Tanya :
Tanggal 9 Dzulhijjah telah lewat beberapa hari yang lalu, namun bagi saya masih
menyisakan sedikit ganjalan karena ada perbedaan dalam hal pelaksanaan puasa
hari ‘Arafah. Jika menurut Saudi, hari ‘Arafah jatuh tanggal 3 Oktober 2014.
Menurut Indonesia, tanggal 4 Oktober 2014; sedangkan negara India, Pakistan,
dan Bangladesh tanggal 5 Oktober 2014. Manakah yang valid dalam hal ini menurut
tinjauan nash ?. Terima kasih.
Jawab :
Apa yang Anda tanyakan memang menjadi bahasan para ulama dan mereka telah
berselisih pendapat dalam hal ini – yang saya yakin Anda pun mengetahuinya.
Namun demikian, sebagaimana telah dua kali dituliskankan dalam Blog ini[1],
saya condong pada pendapat yang menyatakan hari ‘Arafah adalah hari yang di
dalamnya terdapat peristiwa wuquf di ‘Arafah. Dalilnya antara lain adalah:
Pertama
أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَمْرِو بْنِ جَبَلَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَرْوَانَ الْعُقَيْلِيُّ،
حَدَّثَنَا هِشَامٌ هُوَ الدَّسْتُوَائِيُّ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ
جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَفْضَلُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ أَيَّامِ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ
"، قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هُنَّ أَفْضَلُ أَمْ
عِدَّتُهُنَّ جِهَادًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟، قَالَ: " هُنَّ أَفْضَلُ مِنْ
عِدَّتِهِنَّ جِهَادًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَا مِنْ يوْمٍ أَفْضَلُ عِنْدَ
اللَّهِ مِنْ يوْمِ عَرَفَةَ يَنْزِلُ اللَّهُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا
فَيُبَاهِي بِأَهْلِ الأَرْضِ أَهْلَ السَّمَاءِ، فَيَقُولُ: انْظُرُوا إِلَى
عِبَادِي شُعْثًا غُبْرًا ضَاحِينَ جَاءُوا مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ يَرْجُونَ
رَحْمَتِي، وَلَمْ يَرَوْا عَذَابِي، فَلَمْ يُرَ يَوْمٌ أَكْثَرُ عِتْقًا مِنَ
النَّارِ مِنْ يوْمِ عَرَفَةَ"
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Hasan bin
Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Amru bin Jabalah : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Marwaan Al-‘Uqailiy : Telah menceritakan
kepada kami Hisyaam Ad-Dustuwaa’iy, dari Abuz-Zubair, dari Jaabir, ia berkata :
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak ada
hari-hari yang lebih utama di sisi Allah daripada sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah”. Seorang laki-laki berkata : “Wahai Rasulullah, mana yang lebih
utama, sepuluh hari tersebut ataukan berjihad di jalan Allah selama sepuluh
hari ?”. Beliau shallallahau ‘alaihi wa sallam menjawab : “Sepuluh
hari tersebut lebih utama dibandingkan berjihad selama sepuluh hari. Tidak
ada hari yang lebih utama di sisi Allah daripada hari ‘Arafah. (Pada hari
tersebut), Allah turun ke langit dunia seraya berbangga-bangga dengan penduduk
bumi di hadapan penduduk langit. Allah berfirman : ‘Lihatlah kepada para
hamba-hamba-Ku yang keadaannya kusut, berdebu, dan berkurban datang dari segala
penjuru negeri mengharapkan rahmat-Ku dan tidak melihat adzab-Ku. Tidaklah
nampak hari yang lebih banyak dibebaskan dari neraka daripada hari ‘Arafah”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 3853; dishahihkan oleh Al-Arna'uth dalam Tahqiq
dan Takhrij-nya terhadap Shahiih Ibni Hibbaan, 9/164].
