Dalam
riwayat dikatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda:
أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ،
وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلَحْمُهَا دَاءٌ
“Susunya
(sapi) adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, sedangkan dagingnya adalah
penyakit”.
Diriwayatkan
oleh ‘Aliy bin Al-Ja’d dalam Musnad-nya no. 2776, Abu Daawud dalam Al-Maraasiil
hal. 221 no. 8, Ath-Thabaraaniy 25/42 no. 79, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa
9/345 (580) no. 19572, Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah no. 7893, dan
Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal 35/310; semuanya dari jalan Zuhair Abu
Khaitsamah, dari istrinya - dan ia menyebutkan bahwa istrinya tersebut seorang
yang shaduuqah - , bahwasannya ia (istri Zuhair) mendengar Mulaikah
bintu ‘Amr, dan ia menyebutkan hadits tersebut secara marfuu’.
Sanad
riwayat ini lemah terutama karena mubham-nya istri Zuhair Abu
Khaitsamah. Meskipun Zuhair mengatakan ia seorang yang shaduuqah, namun
belum tentu bagi selain dirinya. Oleh karena itu, tautsiq yang diberikan
kepada orang yang mubham tidaklah diterima menurut pendapat yang kuat di
kalangan ahli hadits.
Mulaikah
bintu ‘Amru diperselisihkan status kebersahabatannya dengan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Abu Daawud memasukkan riwayatnya tersebut dalam Al-Maraasiil
sehingga mengindikasikan ada keterputusan antara dirinya dengan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
Al-Baihaqiy
dalam Syu’abul-Iimaan no. 5555 menyebutkan sanad yang sama dengan yang
disebutkannya dalam Al-Kubraa 9/345 (580) no. 19572, hanya saja di sini
ia menyebutkan tambahan ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa antara Mulaikah
bintu ‘Amru dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Namun, tambahan ini
syaadz lagi tidak shahih karena menyelisihi riwayat jama’ah.
Mulaikah
mempunyai syawaahid
dari:
1.
‘Abdullah bin Mas’uud
radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan
oleh Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 4/404 dan Ibnu Basykawal dalam Al-Ath’imah
no. 29; keduanya dari jalan Mu’aadz bin Al-Mutsannaa, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Saif bin Miskiin, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Al-Mas’uudiy, dari Al-Hasan bin Sa’d, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Abdillah
bin Mas’uud, dari ayahnya, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda:
عَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ وَسمْنَانِهَا وَإِيَّاكُمْ
وَلُحُومَهَا، فَإِنَّ أَلْبَانَهَا دَوَاءٌ وَسمْنَهَا شِفَاءٌ وَلُحُومَهَا دَاءٌ
“Hendaklah
kalian minum susu sapi dan memakan lemaknya, karena susunya adalah obat dan
lemaknya adalah penyembuh. Adapun dagingnya adalah penyakit”.
Sanad riwayat keliru.
Saif
bin Miskiin As-Sulamiy Al-Bashriy, dikatakan Ibnu Hibbaan sebagai perawi yang meriwayatkan
hadits yang terbolak balik dan hadits-hadits palsu, sehingga tidak boleh
berhujjah dengannya karena penyelisihannya terhadap para perawi yang tsabt.
Ad-Daaraquthniy berkata : “Tidak
kuat” [Al-Majruuhiin, 1/441 no. 440 dan Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun
li-Ibnil-Jauziy 2/35-36 no. 1597].
Al-Mas’uudiy – namanya adalah : ‘Abdurrahmaan bin
‘Abdillah bin ‘Utbah bin ‘Abdillah bin Mas’uud Al-Kuufiy Al-Mas’uudiy – adalah seorang
yang shaduuq, namun mengalami ikhtilaath sebelum wafatnya [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 586 no. 3944].
Saif bin Miskiin diselisihi oleh Ja’far bin ‘Aun dan
Abu ‘Abdirrahmaan Al-Muqri’ yang keduanya meriwayatkan dari Al-Mas’uudiy, dari
Qais bin Muslim Al-Jadaliy, dari Thaariq bin Syihaab, dari ‘Abdullah bin Mas’uud
secara marfuu’ tanpa tambahan penyebutan lemak dan daging sapi:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمْ يُنْزِلْ دَاءً، إِلا أَنْزَلَ
لَهُ شِفَاءً، إِلا الْهَرَمَ، فَعَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ، فَإِنَّهَا تَرُمُّ
مِنْ كُلِّ شَجَرٍ
“Sesungguhnya Allah ta’ala tidak menurunkan
penyakit kecuali Ia menurunkan juga untuknya penyembuhnya/obatnya, kecuali penyakit
tua. Maka hendaklah kalian minum susu sapi, karena ia makan semua jenis pepohonan”
[Diriwayatkan oleh Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 4/196 dan Al-Baihaqiy
9/345 (580) no. 19571 – lafadhnya milik Al-Haakim].
