Hukum Membungkukkan Badan


Tanya : Apa hukum membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepada orang lain ? sebagaimana adat yang berlaku di kita atau yang dilakukan di beberapa olah raga. Terima kasih.
Jawab : Para ulama bersepakat tentang keharaman membungkukkan badan dalam rangka pengagungan dan ibadah kepada selain Allah ta’ala. Adapun membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepadanya, para ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama memakruhkannya. Sebagian lagi ada yang mengharamkannya dan ada juga yang membolehkannya.
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
يكره حني الظهر في كل حال لكل أحد لحديث انس السابق
“Dimakruhkan membungkukkan punggung dalam semua keadaan kepada siapapun berdasarkan hadits Anas yang lalu” [Al-Majmuu’, 4/635].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
وأما الإنحناء عند التحية فينهي عنه كما في الترمذي عن النبي صلى الله الله عليه وسلم أنهم سألوه عن الرجل يلقى أخاه ينحنى له قال لا ولأن الركوع والسجود لا يجوز فعله إلا لله عز و جل ....... قد تقدم نهيه عن القيام كما يفعله الأعاجم بعضها لبعض فكيف بالركوع والسجود وكذلك ما هو ركوع ناقص يدخل في النهي عنه
“Adapun membungkukkan ketika memberikan penghormatan, maka itu terlarang berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya mereka (para shahabat) bertanya tentang seseorang yang bertemu dengan saudaranya lalu ia membungkukkan badan kepadanya. Beliau menjawab : ‘Tidak boleh’. Hal itu dikarenakan rukuk dan sujud tidak diboleh dilakukan kecuali terhadap Allah ‘azza wa jalla. …… Telah berlalu larangan berdiri (sebagai penghormatan) sebagaimana yang dilakukan orang-orang ‘Ajam (non Arab) antara satu dengan yang lainnya. Lantas, bagaimana dengan rukuk dan sujud? Begitu juga rukuk yang kurang termasuk dalam larangan ini” [At-Tawassul, hal. 377].
Ulama yang memakruhkan dan mengharamkannya berdalil dengan hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيَنْحَنِي بَعْضُنَا لِبَعْضٍ ؟ قَالَ: " لَا "، قُلْنَا: أَيُعَانِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا؟ قَالَ: " لَا وَلَكِنْ تَصَافَحُوا "
Dari Anas bin Maalik, ia berkata : Kami pernah bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah sebagian kami boleh membungkukkan badan kepada sebagian yang lain (saat bertemu) ?”. Beliau menjawab : “Tidak”. Kami kembali bertanya : “Apakah sebagian kami boleh berpelukan kepada sebagian yang lain (saat bertemu) ?”. Beliau menjawab : “Tidak, akan tetapi saling berjabat tanganlah kalian” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 3702].
Sayangnya, riwayat ini lemah sehingga tidak dapat digunakan sebagai hujjah.[1]
An-Nafraawiy rahimahullah berkata:
وَأَفْتَى بَعْضُ الْعُلَمَاءِ بِجَوَازِ الِانْحِنَاءِ إذَا لَمْ يَصِلْ إلَى حَدِّ الرُّكُوعِ الشَّرْعِيِّ
“Dan sebagian ulama berfatwa bolehnya membungkukkan badan jika tidak sampai pada batas rukuk syar’iy” [Fawaakihud-Dawaaniy, 8/296. Dinukil juga dalam Haasyiyyah Ash-Shaawiy ‘alaa Asy-Syarh Ash-Shaghiir, 11/279].
As-Safaariniy rahimahullah menukil:
وَقَدَّمَ فِي الْآدَابِ الْكُبْرَى عَنْ أَبِي الْمَعَالِي أَنَّ التَّحِيَّةَ بِانْحِنَاءِ الظَّهْرِ جَائِزٌ
“Dan telah berlalu dalam Al-Aadaabul-Kubraa dari Abul-Ma’aaliy bahwasannya penghormatan dengan membungkukkan punggung diperbolehkan” [Ghidzaaul-Albaab, 1/256].
Dalilnya adalah:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ الصُّوفِيُّ بِبَغْدَادَ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو نَصْرٍ التَّمَّارُ قَالَ: حَدَّثَنَا عَطَّافُ بْنُ خَالِدٍ الْمَخْزُومِيُّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ رَزِينٍ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ، قَالَ: " بَايَعْتُ بِيَدِي هَذِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَاهَا، فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ "
Telah menceritakan Ahmad bin Al-Hasan bin ‘Abdil-Jabbaar Ash-Shuufiy di Baghdaad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Nashr At-Tammaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Aththaaf bin Khaalid Al-Makhzuumiy, dari ‘Abdurrahmaan bin Raziin, dari Salamah bin Al-Akwaa’, ia berkata : “Aku berbaiat kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan tanganku ini, lalu kami menciumnya. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari hal itu” [Diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Al-Muqri’ dalam Ar-Rukhshah fii Taqbiilil-Yadd no. 12; hasan].
Sisi pendalilan : Mencium tangan orang lain umumnya dilakukan dengan membungkukkan badan. Sebagian ulama mengatakan mencium tangan adalah sujud ‘kecil-kecilan’. Diantaranya adalah Sulaimaan bin Harb rahimahullah yang berkata:
هِيَ السَّجْدَةُ الصُّغْرَى
“Ia (mencium tangan) adalah sujud kecil-kecilan” [Aadaabusy-Syar’iyyah oleh Ibnu Muflih, 2/248].
Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata:
كَانَ يُقَالُ تَقْبِيلُ الْيَدِ إحْدَى السَّجْدَتَيْنِ
“Dulu dikatakan mencium tangan merupakan salah satu (bentuk) dari dua macam sujud” [idem].
Oleh karena itu, membungkukkan badan tidaklah selalu mutlak diharamkan jika tidak disertai pengangungan dan menyerupai rukuk dalam ibadah berdasarkan hadits Salamah bin Al-Akwaa’ di atas.
Yang raajih di antara pendapat-pendapat di atas adalah bahwa (sedikit) membungkukkan badan dalam rangka penghormatan atau saat bertemu/menyapa diperbolehkan jika tidak sampai pada batas rukuk syar’iy.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 15081435/14062014 – 22:35].

Comments

Anonim mengatakan...

Ustadz, bagaimana dg acara sungkeman kpd orang tua yg biasa dilakukan pada hari raya idul fitri? Bagaimana perincian dlm masalah ini? Syukron