Al-Kaffu
(telapak
tangan) dan Al-Ashaabi’ (jari-jari) merupakan sifat dzaatiyyah khabariyyah
yang tetap bagi Allah ‘azza wa jalla berdasarkan hadits-hadits shahih
dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Diantara dalil-dalil tetapnya sifat
telapak tangan bagi Allah ta’ala adalah:
وحَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ،
عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا تَصَدَّقَ أَحَدٌ
بِصَدَقَةٍ مِنْ طَيِّبٍ، وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ، إِلَّا
أَخَذَهَا الرَّحْمَنُ بِيَمِينِهِ وَإِنْ كَانَتْ تَمْرَةً، فَتَرْبُو فِي كَفِّ
الرَّحْمَنِ حَتَّى تَكُونَ أَعْظَمَ مِنَ الْجَبَلِ، كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ
فَلُوَّهُ أَوْ فَصِيلَهُ
Dan
telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada
kami Laits, dari Sa’iid bin Abi Sa’iid, dari Sa’iid bin Yasaar, bahwasannya ia
pernah mendengar Abu Hurairah berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Tidak seorangpun bershadaqah dengan shadaqah dari
yang baik – sedangkan Allah tidaklah menerima kecuali yang baik - , melainkan
Allah mengambilnya dengan tangan kanan-Nya, meskipun hanya sebiji kurma. Ia
akan mengembang di telapak tangan Ar-Rahmaan hingga menjadi lebih besar
daripada gunung. Sebagaimana salah seorang di antara kalian memelihara anak
kuda atau anak onta” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1014].
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هَانِئٍ أَبُو هَانِئٍ
الْيَشْكُرِيُّ، حَدَّثَنَا جَهْضَمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ
أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ سَلَّامِ، عَنْ أَبِي سَلَّامٍ، عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ عَايِشٍ الْحَضْرَمِيِّ أَنَّهُ حَدَّثَهُ، عَنْ مَالِكِ بْنِ
يَخَامِرَ السَّكْسَكِيِّ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: احْتُبِسَ عَنَّا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ
غَدَاةٍ عَنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى كِدْنَا نَتَرَاءَى عَيْنَ الشَّمْسِ،
فَخَرَجَ سَرِيعًا فَثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَتَجَوَّزَ فِي صَلَاتِهِ، فَلَمَّا سَلَّمَ دَعَا بِصَوْتِهِ، فَقَالَ
لَنَا: " عَلَى مَصَافِّكُمْ كَمَا أَنْتُمْ "، ثُمَّ انْفَتَلَ
إِلَيْنَا، ثُمَّ قَالَ: " أَمَا إِنِّي سَأُحَدِّثُكُمْ مَا حَبَسَنِي
عَنْكُمُ الْغَدَاةَ أَنِّي قُمْتُ مِنَ اللَّيْلِ فَتَوَضَّأْتُ وَصَلَّيْتُ مَا
قُدِّرَ لِي، فَنَعَسْتُ فِي صَلَاتِي حَتّى اسْتَثْقَلْتُ فَإِذَا أَنَا بِرَبِّي
تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، قُلْتُ:
" لَبَّيْكَ رَبِّ "، قَالَ: فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟
قُلْتُ: " لَا أَدْرِي "، قَالَهَا ثَلَاثًا، قَالَ: " فَرَأَيْتُهُ
وَضَعَ كَفَّهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ أَنَامِلِهِ بَيْنَ
ثَدْيَيَّ
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyaar : Telah menceritakan kepada
kami Mu’aadz bin Haani’ Abu Haani’ Al-Yasykuriy : Telah menceritakan kepada kami
Jahdlam bin ‘Abdillah, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Zaid bin Sallaam, dari
Abu Sallaam, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aayisy Al-Hadlramiy bahwasannya ia telah
menceritakan kepadanya, dari Maalik bin Yakhaamir As-Saksakiy, dari Mu’aadz bin
Jabal radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Suatu pagi Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam tertahan melakukan shalat Shubuh, hingga kami
hampir-hampir melihat munculnya matahari. Kemudian Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam keluar dengan segera lalu mengerjakan shalat sunnah,
kemudian melakukan shalat Shubuh, dan beliau melakukan seperlunya dalam shalat.