Ja’far bin ‘Aun adalah perawi yang meriwayatkan dari
Al-Mas’uudiy sebelum masa ikhtilaath-nya [Al-Mukhtalithiin –
beserta komentar muhaqqiq-nya – hal. 72-73 no. 28].
Sanad dan matan riwayat inilah
yang benar dari Al-Mas’uudiy.
Al-Mas’uudiy dalam periwayatan dari
Qais bin Muslim seperti di atas mempunyai mutaba’ah
dari Ats-Tsauriy, Ar-Rabii’ bin Luuth, Abu Daawud Ath-Thayaalisiy, Jarraah
bin Maliih, Ar-Rabii’ bin Rukain, Ibraahiim bin Muhaajir, dan Abu Haniifah
An-Nu’maan bin Tsaabit.
Oleh karena itu, riwayat yang dibawakan Saif bin
Miskiin di sini tidak dapat dipakai sebagai penguat.
2.
‘Abdullah bin ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa.
Diriwayatkan
oleh Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 7/298 : ‘Abdullah bin Muhammad bin
Yaasiin : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mu’aawiyyah Al-Anmathiy :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyaad Ath-Thahhaan, dari Maimuun,
dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam:
سَمْنُ الْبَقَرِ وَأَلْبَانُهَا شِفَاءٌ وَلُحُومُهَا دَاءٌ
“Lemak dan susu sapi adalah penyembuh, sedangkan
dagingnya adalah penyakit”.
Riwayat ini palsu, karena Muhammad bin Ziyaad
Ath-Thahhaan adalah pendusta yang meriwayatkan hadits-hadits palsu dari Maimuun
bin Mihraan dan yang lainnya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 845 no. 5927 dan Tahdziibut-Tahdziib
9/170-172 no. 253].
3.
Shuhaib bin Sinaan radliyallaahu ‘anhu.
Ibnul-Qayyim rahimahullah menukilnya dalam Zaadul-Ma’aad
(4/293):
روى محمد بن جرير الطبري بإسناده من حديث صهيب يرفعه : [
عليكم بألبان البقر فإنها شفاء وسمنها دواء ولحومها داء ] رواه عن أحمد بن الحسن
الترمذي حدثنا محمد بن موسى النسائي حدثنا دفاع بن دغفل السدوسي عن عبد الحميد بن
صيفي بن صهيب عن أبيه عن جده ولا يثبت ما في هذا الإسناد
“Diriwayatkan oleh Muhammad bin Jariir Ath-Thabariy
dengan sanadnya dari hadits Shuhaib secara marfuu’ : ‘Hendaklah
kalian minum susu sapi, karena ia adalah penyembuh dan lemaknya adalah obat.
Adapun dagingnya adalah penyakit’. Diriwayatkan dari Ahmad bin Al-Hasan
At-Tirmidziy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muusaa An-Nasaa’iy :
Telah menceritakan kepada kami Daffaa’ bin Daghfal As-Saduusiy, dari ‘Abdul-Hamiid
bin Shaifiy bin Shuhaib, dari ayahnya, dari kakeknya. Namun sanad ini tidak
shahih”.
Abu Nu’aim juga meriwayatkannya dalam Kitaabuth-Thibb
no. 8 dari jalan Muhammad bin Jariir Ath-Thabariy, dari Ahmad bin Hasan, dan
selanjutnya seperti di atas.
Sebagaimana dikatakan oleh Ibnul-Qayyim, sanad riwayat
ini tidak shahih karena keberadaan Daffaa’ bin Daghfal, seorang yang dla’iiful-hadiits
[Taqriibut-Tahdziib hal. 310 no. 1836 dan Tahdziibut-Tahdziib
3/211-212 no. 400]. Begitu juga dengan ‘Abdul-Hamiid bin Shaifiy, seorang yang maqbuul.
Abu Haatim berkata : “Syaikh”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat
[Tahdziibut-Tahdziib, 6/114-115 no. 230].
Semua jalan
riwayat di atas ada kelemahan, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Yang
lebih penting dari itu, riwayat-riwayat ini bertentangan dengan nash-nash mutawatir
tentang halal dan baiknya daging sapi:
1.
Bolehnya berkurban dengan sapi.
Allah ta’ala berfirman:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ
لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ
مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi
mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan
atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka
makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan
orang-orang yang sengsara lagi fakir” [QS. Al-Hajj : 28].
