Ucapan
selamat atau tahni’ah (التهنئة) merupakan perkara ‘adat yang hukum asalnya mubah
(boleh), termasuk tahni’ah atas kedatangan bulan Ramadlaan. Tahni’ah
diperbolehkan selama tidak ada dalil yang memalingkan dari asal kebolehan ini
ke hukum yang lain. Dalil diperbolehkannya tahniah Ramadlaan di
antaranya adalah riwayat :
حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا
حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، أَخْبَرَنَا أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ: " قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ
افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ،
وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ
لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ "
Telah
menceritakan kepada kami ‘Affaan : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin
Zaid : Telah mengkhabarkan kepada kami Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Abu
Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam memberikan khabar gembira kepada para shahabatnya : “Sungguh
telah datang kepada kalian bulan Ramadlaan, bulan yang diberkahi, bulan yang
Allah telah wajibkan kepada kalian padanya untuk berpuasa. Pada bulan tersebut
dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu Al-Jahiim (neraka), dan
dibelenggu setan-setan. Pada bulan tersebut juga terdapat satu malam yang lebih
baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang dicegah dari kebaikannya, sungguh
ia tercegah (mendapatkan kebaikannya tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad
2/59 (14/541) no. 8991; shahih[1]].
Ibnu
Rajab rahimahullah berkata :
هذا الحديث أصل في تهنئة الناس بعضهم
بعضا بشهر رمضان كيف لا يبشر المؤمن بفتح أبواب الجنان كيف لا يبشر المذنب بغلق
أبواب النيران كيف لا يبشر العاقل بوقت يغل فيه الشياطين من أين يشبه هذا الزمان
زمان
“Hadits
ini merupakan dasar diperbolehkannya tahni’ah (ucapan selamat) atas
kedatangan bulan Ramadlaan dari sebagian kepada sebagian yang lain. Bagaimana
seorang mukmin tidak bergembira dengan dibukanya pintu-pintu surga ? Bagaimana
seorang yang berdosa tidak bergembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka ?.
Bagaimana seorang yang berakal tidak bergembira dengan satu waktu yang padanya
setan-setan dibelenggu ?. Waktu manakah yang dapat menyamai waktu ini ?” [Lathaaiful-Ma’aarif,
hal. 147-148].
Juga
hadits lain yang menunjukkan keumuman bolehnya tahni’ah karena adanya
suatu kenikmatan, seperti hadits diterimanya taubat Ka’b bin Maalik radliyallaahu
‘anhu :
..... قَدْ ضَاقَتْ عَلَيَّ
نَفْسِي وَضَاقَتْ عَلَيَّ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ سَمِعْتُ صَوْتَ صَارِخٍ
أَوْفَى عَلَى جَبَلِ سَلْعٍ بِأَعْلَى صَوْتِهِ: يَا كَعْبُ بْنَ مَالِكٍ،
أَبْشِرْ، قَالَ: فَخَرَرْتُ سَاجِدًا وَعَرَفْتُ أَنْ قَدْ جَاءَ فَرَجٌ وَآذَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَوْبَةِ اللَّهِ عَلَيْنَا
حِينَ صَلَّى صَلَاةَ الْفَجْرِ، فَذَهَبَ النَّاسُ يُبَشِّرُونَنَا وَذَهَبَ
قِبَلَ صَاحِبَيَّ مُبَشِّرُونَ، وَرَكَضَ إِلَيَّ رَجُلٌ فَرَسًا وَسَعَى سَاعٍ
مِنْ أَسْلَمَ فَأَوْفَى عَلَى الْجَبَلِ وَكَانَ الصَّوْتُ أَسْرَعَ مِنَ
الْفَرَسِ...... حَتَّى دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ، فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ حَوْلَهُ النَّاسُ، فَقَامَ إِلَيَّ طَلْحَةُ بْنُ
عُبَيْدِ اللَّهِ يُهَرْوِلُ حَتَّى صَافَحَنِي وَهَنَّانِي.....
