Ketika
kita berbicara tentang syari’at dan ibadah, tidak bisa tidak, mesti mengikuti
dalil, bukan sekedar pendapat. Ada dalil dikerjakan, tidak ada dalil tidak usah
dikerjakan. Itulah prinsip dalam syari’at yang begitu mudah, sehingga seseorang
tidak dibebani untuk membuat-buat syari’at selain hanya mengikuti syari’at
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam.
Shalat
sunnah qabliyyah Jum’at yang dimaksudkan adalah shalat sunnah antara
adzan dan iqamat dalam
rangkaian pelaksanaan shalat Jum’at. Para
ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Namun demikian, beberapa ulama ahli
hadits dan peneliti menyatakan tidak ada riwayat shahih yang menetapkan adanya
shalat sunnah (rawaatib) qabliyyah Jum’at dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
Dulu
di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, adzan hanya
dilaksanakan sekali. Ketika
seseorang datang ke masjid, ia mengerjakan shalat tahiyyatul-masjid,
shalat sunnah mutlak sesuai kehendaknya atau kemampuannya, mendengarkan adzan,
dan diam mendengarkan khuthbah.
Berikut beberapa riwayat yang
menjelaskannya:
عَنْ سَلْمَانَ
الْفَارِسِيِّ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ
طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ
يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ،
ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ
وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى "
Dari Salmaan Al-Faarisiy, ia
berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah
seseorang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci semampunya, berminyak dengan
minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju
masjid), dan ia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan),
kemudian ia mendirikan shalat yang sesuai dengan yang telah ditetapkan untuknya
(yaitu : sesuai dengan kemampuannya – Abul-Jauzaa’), lalu diam mendengarkan
ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi)
antara Jum’at tersebut ke Jum’at berikutnya” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 883].
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنِ
اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ، ثُمَّ أَنْصَتَ
حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ
وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى، وَفَضْلُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Barangsiapa mandi kemudian
menghadiri shalat Jum’at, lalu mengerjakan shalat sesuai kemampuannya,
selanjutnya ia diam sehingga imam selesai dari khutbahnya dan kemudian
mengerjakan shalat bersamanya, maka akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi)
antara Jum’at tersebut ke Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari” [Diriwayatkan
oleh Muslim no. 857].
عَنْ أَبي
أَيُّوب الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: " مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَمَسَّ مِنْ طِيب إِنْ كَانَ
عِنْدَهُ، وَلَبسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابهِ، ثُمَّ خَرَجَ حَتَّى يَأْتِيَ
الْمَسْجِدَ فَيَرْكَعَ إِنْ بدَا لَهُ، وَلَمْ يُؤْذِ أَحَدًا، ثُمَّ أَنْصَتَ
إِذَا خَرَجَ إِمَامُهُ حَتَّى يُصَلِّيَ، كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بيْنَهَا
وَبيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى "
Dari Abu Ayyuub Al-Anshaariy,
ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Barangsiapa yang mandi pada hari Jum'at dan memakai wewangian jika ia
punyai, kemudian memakai pakaiannya yang paling bagus, kemudian ia keluar
hingga tiba di masjid, maka hendaklah ia shalat bila mau dan tidak mengganggu
seorang pun. Kemudian ia diam apabila imam keluar hingga melaksanakan shalat.
Maka yang demikian itu merupakan penghapus dosa baginya antara Jum’at tersebut
ke Jum’at berikutnya” [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/420-421; hasan dengan
penguat hadits sebelumnya].
عَنِ السَّائِبِ
بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: كَانَ بِلَالٌ يُؤَذِّنُ إِذَا جَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَإِذَا نَزَلَ
أَقَامَ، ثُمَّ كَانَ كَذَلِكَ فِي زَمَنِ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا
Dari As-Saaib bin Yaziid, ia
berkata : “Dulu Bilaal mengumandangkan adzan apabila Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam telah duduk di atas mimbarnya pada hari Jum'at. Apabila beliau
turun (dari mimbar), ia beriqamat. Begitu juga yang terjadi pada jaman Abu Bakr
dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 1394;
shahih].
عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْطُبُ النَّاسَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ: أَصَلَّيْتَ يَا فُلَانُ؟ قَالَ:
لَا، قَالَ: قُمْ فَارْكَعْ
Dari Jaabir bin ‘Abdillah, ia
berkata : Seorang laki-laki datang (masuk masjid) dan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam sedang berkhuthbah pada hari Jum’at. Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Apakah engkau sudah shalat wahai Fulaan ?”.
Ia menjawab : “Belum”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Berdiri dan shalatlah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 930 dan
Muslim no. 875 (54)].
Dalam riwayat lain, laki-laki
yang datang tersebut adalah Sulaik Al-Ghathafaaniy radliyallaahu ‘anhu:
عَنْ جَابِرٍ
أَنَّهُ قَالَ: جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَرَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَعَدَ
سُلَيْكٌ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
أَرَكَعْتَ رَكْعَتَيْنِ، قَالَ: لَا، قَالَ: قُمْ فَارْكَعْهُمَا
Dari Jaabir bahwasannya ia
berkata : Sulaik Al-Ghathafaaniy datang (ke masjid) pada hari Jum’at sedangkan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam duduk di atas mimbar. Maka
Sulaik pun duduk sebelum mengerjakan shalat. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepadanya : “Apakah engkau sudah shalat dua raka’at ?”.
Ia menjawab : “Belum”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Berdiri lalu shalatlah dua raka’at” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 875
(58)].
Beberapa faedah yang dapat
diambil dari hadits-hadits di atas terkait pembahasan yaitu:
1.
Adzan yang dilakukan di jaman Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam adalah sekali.
2.
Disunnahkan saat datang pertama kali ke masjid untuk mengerjakan
shalat tahiyyatul-masjid sebelum duduk, meskipun imam sedang
berkhuthbah.
Hal ini sesuai dengan keumuman sabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ السَّلَمِيِّ، أَنّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ
الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
Dari Abu Qataadah
As-Sulamiy, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid, hendaklah ia
shalat dua raka’at sebelum ia duduk” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no.
444 & 1167 dan Muslim no. 714].
Catatan penting:
Dalam riwayat Ibnu Maajah disebutkan:
حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ، حَدَّثَنَا حَفْصُ
بْنُ غِيَاثٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ،
وَعَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَا: جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ
وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَقَالَ لَهُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَصَلَّيْتَ رَكْعَتَيْنِ
قَبْلَ أَنْ تَجِيءَ؟ "، قَالَ: لَا، قَالَ: " فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ،
وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا "
Telah menceritakan kepada kami Daawud bin Rusyaid[1] : Telah menceritakan
kepada kami Hafsh bin Ghiyaats[2], dari Al-A’masy[3], dari Abu Shaalih dari Abu
Hurairah, dan dari Abu Sufyaan dari Jaabir, keduanya berkata : “Sulaik
Al-Ghathafaaniy datang (ke masjid) sedangkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam sedang berkhuthbah. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya : “Apakah engkau sudah shalat dua raka’at sebelum engkau datang
?”. Ia berkata : “Belum”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Shalatlah dua raka’at, dan cepatkanlah” [Sunan Ibni Maajah no.
1114].
Diriwayatkan juga oleh Abu Ya’laa[4] meriwayatkan dalam Musnad-nya
no. 1946 dari jalan Daawud bin Rusyaid.
Sebagian ulama
berdalil dengan hadits ini akan
maysru’-nya
shalat sunnah rawaatib qabliyyah
Jum’at.
Al-Haafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy rahimahullah berkata:
لَمْ يَذْكُرْ الرَّافِعِيُّ فِي سُنَّةِ الْجُمُعَةِ الَّتِي
قَبْلَهَا حَدِيثًا، وَأَصَحُّ مَا فِيهِ مَا رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ عَنْ دَاوُد بْنِ
رُشَيْدٍ، عَنْ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ، عَنْ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، وَعَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرِ قَالَ: «جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ
وَرَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَخْطُبُ فَقَالَ لَهُ: أَصْلَيْتَ
رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تَجِيءَ؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ
فِيهِمَا» . قَالَ الْمَجْدُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي الْمُنْتَقَى: قَوْلُهُ: «قَبْلَ
أَنْ تَجِيءَ» دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُمَا سُنَّةُ الْجُمُعَةِ الَّتِي قَبْلَهَا، لَا
تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ. وَتَعَقَّبَهُ الْمَزِيُّ: بِأَنَّ الصَّوَابَ: أَصَلَّيْت
رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تَجْلِسَ؟ فَصَحَّفَهُ بَعْضُ الرُّوَاةِ
“Ar-Raafi’iy tidak menyebutkan hadits tentang shalat
sunnah qabliyyah Jum’at. Dan hadits yang paling shahih tentangnya adalah
adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Maajah dari Daawud bin Rusyaid, dari
Hafsh bin Ghiyaats, dari Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah, dan
dari Abu Sufyaan, dari Jaabir, keduanya berkata : Sulaik Al-Ghathafaaniy datang
(ke masjid) sedangkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang
berkhuthbah. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya
: “Apakah engkau sudah shalat dua raka’at sebelum engkau datang ?”.