حَدَّثَنَا أَزْهَرُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى يَعْنِي
ابْنَ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَابَا، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِي
مَلَائِكَتَهُ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ بِأَهْلِ عَرَفَةَ، فَيَقُولُ: انْظُرُوا إِلَى
عِبَادِي، أَتَوْنِي شُعْثًا غُبْرًا"
Telah menceritakan kepada kami Az-har bin
Al-Qaasim : Telah menceritakan kepada kami Al-Mutsannaa bin Sa’iid, dari
Qataadah, dari ‘Abdullah bin Baabaa, dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash :
Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Sesungguhnya
Allah ‘azza wa jalla berbangga-bangga kepada para malaikat-Nya pada sore hari
‘Arafah dengan orang-orang di Arafah, dan berfirman : ‘Lihatlah keadaan
hambaku, mereka mendatangiku dalam keadaan kusut dan berdebu” [Diriwayatkan
oleh Ahmad, 2/224; Al-Arna’uth dkk. dalam Tahqiq dan Takhrij-nya terhadap
Musnad Al-Imaam Ahmad 11/660 berkata : “Sanadnya tidak mengapa”].
Faedah:
1.
Hari ‘Arafah adalah hari yang spesifik.
2.
Hari ‘Arafah adalah hari yang mempunyai keutamaan sangat besar.
3.
Hari ‘Arafah adalah hari yang Allah paling banyak membebaskan hamba-Nya
dari neraka.
4.
Pada hari ‘Arafah, Allah turun ke langit dunia.
5.
Pada hari ‘Arafah, Allah berbangga-bangga dengan para jama’ah haji yang
berkumpul di ‘Arafah kepada penduduk langit (para malaikat).
Hadits di atas adalah dalil yang paling jelas
menunjukkan hari ‘Arafah adalah hari yang di dalamnya ada peristiwa wuqufnya
jama’ah haji di ‘Arafah. Seandainya kita menetapkan hari ‘Arafah sehari lebih
lambat atau sehari lebih cepat dari pelaksanaan wuquf di ‘Arafah, apakah
keutamaan yang disebutkan dalam hadits di atas ada/terjadi ?.
Kedua
Secara bahasa, puasa hari ‘Arafah adalah terkait
dengan ‘Arafah itu sendiri[2],
yaitu nama satu tempat yang digunakan jama’ah haji untuk wuquf. Ibnu Qudaamah rahimahullah
berkata:
فَأَمَّا يَوْمُ عَرَفَةَ : فَهُوَ الْيَوْمُ التَّاسِعُ مِنْ ذِي
الْحِجَّةِ ، سُمِّيَ بِذَلِكَ ، لِأَنَّ الْوُقُوفَ بِعَرَفَةَ فِيهِ.
وَقِيلَ : سُمِّيَ يَوْمَ عَرَفَةَ ، لِأَنَّ إبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ
السَّلَامُ أُرِيَ فِي الْمَنَامِ لَيْلَةَ التَّرْوِيَةِ أَنَّهُ يُؤْمَرُ
بِذَبْحِ ابْنِهِ ، فَأَصْبَحَ يَوْمَهُ يَتَرَوَّى ، هَلْ هَذَا مِنْ اللَّهِ
أَوْ حُلْمٌ ؟ فَسُمِّيَ يَوْمَ التَّرْوِيَةِ ، فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ
الثَّانِيَةُ رَآهُ أَيْضًا فَأَصْبَحَ يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَعَرَفَ أَنَّهُ مِنْ
اللَّهِ ، فَسُمِّيَ يَوْمَ عَرَفَةَ.
“Adapun hari ‘Arafah, ia adalah hari kesembilan
bulan Dzulhijjah. Dinamakan demikian karena wuquf di ‘Arafah dilakukan pada
hari itu. Dikatakan : Dinamakan hari ‘Arafah karena Ibraahiim ‘alaihis-salaam
diperlihatkan dalam mimpinya pada malam hari tarwiyyah bahwasannya ia
diperintahkan untuk menyembelih anaknya (Ismaa’iil). Pada pagi harinya ia
merenung, apakah ini berasal dari Allah ataukah sekedar mimpi saja ?. Maka hari
itu dinamakan hari tarwiyyah. Ketika tiba malam kedua, ia bermimpi hal yang
sama dan bangun pada pagi harinya di hari ‘Arafah, lalu ia pun mengetahui bahwa
perintah tersebut berasal dari Allah. Lalu dinamakanlah hari itu hari ‘Arafah”
[Al-Mughniy, 3/112].
Ibnu Qudaamah rahimahullah menyebutkan
sebab penamaan hari ‘Arafah karena wuquf di ‘Arafah dilakukan pada hari itu
sebagai yang pertama. Baru kemudian ia menyebutkan pendapat kedua dengan shighah
: qiilaa (dikatakan)”. Ini menunjukkan pendapat pertama yang ia sebutkan
merupakan pendapat yang lebih masyhur dibandingkan kedua. Dan inilah yang lebih
sesuai dengan dalil yang disebutkan di awal.