(Ka’b bin Maalik
berkata) : “.....Sungguh, jiwaku terasa sempit, begitu pula bumi terasa sempit
bagiku - padahal ia luas. Aku mendengar suara orang yang berteriak di atas
bukit Sal’ : ‘Wahai ka’b bin Maalik, bergembiralah !”. Lalu aku pun bersungkur
sujud , dan aku tahu telah datang kelapangan. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam telah mengumumkan taubat Allah atas diri kami ketika
shalat Shubuh. Orang-orang pun pergi memberikan kabar gembira kepada kami.
Telah datang pula kabar gembira
tersebut kepada dua orang shahabatku yang lain. Ada orang yang memacu kudanya
menujuku. Ada juga orang dari Bani Aslam yang berjalan menaiki bukit yang
teriakan suaranya lebih cepat (sampai kepadaku) daripada kuda..... Hingga aku masuk ke masjid, ternyata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam sedang duduk dan dikelilingi oleh orang-orang. Lalu Thalhah bin ‘Ubaidillah
berdiri dan berlari mendekatiku, menjabat tanganku dan mengucapkan selamat
kepadaku…..” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4418 dan Muslim
no. 2769].
Ibnul-Qayyim
rahimahullah berkata :
وفيه دليل على استحباب تهنئة مَن تجدَّدت
له نعمة دينية
“Dan
dalam kisah tersebut terdapat dalil disukainya tahni’ah bagi orang yang mendapatkan
nikmat diniyyah” [Zaadul-Ma’aad, 3/585].
Ibnul-‘Utsaimiin
rahimahullah berkata :
التهنئة بشهر رمضان لا بأس بها، وهي عادة
معروفة عند الناس يتخذونها من باب الدعاء، يدعو بعضهم لبعض بهذا ولا بأس به، وقد
ذكر بعض أهل العلم أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يبشر أصحابه برمضان، يقول
أتاكم رمضان مبشراً لهم به
“...
Tahni’ah atas kedatangan bulan Ramadlaan tidaklah mengapa. Perbuatan
tersebut merupakan ‘adat yang diketahui ada di masyarakat. Mereka menjadikan
perkataan tersebut dalam bab doa, yang sebagian mereka mendoakan sebagian
dengannya. Hal ini tidak mengapa. Sebagian ulama telah menyebutkan bahwa Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah memberikan kabar gembira kepada para shahabatnya
kedatangan bulan Ramadlaan dengan sabdanya : ‘Telah datang kepada kalian
bulan Ramadlaan’. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan
kabar gembira kepada mereka dengan perkataan itu...” [sumber : sini].
Wallaahu
a’lam.
Semoga
informasi singkat ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ - perumahan ciomas
permai, ciapus, ciomas, bogor - 04071434/14052013 – 00:29].
[1] Diriwayatkan juga oleh Ahmad 2/59 (14/542)
no. 8992 & 2/230 (12/59) no. 7148 & 2/425 (15/302) no. 9497, ‘Abdurrazzaaq
4/175 no. 7383, An-Nasaa’iy dalam Al-Mujtabaa no. 2106 dan dalam Al-Kubraa
3/96 no. 2427, Ishaaq bin Rahawaih dalam Al-Musnad 1/74-75 no. 1-2, ‘Abd
bin Humaid 2/337 no. 1427, Ibnu Abi Syaibah 3/1 (6/93-94) no. 8959, Ath-Thuusiy
dalam Al-Mukhtashar no. 619, Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan
no. 3328 dan dalam Fadlaailul-Auqaat no. 34, Ibnu Syaahiin dalam Fadlaailu
Syahri Ramadlaan no. 21, Al-Jurqaaniy dalam Al-Abaathiil 2/110-111 no.
473, Ibnu ‘Abdil-Barr dalam At-Tamhiid 16/154, Ibnu ‘Asaakir dalam Fadhlu
Syahri Ramadlaan no. 4, dan ‘Abdul-Ghaniy Al-Maqdisiy dalam Fadlaailu
Syahri Ramadlaan no. 17; semuanya dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Abu
Hurairah radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’.
Sanad
riwayat ini lemah karena Abu Qilaabah tidak mendengar riwayat dari Abu Hurairah
radliyallaahu ‘anhu. Akan tetapi riwayat ini mempunyai banyak penguat
sehingga derajatnya shahih.
Comments
Posting Komentar