Ia berkata : “Belum”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Shalatlah
dua raka’at, dan cepatkanlah”.
Al-Majd bin Taimiyyah berkata dalam Al-Muntaqaa :
“Sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘sebelum engkau
datang’, merupakan dalil bahwa shalat dua raka’at tersebut adalah
shalat sunnah qabliyyah Jum’at, bukan tahiyyatul-masjid”.
Al-Mizziy mengkritiknya bahwasannya yang benar : ‘Apakah engkau sudah shalat
dua raka’at sebelum engkau duduk ?’. Sebagian perawinya telah melakukan tashhiif
(salah menulis)” [At-Talkhiishul-Habiir, 2/149].
Perkataan Al-Mizziy ini dinukil juga oleh Ibnul-Qayyim
[Zaadul-Ma’aad, 1/434] dan Al-Mubaarakfuriy [Tuhfatul-Ahwadziy, 2/61]
rahimahumullah.
Untuk mengetahui benar tidaknya yang dikatakan
Al-Mizziy rahimahullah, perlu kita telusuri jalur-jalur periwayatan,
terutama yang berporos pada Al-A’masy.
Daawud bin Rusyaid dalam periwayatan dari Hafsh bin
Ghiyats di sini diselelisihi oleh:
a.
Muhammad bin Mahbuub[5] (tsiqah) dan
Ismaa’iil bin Ibraahiim[6] (tsiqah lagi ma’muun);
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daawud[7] no. 1116 dan Ibnu Hazm[8] dalam Al-Muhallaa
3/276.
b.
Ibnu Numair[9] (tsiqah, haafidh,
lagi faadlil); sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Ya’laa[10] no. 2276.
c.
Ibnu Abi Syaibah[11] (tsiqah lagi haafidh,
dan mempunyai banyak tulisan) dalam Al-Mushannaf[12] 2/110 (4/69) no.
5204 & 2/116 (4/85) 5252.
d.
‘Umar bin Hafsh bin Ghiyaats[13] (tsiqah);
sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy[14] dalam Al-Qiraa’ah no.
157 dan Ath-Thahawiy[15] dalam Syarh
Ma’aanil-Aatsaar 1/365 no. 2153.
semuanya meriwayatkan tanpa lafadh ‘sebelum
engkau datang’. Lafadh hadits yang mereka bawakan adalah sebagai
berikut:
جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَجَلَسَ، فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا سُلَيْكُ، قُمْ
فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ تَجَوَّزْ فِيهِمَا، ثُمَّ قَالَ: إِذَا جَاءَ
أَحَدُكُمْ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
يَتَجَوَّزُ فِيهِمَا
“Sulaik Al-Ghathafaaniy datang (ke masjid) pada hari
Jum’at sedangkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang
berkhuthbah, lalu ia (Sulaik) langsung duduk. Maka Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Sulaik, berdiri, lalu shalatlah dua
raka’at yang ringan dan cepatkanlah”. Kemudian beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam melanjutkan : “Apabila salah seorang diantara
kalian datang (ke masjid)
dan imam sedang berkhuthbah, hendaklah ia shalat dua
raka’at yang ringan
dan mempercepatnya”
[lafadh milik Al-Bukhaariy dalam Al-Qiraa’ah no. 157 dari jalan ‘Umar
bin Hafsh, dari ayahnya].
‘Umar bin Hafsh ketika membawakan riwayat ayahnya
tersebut berkata:
حَدَّثَنَا أَبِي،
قَالَ: حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا صَالِحٍ، يَذْكُرُ حَدِيثَ
سُلَيْكٍ الْغَطَفَانِيِّ، ثُمَّ سَمِعْتُ أَبَا سُفْيَانَ، بَعْدُ يَقُولُ:
سَمِعْتُ جَابِرًا، يَقُولُ:.............
Telah menceritakan kepada kami ayahku, ia berkata :
Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, ia berkata : Aku mendengar Abu
Shallih menyebutkan hadits Sulaik Al-Ghathafaaniy, kemudian aku mendengar Abu
Sufyaan setelah itu berkata : Aku mendengar Jaabir berkata :
“…..(al-hadits)…..”.
Artinya ‘Umar bin Hafsh hapal dan menguasai
periwayatan dari ayahnya yang memberikan perincian lafadh periwayatan Al-A’masy
yang berasal dari dua jalur; sementara ashhaab Hafsh yang lain
membawakan dengan peringkasan.
Riwayat jumhur ashhaab Hafsh bin Ghiyaats tersebut
– terutama yang dibawakan oleh ‘Umar bin Hafsh – menjelaskan bahwa konteks
perintah shalat dua raka’at saat masuk masjid ketika imam sedang berkhuthbah
adalah shalat sunnah tahiyyatul-masjid, bukan shalat qabliyyah Jum’at.
Sama seperti riwayat Al-Bukhaariy dan Muslim yang disebutkan di awal.
Dikuatkan lagi bahwa dalam jalan yang lain, Daawud bin
Rusyaid sendiri membawakan riwayat tanpa lafadh ‘sebelum engkau
datang’.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
الْحَضْرَمِيُّ، ثنا أَبُو مَعْمَرٍ الْقَطِيعِيُّ، وَدَاوُدُ
بْنُ رُشَيْدٍ، قَالا: ثنا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ
أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، ح وَأَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ:
جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْطُبُ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " صَلِّ
رَكْعَتَيْنِ تَجَوَّزْ فِيهِمَا "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah
Al-Hadlramiy[16] :
Telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar Al-Qathii’iy[17] dan Daawud bin Rusyaid,
mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats, dari
Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah (ح), dan dari
Abu Sufyaan, dari Jaabir, mereka berdua berkata : Sulaik Al-Ghathafaaniy datang
sementara Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhuthbah. Maka
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya : “Shalatlah
dua raka’at dan cepatkanlah” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir
7/192 no. 6698].
Muhammad bin ‘Abdillah Al-Hadlramiy dalam periwayatan
dari Daawud bin Rusyaid mempunyai mutaba’ah dari Ahmad bin ‘Aliy bin
Al-Mutsannaa sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan[18] no. 6/246 2500.
Sanadnya shahih hingga Hafsh bin Ghiyaats.
Namun Abu Ma’mar Al-Qathii’iy dalam jalan riwayat yang
lain membawakan dengan lafadh ‘sebelum engkau datang’:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عَبْدِ
الْوَاهَّبِ، ثنا الْحَسَنُ بْنُ هَارُونَ بْنِ سُلَيْمَانَ، ثنا أَبُو مَعْمَرٍ
الْقَطِيعِيُّ، ثنا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ سُلَيْكٌ
الْغَطَفَانِيُّ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فِي
يَوْمِ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ لَهُ: " صَلَّيْتَ قَبْلَ أَنْ تَجِيءَ؟ قَالَ:
لا، قَالَ: صَلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin
‘Abdil-Wahhaab[19] :
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Haaruun bin Sulaimaan[20] : Telah menceritakan
kepada kami Abu Ma’mar Al-Qathii’iy : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin
Ghiyaats, dari Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah; dan Abu Suyaan,
dari Jaabir, ia berkata : Sulaik Al-Ghathafaaniy datang sementara Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam sedang berkhuthbah pada hari Jum’at. Maka Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya : “Apakah engkau shalat sebelum
datang ?”. Ia menjawab : “Belum”. Beliau bersabda : “Shalatlah dua
raka’at dan cepatkanlah” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah
no. 3661].
Sayangnya, sanad Abu Nu’aim ini lemah karena Muhammad
bin Ahmad bin ‘Abdil-Wahhaab, seorang yang majhuul al-haal, sehingga
tambahan lafadh ‘sebelum engkau datang’ dalam poros sanad Abu
Ma’mar Al-Qathii’iy di sini tidak sah karena menyelisihi riwayat yang dibawakan
Ath-Thabaraaniy yang sanadnya jauh lebih shahih.
Hafsh bin Ghiyaats dalam periwayatan dari Al-A’masy
mempunyai mutaba’ah dari:
a.
