Sujud Syukur


Definisi sujud syukur adalah : sujud yang dilakukan seorang muslim ketika mendapatkan kenikmatan yang baru atau tercegahnya suatu musibah/bencana [Mausu’ah Fiqhiyyah, 24/246. Baca juga : Syarhus-Sunnah lil-Baghawiy, 3/316].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan sujud syukur tidaklah diwajibkan berdasarkan ijmaa’ [Majmuu’ Al-Fataawaa, 21/293]. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang perincian hukumnya. Asy-Syaafi’iy, Ishaaq, Abu Tsaur, Ahmad, dan Ibnul-Mundzir berpendapatkan bahwa hal itu disunnahkan. Adapun An-Nakhaa’iy, Maalik, dan Abu Haniifah memakruhkannya [Al-Mughniy, 3/105 dan Al-Inshaaf 3/154 – via Syaamilah]. Yang raajih, sujud syukur adalah disunnahkan.
Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata :
سُجُودُ الشُّكْرِ حَسَنٌ، قَدْ فَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ، وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sujud syukur itu baik, karena hal itu telah dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, dan yang lainnya dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam…” [Ma’rifatus-Sunan wal-Aatsaar, 2/200].
Berikut beberapa riwayat dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan sebagian shahabat radliyallaahu ‘anhum sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaafi’iy rahimahullah :
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِنِّي لَقِيتُ جَبْرَائِيلَ عَلَيْهِ السَّلامُ فَبَشَّرَنِي وَقَالَ: إِنَّ رَبَّكَ، يَقُولُ: مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ صَلَّيْتُ عَلَيْهِ، وَمَنْ سَلَّمَ عَلَيْكَ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَسَجَدْتُ لِلَّهِ شُكْرًا "
Dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Aku bertemu dengan Jibriil ‘alaihis-salaam, lalu ia memberikan kabar gembira kepadaku dengan berkata : ‘Sesungguhnya Rabbmu telah berfirman : Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadamu, maka aku akan mengucapkan shalawat kepadanya. Barangsiapa yang mengucapkan salam kepadamu, maka aku akan mengucapkan salam kepadanya’. (Mendengar hal itu), aku pun bersujud kepada Allah bersyukur kepada-Nya” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/191, Al-Haakim 1/550, Al-Baihaqiy 2/350, dan yang lainnya; hasan lighirihi – sebagaimana dikatakan Al-Albaaniy dalam Shahih At-Targhiib 2/289-290 no. 1658].
عَنْ أَبِيْ بَكْرَةٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشّرَ بِهِ خَرُّ سَاجِدًا شَاكِرًا للهِ
Dari Abi Bakrah, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam : Bahwasannya apabila datang kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam suatu perkara yang menggembirakan atau dikabarkan kepada beliau sesuatu yang menggembirakan, beliau langsung bersungkur sujud bersyukur kepada Allah [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 2774, At-Tirmidziy no. 1578, Ibnu Majah no. 1394 dan yang lainnya; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 2/180].
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: " لَمَّا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، خَرَّ سَاجِدًا "
Dari ‘Abdurrahmaan bin Ka’b bin Maalik, dari ayahnya, ia (‘Abdurrahmaan) berkata : “Ketika Allah menerima taubatnya (Ka’b), maka ia langsung bersungkur sujud” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 5961, Ibnu Maajah no. 1393, dan Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 2884; sanadnya shahih. Hadits ini merupakan ringkasan dari kisah penerimaan taubat Ka’b bin Maalik yang panjang itu].
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ الْهَمْدَانِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا مُوسَى الْهَمْدَانِيَّ، رَأَيْتُ عَلِيًّا وَهُمْ يَطْلُبُونَ الْمُخْدَجَ وَهُوَ يَعْرَقُ، وَيَقُولُ " مَا كَذَبْتُ وَلا كُذِّبْتُ "، فَلَمَّا وَجَدَهُ خَرَّ سَاجِدًا
Dari Muhammad bin Qais Al-Hamdaaniy, ia berkata : Aku mendengar Abu Muusaa Al-Hamdaaniy : “Aku melihat ‘Aliy dan mereka (pasukan ‘Aliy) sedang mencari (mayat) orang yang cacat tangannya[1] (pasca perang Nahrawaan). Ia (‘Aliy) berkeringat, dan berkata : “Aku tidak berdusta dan aku tidaklah didustai”. Ketika ‘Aliy mendapatkan orang tersebut, ia pun bersungkur sujud (bersyukur kepada Allah)[2] [Diriwayatkan oleh Al-Kharaaithiy dalam Asy-Syukr no. 65; sanadnya hasan[3]].
عَنْ أَبِي عَوْنٍ، عَنْ رَجُلٍ، أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ " لَمَّا أَتَاهُ فَتْحُ الْيَمَامَةِ، سَجَدَ "
عَنْ أَبِي عَوْنٍ الثَّقَفِيِّ، عَنْ رَجُلٍ لَمْ يُسَمِّهِ، " أَنَّ أَبَا بَكْرٍ لَمَّا أَتَاهُ فَتْحُ الْيَمَامَةِ سَجَدَ "
Dari Abu ‘Aun (Ats-Tsaqafiy), dari seorang laki-laki : Bahwasannya Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu ketika datang kepadanya khabar kemenangan perang Yamaamah (dengan terbunuhnya Musailamah Al-Kadzdzaab), ia bersujud [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy 2/371 (2/519) no. 3940].
Sujud syukur tidak disyaratkan suci dari hadats dan menghadap kiblat, karena ia bukan termasuk bagian dari hukum-hukum shalat. Akan tetapi, lebih utama (afdlal) untuk bersuci dan menghadap kiblat [Al-Ikhtiyaaraat Al-‘Ilmiyyah oleh Ibnu Taimiyyah, hal. 240. Baca juga : Tahdziibus-Sunan li-Ibnil-Qayyim 1/55]. Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa ketika sujud syukur mesti didahului dengan takbir, lalu tasyahud dan salam, sehingga semua hal itu tidak ada dasarnya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat radliyallaahu ‘anhum [Majmuu’ Fataawaa Ibni Taimiyyah, 21/277 & 23/169]. Tidak ternukil pula bacaan tertentu ketika sujud dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga dianjurkan bagi yang sujud untuk memperbanyak ucapan syukur kepada Allah ta’ala atas nikmat yang diberikan-Nya [As-Sailul-Jaraar 1/285].
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 07081434/16062013 – 01:09].




