Ada
riwayat Syi’ah berbunyi:
حدثنا محمد بن علي ماجيلويه عن عمه محمد بن أبي
القاسم عن أحمد بن أبي عبد الله عن أبيه عن محمد بن سليمان عن داود بن النعمان عن
عبد الرحيم القصير قال: قال لي أبو جعفر عليه السلام: أما لو قام قائمنا لقد ردت
إليه الحمراء حتى يجلدها الحد وحتى ينتقم لابنة محمد فاطمة عليها السلام منها،
قلت: جعلت فداك ولم يجلدها الحد؟ قال: لفريتها على ام ابراهيم، قلت: فكيف اخره
الله للقائم؟ فقال: لان الله تبارك وتعالى بعث محمدا صلى الله عليه وآله رحمة وبعث
القائم عليه السلام نقمة
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin ‘Aliy Maajilwaih, dari pamannya : Muhammad bin Abil-Qaasim, dari
Ahmad bin Abi ‘Abdillah, dari ayahnya, dari Muhammad bin Sulaimaan, dari Daawud
bin An-Nu’maan, dari ‘Abdurrahiim Al-Qashiir, ia berkata : Telah berkata
kepadaku Abu Ja’far ‘alaihis-salaam : “Seandainya Al-Qaaim[1] muncul,
sungguh akan dihadapkan kepadanya kelak Al-Hamraa’ (yaitu : ‘Aaisyah radliyallaahu
‘anhaa) hingga ia akan memberikan hukuman dera padanya, dan akan membalaskan
dendam anak wanita Muhammad – Faathimah – terhadapnya”. Aku berkata : “Diriku
sebagai tebusanmu. Mengapa ia memberikan hukuman dera kepadanya ?”. Ia berkata
: “Karena kedustaannya (‘Aaisyah) terhadap Ummu Ibraahiim[2]”. Aku
berkata : “Mengapa Allah mengakhirkan (hukuman tersebut) untuk Al-Qaaim ?”. Ia
berkata : “Karena Allah tabaaraka wa ta’ala mengutus Muhammad shallallaahu
‘alaihi wa aalihi sebagai rahmat, dan mengutus Al-Qaaim ‘alaihis-salaam
untuk membalas dendam” [‘Ilalusy-Syaraai’ oleh Ash-Shaduuq, 2/579-580
no. 10].
Perhatikan riwayat unik ini…. menggambarkan Imam Mahdi versi Syi’ah ini sebagai
orang yang penuh angkara
murka (an-niqmah) yang datang hanya untuk meluapkan
kemarahan dan dendam.
Riwayat ini – selain merupakan
penghinaan terhadap ‘Aaisyah – sebenarnya juga merupakan penghinaan terhadap Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Apakah
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam begitu lemahnya sehingga ia tidak
mampu menghukum ‘Aaisyah karena menuduh Ummu Ibraahiim (berzina), jika memang benar
‘Aaisyah melakukannya, padahal beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
mampu membunuh dan mengeksekusi orang-orang Yahuudi, Romawi (Nasharani), dan
kaum musyrikin Arab ?. Meski
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi pembawa rahmat[3], namun
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetap menegakkan hadd bagi
siapa saja yang harus menerimanya, seperti mencambuk sebagian shahabat yang
kedapatan minum khamr.
