Pertanyaan:
“Fadliilatusy-Syaikh, orang-orang Qur’aaniyyuun[1]
berkata : ‘Allah ta’ala berfirman :
وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلا
Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan
sejelas-jelasnya (QS. Al-Isra’ :
12).
Dan Allah ta’ala berfirman :
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
Tidak Kami tinggalkan di dalam Al-Kitab ini
sesuatupun (= tidak ada satupun yang tidak Kami tulis di dalam Kitab ini) (QS. Al-An’am : 38).
Rasulullah ﷺ bersabda :
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ طَرْفُهُ بِيَدِ اللَّهِ وَطَرَفُهُ بِأَيْدِيكُمْ،
فَتَمَسَّكُوا بِهِ فَإِنَّكُمْ لَنْ تَضِلُّوا وَلَنْ تَهْلِكُوا بَعْدَهُ أَبَدًا
‘Sesungguhnya Al-Qur’an ini satu ujungnya ada
di tangan Allah dan ujungnya yang lain ada di tangan kalian. Maka berpegangteguhlah kalian dengannya (Al-Qur’an),
niscaya kalian tidak akan tersesat’[2].
Kami mohon penjelasan Anda terhadap hal itu[3].
Jawab:
“Tentang firman-Nya ta’ala : ‘Tidak Kami
tinggalkan di dalam Al-Kitab ini sesuatupun (= tidak ada satupun yang tidak
Kami tulis di dalam Kitab ini)’ (QS. Al-An’am : 38), maka yang dimaksudkan
dengan Al-Kitaab dalam ayat ini adalah Al-Lauhul-Mahfuudh[4],
bukan Al-Qur’anul-Kariim.
Adapun firman-Nya ta'ala : ‘Dan segala sesuatu telah Kami
terangkan dengan sejelas-jelasnya’ (QS. Al-Isra’ : 12), apabila kalian
hubungkan dengan ayat Al-Qur’anul-Kariim yang telah dijelaskan sebelumnya[5],
maka dalam hal ini Allah ‘azza wa jalla lengkapi bahwa Ia telah menerangkan
segala sesuatu dengan sejelas-jelasnya. Namun digabungkan dengan sesuatu yang
lain[6].
Kalian telah mengetahui bahwa kadang perincian (tafshiil)
itu dalam bentuk global/garis besar berupa kaedah-kaedah umum yang meliputi perkara-perkara
juz’iyyaat yang tidak mungkin dibatasi karena saking banyaknya. Dengan Allah letakkan kaedah-kaedah yang dikenal tersebut pada perkara-perkara
juz’iyyaat yang banyak, maka nampaklah makna ayat dimaksud.
Dan kadang perincian (tafshiil) itu langsung
terkandung dalam ayat itu sendiri, sebagaimana sabda Nabi ﷺ :
مَا تَرَكْتُ شَيْئًا مِمَّا أَمَرَكُمُ اللَّهُ بِهِ، إِلا وَقَدْ أَمَرْتُكُمْ
بِهِ، وَلا تَرَكْتُ شَيْئًا مِمَّا نَهَاكُمُ اللَّهُ عَنْهُ، إِلا وَقَدْ نَهَيْتُكُمْ
عَنْهُ
‘Aku tidak meninggalkan sesuatu yang Allah
perintahkan kepada kalian kecuali telah aku perintahkannya juga kepada kalian. Dan
aku tidak meninggalkan sesuatu yang Allah larang kalian darinya kecuali telah aku
larang juga kalian darinya”.[7]
Dengan demikian, perincian (tafshiil)
kadang ada dalam bentuk kaedah-kaedah yang meliputi perkara-perkara juz’iyyaat
yang banyak; kadang dalam bentuk perincian berbagai individu ibadah dan hukum tanpa
perlu merujuk pada kaedah-kaedah itu.