‘Iisaa bin Yuunus[21]; sebagaimana diriwayatkan
oleh Muslim[22]
no. 875 (59), Ibnu Khuzaimah[23] 3/167 no. 1835, Ibnu
Hibbaan[24] 6/247-248 no. 2502,
Al-Baihaqiy[25]
dalam Al-Kubraa 3/194 (275) no. 5692
b.
Abu Mu’aawiyyah Muhammad bin Khaazim[26]; sebagaimana diriwayatkan
oleh Ahmad[27] 3/116,
Ath-Thahawiy[28]
dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar 1/365 no. 2152, Ad-Daaraquthniy[29] 2/325 no. 1611,
Al-Baihaqiy[30]
dalam Al-Kubraa 3/194 (275) no. 5692
c.
Sufyaan Ats-Tsauriy[31] dan Ma’mar[32]; sebagaimana diriwayatkan
oleh ‘Abdurrazzaaq[33] no. 5514, Ibnul-Mundzir[34] dalam Al-Ausath no.
1841, dan Ath-Thabaraaniy[35] dalam Al-Kabiir 7/192
no. 6697
[Catatan : Ibnu Abi ‘Aashim[36] dalam Al-Aahaad
wal-Matsaaniy no. 1279 dan Ad-Daaraquthniy[37] 2/325-326 no. 1612
meriwayatkan jalan ‘Abdurrazzaaq, dari Sufyaan, dari Al-A’masy, dari Abu
Sufyaan, dari Jaabir, dari Sulaik]
Semuanya membawakan riwayat dari Al-A’masy tanpa
lafadh ‘sebelum engkau datang’. Lafadh yang dibawakan Muslim
adalah :
جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ،
وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَجَلَسَ، فَقَالَ
لَهُ " يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ، وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
"، ثُمَّ قَالَ: " إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا "
Sulaik Al-Ghathafaaniy datang (ke masjid) pada hari
Jum’at sedangkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang
berkhuthbah, lalu ia (Sulaik) langsung duduk. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda kepadanya : “Wahai Sulaik, berdiri, lalu shalatlah
dua raka’at dan cepatkanlah”. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam melanjutkan : “Apabila salah seorang diantara
kalian datang pada hari
Jum’at dan imam sedang berkhuthbah, hendaklah ia shalat dua
raka’at dan
cepatkanlah” [Shahiih
Muslim no. 875 (59)].
Konteks lafadh lafadh ini sama seperti lafadh jama’ah,
yaitu perintah untuk tetap shalat dua raka’at ringan sebelum duduk meskipun
imam telah berdiri berkhuthbah, yaitu shalat tahiyyatul-masjid,
sebagaimana dipahami para ulama.
Tentu saja, riwayat Muslim – apalagi ia dikuatkan
dengan banyak jalan – mesti didahulukan daripada selainnya, sehingga lafadh ‘sebelum
engkau datang’ adalah syaadz yang boleh jadi merupakan tashhiif
sebagaimana ditegaskan oleh Al-Haafidh Al-Mizziy rahimahullah,
yang dilakukan oleh Daawud bin
Rusyaid atau perawi setelahnya. Yang pasti, lafadh tersebut tidak mahfuudh,
karena perintah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan
shalat tahiyyatul-masjid tersebut berlaku bagi mereka yang datang ke
masjid meskipun imam telah berkhuthbah, dan tidak digugurkan dengan shalat
sunnah dua raka’at yang dilakukan di rumah (sebelum berangkat ke masjid). Para
imam hadits yang menulis kitab-kitab hadits – sependek pengetahuan saya – tidak
ada yang memasukkan hadits Jaabir ini dalam bab shalat sunnah qabliyyah Jum’at,
akan tetapi menuliskannya pada bab orang yang masuk masjid sedangkan imam
sedang berkhuthbah di hari Jum’at, yang tidak lain adalah sunnah tahiyyatul-masjid.
Al-Bukhaariy meletakkan hadits Jaabir dalam Baab : Idzaa Ra-al-Imaam Rajulan
Jaa-a wa Huwa Yakhthubu Amarahu An Yushalli Rak’atain dan Baab : Man
Jaa-a wal-Imaamu Yakhthubu Shallaa Rak’ataini Khafiifatain, Muslim dalam Baab
: At-Tahiyyatu wal-Imaamu Yakhthubu, dan imam-imam yang lainnya.
Riwayat Daawud Ath-Thaaiy dari Al-A’masy yang
dibawakan Ibnu Hibbaan terdapat qariinah yang menguatkan perkataan
Al-Mizziy, yaitu seharusnya lafadnya adalah ‘sebelum engkau duduk’.
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُمَيْرِ بْنِ جَوْصَا،
بِدِمَشْقَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الصُّوفِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ
بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ الطَّائِيُّ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي
سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: دَخَلَ رَجُلٌ الْمَسْجِدَ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ لَهُ " صَلِّ
رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تَجْلِسَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin ‘Umair bin
Jaushaa[44] di Damaskus : Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Yahyaa Ash-Shuufiy[45] : Telah menceritakan
kepada kami Ishaaq bin Manshuur[46] : Telah menceritakan
kepada kami Daawud Ath-Thaaiy, dari Al-A’masy, dari Abu Sufyaan, dari Jaabir,
ia berkata : “Seorang laki-laki (yaitu Sulaik A;-Ghthafaaniy) datang ke masjid
sementara Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhuthbah pada
hari Jum’at. Maka beliau bersabda kepadanya : “Shalatlah dua raka’at yang
ringan sebelum engkau duduk” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan 6/247 no.
2501].
Sanadnya shahih
sampai Al-A’masy.
3.
Disunnahkan mengerjakan shalat sunnah mutlak
sekehendaknya/semampunya hingga imam keluar untuk berkhuthbah.
Inilah yang diamalkan para shahabat sebelum
pelaksanaan shalat Jum’at.
عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ
أَبِي مَالِكٍ الْقُرَظِيِّ، أَنَّهُمْ كَانُوا فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
يُصَلُّونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ حَتَّى يَخْرُجَ عُمَرُ، فَإِذَا خَرَجَ عُمَرُ
وَجَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُونَ. قَالَ ثَعْلَبَةُ:
جَلَسْنَا نَتَحَدَّثُ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُونَ، وَقَامَ عُمَرُ يَخْطُبُ
أَنْصَتْنَا فَلَمْ يَتَكَلَّمْ مِنَّا أَحَدٌ
Dari Tsa’labah bin Abi
Maalik Al-Quradhiy : Bahwasannya mereka di jaman ‘Umar bin Al-Khaththaab
mengerjakan shalat sunnah hingga ‘Umar keluar. Ketika ‘Umar keluar dan duduk di
atas mimbar, muadzdzin mengumandangkan adzan. Tsa’labah berkata : “Kami duduk
dan berbincang-bincang. Apabila muadzdzin telah diam (selesai) dan ‘Umar
berdiri untuk berkhuthbah, kami pun diam dan tidak ada seorang pun di antara
kami yang berbicara” [Diriwayatkan oleh Maalik 1/446 no. 247; shahih].
‘Mereka’ yang dimaksudkan di sini adalah para shahabat
dan taabi’iin yang hidup di masa pemerintahan ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu
‘anhu. Maksud shalat di sini adalah shalat sunnah mutlak yang dilakukan
sebelum imam keluar dan dikumandangkannya adzan, sedangkan adzan di jaman ‘Umar
hanya dilakukan sekali.
عَنْ نَافِعٍ، قَالَ: كَانَ ابْنُ عُمَرَ يُطِيلُ
الصَّلَاةَ قَبْلَ الْجُمُعَةِ، وَيُصَلِّي بَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ فِي بَيْتِهِ
وَيُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَفْعَلُ ذَلِكَ
Dari Naafi’, ia berkata : Ibnu ‘Umar biasa memanjangkan
shalatnya sebelum shalat Jum'at, dan shalat sunnah setelahnya dua raka'at di
rumahnya; dan ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
juga melakukan yang demikian itu [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1128, Ibnu
Khuzaimah 3/168 no. 1836, Ibnu Hibbaan 6/227 no. 2476, dan yang lainnya;
shahih].
Memanjangkan shalat di sini dilakukan sebelum imam
keluar untuk berkhuthbah.
حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ مُعَاذٍ، عَنِ ابْنِ عَوْنٍ،
عَنْ نَافِعٍ، قَالَ: كَانَ ابْنُ عُمَرَ يُهَجِّرُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَيُطِيلُ
الصَّلَاةَ قَبْلَ أَنْ يَخْرُجَ الْإِمَامُ
Telah menceritakan kepada kami Mu’aadz bin Mu’aadz,
dari Ibnu ‘Aun, dari Naafi’, ia berkata : Dulu Ibnu ‘Umar bergegas-gegas
(berangkat ke masjid) pada hari Jum’at, lalu memanjangkan shalatnya sebelum
imam keluar (untuk berkhuthbah)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/129
(4/114) no. 5403; sanadnya shahih].