عَنْ عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ: " أَنَّ رَجُلًا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ اسْمُهُ عَبْدَ اللَّهِ، وَكَانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا، وَكَانَ يُضْحِكُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ جَلَدَهُ فِي الشَّرَابِ، فَأُتِيَ بِهِ يَوْمًا، فَأَمَرَ
بِهِ فَجُلِدَ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: اللَّهُمَّ الْعَنْهُ، مَا أَكْثَرَ
مَا يُؤْتَى بِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تَلْعَنُوهُ،
فَوَاللَّهِ، مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Dari ‘Umar bin Al-Khaththaab :
Ada seorang laki-laki di jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bernama ‘Abdullah, yang dijuluki keledai (himaar). Ia suka membuat
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tertawa. Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam pernah mencambuknya karena ia mabuk. Suatu hari ia
dihadapkan ke hadapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau
memerintahkan agar ia dicambuk. Lalu ada seorang laki-laki dari satu kaum
berkata : “Ya Allah, laknatilah ia, betapa sering ia dihukum”. Maka Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda : "Janganlah kalian melaknatnya. Demi
Allah, tidaklah aku mengetahuinya kecuali ia mencintai Allah dan Rasul-Nya"
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6780].
Kecintaan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam terhadap ‘Abdullah -
karena
ia sering membuat beliau tertawa,
dan
‘Abdullah seorang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya – tidak menghalangi beliau untuk mencambuknya karena ia
minum khamr.
Selain
itu, ketika ‘Aliy bin Abi Thaalib dan Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu
‘anhumaa memegang tampuk kekhalifahan, mengapa mereka berdua juga tidak mau
menegakkan hadd kepada ‘Aaisyah seandainya benar ia (‘Aaisyah) berhak
dijatuhi hukuman hadd?. Apakah mereka berdua terlampau lemah untuk itu
?.
Apa maslahatnya menunda hingga nanti datang Al-Qaaim
yang sekarang katanya lagi bersembunyi ? dan entah mengapa ia sekarang malah sembunyi.....
Atau jangan-jangan ‘Aaisyah memang tidak punya salah apa-apa hingga mesti ditegakkan
padanya hadd ?.
Kita bahkan hanya menemukan bagaimana Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam mencintai ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa.
عَنْ عَمْرو بْن الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَهُ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ
فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ فَقُلْتُ مِنْ
الرِّجَالِ فَقَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
فَعَدَّ رِجَالًا
Dari ‘Amru bin Al-‘Aash radliyallaahu ‘anhu
: Bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam mengutusnya beserta
rombongan pasukan Dzatus-Sulaasil. Lalu aku ('Amru) bertanya kepada beliau :
"Siapakah manusia yang paling engkau cintai?”. Beliau menjawab : "'Aaisyah".
Aku kembali bertanya : "Kalau dari kalangan laki-laki?". Beliau
menjawab : "Bapaknya (yaitu Abu Bakr)". Aku kembali bertanya :
"Kemudian siapa lagi?". Beliau menjawab : "'Umar bin
Al-Khaththab". Selanjutnya beliau menyebutkan beberapa orang
laki-laki" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3662].
Al-Qur’an
turun kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan di dalamnya
terdapat ayat:
وَالطَّيِّبَاتُ
لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
“Dan
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang
baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” [QS. An-Nuur : 26].
Dikarenakan
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah laki-laki yang baik, maka
bagi beliau hanyalah wanita yang baik, dan ‘Aaisyah adalah pilihan yang baik dari seluruh wanita yang ada untuk beliau[4].
Atau
orang Syi’ah ingin mengatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang bodoh sehingga tetap mempertahankan
pernikahannya dengan wanita pezina dan pendosa – sedangkan turun wahyu siang dan malam untuk membimbing beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam hingga
dalam masalah haidl dan nifas – ?. Atau beliau dianggap terpedaya hanya karena
seorang wanita ?. Na’uudzubillaahi min dzaalik !. Jauh sekali Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam dari keadaan-keadaan seperti ini. Allah ta’ala telah
berfirman:
وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ
مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian
itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin” [QS. An-Nuur : 3].
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ
لِلْخَبِيثَاتِ
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki
yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula)”
[QS. An-Nuur : 26].
Justru,
kita dapati Ahlul-Bait bersikap baik kepada ‘Aaisyah dan mendoakan ampunan
kepadanya.
