Tanya
: Bolehkah
pengurus masjid mengunci masjid dan hanya membukanya pada waktu-waktu shalat
yang lima?
Jawab
: Tujuan
utama dibangunnya masjid adalah sebagai tempat beribadah kaum muslimin berupa
shalat, berdzikir, i’tikaf, dan ibadah-ibadah yang lainnya.
Allah
ta’ala berfirman:
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى
التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ
يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
“Sesungguhnya
masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah
lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang
ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”
[QS. At-Taubah : 108].
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ
أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ
وَالآصَالِ
“Bertasbih
kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan
disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang”
[QS. An-Nuur : 36].
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“(Tetapi)
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam masjid”
[QS. Al-Baqarah : 187].
Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي
بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ
بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ
وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah
suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan
mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti
mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan
makhluk yang ada didekatnya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2699].
Semua
aktivitas peribadahan yang dilakukan di masjid tersebut di atas merupakan
aktivitas memakmurkan masjid Allah yang sangat dianjurkan oleh syari’at.
Allah
ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ
اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ
وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanyalah
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang
yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”
[QS. At-Taubah : 18].
Ibnu
Katsiir rahimahullah berkata:
وليس المراد من عمارتها
زخرفتها وإقامة صورتها فقط، إنما عمارتها بذكر الله فيها وإقامة شرعه فيها، ورفعها
عن الدنس والشرك.
“Yang
dimaksudkan dengan memakmurkan masjid bukan sekedar menghiasi dan membangunnya
secara fisik saja, akan tetapi memakmurkannya dengan berdzikir kepada Allah di
dalamnya, menegakkan syari’at Allah di dalamnya, serta menjauhkan dari kotoran
dan kesyirikan” [Tafsiir Ibni Katsiir, 1/388].
Masjid
itu adalah milik Allah ta’ala, sehingga tidak boleh seorang pun
menghalang-halangi seorang muslim yang akan beribadah di dalamnya. Allah ta’ala
berfirman:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ
“Dan
sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah”
[QS. Al-Jin : 18].
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ
مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا
“Dan
siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama
Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya?”
[QS. Al-Baqarah : 114].
Bentuk
menghalang-halangi di sini umum, baik dalam bentuk pelarangan, pensegelan,
pemblokiran, atau membuat sesuatu hal yang tidak nyaman di masjid dengan tujuan
agar kaum muslimin tidak shalat di dalamnya[1].
Oleh
karena itu, tidak diperbolehkan bagi pengurus masjid mengunci masjid sehingga
menghalang-halangi kaum muslimin untuk masuk beribadah di dalamnya. Mengunci
masjid dapat menghilangkan fungsi masjid.
Apabila
dikhawatirkan terjadi pencurian, maka tidak mengapa untuk menutup dan
menguncinya di luar waktu-waktu shalat berjama’ah menurut pendapat sebagian
ulama. Ibnu Muflih rahimahullah menukil:
وقال مشايخنا : لا بأس به في زماننا في غير أوان الصلاة، لأنه يخاف على
ما فيه من السرقة
“Dan
telah berkata guru-guru kami : Tidak mengapa menutup pintu-pintu masjid di
jaman kita[2]
di luar waktu-waktu shalat, karena dikhawatirkan adanya pencurian” [Al-Aadaabusy-Syar’iyyah,
3/384].
Namun
demikian, ada beberapa alternatif yang dapat diambil untuk mengkondisikan
masjid agar selalu dalam keadaan terbuka, yaitu : mengupah marbot masjid yang mengurus
dan tinggal di komplek masjid, atau menyimpan barang-barang berharga di ruang
khusus dan menguncinya tanpa mengunci pintu masjid.
Kalaupun
lingkungan masjid rawan pencurian sehingga mengharuskan pintu masjid
ditutup/dikunci di luar waktu-waktu shalat (berjama’ah), maka diusahakan masjid
mempunyai serambi sehingga ketika masjid ditutup, orang-orang masih dapat
memanfaatkan serambi masjid untuk aktivitas shalat dan yang lainnya dan mereka
pun masih mendapatkan keutamaan masjid[3].
Wallaahu
a’lam.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai – 14062015 – 19:39].
[1] Ath-Thabariy rahimahullah membawakan
riwayat:
وحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو، قَالَ: ثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، قَالَ:
ثَنَا عِيسَى، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، فِي قَوْلِ اللَّهِ: وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي
خَرَابِهَا: النَّصَارَى، كَانُوا يَطْرَحُونَ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ الأَذَى، وَيَمْنَعُونَ
النَّاسَ أَنْ يُصَلُّوا فِيهِ "
Dan
telah menceritakan kepadaku Muhammad bin ‘Amru, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Abu ‘Aashim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Iisaa,
dari Ibnu Abi Najiih, dari Mujaahid tentang firman Allah ta’ala : ‘Dan
siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama
Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya?’ (QS.
Al-Baqarah : 114); (ia berkata) : Yaitu orang-orang Nashrani. Mereka membuang
kotoran di Baitul-Maqdis dan menghalang-halangi orag agar tidak shalat di
dalamnya” [Tafsir Ath-Thabariy, 2/520].
[2] Dan di jaman kita sekarang justru muncul
para pencuri yang mempunyai spesialisasi menggasak barang-barang milik masjid
seperti karpet, jam dinding, kipas angin, AC, sound system, dan
yang lainnya.
[3] Karena serambi masjid masih masuk wilayah
masjid.
Comments
Dari Fahrul Aprianto Prayudi
Assalamu `alaikum
Usatdz, ana mau tanya bagaimana sih definisi sebuah masjid itu? Di kampus ana dulu ada sebuah halaman parkir basemet disulap menjadi mushala,nah apakah mushala yang ana sebutkan tadi bisakah juga disebut sebagai masjid dan apakah bisa ditegakkan shalat tahiyatul masjiid di mushala kampus ana tersebut? Mohon penjelasan ustadz
wa'alaikumus-salaam.
Masjid adalah tempat yang digunakan kaum muslimin untuk menegakkan shalat lima waktu secara berjama'ah secara terus menerus. Beberapa ulama lain menampabhkan syarat bahwa tempat tersebut diwaqafkan sebagai masjid.
Jika memang tempat tersebut secara terus menerus digunakan untuk shalat berjama'ah bagi kaum muslimin, maka bisa dilakukan shalat sunnah tahiyyatul-masjid.
wallaahu a'lam.
Posting Komentar