina berguncang dengan takbir (hattaa tartajja Minaa takbiiran)” [Syarhus-Sunnah, 4/301].
Riwayat Sa'iid bin Manshuur dari jalan Sufyaan (bin 'Uyainah) yang dinukil Al-Haafidh juga diriwayatkan oleh Al-Faakihiy rahimahumullah sebagai berikut:
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عُمَرَ، قَالَ: ثنا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ، قَالَ: " إِنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيُكَبِّرُ أَهْلُ السُّوقِ بِتَكْبِيرِهِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi 'Umar[9], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan[10], dari 'Amru bin Diinaar[11], dari 'Athaa', dari 'Ubaid bin 'Umair : Bahwasannya 'Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu bertakbir di kubbahnya di Mina, lalu orang-orang di pasar bertakbir dengan takbirnya hingga Mina berguncang dengan takbir (hattaa tartajja Minaa takbiiran) [Akhbaar Makkah no. 2575]. 👉 tanpa "waahidan".
Sanad riwayat ini shahih yang merupakan rantai periwayatan penduduk Makkah.
Muhammad bin ‘Abi ‘Umar adalah orang yang melazimi Sufyaan bin ‘Uyainah [Taqriibut-Tahdziib hal. 907 no. 6431], Sufyaan bin ‘Uyainah adalah orang yang paling tsabt dalam periwayatan hadits ‘Amru bin Diinaar [Tahdziibut-Tahdziib, 4/122], dan ‘Amru bin Diinaar adalah orang yang paling tsabt dalam periwayatan hadits ‘Athaa’ (bin Abi Rabbaah)” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/231 no. 1280].
Artinya apa ? Artinya, riwayat 'Athaa' dari 'Ubaid bin 'Umair yang dibawakan oleh Al-Baihaqiy "versi" Ibnu Hajar dalam Taghliiqut-Ta’liiq dan Abu 'Ubaid yang dibawakan Ibnu Rajab tanpa lafadh "waahidan" divalidkan dan dikuatkan dengan riwayat dari jalan 'Amru bin Diinaar.
Yang lebih menguatkan lagi, riwayat tanpa lafadh ‘waahidan’ tersebut dibawakan oleh 'Abdul-Majiid bin Abi Rawwaad dari Ibnu Juraij:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: ثنا عَبْدُ الْمَجِيدِ بْنُ أَبِي رَوَّادٍ: قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: فَقَالَ عَطَاءٌ، سَمِعْتُ عُبَيْدَ بْنَ عُمَيْرٍ، يَقُولُ: " كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى تِلْكَ الأَيَّامِ فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ، فَيُكَبِّرُونَ فَيَسْمَعُهُمْ أَهْلُ الأَسْوَاقِ أَيْضًا، فَيُكَبِّرُونَ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا "
Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdirrahmaan[12], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Majiid bin Abi Rawwaad[13] : Telah berkata Ibnu Juraij : Telah berkata ‘Athaa’ : Aku mendengar ‘Ubaid bin ‘Umair berkata : “’Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu bertakbir di kubbahnya di Mina pada hari-hari tersebut, lalu orang-orang yang ada di dalam masjid mendengarnya dan kemudian ikut bertakbir. Orang-orang di pasar mendengarnya lalu mereka pun ikut bertakbir, hingga Mina berguncang dengan takbir (hattaa tartajja Minaa takbiiran) [Akhbaar Makkah no. 2579].
Sanad riwayat ini shahih.
Perhatikan, di sini juga hanya dibawakan dengan lafadh hatta tartajja mina takbiiran (tanpa waahidan).
Ada kemungkinan lafadh ‘waahidan’ yang dibawakan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa di awal merupakan kesalahan tulis atau idraaj dari perawi atau penulis naskah (manuskrip) Sunan Al-Baihaqiy. Dibuktikan dengan kutipan Al-Haafidh dari Al-Baihaqiy dalam Taghliiqut-Ta’liiq tidak menyebutkan "(takbiiran) waahidan". Ini sesuai dengan riwayat 'Abdul-Majiid bin Abi Rawwaad dari Ibnu Juraij dan ‘Amru bin Diinaar dari ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah yang dibawakan Al-Faakihiy dalam Akhbaar Makkah yang merupakan rantai periwayatan penduduk Makkah.
Riwayat ini perlu dibahas karena lafadh ‘takbiiran waahidan’ digunakan sebagian orang sebagai hujjah takbir jama’iy, takbir dengan satu suara yang dikomandoi seseorang. Ini adalah bid'ah yang tidak ada salafnya.