Ketika selesai salam, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Tetaplah
di shaf-shaf kalian. Bagaimana keadaan kalian ?”. Lalu beliau menghadap
kami dan bersabda : “Sesungguhnya akan aku ceritakan kepada kalian apa yang telah
menahanku dari kalian pagi ini. Semalam aku bangun, berwudlu, lalu melakukan
shalat sesuai kemampuanku. Lalu aku mengantuk dalam shalatku, hingga terasa
berat (dan tertidur). (Dalam mimpi) tiba-tiba aku berjumpa Rabb-ku dalam
sebaik-baik bentuk, lalu Dia berfirman : ‘Wahai Muhammad’. Aku menjawab :
‘Labbaika Rabb’. Allah berfirman : ‘Apakah engkau tahu tentang apa yang
diperbantahkan oleh Al-Malaul-A’laa ?’. Aku menjawab : ‘Aku tidak tahu’ - beliau
shallallaahu ‘alaihi w sallam mengulanginya sebanyak tiga kali – . Lalu
aku melihat Dia meletakkan telapak tangan-Nya di antara dua pundakku,
hingga aku merasakan dinginnya jari-jemari-Nya di antara dadaku.....”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3235, dan ia berkata : ‘Hadits ini hasan
shahih’. Penilaian yang sama dikatakan juga oleh Al-Bukhaariy].
Abul-Qaasim
Al-Ashbhaaniy rahimahullah berkata:
وقوله ((إن أحدكم يأتي بصدقته فيضعها في كف
الرحمن))، وقوله ((يضع السماوات على إصبع والأرضين على أصبع)) وأمثال هذه الأحاديث،
فإذا تدبر متدبر، ولم يتعصب؛ بان له صحة ذلك، وأن الإيمان به واجب، وأن البحث عن كيفية
ذلك باطل
“Dan
sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Sesungguhnya salah
seorang diantara kalian datang dengan shadaqahnya lalu ia meletakkannya pada telapak
tangan Ar-Rahmaan’, dan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
: ‘Allah meletakkan langit-langit di atas satu jari dan bumi-bumi di atas
satu jari’; dan hadits-hadits yang semisal. Apabila seseorang
mentadaburinya tanpa ada sikap fanatik, maka akan jelas baginya kebenaran hal
itu. Iman kepadanya wajib, sedangkan membahas tentang kafiyyah-nya
adalah batil” [Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah, 2/259].
وكذلك قوله ((حتى يضع الجبار فيها قدمه))
وقوله ((حتى يضعه فِي كف الرحمن)) وللقدم معان وللكف معان، وليس يحتمل الحديث شيئا
من ذَلِكَ إلا مَا هو المعروف فِي كلام العرب فهو معلوم بالحديث مجهول الكيفية.
“Begitu
juga dengan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Hingga Al-Jabbaar
(Allah) meletakkan kaki-Nya di dalamnya’, dan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam : ‘hingga ia meletakkannya pada telapak tangan Ar-Rahmaan’.
Kaki mempunyai beberapa maknanya, dan telapak tangan pun mempunyai beberapa
makna, akan tetapi hadits tersebut tidaklah dibawa kepada makna-makna tersebut,
kecuali apa yang telah diketahui dalam perkataan orang ‘Arab. Dan itu diketahui
dari hadits, sedangkan kaifiyyah-nya tidak diketahui” [idem,
2/262].
Shiddiiq
Hasan Khaan rahimahullah berkata:
ومن صفاته سبحانه: اليد، واليمين، والكف،
والإصبع....
“Dan termasuk diantara
sifat-Nya subhaanahu wa ta’ala : tangan, kanan, telapak tangan,
jari,....” [Qathfuts-Tsamar, hal. 66].
Adapun
dalil-dalil tetapnya sifat jari-jari bagi Allah ta’ala adalah:
حَدَّثَنِي
زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، وَابْنُ نُمَيْرٍ كلاهما، عَنْ الْمُقْرِئِ، قَالَ
زُهَيْرٌ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ، قَالَ: حَدَّثَنَا
حَيْوَةُ، أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْحُبُلِيَّ، أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ،
يَقُولُ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ
الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ
صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
Telah
menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Ibnu Numair, keduanya dari Al-Muqri –
Zuhair berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yaziid Al-Muqri’
- , ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Haiwah : Telah mengkhabarkan kepadaku
Abu Haani’, bahwasannya ia mendengar Abu ‘Abdirrahmaan Al-Hubuliy, ia mendengar
‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya hati-hati Bani Adam (manusia) semuanya
berada di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahmaan, seperti satu
hati yang dapat dipalingkannya sesuai kehendak-Nya”. Kemudian Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam berdoa: "Allaahumma musharrifal-quluub, sharrif
quluubanaa ‘alaa thaa’atika (Ya Allah, Dzat Yang membolak-balikkan hati, palingkanlah
hati-hati kami pada perbuataan taat kepada-Mu)” [Diriwayatkan oleh Muslim
no. 2654].