أَخْبَرَنَا الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ، حَدَّثَنَا
عِيسَى بْنُ دِينَارٍ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا جَعْفَرٍ عَنْ عَائِشَةَ، فَقَالَ:
اسْتَغْفِرِ اللَّهَ لَهَا، أَمَا عَلِمْتَ مَا كَانَتْ تَقُولُ: " يَا
لَيْتَنِي كُنْتُ شَجَرَةً، يَا لَيْتَنِي كُنْتُ حَجَرًا، يَا لَيْتَنِي كُنْتُ
مَدَرَةً "، قُلْتُ: وَمَا ذَاكَ مِنْهَا؟ قَالَ: تَوْبَةٌ
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Fadhl bin
Dukain : Telah menceritakan kepada kami ‘Iisaa bin Diinaar, ia berkata : Aku
pernah bertanya kepada Abu Ja’far tentang ‘Aaisyah. Ia menjawab : “Mintakanlah
ampun kepada Allah untuknya. Tidakkah engkau mengetahui apa yang ia katakan : ‘Alangkah
baik seandainya aku dulu hanyalah sebatang pohon, alangkah baik seandainya aku
dulu hanyalah sebuah batu, alangkah baiknya seandainya dulu aku hanyalah tanah”.
Aku berkata : “Apa yang ia maksudkan?”. Abu Ja’far berkata : “Taubat”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, 8/280; shahih].
Abu
Ja’far di atas adalah Muhammad bin ‘Aliy bin Al-Husain rahimahumullah,
salah seorang ulama Ahlul-Bait yang dianggap imam oleh orang Syi’ah.
Kalau
memang ‘Aaisyah kelak akan dibangkitkan kembali dan dihadapkan kepada Al-Qaaim
untuk diadzab/dihukum, buat apa Abu Ja’far meminta ‘Iisaa bin Diinaar untuk
mendoakan ampunan kepada Allah untuk ‘Aaisyah ?. Adakah dalam riwayat ini tergambar dendam kesumat ala orang Syi’ah ?.
Anda,
para Pembaca yang pintar, dapat dengan mudah menjawabnya, insya Allah…
Hal itu dikarenakan Abu Ja’far rahimahullah memahami firman Allah ta’ala:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ
يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ
وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ
رَحِيمٌ
“Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa:
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" [QS. Al-Hasyr : 10].
Wallaahul-musta’aan.
Semoga
tulisan singkat ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai – 11042015 – 17:45 - baca juga artikel terkait : 'Aaisyah adalah Istri Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam di Dunia dan di Akhirat].
Silakan baca artikel : Imam
Mahdi-mu Bukan Imam Mahdi-ku.
Orang Syi’ah punya versi cerita sendiri tentang kisah hadiitsul-ifk
yang kemudian turun QS. An-Nuur : 11-20. Mereka punya cerita bahwa ayat
tersebut turun terkait tuduhan ‘Aaisyah kepada Mariyyah Al-Qibthiyyah. Jadi
yang dibersihkan ayat dari tuduhan dusta adalah Mariyyah, bukan ‘Aaisyah.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” [QS. Al-Anbiyaa’ : 107].
[4] Sebaliknya,
orang Syi’ah menuduh ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa sebagai wanita
pezina. Sungguh jauh ia (‘Aaisyah) dari tuduhan mereka tersebut. Bahkan, mereka
hanyalah mengekor perkataan orang-orang munafik yang menuduh hal serupa kepada ‘Aaisyah,
yang Allah telah membersihkan tuduhan tersebut darinya.
Comments
assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh yaa Ustadz Abul Jauzaa’..
Ustadz, saya hendak meminta dan menanyakan beberapa pertanyaan, namun saya tidak mau menampilkannya disini. bisakah antum kirimkan alamat e-mail antum yang masih aktif ??
atas kesudihannya mau menanggapi saya, saya ucapkan terimakasih banyak.
jaza-Kallah khairan katsiiraa wa Barakallahu fiik..
Posting Komentar