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ
جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ
الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan
penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang
ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan
Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [QS. Al-Hajj :
34].
Bahiimatul-an’aam (binatang ternak) dalam ayat tersebut maknanya (dalam
bahasa ‘Arab) adalah domba, sapi, atau onta. Udlhiyyah tidaklah sah
kecuali dengan tiga jenis binatang in. Ini adalah pendapat jumhur ulama [lihat Al-Mughniy
11/99, Al-Ma’uunah 1/658, dan Mukhtashar Ikhtilafil-‘Ulamaa’ oleh
Ath-Thahawiy 3/224]. Bahkan Ibnu Rusyd dalam Bidaayatul-Mujtahid 2/435
dan Ash-Shan’aniy dalam Subulus-Salaam 4/176 menukil adanya ijma’ akan
hal tersebut.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: ..... وَضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ
Dari ‘AAisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata
: “…..Dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkurban sapi untuk
istri-istrinya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 294 & 5559 dan Muslim
no. 1211].
عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
سَفَرٍ، فَحَضَرَ الْأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً، وَفِي
الْجَزُورِ عَشَرَةً
Dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : “Kami pernah bersama
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam satu perjalanan. Tibalah hari
‘Iedul-Adhlaa. Lalu kami berserikat sebanyak tujuh orang untuk seekor sapi dan
sepuluh orang untuk seekor onta” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 905 &
1501, Ahmad 1/275, Ibnu Maajah no. 3131, An-Nasaa’iy 7/222, Ibnu Khuzaimah no.
2908, Ibnu Hibbaan no. 4007, dan yang lainnya; shahih].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk memakan dan membagikannya kepada kaum muslimin (agar mereka dapat turut
memakannya).
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ
الْأَكْوَعِ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ
ضَحَّى مِنْكُمْ فَلَا يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ، وَبَقِيَ فِي بَيْتِهِ مِنْهُ
شَيْءٌ "، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ
نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي، قَالَ: كُلُوا، وَأَطْعِمُوا، وَادَّخِرُوا،
فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا
Dari Salamah bin Al-Akwa’, ia berkata : Telah bersabda
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa di antara kalian
yang berkurban, maka janganlah ada sisa daging kurban di rumahnya pada hari
ketiga”. Pada tahun selanjutnya para shahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apakah kami akan lakukan seperti tahun
lalu ?”. Beliau menjawab : “Sekarang, makanlah, sedekahkanlah, dan
simpanlah. Tahun lalu aku melarangnya karena pada saat itu orang-orang dalam
keadaan sulit dan aku ingin membantu mereka dengan daging kurban tersebut”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5569].
2.
Daging sapi merupakan hidangan istimewa yang sudah
dikenal semenjak dulu.
Allah ta’ala berfirman:
إِذْ دَخَلُوا
عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ * فَرَاغَ إِلَى
أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ * فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلا
تَأْكُلُونَ
“(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu
mengucapkan: "Salaaman", Ibraahiim menjawab: "Salaamun"
(kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam
menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu
dihidangkannya kepada mereka. Ibraahiim berkata: "Silakan kamu makan"
[QS.
Adz-Dzaariyyaat : 25-27].
وَلَقَدْ
جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ فَمَا
لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ
“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami
(malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira,
mereka mengucapkan: "Salaman" (Selamat). Ibrahim menjawab:
"Salamun" (Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan
daging anak sapi yang dipanggang” [QS. Huud : 69].
3.
Sapi halal untuk dimakan, dan Allah ta’ala hanya
menghalalkan sesuatu yang baik bagi manusia.
Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ
يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا
عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ
عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang
umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di
sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka
dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” [QS. Al-A’raaf : 154].
Seandainya daging sapi mengandung
penyakit dan memberikan mudlarat bagi siapa saja yang memakannya, niscaya Allah
ta’ala dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak akan menjadikannya
sebagai hewan kurban dan melarang manusia untuk memakannya. Adanya kontradiksi dengan
nash-nash di atas sebagai penguat kelemahan hadits daging sapi merupakan
penyakit.
Oleh karena itu, hadits daging
sapi merupakan penyakit adalah hadits munkar yang tidak boleh
disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
As-Sakhawiy rahimahullah menyebutkannya
dalam Al-Maqaashidul-Hasanah no. 713 & 854.
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa – perumahan ciomas
permai, ciapus, ciomas, bogor – 09062015 – 23:07]
Comments
gimana dgn ini tadz haditsnya disahihkan albani https://muslimafiyah.com/benarkan-susu-sapi-tidak-bermanfaat-atau-bahaya.html
Posting Komentar