حَدَّثَنَا
آدَمُ، حَدَّثَنَا شَيْبَانُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَبِيدَةَ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ حَبْرٌ مِنَ
الْأَحْبَارِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
" يَا مُحَمَّدُ، إِنَّا نَجِدُ أَنَّ اللَّهَ يَجْعَلُ السَّمَوَاتِ عَلَى
إِصْبَعٍ، وَالْأَرَضِينَ عَلَى إِصْبَعٍ، وَالشَّجَرَ عَلَى إِصْبَعٍ، وَالْمَاءَ
وَالثَّرَى عَلَى إِصْبَعٍ، وَسَائِرَ الْخَلَائِقِ عَلَى إِصْبَعٍ، فَيَقُولُ:
أَنَا الْمَلِكُ، فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى
بَدَتْ نَوَاجِذُهُ تَصْدِيقًا لِقَوْلِ الْحَبْرِ، ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأَرْضُ
جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ"
Telah
menceritakan kepada kami Aadam : Telah menceritakan kepada kami Syaibaan, dari
Manshuur, dari Ibraahiim, dari ‘Abiidah, dari ‘Abdullah (bin Mas’uud) radliyallaahu
‘anhu, ia berkata : Datang seorang pendeta Yahudi kepada Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, lalu berkata : “Wahai Muhammad, sesungguhnya kami
mendapati bahwasannya Allah menjadikan langit-langit di atas satu jari,
bumi-bumi di atas satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air
dan tanah di atas satu jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari;
kemudian Ia (Allah) berfirman : ‘Aku-lah Raja’”. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam tertawa sehingga gigi gerahamnya terlihat karena senang mengakui
kebenaran ucapan pendeta Yahudi tersebut. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam membaca firman-Nya ta’ala : “Dan mereka tidak
mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya
dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan
kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan (QS.
Az-Zumar : 67)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4811].
Al-Haafidh
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
وَلَوْ كَانَ
الْأَمْر عَلَى خِلَاف مَا فَهِمَهُ الرَّاوِي بِالظَّنِّ لَلَزِمَ مِنْهُ
تَقْرِير النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْبَاطِل وَسُكُوته
عَنْ الْإِنْكَار وَحَاشَا لِلَّهِ مِنْ ذَلِكَ
“Dan
seandainya perkaranya berbeda dengan apa yang dipahami perawi (bahwasannya
tertawanya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai tanda
pembenaran terhadap ucapan pendeta tersebut dan rasa heran beliau terhadapnya) berdasarkan
dugaan, tentu hal itu menunjukkan pengakuan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam atas kebathilan dan sikap diam dalam pengingkaran (terhadap
kebathilan); padahal mustahil atas diri beliau melakukannya....” [Fathul-Baariy,
13/399].
Perkataan
beliau rahimahullah di atas untuk menyanggah kalangan ahli ta’wil yang
mengingkari hadits ‘Abdullah bin Mas’uud di atas atas penetapan sifat
jari-jari, dengan menganggap tertawanya beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam merupakan bentuk pengingkaran terhadap si pendeta Yahudi tersebut.
Dan..... alasan pengingkaran tersebut sangatlah aneh sebagaimana telah
dijelaskan oleh Al-Haafidh rahimahullah di atas.
Al-Aajurriy
rahimahullah berkata:
باب الإيمان بأن
قلوب الخلائق بين إصبعين من أصابع الرب عز وجل، بلا كيف
“Bab
: Iman bahwa hati-hati manusia berada di antara dua jari dari jari-jari Rabb ‘azza
wa jalla, tanpa perlu menanyakan kaifiyyah-nya” [Asy-Syarii’ah,
2/115].
Al-Baghawiy
rahimahullah berkata:
وَالإِصْبَعُ الْمَذْكُورَةُ
فِي الْحَدِيثِ صِفَةٌ مِنْ صِفَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَذَلِكَ كُلُّ مَا جَاءَ
بِهِ الْكِتَابُ أَوِ السُّنَّةُ مِنْ هَذَا الْقَبِيلِ فِي صِفَاتِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى، كَالنَّفْسِ، وَالْوَجْهِ وَالْعَيْنِ، وَالْيَدِ، وَالرِّجْلِ، وَالإِتْيَانِ،
وَالْمَجِيءِ، وَالنُّزُولِ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، وَالِاسْتِوَاءِ عَلَى الْعَرْشِ،
وَالضَّحِكِ، وَالْفَرَحِ.
“Dan
jari yang disebutkan dalam hadits merupakan sifat dari sifat-sifatAllah ‘azza
wa jalla. Begitu juga dengan semua hal yang disebutkan dalam Al-Kitab atau
As-Sunnah dalam perkara ini termasuk sifat-sifat Allah subhaanahu wa ta’ala
seperti an-nafs, al-wajh (wajah), al-‘ain (mata), al-yadd
(tangan), ar-rijl (kaki), al-ityaan (kedatangan), al-majii’
(tiba), turun ke langit dunia, istiwaa’ di atas ‘Arsy, al-dlahik
(tertawa), dan al-farah (gembira)” [Syarhus-Sunnah, 1/116].