[Catatan : Sebagian orang berhujjah dengan riwayat ini
tentang dimasyru’kannya shalat rawatib qabliyyah Jum’at. Ini jelas
keliru, karena yang dikerjakan Ibnu ‘Umar adalah shalat sunnah mutlak sebelum
imam keluar untuk berkhuthbah. Tidak ada shalat sunnah lain yang dilakukan para
shahabat sebelum adzan/imam naik mimbar di jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam kecuali shalat sunnah mutlak]
Dikarenakan sifatnya mutlak, maka jumlah raka’at dikerjakan
salaf sangatlah variatif. Mereka mengerjakannya sesuai dengan
keinginan/kemampuan masing-masing. Berikut sebagian riwayat-riwayatnya:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ: ثنا سَعِيدُ
بْنُ مَنْصُورٍ، قَالَ: ثنا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ سَالِمِ بْنِ بَشِيرِ بْنِ
حَجْلٍ الْعَيْشِيِّ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ كَانَ
يُصَلِّي قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ ثَمَانِ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ يَجْلِسُ،
فَلا يُصَلِّي شَيْئًا، حَتَّى يَنْصَرِفَ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy :
Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Manshuur, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Saliim bin Basyiir bin Hajl Al-‘Aisyiy[47], dari ‘Ikrimah, dari Ibnu
‘Abbaas : Bahwasannya ia biasa shalat sebelum mendatangi shalat Jum’at sebanyak
delapan raka’at, kemudian duduk dan tidak shalat (sunnah) lagi hingga ia
pulang” [Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 1844; shahih[48]].
حَدَّثَنَا فَهْدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
مَعْبَدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ زَيْدٍ، عَنْ جَبَلَةَ بْنِ
سُحَيْمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّهُ
كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ الْجُمُعَةِ أَرْبَعًا، لا يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ بِسَلامٍ،
ثُمَّ بَعْدَ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ أَرْبَعًا
Telah menceritakan kepada kami Fahd, ia berkata :
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Ma’bad, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah, dari Zaid, dari Jabalah bin Suhaim, dari
‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa : Bahwasannya ia biasa
mengerjakan shalat sebelum (shalat) Jum’at sebanyak empat raka’at dan tidak
memisahnya dengan salam. Kemudian setelah shalat Jum’at sebanyak dua raka’at,
kemudian empat raka’at” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh
Ma’aanil-Aatsaar 1/335 no. 1965].
Ibnu Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah menukil
riwayat lain dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa:
وروى عبد الرزاق، عن معمر، عن أيوب، عن نافع، قال: كان ابن
عمر يصلي قبل الجمعة اثنتي عشرة ركعة
Dan ‘Abdurrazzaaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari
Ayyuub, dari Naafi’, ia berkata : “Dulu Ibnu ‘Umar biasa shalat sebelum Jum’at
sebanyak duabelas raka’at” [Fathul-Baariy, 8/329].
عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ
أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ، قَالَ كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَأْمُرُنَا
أَنْ نُصَلِّيَ قَبْلَ الْجُمُعَةِ أَرْبَعًا، وَبَعْدَهَا أَرْبَعًا، حَتَّى
جَاءَنَا عَلِيٌّ فَأَمَرَنَا أَنْ نُصَلِّيَ بَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ
أَرْبَعًا
Dari Ats-Tsauriy, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu
‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, ia berkata : “Dulu ‘Abdullah (bin Mas’uud) menyuruh
kami shalat sebelum Jum’at sebanyak empat raka’at dan setelahnya empat raka’at,
hingga ‘Aliy datang kepada kami lalu menyuruh kami shalat sebanyak dua raka’at
setelahnya, kemudian empat raka’at” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 5525;
shahih].
Abu Syaamah rahimahullah berkata:
المراد من صلاة عبد الله بن مسعود قبل الجمعة أربعا أنه كان
يفعل ذلك تطوعا إلى خروج الإمام كما تقدم ذكره
“Yang dimaksudkan dari shalat ‘Abdullah bin Mas’uud
sebelum Jum’at sebanyak empat raka’at, maka ia melakukannya sebagai shalat
sunnah (mutlak) hingga keluarnya imam sebagaimana yang telah lalu
penyebutannya” [Al-Baa’its ‘alaa Inkaaril-Bida’ wal-Hawaadits, hal. 97].
An-Nawawiy rahimahullah saat menjelaskan hadits
Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata:
وَفِيهِ أَنَّ التَّنَفُّل قَبْل خُرُوج الْإِمَام يَوْم
الْجُمُعَة مُسْتَحَبّ ، وَهُوَ مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْجُمْهُور . وَفِيهِ أَنَّ
النَّوَافِل الْمُطْلَقَة لَا حَدَّ لَهَا لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : ( فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ ) .
“Dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwa shalat
sunnah sebelum keluarnya imam pada hari Jum’at adalah mustahab. Itu
adalah madzhab kami dan madzhab jumhur ulama. Dan dalam hadits tersebut
terdapat dalil bahwa shalat sunnah mutlak tidak ada batasan (raka’at)-nya
berdasarkan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘lalu
mengerjakan shalat sesuai kemampuannya” [Syarh Shahiih Muslim, 6/146].
4.
Setelah imam keluar dan adzan dikumandangkan, shalat
sunnah mutlak tidak lagi dikerjakan.
5.
Ketika imam berkhuthbah, kewajiban yang ada hanyalah
mendengarkannya
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا كَانَ يَوْمُ
الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ
الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ، فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا
يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila
hari Jum’at tiba, maka di setiap pintu masjid terdapat malaikat yang mencatat
siapa saja yang hadir lebih dahulu (untuk menghadiri shalat Jum’at). Apabila
imam telah duduk (di atas mimbar), mereka menutup lembaran catatan kitab untuk
turut mendengarkan adz-dzikr (khutbah)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no.
3211].
عَنْ مَالِكِ بْنِ أَبِي عَامِرٍ، أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ
عَفَّانَ كَانَ يَقُولُ فِي خُطْبَتِهِ، قَلَّمَا يَدَعُ ذَلِكَ إِذَا خَطَبَ:
" إِذَا قَامَ الْإِمَامُ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَاسْتَمِعُوا
وَأَنْصِتُوا، فَإِنَّ لِلْمُنْصِتِ الَّذِي لَا يَسْمَعُ مِنَ الْحَظِّ مِثْلَ
مَا لِلْمُنْصِتِ السَّامِعِ، فَإِذَا قَامَتِ الصَّلَاةُ فَاعْدِلُوا الصُّفُوفَ
وَحَاذُوا بِالْمَنَاكِبِ، فَإِنَّ اعْتِدَالَ الصُّفُوفِ مِنْ تَمَامِ
الصَّلَاةِ، ثُمَّ لَا يُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَهُ رِجَالٌ، قَدْ وَكَّلَهُمْ
بِتَسْوِيَةِ الصُّفُوفِ، فَيُخْبِرُونَهُ أَنْ قَدِ اسْتَوَتْ فَيُكَبِّرُ "
Dari Maalik bin Abi ‘Aamir : Bahwasannya ‘Utsmaan bin
‘Affaan pernah berkata dalam khuthbahnya dan jarang ia meninggalkannya dalam
khuthbahnya : "Apabila imam telah berdiri berkhutbah pada hari Jum'at,
maka dengarkanlah dan diamlah. Sesungguhnya orang yang diam tetapi tidak
mendengarkan, pahalanya tidak sama dengan orang yang diam dan tetap
mendengarkan. Apabila shalat hendak ditegakkan, maka luruskanlah shaff
dan rapatkan antara bahu dengan bahu. Sesungguhnya lurusnya shaff termasuk
bagian dari sempurnanya shalat” [Diriwayatkan oleh Maalik 1/447 no. 248;
shahih].
Az-Zuhriy rahimahullah berkata:
فَخُرُوجُ الْإِمَامِ يَقْطَعُ الصَّلَاةَ وَكَلَامُهُ
يَقْطَعُ الْكَلَامَ
“Keluarnya imam menghentikan shalat (sunnah), dan
perkataan imam (yang berkhuthbah) menghentikan pembicaraan/obrolan”
[Diriwayatkan oleh Maalik 1/446 no. 247].
6.
Tidak ada shalat sunnah rawatib qabliyyah Jum’ah
karena tidak ada ruang/waktu untuk mengerjakannya.