Oleh karena itu, puasa ‘Arafah adalah puasa yang
dilakukan pada hari ‘Arafah yang di dalamnya ada peristiwa wuqufnya jama’ah
haji di ‘Arafah, dan itu mesti berkesesuaian dengan penetapan yang dilakukan
penguasa Makkah[3]. Itulah yang lebih sesuai
dengan teks nash.
إذا ورد الأثر بطل النظر
“Apabila telah tetap nash, batallah segala
pendapat”.
Jika ada yang menyanggah bahwa tidak mungkin kaum
muslimin di segala penjuru negeri Islam di jaman dahulu berpuasa 'Arafah dalam
waktu yang bersamaan sesuai dengan penduduk Makkah[4];
maka itu merupakan 'udzur. 'Udzur karena sikon waktu itu yang tidak
memungkinkan untuk melakukan transfer informasi yang cepat seperti saat
sekarang, sehingga masing-masing mereka berijtihad dengan ru'yah mereka
masing-masing di setiap negeri. Atau ringkasnya, yang tahu mengikuti, yang
tidak tahu berijtihad. Maka, kalau sekarang kita mengqiyaskan dengan jaman
dulu, ini namanya qiyas dengan sesuatu yang berbeda.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – 17 Dzulhijjah 1435].
[2] Asy-Syaikh
Sulaimaan bin 'Abdillah Al-Maajid hafidhahullah berkata:
والقاعدة الأصولية
أنه يتعين البقاء على الظاهر من دلالة الاسم ؛ حتى يدل دليل على العدول عنه
"Kaedah ushuliyyah dimaknai secara dhaahir dari penunjukan
namanya hingga ada dalil yang memalingkan dari makna dhahir tersebut".
Dan dalam hal ini tidak ada. Hal yang menguatkan statement itu justru
ada pada teks haditsnya sendiri, yaitu:
صوم يوم عرفة يكفر
سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية
"Puasa hari 'Arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang
telah lepas dan akan datang, dan puasa 'Aasyuuraa' (tanggal 10 Muharram)
menghapuskan dosa setahun yang lepas".
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam saat menyebut puasa 10
Muharram disebutkan dengan lafadh : 'Aasyuuraa'. Namun ketika
menyebutkan puasa 'Arafah, tetap dengan lafadh 'shaumi yaumi 'Arafah'.
Ini menunjukkan bahwa puasa 'Arafah tidak semata-mata dilakukan pada tanggal 9
Dzulhijjah tanpa ada keterkaitannya dengan 'Arafah itu sendiri. Seandainya hari
'Arafah itu memang hanya dipertimbangkan dilakukan tanggal 9 Dzulhijjah tanpa
ada keterkaitan dengan ‘Arafah, niscaya penyebutannya menggunakan lafadh yang
semisal dengan 'Asyuuraa' (yaitu : Tasuu'aa'). Fatwa Asy-Syaikh
Sulaimaan Al-Maajid dapat dibaca di sini : إذا
اختلف إعلان عيد الأضحى بلد ما عن رؤية بلد المشاعر تقديما أو تأخيرا فكيف يكون
صوم عرفة؟.
Comments
Assalamualaikum Ustaz, sudah lama saya menunggu post baru ustaz..akhirnya...persoalan saya ustaz bagaimana kalau hari wukuf jatuh pada hari raya di negara kita, bagaimana ingin kita berpuasa?
afwan syaikh,..
mengenai bab aqidah yg menyatakan taat pemerintah dlm hal hari ied, jum'at, dll, bagaimana? Ied ini bukankan termasuk Iedul adh-ha?
assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
apakah dengan demikian, apapun hasil keputusan pemerintah setempat khusus berkaitan dengan awal Dzulhijjah menjadi tidak berlaku jika berbeda dengan perhitungan awal Dzulhijjag di Makkah? Karena akan selalu mengacu pada ditetapkannya tanggal 9 Dzulhijjah di Arafah? (kecuali di tempatnya sama sekali tidak ada akses internet, TV dan sarana komunikasi lainnya yang menginformasikan kejadian aktual prosesi Haji di Mekkah)?
Mohon penjelasan lebih lanjut.
Syukron jazakallahu khairan
Tahun 1995 telpon neng Arab Saudi
Posting Komentar