Al-Kulainiy
berkata:
عَلِيُّ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَنْ حَمَّادِ بْنِ
عُثْمَانَ عَنِ الْحَلَبِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ
لَمَّا مَاتَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيِّ بْنِ سَلُولٍ حَضَرَ النَّبِيُّ ( صلى
الله عليه وآله ) جَنَازَتَهُ فَقَالَ عُمَرُ لِرَسُولِ اللَّهِ ( صلى الله عليه
وآله ) يَا رَسُولَ اللَّهِ أَ لَمْ يَنْهَكَ اللَّهُ أَنْ تَقُومَ عَلَى قَبْرِهِ
فَسَكَتَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَ لَمْ يَنْهَكَ اللَّهُ أَنْ تَقُومَ
عَلَى قَبْرِهِ فَقَالَ لَهُ وَيْلَكَ وَ مَا يُدْرِيكَ مَا قُلْتُ إِنِّي قُلْتُ
اللَّهُمَّ احْشُ جَوْفَهُ نَاراً وَ امْلَأْ قَبْرَهُ نَاراً وَ أَصْلِهِ نَاراً ......
‘Aliy
bin Ibraahiim, dari ayahnya, dari Ibnu Abi ‘Umair, dari Hammaad bin ‘Utsmaan,
dari Al-Halabiy, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : “Ketika
‘Abdullah bin Ubay bin Saluul meninggal, Nabi (shallallaahu ‘alaihi wa
aalihi) menghadiri jenazahnya. Lalu ‘Umar berkata kepada Rasulullah (shallallaahu
‘alaihi wa aalihi) : “Wahai Rasulullah, tidakkah Allah telah melarangmu
untuk berdiri shalat di atas kuburnya?”. Lalu beliau pun terdiam. Kemudian ‘Umar
berkata lagi : “Wahai Rasulullah, tidakkah Allah telah melarangmu untuk berdiri
shalat di atas kuburnya?”. Akhirnya beliau menjawabnya : “Celaka engkau!.
Tidakkah engkau mengetahui apa yang aku ucapkan ?”. Sesungguhnya aku
mengucapkan (dalam shalat) : ‘Ya Allah, penuhilah kerongkongannya dengan api.
Penuhilah kuburannya dengan api, dan campakkanlah ia ke dalam api (neraka)….” [Al-Kaafiy, 3/188].
Kata Al-Majlisiy : “Hasan” [Mir’atul-‘Uquul,
14/74].
Riwayat di atas menunjukkan
kepada kita beberapa hal sebagai berikut:
1.
‘Abdullah bin Ubay bin Saluul meninggal dengan
berstatus sebagai munafiq lagi kafir, sehingga didoakan kecelakaan oleh Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
2.
‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu tidak
berada pada barisan kaum munafikin yang dipimpin oleh ‘Abdullah bin Ubay bin
Saluul.
3.
Pandangan ‘Umar tentang larangan menshalatkan orang
munafiq (Ibnu Saluul) selaras dengan firman Allah ta’ala:
وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ
مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu
sekali-kali menshalatkan
(jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri
(mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan
Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”
[QS. At-Taubah : 84].
4.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menshalatkan
jenazah seorang munafik. Dalam shalatnya tersebut, beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam tidak mendoakan kebaikan, namun mendoakan keburukan.
Komentar:
Dalam perspektif Ahlus-Sunnah, tidaklah shalat jenazah dikerjakan kecuali untuk
mendoakan kebaikan dan rahmat bagi seorang muslim yang meninggal dunia. QS.
At-Taubah ayat 84 di atas sebagai dalil yang jelas terlarangnya berdiri menshalatkan
jenazah seorang munafiq yang meninggal di atas kekafiran. Mafhum mukhalafah-nya,
Allah hanya memerintahkan menshalatkan jenazah seorang yang meninggal dalam
status muslim.
Namun ternyata, bacaan yang diucapkan beliau secara sirr
(pelan)[1]
dalam shalat jenazah versi riwayat Al-Kulainiy justru doa-doa kejelekan. Barangkali
inilah salah satu sandaran praktek taqiyyah ala Syi’ah dalam
berinteraksi dengan Ahlus-Sunnah. Secara dhahir menampakkan ketaatan, namun
ternyata batinnya menyimpan cacian dan celaan[2].