Ibnu
Hajar rahimahullah berkata:
وَأَمَّا سُنَّة
الْجُمُعَة الَّتِي قَبْلهَا فَلَمْ يَثْبُت فِيهَا شَيْء
“Adapun shalat sunnah (rawaatib)
qabliyyah Jum’at, maka tidak ada hadits shahih tentangnya sama sekali” [Fathul-Baariy,
2/410].
Jika dikatakan
: Lantas bagaimana
dengan keumuman hadits :
بَيْنَ كُلِّ
أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ
“Antara dua adzan (yaitu
antara adzan dan iqamat – Abul-Jauzaa') terdapat shalat (sunnah)”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 624 dan Muslim no. 838, dari ‘Abdullah bin
Al-Mughaffal radliyallaahu ‘anhu].
??
Bukankah ini berlaku juga untuk
shalat Jum’at ?
Jawab : Hadits tersebut tetap pada keumumannya hingga ada
dalil yang membatasinya, dan hadits-hadits yang menjelaskan tentang pelaksanaan
shalat Jum’at Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membatasi keumuman
tersebut.
Untuk memahaminya hadits
tersebut, kita perlu memperhatikan bagaimana aplikasi beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan para shahabat di jaman ketika hadits tersebut diucapkan.
Sebagaimana telah dijelaskan, di
jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, adzan
hanya sekali. Ketika imam
keluar, muadzin mengumandangkan adzan, kemudian Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam langsung berkhuthbah. Lantas dimana waktu
untuk mengerjakan shalat qabliyyah Jum’at seandainya memang
disyari’atkan?. Dapatkah kita bayangkan bagaimana jadinya ketika
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memulai khuthbah para shahabat malah
berdiri shalat?. Lantas apa
hikmah mendengarkan khuthbah Jum’at apabila semua makmum berdiri melakukan
shalat sunnah ?
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
أَمَّا قَوْلُهُ
" كَانَ يُطِيلُ اَلصَّلَاة قَبْلَ اَلْجُمُعَة " فَإِنْ كَانَ
اَلْمُرَاد بَعْدَ دُخُولِ اَلْوَقْتِ فَلَا يَصِحُّ أَنْ يَكُونَ مَرْفُوعًا
لِأَنَّهُ صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ إِذَا زَالَتْ
اَلشَّمْسُ فَيَشْتَغِلُ بِالْخُطْبَةِ ثُمَّ بِصَلَاة اَلْجُمُعَةِ ، وَإِنْ
كَانَ اَلْمُرَاد قَبْلَ دُخُول اَلْوَقْت فَذَلِكَ مُطْلَق نَافِلَة لَا صَلَاة
رَاتِبَة فَلَا حُجَّةَ فِيهِ لِسُنَّة اَلْجُمُعَة اَلَّتِي قَبْلَهَا بَلْ هُوَ
تَنَفُّلٌ مُطْلَق
“Adapun
perkataannya : ‘Dulu ia (Ibnu ‘Umar) memanjangkan shalat sebelum shalat
Jum’at’; apabila yang dimaksudkan setelah masuknya waktu (adzan), maka
tidak shahih jika statusnya marfuu’[49] karena Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam keluar apabila matahari telah tergelincir, lalu beliau sibuk
berkhuthbah dan setelah itu mengerjakan shalat Jum’at. Apabila yang dimaksudkan
sebelum masuknya waktu, maka itu adalah shalat sunnah mutlak, bukan rawaatib.
Maka, tidak ada hujjah padanya akan adanya shalat sunnah qabliyyah Jum’at,
namun ia adalah shalat sunnah mutlak” [Fathul-Baariy, 2/426].
Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata:
كَانَ إذَا فَرَغَ
بِلَالٌ مِنْ الْأَذَانِ أَخَذَ النّبِيّ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فِي الْخُطْبَةِ
وَلَمْ يَقُمْ أَحَدٌ يَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ الْبَتّةَ وَلَمْ يَكُنْ الْأَذَانُ إلّا
وَاحِدًا وَهَذَا يَدُلّ عَلَى أَنّ الْجُمُعَةَ كَالْعِيدِ لَا سُنّةَ لَهَا قَبْلَهَا
وَهَذَا أَصَحّ قَوْلَيْ الْعُلَمَاءِ وَعَلَيْهِ تَدُلّ السّنّةُ فَإِنّ النّبِيّ
صَلّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلّمَ كَانَ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ فَإِذَا رَقِيَ الْمِنْبَرَ
أَخَذَ بِلَالٌ فِي أَذَانِ الْجُمُعَةِ فَإِذَا أَكْمَلَهُ أُخِذَ النّبِيّ صَلّى
اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فِي الْخُطْبَةِ مِنْ غَيْرِ فَصْلٍ وَهَذَا كَانَ رَأْيَ
عَيْنٍ فَمَتَى كَانُوا يُصَلّونَ السّنّةَ ؟ وَمَنْ ظَنّ أَنّهُمْ كَانُوا إذَا فَرَغَ
بِلَالٌ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ مِنْ الْأَذَانِ قَامُوا كُلّهُمْ فَرَكَعُوا رَكْعَتَيْنِ
فَهُوَ أَجْهَلُ النّاسِ بِالسّنّةِ وَهَذَا الّذِي ذَكّرْنَاهُ مِنْ أَنّهُ لَا سُنّةَ
قَبْلَهَا هُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ وَأَحْمَدَ فِي الْمَشْهُورِ عَنْهُ وَأَحَدُ الْوَجْهَيْنِ
لِأَصْحَابِ الشّافِعِيّ.
“Dulu apabila Bilaal selesai mengumandangkan
adzan, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam langsung berkhuthbah dan
tidak ada seorang pun yang melakukan shalat sunnah dua raka’at. Adzan tidak
dilakukan (waktu itu) kecuali sekali saja. Hal ini menunjukkan bahwa shalat
Jum’at seperti shalat ‘Ied, tidak ada shalat sunnah qabliyyah-nya. Dan
ini merupakan yang paling benar dari dua pendapat yang beredar di kalangan
ulama dan yang ditunjukkan oleh sunnah. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar
dari rumahnya, dan apabila beliau telah naik mimbar, Bilaal langsung mengumandangkan
adzan. Apabila ia (Bilaal) telah menyempurnakan adzannya, Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam langsung berkhuthbah tanpa adanya selang waktu. Dan
inilah yang disaksikan waktu itu. Lantas, kapan mereka (para shahabat)
melakukan shalat sunnah ?. Dan barangsiapa yang menyangka bahwasannya ketika Bilaal
radliyallaahu ‘anhu selesai mengumandangkan adzan, mereka semuanya
berdiri melakukan shalat sunnah dua raka’at; maka ia adalah orang yang paling
jahil terhadap sunnah. Yang kami sebutkan bahwasannya tidak ada shalat sunnah (rawaatib)
qabliyyah (Jum’at) merupakan madzhab Maalik, yang masyhur dari pendapat
Ahmad, dan salah satu dari dua pendapat dari Ashhaab Asy-Syaafi’iy” [Zaadul-Ma’aad,
1/417].
Al-‘Iraaqiy rahimahullah berkata:
لم ينقل عن
النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم أنه كان يصلي قبل الجمعة لأنه كان يخرج إليها
فيؤذن بين يديه ثم يخطب
“Tidak ternukil dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau melakukan shalat sunnah (rawaatib)
qabliyyah Jum’at, karena beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar
(menuju mimbar), lalu dikumandangkan adzan di hadapan beliau, kemudian beliau
berkhuthbah” [Nailul-Authaar, 3/255].
Dari sini diketahui tidak ada shalat
sunnah rawaatib qabliyyah Jum’at di jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam.
Jika shalat
sunnah rawatib qabliyyah Jum’at tidak diketahui oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
dan para shahabatnya, apakah
mungkin ia baru diketahui oleh orang-orang setelahnya ?. Jika hadits ‘Abdullah
bin Al-Mughaffal tersebut tidak dipahami Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
dan para shahabatnya untuk mengadakan shalat rawatib qabliyyah Jum’at,
mengapa hadits itu baru dapat dipahami oleh orang-orang setelahnya untuk
mengadakannya ?. Apakah ada pemahaman yang hilang dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya waktu itu, dan kemudian pemahaman
itu baru dimiliki oleh orang-orang setelahnya ?.
Jika
dikatakan : Shalat sunnah rawaatib qabliyyah Jum’at
dilakukan di jaman ‘Utsmaan bin ‘Affaan saat adzan Jum’at dilakukan lebih dari
sekali dan itu dilakukan antara adzan pertama dan kedua.