Ibnu
Qutaibah rahimahullah menjelaskan:
فإن قال لنا ما الإصبع
عندك هاهنا قلنا هو مثل قوله في الحديث الآخر يحمل الأرض على أصبع ، وكذا على أصبعين
، ولا يجوز أن تكون الإصبع هاهنا نعمة ، وكقوله تعالى : وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ
حَقَّ قَدْرِهِ وَالأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَالسَّمَوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ. ولم يجز ذلك ، ولا نقول أصبع كأصابعنا ، ولا يد كأيدينا ،
ولا قبضة كقبضاتنا ؛ لأن كل شيء منه - عز وجل - لا يشبه شيئا منا.
“Apabila ditanyakan
kepada kami : ‘Apa makna jari di sini menurutmu ?’. Maka kami katakan : Jari di
sini seperti sabdanya shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang
lain : ‘Allah membawa bumi di atas satu jari’, dan demikian juga dengan ‘dua
jari’. Tidak boleh memaknai jari di sini sebagai nikmat, seperti firman-Nya ta’ala
: ‘Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya,
padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit
digulung dengan tangan kanan-Nya’ (QS. Az-Zumar : 67). Maka, tidak
boleh mengartikan jari dengan nikmat. (Meski demikian), kami tidak mengatakan
jari (Allah) seperti jari-jari kita, tangan (Allah) seperti tangan-tangan kita,
genggaman (Allah) seperti genggaman-genggaman kita, karena segela sesuatu yang
berasal dari-Nya ‘azza wa jalla – tidak menyerupai kita sedikitpun” [Tawiil
Mukhtalafil-Hadiits, hal. 245].
Ini saja yang dapat dituliskan,
semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas
permai, ciapus, ciomas, bogor – 05042015 – 23:35].
Comments
Dari Mas Anto Hood:
Buat admin Abul-jauzaa.blogspot.com:
Sebenarnya saya sih tertarik dengan beberapa artikel yang anda buat terutama masalah Syi`ah, tapi pagi ini saya melihat tulisan anda mengenai shifat2 Allah kok saya jadi teringat bahwa ada bantahan yang bagus terhadap tulisan anda mengenai Shifat An Nisyan pada Allah. Tadinya anda dan kelompok yang sepaham dengan anda mengatakan bahwa Shifat2 Allah dilarang ditakwil tapi pas giliran shifat An Nisyan anda takwil jadi At Tark,maaf ya menurut saya bahwa anda kurang konsisten dengan prinsip yang anda pegang tadinya melarang menakwil pas gilirang An Nisyan malah ditakwil jadi At-Tark. Saran saya lain kali buatlah kaidah lengkap dan terang benderang ya ^_^
Dari Dwi M.Purbo
Assalamu`alaikum
Ana juga sempat membacanya,cuma maaf kok ustadz abul-jauzaa tak membuat bantahan ilmiahnya. Memang sih sudah 3 tahun lalu,tapi mengingat ini dicantumkan di internet banyak melihatnya. Nah dengan adanya bantahan ilmiah antum ya setidaknya meminimalisir kerancuan sebagian thalibul ilmi pemula. Ya sebagai contohnya adalah kawan ana(masih pemula dan kejadiannya baru 2 bulan lalu) setelah membaca artikel membantah anda eh dia tak mau lagi mempelajari manhaj salaf karena menganggapnya bahwa manhaj salaf banyak kontradiktifnya. Sekian masukan ana,dan maaf bila ada salah kata.
Coba baca di bagian komentar artikel An-Nis-yaan (النِّسْيَانُ), Salah Satu Shifat Allah ta’ala.
Saya tahu tipikal orang yang membuat artikel bantahan itu. Sampai kita buat bantahan, maka akan dibuat bantahan lagi. Begitu seterusnya. Pada prinsipnya, tidak semua bantahan itu perlu dibantah ulang, karena tidak semua bantahan itu benar. Saya tidak mau bersibuk dengan sahut-sahutan.
assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
benar apa yg antum katakan yaa ustadz, saya menyukai jawaban antum pada poin ini :
“Pada prinsipnya, tidak semua bantahan itu perlu dibantah ulang, karena tidak semua bantahan itu benar.”
at-Tark ntu secara lughah dr an Nis-yaan, dan kaidah ini sudah masyhur dlm kalangan para ulama trdahulu hingga sekarang. Dan siapa saja yg mnyakini itu, itu bukan d namakan s'bagai ta'wil, krna para Ulama ndak menafikkan apa yg d maksudkan oleh nash dan juga ndak mnyelisihi p'mahaman para as-Salafus Shaleh.
saran saya, pelajarilah kaidah para ulama salaf. agar hati mnjadi terang benderang yaaa ^_^
Posting Komentar