Al-Kulainiy meletakkan riwayat tersebut dalam bab : Shalat
terhadap (Jenazah) Seorang Naashibiy (baca : Ahlus-Sunnah).
Artinya, kalau nanti ada orang Syi’ah ikut-ikutan
berdiri menshalatkan jenazah seorang Ahlus-Sunnah, besar kemungkinan doa yang
diucapkannya secara sirr adalah doa-doa kejelekan seperti doa di atas
dan juga doa di bawah:
عَلِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ
عَنْ حَمَّادٍ عَنِ الْحَلَبِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ
إِذَا صَلَّيْتَ عَلَى عَدُوِّ اللَّهِ فَقُلِ اللَّهُمَّ إِنَّ فُلَاناً لَا
نَعْلَمُ مِنْهُ إِلَّا أَنَّهُ عَدُوٌّ لَكَ وَ لِرَسُولِكَ اللَّهُمَّ فَاحْشُ
قَبْرَهُ نَاراً وَ احْشُ جَوْفَهُ نَاراً وَ عَجِّلْ بِهِ إِلَى النَّارِ
فَإِنَّهُ كَانَ يَتَوَلَّى أَعْدَاءَكَ وَ يُعَادِي أَوْلِيَاءَكَ وَ يُبْغِضُ
أَهْلَ بَيْتِ نَبِيِّكَ اللَّهُمَّ ضَيِّقْ عَلَيْهِ قَبْرَهُ فَإِذَا رُفِعَ فَقُلِ
اللَّهُمَّ لَا تَرْفَعْهُ وَ لَا تُزَكِّهِ
‘Aliy
bin Ibraahiim, dari ayahnya, dari Ibnu Abi ‘Umair, dari Hammaad, dari
Al-Halabiy, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : “Apabila
engkau menshalati jenazah seorang musuh Allah, maka ucapkanlah (doa) : ‘Ya
Allah, sesungguhnya Fulaan tidaklah kami mengetahui tentangnya kecuali ia
adalah musuh-Mu dan musuh Rasul-Mu. Ya Allah, penuhilah kerongkongannya dengan
api, segerakanlah ia kepada api neraka, karena ia telah berloyalitas kepada
musuh-musuh-Mu, memusuhi wali-wali-Mu, dan membenci Ahli Bait Nabi-Mu. Ya
Allah, sempitkanlah kuburnya’. Apabila jenazahnya diangkat, maka ucapkanlah
: ‘Ya Allah, janganlah Engkau angkat dia dan janganlah Engkau bersihkan dia”
[Al-Kaafiy, 3/189].
Kata Al-Majlisiy, riwayat di atas hasan [Mir’atul-‘Uquul,
14/77].
5.
Boleh hukumnya menshalati orang kafir.
Artinya, ada kemungkinan orang Syi’ah nanti menshalati
jenazah orang Kristen, Katolik, Yahudi, Hindu, Budha, Konghucu, dan semisalnya.
Wallaahul-musta’aan.
Sebagai
intermezzo, berikut adalah video yang konon katanya merupakan ritual shalat
jenazah yang dilakukan orang-orang Syi’ah terhadap kawannya yang mati kena tembak. Namun sayangnya sang imam malah ngambek karena dibikin kaget
oleh suara letusan senapan yang terdengar dari kejauhan:
Comments
Anda salah lagi, NASHIBIY bukan AHLUL SUNNAH.
SHOHIH MUSLIM, Kitab Iman hadith no
Dzirr melaporkan bahwa Rasulullah berkata, "Tidak ada yang mencintai Ali ibn Abu Tholib kecuali seorang MUSLIM dan tidak ada yang membenci Ali ibn Abu Tholib kecuali MUNAFIQ!"
Mereka yang membenci Ali ibn Abu Tholib adalah orang orang Munafiq, mereka yang memerangi Ali ibn Abu Tholib adalah NASHIBIY
Anda salah lagi. Nashibiy versi Syi'ah adalah Ahlus-Sunnah. Syi'ah menganggap Ahlus-Sunnah adalah kaum yang membenci 'Aliy dan Ahlul-Bait. Tulisan ini dibuat dari perspektif Syi'ah.