Jawab
:
Tidak ada dalil yang shahih dan sharih yang menunjukkan hal itu, karena apa
yang dilakukan para shahabat terkait sunnah-sunnah Jum’at di jaman ‘Utsmaan
secara umum sama seperti di jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
selain jumlah adzannya. Adzan tambahan dilakukan karena sebab, yaitu ketika
manusia bertambah banyak dan rumah-rumah berjauhan, sehingga adzan awal
dilakukan di Zauraa’ sebelum zawal.
عَنْ السَّائِبِ
بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: كَانَ النِّدَاءُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوَّلُهُ إِذَا جَلَسَ
الْإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرَ النَّاسُ زَادَ النِّدَاءَ الثَّالِثَ عَلَى
الزَّوْرَاءِ "، قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ: الزَّوْرَاءُ مَوْضِعٌ
بِالسُّوقِ بِالْمَدِينَةِ
Dari As-Saaib bin Yaziid, ia
berkata : “Dahulu pada jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu
Bakr, dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, adzan pada hari Jum’at pertama
kalinya adalah ketika imam sudah duduk di atas mimbar. Ketika ‘Utsmaan radliyallaahu
‘anhu (menjadi khalifah) dan orang-orang bertambah banyak, maka ia menambah
adzan ketiga di Zauraa". Abu Abdillah (Al-Bukhaariy) berkata : “Az-Zaura’
adalah nama satu tempat di pasar Madinah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 912].
Dalam riwayat lain:
فَأَذَّنَ بِالزَّوْرَاءِ
قَبْلَ خُرُوجِهِ، يُعْلِمُ النَّاسَ أَنَّ الْجُمُعَةَ قَدْ حَضَرَتْ
“Maka muadzin mengumandangkan
adzan di Zauraa’ sebelum ia (‘Utsmaan) keluar (di atas mimbar), untuk
memberitahukan orang-orang bahwa waktu Jum’at telah tiba” [Diriwayatkan oleh
Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 7/173 no. 6643].
Tentu saja itu berbeda dengan yang
dilakukan orang-orang sekarang[50].
Saat adzan pertama dikumandangkan
di Zauraa’, orang-orang segera berhenti dari kesibukannya untuk segera
mempersiapkan diri berangkat shalat Jum’at. Setelah mereka sampai di masjid,
mereka melakukan sunnah-sunnah sebagaimana sunnah-sunnah yang berlaku di jaman
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (shalat tahiyyatul-masjid,
shalat sunnah mutlak, hingga keluarnya imam).
Oleh karena itu, jika ada orang
yang mengerjakan shalat sunnah mutlak antara adzan pertama dan adzan kedua,
maka boleh lagi baik (jaaizah hasanah). Ini bukan shalat rawaatib seperti shalat qabliyyah
Maghrib. Barangsiapa yang melakukannya tidak diingkari dan barangsiapa yang
meninggalkannya tidak diingkari pula [lihat : Majmuu’ Al-Fataawaa
li-Syaikhil-Islaam Ibni Taimiyyah, 24/194-195].
Persoalannya, banyak orang
melakukannya dengan motif/anggapan sebagai shalat rawaatib qabliyyah Jum’at.
Waktu dan raka’at mungkin sama, tapi keyakinannya berbeda[51].
Seandainya ada yang berkukuh
mengerjakan shalat sunah rawaatib qabliyyah Jum’at dengan cara
menggabungkan pendalilan antara hadits ‘Abdullah bin Al-Mughaffaal dan As-Saaib
bin Yaziid ini (yaitu masyru’-nya shalat sunnah antara dua adzan, dan
dua adzan dalam case ini adalah adzan pertama dan adzan kedua dalam
shalat Jum’at), mengapa mereka tidak melakukannya untuk shalat sunnah rawaatib
qabliyyah Shubuh dilakukan pada malam hari setelah adzan pertama ?.
Bukankah dimasyru’-kan juga – berdasarkan hadits shahih[52] – mengumandangkan adzan
pertama di waktu malam sebelum dikumandangkannya adzan Shubuh ?. Kenyataannya,
mereka tidak melakukannya. Yang mereka lakukan pada waktu itu adalah shalat
malam (tahajjud atau witir), sedangkan shalat sunnah rawaatib
qabliyyah Shubuh mereka lakukan setelah adzan masuknya waktu Shubuh.
Kesimpulan : Shalat sunnah rawaatib qabliyyah Jum’at
tidak disyari’atkan.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Ini saja yang dapat dituliskan,
semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perumahan
ciomas permai – 09052015 – 02:10].
[1] Daawud bin
Rusyaid Al-Haasyimiy Al-Khawaarazmiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah
ke-10 dan meninggal tahun 239 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 305 no.
1794].
[2] Hafsh
bin Ghiyaats bin Thalq bin Mu’aawiyyah bin Maalik An-Nakha’iy, Abu ‘Umar
Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi faqiih,
namun sedikit berubah hapalannya di akhir usianya. Termasuk thabaqah ke-8,
meninggal tahun 194/195 H [Taqriibut-Tahdziib ,
hal. 260 no. 1439].
[3] Sulaimaan bin Mihraan Al-Asadiy Al-Kaahiliy
– terkenal dengan nama Al-A’masy; seorang yang tsiqah, haafidh,
lagi ‘aalim terhadap qira’aat, wara’, akan tetapi sering
melakukan tadliis. Termasuk thabaqah ke-5, dan meninggal tahun 147/148 H
[Taqriibut-Tahdziib, hal. 414 no. 2630].
حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي
صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَعَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ:
جَاءَ سُلَيْكُ الْغَطَفَانِيُّ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْطُبُ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ لَهُ: " أَصَلَّيْتَ قَبْلَ أَنْ
تَجِيءَ؟ "، قَالَ: لا، قَالَ: " فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَتَجَوَّزْ
فِيهِمَا "
[5] Muhammad bin
Mahbuub Al-Bunaaniy Al-Bashriy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah
ke-10 dan meninggal tahun 223 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 893 no.
6307].
[6] Ismaa’iil bin Ibraahiim bin
Ma’mar bin Al-Hasan Al-Hudzaliy, Abu Ma’mar Al-Qathii’iy Al-Harawiy; seorang yang tsiqah lagi ma’muun.
Termasuk thabaqah ke-10, dan meninggal tahun 236 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 136 no. 419].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَحْبُوبٍ، وَإِسْمَاعِيلُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْمَعْنَى، قَالَا: حَدَّثَنَا حَفْصُ
بْنُ غِيَاثٍ، عَنْ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ،
وَعَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَا: جَاءَ
سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْطُبُ، فَقَالَ لَهُ " أَصَلَّيْتَ شَيْئًا؟ " قَالَ: لَا، قَالَ:
" صَلِّ رَكْعَتَيْنِ تَجَوَّزْ فِيهِمَا "
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رُبَيْعٍ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ السُّلَيْمِ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْأَعْرَابِيِّ،
حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ مُحَمَّدُ بْنُ مَحْبُوبٍ، وَإِسْمَاعِيلُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ، قَالَا: حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ،
عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: " جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَقَالَ لَهُ عَلَيْهِ السَّلامُ: أَصَلَّيْتَ
شَيْئًا؟ قَالَ: لَا، قَالَ: صَلِّ الرَّكْعَتَيْنِ تَجَوَّزْ فِيهِمَا
[9] Muhammad
bin ‘Abdillah bin Numair Al-Hamdaaniy Al-Khaarifiy Abu ‘Abdirrahmaan Al-Kuufiy;
seorang yang tsiqah, haafidh,
lagi faadlil. Termasuk thabaqah ke-10, dan meninggal tahun 234 H [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 866 no. 6093].
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا حَفْصٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ،
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ
وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ،
فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَتَجَوَّزُ فِيهِمَا
[11] ‘Abdullah bin Muhammad bin
Ibraahiim bin ‘Utsmaan Al-Khawaasitiy Al-‘Absiy, Abu Bakr bin Abi Syaibah
Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, haafidh, shaahibut-tashaanif
(mempunyai banyak karangan/tulisan). Termasuk thabaqah ke-10, dan
meninggal tahun 235 H [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 540 no. 3600].
No. 5201:
حَدَّثَنَا حَفْصٌ،
عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: " جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ: صَلِّ رَكْعَتَيْنِ تَجَوَّزْ
فِيهِمَا "
No. 5252:
حَدَّثَنَا حَفْصٌ،
عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: " جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ لَهُ: صَلَّيْتَ، قَالَ:
لَا، قَالَ: صَلِّ رَكْعَتَيْنِ تَجَوَّزْ فِيهِمَا "
[13] ‘Umar bin
Hafsh bin Ghiyaats bin Thalq Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, namun
kadang mengalami keraguan. Termasuk thabaqah ke-10 dan meninggal tahun 222
H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 716 no. 4914].