[1]      Yaitu orang yang Khawaarij yang dicirikan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat ‘Aliy yang lain :
عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: ذَكَرَ الْخَوَارِجَ، فَقَالَ: فِيهِمْ رَجُلٌ مُخْدَجُ الْيَدِ، أَوْ مُودَنُ الْيَدِ أَوْ مَثْدُونُ الْيَدِ، لَوْلَا أَنْ تَبْطَرُوا لَحَدَّثْتُكُمْ بِمَا وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ يَقْتُلُونَهُمْ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "، قَالَ: قُلْتُ: " آنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " قَالَ: " إِي وَرَبِّ الْكَعْبَةِ، إِي وَرَبِّ الْكَعْبَةِ، إِي وَرَبِّ الْكَعْبَةِ "
Dari ‘Aliy : Ia (‘Aliy) menyebut-nyebut Khawaarij, lalu berkata : “Diantara mereka ada seorang laki-laki yang cacat tangannya, atau tangannya kecil, atau tangannya punya benjolan/kelenjar. Seandainya kalian tidak meremehkannya, niscaya akan aku ceritakan kepada kalian sesuatu yang telah Allah janjikan melalui lisan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang yang membunuh mereka (akan pahala yang besar). Aku (perawi) berkata : “Engkau mendengarnya dari Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?”. Ia (‘Aliy) menjawab : “Ya demi Rabb Ka’bah, ya demi Rabb Ka’bah, ya demi Rabb Ka’bah” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1066].
[2]      ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu sujud syukur karena ia menjadi yakin bahwa yang ia perangi benar-benar Khawaarij, bukan yang lain.
[3]      Abu Muusaa Al-Hamdaaniy mempunyai mutaba’ah dari Abu Mu’min Al-Waatsiliy dan Thaariq bin Ziyaad.

Comments

Anonim mengatakan...

assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

maaf uztad, sy nanya diluar tema.
Bagaimana tanggapan uztad jika ada orang yg mengatakan bahwa Nabi Adam masih hidup, karna tdk ada dlm Alquran & hadits yg menyebutkan kematian Nabi Adam

Mohon dibuatkan artikel yg membahas kematian nabi Adam.

jazakallahu Khoir

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Wa'alaikumus-salaam warahmatullaahi wabarakaatuh. Karena kematian adalah hal alamiah yang dialami setiap makhluk hidup dan dapat dinalar dengan akal sehat, maka menyatakanNabi Adam belum meninggal itulah yang mesti mengemukakan dalil.