Adapun jika kebetulan bertakbir berbarengan, tak masalah. Sama seperti misalnya saya ikuti takbir bapak saya ketika saya jalan bersama menuju tanah lapang untuk shalat ‘Ied. Orang sebelah saya dengan bertakbir dengan takbirnya sendiri atau dengan keluarganya, ini juga tak mengapa. Jadi ini pointnya. Bukan kemudian diatur serempak dengan komando.
Ibnu Umar dan Abu Hurairah radliallaahu 'anhum keluar bertakbir[14] melewati jalanan, lalu orang-orang mengikuti mereka dengan bertakbir di jalanan, pasar, dan di tempat lainnya hingga bergemuruh suara takbir; apakah masuk akal itu dilakukan komando satu suara?. Semua orang tidak bertakbir kecuali ikut berbarengan dengan takbir mereka berdua?. Seandainya pun ada orang-orang yang dilewati mereka berdua mengikuti takbir mereka dengan satu takbir, maka ini sangat mungkin, sebagaimana kita juga melakukannya. Tapi bukan ini yang sedang menjadi pembahasan.
Coba kita takbir di sebagian masjid yang biasa takbir jama'iy yang dipimpin oleh seseorang. Jika kita kencangkan suara takbir tak sesuai komando, bisa kena ‘marah’.... 😁 Harus sesuai dengan komando pemegang mikrofon.
Selain itu, sudah masyhur di zaman shahabat bahwa lafadh takbir hari raya itu ada bermacam-macam.
1.    Lafadh 'Abdullah bin Mas'uud radliyallaahu ‘anhu:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Takbir ini ia ucapkan setelah selesai mengerjakan shalat Shubuh di ‘Arafah di hadapan orang-orang, dan kemudian orang-orang pun bertakbir dengan takbirnya tersebut hingga shalat ‘Ashar di akhir hari tasyriiq.
2.    Lafadh 'Abdullah bin 'Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ، اللَّهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا
Sama seperti Ibnu Mas’uud, Ibnu ‘Abbaas mengucapkan takbir ini setelah shalat Shubuh di ‘Arafah hingga akhir hari tasyriiq.
3.    Lafadh Salmaan Al-Faarisiy radliyallaahu ‘anhu:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً
اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَى وَأَجَلُّ مِنْ أَنْ تَكُونَ لَكَ صَاحِبَةٌ، أَوْ يَكُونَ لَكَ وَلَدٌ، أَوْ يَكُونَ لَكَ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ، أَوْ يَكُونَ لَكَ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا، اللَّهُمَّ ارْحَمْنَا
Salmaan mengajarkan lafadh takbir ini kepada para shahabat dan taabi’iin.
Bagaimana dapat dibayangkan Mina terguncang dengan satu lafadh takbir jama’iy yang diucapkan ‘Umar, sementara para shahabat dan para taabi’iin yang hadir di sana bertakbir dengan beberapa lafadh ?.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – ciper, menjelang balik ke rnn – 6 Ramadlaan 1439 - baca sebelumnya artikel Takbir Jama'iy (1)].



[1]    Muhammad bin ‘Abdillah bin Muhammad bin Hamdawaih bin Nu’aim bin Al-Hakam Adl-Dlabbiy Ath-Thuhmaaniy An-Naisaabuuriy, Al-Haafidh Abu ‘Abdillah Al-Haakim; seorang imam, tsiqah, pemilik banyak tulisan. Lahir tahun 321 H dan wafat tahun 405 H [lihat : Ittihaaful-Murtaqiy bi-Taraajimi Syuyuukh Al-Baihaqiy, hal. 460-462 no. 161]..
[2]    Abu Bakr Ahmad bin Ishaaq bin Ayyuub bin Yaziid An-Naisaabuuriy Asy-Syaafi’iy Ash-Shibghiy; seorang imam, mufti, muhaddits, syaikhul-Islaam, lagi tsiqah. Termasuk thabaqah ke-14, lahir tahun 258 H, dan wafat tahun 342 H [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 15/483-489 no. 274].
[3]    Al-Qaasim bin Sallaam Al-Baghdaadiy Al-Harawiy, Abu ‘Ubaid Al-Faqiih Al-Qaadliy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 224 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy secara mu’allaq, Abu Daawud, dan At-Tirmidziy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 791 no. 5497].
[4]    Yahyaa bin Sa’iid bin Farruukh Al-Qaththaan At-Tamiimiy; seorang yang tsiqah, mutqin, haafidh, imaam, lagi qudwah. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 198 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1055-1056 no. 7607].