Diantara kaedah-kaedah yang di dalamnya meliputi banyak
perkara cabang – yang dengannya nampak keagungan Islam dan luasnya wilayah
Islam dalam tasyrii’ – misalnya sabda Nabi ﷺ :
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
‘Tidak boleh menimpakan bahaya kepada diri
sendiri dan kepada orang lain’.[8]
Juga sabda beliau ﷺ :
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ،
وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
‘Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan
setiap khamr adalah haram’.[9]
Juga sabda beliau ﷺ :
وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
‘Dan setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap
yang kesesatan ada di neraka’.[10]
Inilah kaidah-kaidah umum lagi menyeluruh (kulliyyaat)
yang tidak ada sesuatupun luput terkait dengan bahaya yang menimpa jiwa
atau bahaya yang menimpa harta pada hadits yang pertama. Dan (tidak ada yang luput)
terkait sesuatu yang memabukkan pada hadits kedua, baik yang memabukkan itu berasal
dari anggur – sebagaimana masyhur - , jagung, atau bahan lainnya; selama itu memabukkan,
maka haram hukumnya.
Begitu juga dengan hadits ketiga, tidak mungkin
membatasi bid’ah-bid’ah karena banyaknya, dan tidak mungkin juga untuk menyebutnya
satu per satu. Namun hadits ini dengan ringkas dikatakan secara jelas : ‘Dan
setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap yang kesesatan ada di neraka’.
Ini adalah perincian (tafshiil), namun dalam bentuk kaedah.
Adapun berbagai hukum yang kalian ketahui, maka itu
dirinci secara individu yang secara umum dijelaskan dalam As-Sunnah. Dan
kadang, semisal hukum waris, disebutkan rinciannya dalam Al-Qur’anul-Kariim.
Tentang hadits yang disebutkan dalam pertanyaan,
maka itu adalah hadits shahih. Pengamalannya adalah dengan cara berpegang teguh
dengannya (Al-Qur’an), sebagaimana disebutkan dalam hadits:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ
لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَسُنَّةَ
رَسُولِهِ
‘Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kalian
tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitabullah
‘azza wa jalla dan Sunnah Rasul-Nya ﷺ’.[11]
Maka berpegang teguh kepada tali Allah – yang itu
ada di tangan kita – hanyalah dengan mengamalkan sunnah yang memberikan
perincian bagi Al-Qur’anul-Kariim”
[selesai – Kaifa Yajibu ‘alainaa An
Nunassiral-Qur’anal-Kariim oleh Asy-Syaikh Muhammad Naashiruddiin
Al-Albaaniy rahimahullah, hal. 7-10].
[2] Shahiih At-Targhiib wat-Tarhiib (1/93/35).
[3] Maksudnya, sekte Qur’aniyyuun berhujjah
dengan ayat dan hadits tersebut untuk meninggalkan hadits karena Al-Qur’an
telah mencukupi.- Abul-Jauzaa’
[4] Sebagaimana dijelaskan dalam ayat yang lain:
– Abul-Jauzaa’
أَلَمْ تَعْلَمْ
أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ
إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian
itu terdapat dalam sebuah kitab (Al-Lauhul-Mahfuudh). Sesungguhnya yang demikian
itu amat mudah bagi Allah” [QS. Al-Hajj :
70].
لا يَعْزُبُ عَنْهُ
مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ وَلا أَصْغَرُ مِنْ ذَلِكَ
وَلا أَكْبَرُ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Tidak ada tersembunyi daripada-Nya seberat zarrah pun yang ada di
langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan
yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Al-Lauhul-Mahfuudh)” [QS. Saba’ : 3].
وَمَا يَعْزُبُ
عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي السَّمَاءِ وَلا
أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلا أَكْبَرَ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarah
(atom) di bumi atau pun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula)
yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Al-Lauhul-Mahfuudh)”
[QS. Yuunus : 61].
[5] Dalam penjelasan terhadap pertanyaan
sebelumnya. – Abul-Jauzaa’
[6] Yaitu dengan sunnah. – Abul-Jauzaa’
[7] Ash-Shahiihah (no. 1803).
[8] Shahiihul-Jaami’ (no. 7517).
[9] Irwaaul-Ghaliil (8/40/2373).
[10] Shahiih At-Targhiib wat-Tarhiib (1/92/34)
dan Shalaatut-Taraawiih (hal. 75).
Comments
Assalamualaikum ustad maaf sebelumnya ingin bertanya di luar konteks tulisan,bibi saya terjaduh dan tidak bisa duduk,dokter bilang sarafnya kejepit,selain ke dokter juga berobat kampung,katanya bibi saya jatuh karena nyenggol makhluk gaib berupa nenek",apakah benar bisa ada kejadian seperti itu,saya takutnya ada unsur kesyirikan,dan bibi saya diberi air doa apa tidak apa-apa?
Posting Komentar