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، قَالَ: حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ، قَالَ:
سَمِعْتُ أَبَا صَالِحٍ، يَذْكُرُ حَدِيثَ سُلَيْكٍ الْغَطَفَانِيِّ، ثُمَّ
سَمِعْتُ أَبَا سُفْيَانَ، بَعْدُ يَقُولُ: سَمِعْتُ جَابِرًا، يَقُولُ: جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَجَلَسَ، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا سُلَيْكُ، قُمْ فَصَلِّ
رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ تَجَوَّزْ فِيهِمَا، ثُمَّ قَالَ: إِذَا جَاءَ
أَحَدُكُمْ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
يَتَجَوَّزُ فِيهِمَا "
حَدَّثَنَا فَهْدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ
حَفْصٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أُبَيٌّ، قَالَ:
حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا صَالِحٍ يَذْكُرُ حَدِيثَ سُلَيْكٍ
الْغَطَفَانِيِّ، ثُمَّ سَمِعْتُ أَبَا سُفْيَانَ بَعْدَ ذَلِكَ يَقُولُ: سَمِعْتُ
جَابِرًا، يَقُولُ: " جَاءَ سُلَيْكٌ
الْغَطَفَانِيُّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْطُبُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قُمْ،
يَا سُلَيْكُ، فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ، تَجَوَّزْ فِيهِمَا، ثُمَّ
قَالَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ، فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ
خَفِيفَتَيْنِ، يَتَجَوَّزْ فِيهِمَا "
[16] Muhammad
bin ‘Abdillah bin Sulaimaan Al-Hadlramiy Al-Haafidh, terkenal dengan nama
Muthayyan;
seorang yang tsiqah lagi haafidh. Termasuk thabaqah ke-12,
dan meninggal tahun 277 H [Siyaru
A’laamin-Nubalaa’ 14/41-42
dan Lisaanul-Miizaan,
7/257-259 no. 7021].
[17] Ismaa’iil bin Ibraahiim bin
Ma’mar bin Al-Hasan Al-Hudzaliy, Abu Ma’mar Al-Qathii’iy Al-Harawiy; seorang yang tsiqah lagi ma’muun.
Termasuk thabaqah ke-10, dan meninggal tahun 236 H [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 136 no. 419].
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْمُثَنَّى،
حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ،
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، وأبي سفيان، عَنْ جَابِرٍ، قَالا: " دَخَلَ
سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ الْمَسْجِدَ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْطُبُ، فَأَمَرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ "
[19] Muhammad bin
Ahmad bin ‘Abdil-Wahhaab bi Daawud bin Bihraam As-Sulamiy, Abu Bakr Al-Muqri’
Adl-Dlariir. Abu Nu’aim menyebutkannya dalam Taariikh Ashbahaan (1/313
no. 548) tanpa menyebutkan jarh maupun ta’diil.
[20] Al-Hasan bin
Haaruun bin Sulaimaan Al-Kharaaz; salah seorang perawi tsiqaat yang
hasan haditsnya. Meninggal tahun 292 H [Thabaqaatul-Muhadditsiin
bi-Ashbahaan li-Abisy-Syaikh, 3/308].
[21] ‘Iisaa bin Yuunus
bin Abi Ishaaq As-Sabii’iy; seorang yang tsiqah lagi ma’muun.
Termasuk thabaqah ke-8 dan meninggal tahun 187 H/191 H [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 773 no. 5376].
وحَدَّثَنَا إسحاق بْنُ إِبْرَاهِيمَ، وَعَلِيُّ بْنُ
خَشْرَمٍ، كلاهما، عَنْ عِيسَى بْنِ يُونُسَ، قَالَ ابْنُ خَشْرَمٍ: أَخْبَرَنَا
عِيسَى، عَنْ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي
سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: جَاءَ
سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَجَلَسَ، فَقَالَ لَهُ " يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ
رَكْعَتَيْنِ، وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا "، ثُمَّ قَالَ: " إِذَا جَاءَ
أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ
وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا "
نا عَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ، أَخْبَرَنَا عِيسَى يَعْنِي
ابْنَ يُونُسَ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ
أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ سُلَيْكٌ
الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْطُبُ، فَجَلَسَ، فَقَالَ لَهُ: " يَا سُلَيْكُ، قُمْ فَارْكَعْ
رَكْعَتَيْنِ، وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا ". ثُمَّ قَالَ: " إِذَا جَاءَ
أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ،
وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا "
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ سَعِيدٍ
السَّعْدِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا
عِيسَى، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي
سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ سُلَيْكٌ
الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْطُبُ فَجَلَسَ، فَقَالَ لَهُ " يَا سُلَيْكُ، قُمْ فَارْكَعْ
رَكْعَتَيْنِ، وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا "، ثُمَّ قَالَ: " إِذَا جَاءَ
أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَالإِمَامُ يَخْطُبُ، فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ،
وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا "
أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ
الْقَاضِي، ثنا حَاجِبُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ حَمَّادٍ، ثنا أَبُو
مُعَاوِيَةَ، عَنِ الأَعْمَشِ، ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو صَالِحِ بْنُ أَبِي طَاهِرٍ،
أنبأ جَدِّي يَحْيَى بْنُ مَنْصُورٍ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ سَلَمَةَ، ثنا إِسْحَاقُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ، أنبأ عِيسَى بْنُ يُونُسَ، ثنا الأَعْمَشُ،
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ " جَاءَ
سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" أَصَلَّيْتَ الرَّكْعَتَيْنِ؟ " فَقَالَ: لا، قَالَ: " قُمْ
فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا " وَقَالَ: " إِذَا جَاءَ
أَحَدُكُمْ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ، وَلْيَتَجَوَّزْ
فِيهِمَا ".
[26] Muhammad
bin Khaazim At-Tamiimiy As-Sa’diy, Abu Mu’aawiyyah Adl-Dlariir Al-Kuufiy;
seorang yang tsiqah, dan orang yang paling hapal
hadits Al-A’masy, namun sering mengalami keraguan dalam hadits selainnya. Termasuk
thabaqah ke-9, lahir tahun 113 H, dan
meninggal tahun 194/195 H [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 840 no. 5878].
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ
جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَجَلَسَ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا جَاءَ
أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ، فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ،
ثُمَّ لِيَجْلِسْ "
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خُزَيْمَةَ، قَالَ:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِسْكَابَ الْكُوفِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو
مُعَاوِيَةُ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ
أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: " جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَجَلَسَ، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ، فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ، ثُمَّ
لْيَجْلِسَ
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ، ثنا
عَلِيُّ بْنُ حَرْبٍ، ثنا أَبُو مُعَاوِيَةَ، ثنا الأَعْمَشُ،
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ
سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ
النَّاسَ فَجَلَسَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيُصَلِّ
رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ لِيَجْلِسْ "
أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ
الْقَاضِي، ثنا حَاجِبُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ حَمَّادٍ، ثنا أَبُو
مُعَاوِيَةَ، عَنِ الأَعْمَشِ، ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو صَالِحِ بْنُ أَبِي طَاهِرٍ،
أنبأ جَدِّي يَحْيَى بْنُ مَنْصُورٍ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ سَلَمَةَ، ثنا إِسْحَاقُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ، أنبأ عِيسَى بْنُ يُونُسَ، ثنا الأَعْمَشُ،
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ " جَاءَ
سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" أَصَلَّيْتَ الرَّكْعَتَيْنِ؟ " فَقَالَ: لا، قَالَ: " قُمْ
فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا " وَقَالَ: " إِذَا جَاءَ
أَحَدُكُمْ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ، وَلْيَتَجَوَّزْ
فِيهِمَا ".
[31] Sufyaan bin Sa’iid bin Masruuq
Ats-Tsauriy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, haafidh, faqiih, ‘aabid, imam, lagi hujjah.
Termasuk thabaqah ke-7, lahir tahun 97 H, dan meninggal tahun 161 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 394 no. 2458].
[32] Ma’mar bin Raasyid Al-Azdiy, Abu
‘Urwah Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, tsabt, lagi mempunyai
keutamaan. Termasuk thabaqah ke-7, meninggal tahun 154 H [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 961 no. 6857].