[5]    ‘Abdul-Malik bin ‘Abdil-‘Aziiz bin Juraij Al-Qurasyiy Al-Umawiy, Abul-Waliid; seorangyang tsiqah, faqiih, lagi mempunyai keutamaan; namun banyak melakukan tadliis dan irsaal. Termasuk thabaqah ke-6, lahir tahun 76 H, dan wafat tahun 149 H/150 H/151 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 624 no. 4221].
[6]    ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah; seorang yang tsiqah, faqiih, lagi mempunyai banyak keutamaan. Termasuk thabaqah ke-3, lahir tahun 88 H, dan wafat tahun 114 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 677 no. 4623].
[7]    ‘Ubaid bin ‘Umair bin Qataadah bin Sa’d Al-Laitsiy, Abu ‘Aashim Al-Makkiy; seorang yang disepakati akan ketsiqahannya. Termasuk thabaqah ke-2, dan wafat tahun 68 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 651 no. 4416].
[8]    ‘Aliy bin ‘Abdil-‘Aziiz Al-Marzabaan bin Saabuur, Abul-Hasan Al-Baghawiy. Adz-Dzahabiy mengatakan ia seorang imam yang haafidh lagi shaduuq. Ad-Daaraquthniy berkata : “Tsiqah ma’muun”. Abu Haatim berkata : “Shaduuq”. Lahir tahun 190-an H dan meninggal tahun 286 H [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 13/348-349 no. 164].
[9]    Muhammad bin Yahyaa bin Abi ‘Umar Al-‘Adaniy, Abu ‘Abdillah; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-10 dan meninggal tahun 243 H di Makkah. Dipakai oleh Muslim, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib hal. 907 no. 6431].
[10]   Sufyaan bin ‘Uyainah bin Abi ‘Imraan Al-Hilaaliy, Abu Muhammad Al-KuufiyAl-Makkiy; seorang yang tsiqah, haafidh, faqiih, imaam, dan hujjah. Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 107 H, dan meninggal tahun 198 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 395 no. 2464].
[11]   ‘Amru bin Diinaar Al-Makkiy, Abu Muhammad Al-Atsram Al-Jumahiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-4, dan meninggal tahun 126 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 734 no. 5059].
[12]   Sa’iid bin ‘Abdirrahmaan bin Hassaan – atau dikatakan : Sa’iid bin ‘Abdirrahmaan bin Abi Sa’iid Al-Qurasyiy, Abu ‘Ubaidillah Al-Makhzuumiy Al-Makkiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10 dan meninggal tahun 249 H di Makkah. Dipakai oleh At-Tirmidziy dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 382 no. 2361].
[13]   ‘Abdul-Majiid bin ‘Abdil-‘Aziiz bin Abi Rawwaad Al-Azdiy, Abu ‘Abdil-Hamiid Al-Makkiy; seorang yang tsiqah, dan adalah orang yang tsabt periwayatannya dalam hadits Ibnu Juraij. Termasuk thabaqah ke-9 dan meninggal tahun 206 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib hal. 620 no. 4188 dan Tahriirut-Taqriib 2/379 no. 4160].
[14]   Riwayatnya adalah:
حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ يَعْقُوبَ، عَنْ عَفَّانَ بْنِ مُسْلِمٍ، قَالَ: ثنا سَلامُ بْنُ سُلَيْمَانَ أَبُو الْمُنْذِرِ الْقَارِئُ، قَالَ: ثنا حُمَيْدٌ الأَعْرَجُ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ، وَابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَخْرُجَانِ أَيَّامَ الْعَشْرِ إِلَى السُّوقِ، فَيُكَبِّرَانِ، فَيُكَبِّرُ النَّاسُ مَعَهُمَا، لا يَأْتِيَانِ السُّوقَ إِلا لِذَلِكَ
Telah mengkhabarkan kepadaku Ibraahiim bin Ya’quub , dari ‘Affaan bin Muslim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sallaam bin Sulaimaan Abul-Mundzir Al-Qaariy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Humaid Al-A’raj , dari Mujaahid , ia berkata : “Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa pernah keluar pada waktu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah menuju pasar. Kemudian mereka bertakbir, lalu bertakbirlah orang-orang bersama mereka berdua. Keduanya tidak mendatangi pasar kecuali untuk hal tersebut (bertakbir)” [Diriwayatkan oleh Al-Faakihiy dalam Akhbaar Makkah no. 1643; hasan].

Comments

Unknown mengatakan...

masukan antum buat kita yang masjid2 terdekat semua takbir komando gmana ustadz? terutama pada hari2 tasyrik. gak ikut takbir atau takbir sendiri tapi pelan2?