@Anonim:
- Kalau menurut Ahlussunnah, Nashibi itu ya Nashibi, seperti misalnya ~> Khawarij.
- Sedangkan menurut Syi'ah, Nashibi itu disandarkan pada Ahlussunnah. Silahkan antum dengar orasi-orasi Ulama Hizbullah saat mengobarkan Jihad Suriah melawan Koalisi Ahlussunnah. Mereka banyak menggelari musuh Basshar Assad dengan sebutan Nashibi.
Sayangnya tukang propaganda syi'ah itu suka memukul rata..
Mereka anggap sama antara yang berpemahaman Khawarij, Hizbi, atau Salafi.
Ketika ikhwah Hizbut Tahrir bikin poster propaganda jihad Suriah, yang dipajang adalah foto korban gempa bumi di Azerbaijan dengan menggunakan kata-kata "korban kekejaman Syi'ah".
Dari hal ini, pada akhirnya orang syi'ah yang paham pun jadi menyebut Ahlussunnah pendusta dan penebar kebencian.
Mereka tak peduli kalau itu hanya Hizbut Tahrir saja, bukan Ahlussunnah (dalam makna umum).
Atau ketika orang-orang Jihadi mempropagandakan bahwa semua yang tak sejalan dengan mereka adalah Taghut. Hingga pada akhirnya mereka (kaum Jihadi) tanpa segan menjatuhkan bom di Masjid-masjid di Baghdad.
Maka hal ini dijadikan sandaran kaum syi'ah untuk mengatakan bahwa Ahlussunnah itu ganas & kejam.
Mereka (kaum Syi'ah) tak peduli bahwa yang tega melakukan hal seperti itu hanya orang-orang Jihadi saja, bukan Ahlussunnah (dalam makna umum)
Itulah kenapa kata Nashibi itu merujuk pada semua Ahlussunnah (dimata syi'ah), meskipun yang melakukan hal-hal buruk itu hanya sebagian sekte sesat yang mengatasnamakan Ahlussunnah. Dengan berbekal bukti-bukti diatas, maka orang-orang Syi;ah Iran pun terhasut dan menganggap bahwa Ahlussunnah adalah sekte sesat yang wajib dibasmi meski hanya lewat do'a.
Sama seperti Ahlussunnah Muta'akhir yang mengeneralisasi Rafidhah dengan kata Syi'ah, padahal tak semua Syi'ah berpemahaman ekstrim seperti Rafidhah. Tak semua Syi'ah membela Assad, meskipun jumlah Syi'ah yang semacam ini hanya satu berbanding tiga puluh.
Ada juga sekte minoritas Syi'ah di sekitar Yaman dan Turki yang mereka juga mencintai para Khulafaur Rashidin, bahkan Fiqihnya pun fiqih Hanafiyyah. Mereka mengatasnamakan Syi'ah karena menganggap Ahlul Bait itu suci (seperti anggapan kaum Suffi pengagum Habib).
Semoga Imam Mahdi 'alaihissalam segera bangkit dan memisahkan yang Haq dan yang Salah.
Yang bisa saya lakukan sekarang hanyalah bersandara pada manhaj yang paling mengagungkan Allah, mensucikan Nabi, dan mencintai Sunnah-sunnahnya serta para pembelanya (para Shahabat).
Orang Syi'ah itu menyebut Naahisbiy kepada Ahlus-Sunnah sudah berabad-abad lampau. Naashibiy di sini adalah non-Syi'ah yang mengakui keimamahan Abu Bakr, 'Umar, dan 'Utsmaan radliyallaahu 'anhu. Ini bukan karena sebab kejadian kontemporer. Di artikel pun sudah saya sebutkan referensi kitab Al-Kaafiy yang ia ditulis semenjak berabad-abad lampau yang menabuh genderang kebencian terhadap Ahlus-Sunnah.
Kasihan orang-orang itu sebenarnya, mereka dibuai syubhat yang teramat sangat hebat. Terlebih ulama-ulama mereka mengesankan keihklasan dan kelembutan pada sesamanya.
Semoga Allah subhanahu wata'ala memberikan hidayah pada orang-orang Syi'ah, terutama yang memiliki kecenderungan baik.
Posting Komentar