عَنْ مَعْمَرٍ، وَالثَّوْرِيِّ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ
جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ يُقَالَ لَهُ: سُلَيْكٌ،
مِنْ غَطَفَانَ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا،
فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا سُلَيْكُ،
قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ "
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، عَنْ
مَعْمَرٍ، وَالثَّوْرِيِّ، عَنِ الأَعْمَشِ،
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ
رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ: سُلَيْكٌ مِنْ غَطَفَانَ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " قُمْ يَا سُلَيْكُ، فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
"
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّبَرِيُّ،
عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَرٍ، وَالثَّوْرِيِّ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ
جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ سُلَيْكٌ
مِنْ غَطَفَانَ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا،
فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا سُلَيْكُ،
قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ "
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ، نا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ
جَابِرٍ، عَنْ سُلَيْكٍ الْغَطَفَانِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" إِذَا أَتَى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيُصَلِّ
رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ "
حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ صَاعِدٍ، ثنا مُحَمَّدُ
بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ زَنْجُوَيْهِ. ح وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ
النَّيْسَابُورِيُّ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو الْغَزِّيُّ،
وَأَحْمَدُ بْنُ يُوسُفَ السُّلَمِيُّ، وَعَبَّاسٌ التَّرْقُفِيُّ، قَالُوا: نا
مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ الْفِرْيَابِيُّ. ح وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ
النَّيْسَابُورِيُّ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يُوسُفَ السُّلَمِيُّ، وَالْحَسَنُ بْنُ
يَحْيَى، قَالا: نا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أنا سُفْيَانُ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ
جَابِرٍ، عَنْ سُلَيْكٍ الْغَطَفَانِيِّ ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ
خَفِيفَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا "
[38] Syariik bin ‘Abdillah bin Abi Syariik An-Nakha’iy, Abu
‘Abdillah Al-Kuufiy Al-Qaadliy; seorang yang shaduuq, namun banyak
salahnya dan berubah hapalannya ketika menjabat qaadliy. Termasuk thabaqah
ke-8, dan meninggal tahun 177 H/178 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 436 no. 2802].
حَدَّثَنَا مَسْرُوقٌ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ
جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ سُلَيْكٌ إِلَى الْمَسْجِدِ،
وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، " فَأَمَرَهُ أَنْ
يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
[40] Daawud bin
Nushair, Abu Sulaimaan Ath-Thaaiy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, faqiih,
lagi zaahid. Termasuk thabaqah ke-8 dan meninggal tahun 160 H/165
H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 309 no. 1825].
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُمَيْرِ بْنِ جَوْصَا،
بِدِمَشْقَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الصُّوفِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ
بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ الطَّائِيُّ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: دَخَلَ رَجُلٌ الْمَسْجِدَ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ لَهُ " صَلِّ رَكْعَتَيْنِ
خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تَجْلِسَ "
[42] Zaaidah bin Qudaamah Ats-Tsaqafiy, Abush-Shalt
Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, tsabt, lagi shaahibus-sunnah.
Termasuk thabaqah ke-7, dan meninggal tahun 160 H atau setelahnya. [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 333 no. 1993].
ثنا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنِ الأَعْمَشِ،
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: " جَاءَ
رَجُلٌ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَأَمَرَهُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ فِيهِمَا
جَوَازٌ، فَقُلْتُ لِسُلَيْمَانَ: يَوْمَ الْجُمُعَةِ؟ قَالَ: نَعَمْ "
[44] Ahmad
bin ‘Umair bin Yuusuf bin Muusaa bin Haaruun bin Jaushaa, Abul-Hasan
Ad-Dimasyqiy; seorang yang tsiqah lagi haafidh. Lahir tahun 230 H
dan meninggal tahun 320 H [Zawaaidu Rijaali Shahiih Ibni Hibbaan hal. 113-128 no. 54 dan Irsyaadul-Qaashiy wad-Daaniy, hal. 147-148 no. 158].
[45] Ahmad bin Yahyaa bin Zakariyyaa Al-Audiy,
Abu Ja’far Al-Kuufiy Al-‘Aabid; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-11 dan meninggal tahun 264
H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 101
no. 125].
[46] Ishaaq
bin Manshuur bin Bahraam Al-Kuusij, Abu Ya’quub At-Taimiy Al-Marwaziy; seorang
yang tsiqah lagi tsabt. Termasuk thabaqah ke-11, dan
meninggal tahun 251 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 132 no. 388].
[48] Ada
kekhawatiran keterputusan antara Salm bin Basyiir dengan Abu ‘Awaanah. Ibnu Hibbaan saat menyebutkan keterangan
tentangnya berkata : “Telah meriwayatkan darinya Abu ‘Awaanah, seandainya ia
mendengar darinya” [idem].
Hanya saja, Ibnu Hibbaan sendiri tidak memastikan
adanya keterputusan tersebut. Abu ‘Awaanah masih memunginkan mendengar hadits
dari thabaqah Salm bin Basyiir, wallaahu a’lam.
[49] Maksudnya
jika perbuatan itu disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
karena diakhir perkataan Naafi’ disebutkan:
......وَيُحَدِّثُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَفْعَلُ ذَلِكَ
…… Dan ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam juga melakukan yang demikian itu [Diriwayatkan oleh Abu
Daawud no. 1128, Ibnu Khuzaimah 3/168 no. 1836, Ibnu Hibbaan 6/227 no. 2476,
dan yang lainnya; shahih].
Oleh karena itu, jika Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidak mungkin melakukannya setelah masuknya waktu shalat,
maka Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa juga tidak melakukannya setelah
masuknya waktu shalat (adzan), akan tetapi sebelumnya; sehingga yang ia
kerjakan adalah shalat sunnah mutlak, bukan shalat sunnah rawatib. Wallaahu
a’lam.
[50] Banyak orang
di jaman sekarang yang melakukan adzan dua kali dengan alasan mencontoh
perbuatan ‘Utsmaan bin ‘Affaan radliyallaahu ‘anhu. Mereka melakukan
adzan awal di masjid secara keras dengan menggunakan pengeras suara sebagaimana
adzan-adzan waktu shalat lainnya; akan tetapi untuk adzan kedua dilakukan
dengan lirih dan dengan tempo yang lebih cepat.
Dengan adanya pengeras suara dan jam, maka ‘illat dilakukannya
adzan tambahan tersebut sudah tidak ada, sehingga adzan shalat Jum’at kembali
seperti semula seperti di jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
yaitu sekali.
[51] Secara dhahir
dapat dilihat kenyataannya yang dilakukan orang-orang belakangan. Ketika mereka
tiba di masjid, mereka mengerjakan shalat tahiyyatul-masjid, kemudian
duduk. Setelah masuk zawal dan selesai adzan pertama dikumandangkan,
mereka baru berdiri shalat dua raka’at. Kemudian adzan kedua, dan khuthbah
dimulai. Jarak antara adzan pertama dan kedua sangat pendek.
Jika memang mereka niat melakukan shalat sunnah
mutlak, mereka tidak harus menunggu adzan pertama dikumandangkan. Kenyataannya,
shalat sunnah mutlak ini justru ditinggalkan dan diganti dengan shalat sunnah rawatib
qabliyyah Jum’at.
Ironis memang….. yang diperintahkan tidak dikerjakan,
yang tidak diperintahkan dikerjakan. Meskipun sebagian ulama Syaafi’iyyah
berpendapat disunnahkannya shalat sunnah rawaatib qabliyyah Jum’at – dan
ini memang perkara yang dikhilafkan para ulama, meski pendapat ini lemah - ,
namun mereka tetap menganjurkan dan melakukan shalat sunnah mutlak sebelum imam
keluar berkhuthbah.
أَنَّ بِلَالًا كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى
يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ
الْفَجْرُ
“Sesungguhnya Bilaal adzan pada waktu malam. Maka
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Makan minumlah
kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan. Karena ia tidak akan adzan kecuali
setelah terbitnya fajar shaadiq” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1918,
1919].
Comments
Jazaakallahu khoir atas artikelnya, Ustadz. Mohon pencerahan. Sy pernah membaca hadits yang kira-kira artinya bahwa Allah akan membangunkan sebuah rumah/istana di surga untuk orang yang salat rawatib 10 atau 12 rokaat dalam sehari. Bagaimana jika tiba hari Jumat? Qabliyah Zuhur yang 4 rokaat akan hilang dan hitungan rawatibnya tidak lagi bisa genap 10 atau 12 rokaat, tetapi hanya 8 rokaat (2 ba'diyah magrib pada malam Jumat/Kamis malam, 2 ba'diyah Isya, 2 qobliyah subuh, dan 2 ba'diyah Jumat). Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Maka berlaku hadits:
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Barangsiapa yang jatuh sakit atau melakukan perjalanan jauh, maka dicatatkan pahala baginya pahala seperti yang biasa ia dilakukannya ketika bermukim atau sehat” [HR. Al-Bukhari no. 2996].
Jika memang ada halangan syar'iy, maka ia tetap mendapatkan pahala shalat sebagaimana yang biasa ia lakukan, insya Allah.
wallaahu a'lam.
Posting Komentar