Tanya
: ‘Aqidah
Ahlus-Sunnah menyatakan bahwa Allah ta’ala kelak akan dilihat oleh
orang-orang beriman di akhirat. Namun bagaimana dengan ayat :
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan
tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup
melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya
(sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya
menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan
Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata:
"Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang
pertama-tama beriman" [QS. Al-A’raaf : 143].
Sudah
lazim dalam bahasa Arab bahwa huruf lan (لَنْ) itu menunjukkan makna ‘tidak untuk selama-lamanya (ta’biid)’.
Terima kasih atas responnya.
Jawab
:
Penggunaan
ayat di tersebut untuk menafikkan kemungkinan dapat dilihatnya Allah kelak di
akhirat merupakan salah satu hujjah primer yang dibawakan Mu’tazilah untuk menentang
Ahlus-Sunnah. Namun hujjah itu baathil dalam beberapa segi sebagai
berikut :
a.
Perhatikan firman
Allah ta’ala berikut :
وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
“Dan
sekali-kali mereka (orang Yahudi) tidak akan mengingini kematian itu
selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan
mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya”
[QS. Al-Baqarah : 95].
Namun dalam ayat
lain, Allah ta’ala menjelaskan bahwa orang Yahudi dan juga umumnya
orang-orang kafir berharap kematian datang kepada mereka saat menghadapi adzab
akhirat :
وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ
مَاكِثُونَ
“Mereka
berseru: "Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja". Dia
menjawab: "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)" [QS.
Az-Zukhruuf : 77].
b.
Seandainya huruf lan
(لَنْ) menunjukkan penafikkan selama-lamanya secara mutlak, niscaya
ia tidak menerima adanya pembatasan. Namun dalam beberapa nash, disebutkan
beberapa pembatasan, di antaranya firman Allah ta’ala :
فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
“Maka makan,
minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka
katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang
Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada
hari ini" [QS. Maryam : 26].
قَالَ كَبِيرُهُمْ أَلَمْ تَعْلَمُوا أَنَّ أَبَاكُمْ قَدْ أَخَذَ عَلَيْكُمْ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ وَمِنْ قَبْلُ مَا فَرَّطْتُمْ فِي يُوسُفَ فَلَنْ أَبْرَحَ الأرْضَ حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ
“Berkatalah
yang tertua di antara mereka: "Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya
ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu
telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu aku tidak akan meninggalkan negeri
Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau Allah memberi
keputusan terhadapku. Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya" [QS.
Yuusuf: 80].
c.
Beberapa pakar
bahasa Arab mengelirukan pernyataan Mu’tazilah bahwa huruf lan (لَنْ) menunjukkan penafikkan selama-lamanya, atau menguatkan
penafikkan.
Ibnu Malik rahimahullah
berkata :
ومن رأى النفي بلن مؤبدا *** فقوله اردد وسواه فاعضدا
“Barangsiapa
berpendapat bahwa lan (لَنْ) bermakna penafikkan selama-lamanya, maka perkataannya ditolak
dan ambillah perkataan sebaliknya” [Syarh Al-Kaafiyyah Asy-Syaafiyyah,
3/1531].
Abul-Hasan
Al-Asymuuniy rahimahullah berkata :
فأما لن فحرف نفي تختص بالمضارع وتخلصه للاستقبال وتنصبه كما تنصب لا
الاسم نحو لن أضرب ولن أقوم فتنفي ما أثبت بحرف التنفيس ولا تفيد تأبيد النفي ولا
تأكيده خلافا للزمخشري
“Adapun lan (لَنْ) merupakan huruf nafiy yang dikhususkan untuk fi’il
mudlaari’ yang menafikkan sesuatu yang akan datang dan menashabkannya,
sebagaimana laa (لا) menashabkan isim. Misalnya : lan adlriba (aku
sama sekali tidak akan memukul) dan lan aquuma (aku sama sekali tidak
akan berdiri); maka ia menafikkan apa yang ditetapkan oleh huruf tanfiis.
Lan (لَنْ) tidaklah bermakna ta’biidun-nafyi (tidak untuk
selama-lamanya) dan tidak pula men-ta’kiid-nya (menguatkan penafikan). Berbeda
halnya dengan pendapat Az-Zamakhsyariy[1]”
[Syarh Al-Asmuuniy ‘alaa Alfiyyah Ibni Maalik ma’a Haasyiyyah Ash-Shabbaan,
3/378; Daaru Ihyaa Al-Kutub Al-‘Arabiyyah].
Ibnu Hisyaam rahimahullah
berkata :
ولا تفيد لن توكيد النفي خلافا للزمخشري في كشافه ولا تأبيده خلافا
له في أنموذجه وكلاهما دعوى بلا دليل
“Lan (لَنْ) tidaklah berfaedah menguatkan penafikkan, berbeda halnya
dengan pendapat az-Zamakhsyariy dalam kitab Al-Kasysyaaf-nya. Tidak pula
berfaedah ta’biid, berbeda halnya dengan pendapat Az-Zamakshsyariy dalam
beberapa contoh yang dibawakannya. Keduanya (taukiid dan ta’biid)
adalah klaim tanpa dalil” [Mughnil-Labiib ma’a Haasyiyyah Muhammad Al-Amiir,
1/331; Daaru Ihyaa’ Al-Kutub Al-‘Arabiyyah].
Di lain tempat Ibnu
Hisyaam rahimahullah juga berkata :
بل قولك لن أقوم محتمل لأن تريد بذلك أنك لا تقوم أبدا وأنك لا تقوم
في بعض أزمنة المستقبل وهو موافق لقولك لا أقوم في عدم إفادة التأكيد
“Bahkan perkataanmu
lan aquuma mempunyai kemungkinan bahwa yang engkau inginkan dengan
perkataan itu engkau tidak akan berdiri selama-lamanya, atau engkau tidak akan
berdiri pada sebagian waktu yang akan datang saja. Hal itu sama dengan
perkataanmu laa aquumu (aku tidak akan berdiri) dalam peniadaan fungsi ta’kiid”
[Syarh Qathrin-Nadaa, hal. 80, tahqiq : Muhammad Muhyiddiin ‘Abdil-Hamiid].
Al-Muraadiy rahimahullah
berkata :
ولا يلزم أن يكون نفيها مؤبداً خلافاً للزمخشري
“Dan tidaklah melazimkan
penafikkan lan (لَنْ) adalah selama-lamanya, berbeda halnya dengan pendapat
Az-Zamakhsyariy” [Al-Janaa Ad-Daaniy, hal. 270].
d.
Telah shahih dalam banyak
nash bahwa Allah ta’ala kelak akan dapat dilihat di akhirat. Allah ta’ala berfirman
:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ * إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Wajah-wajah
(orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka
melihat” [QS. Al-Qiyaamah : 22-23].
عن أبي هريرة : أن ناسا قالوا لرسول الله صلى الله عليه وسلم : يا رسول
الله! هل نرى ربنا يوم القيامة؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "هل تضارون
في رؤية القمر ليلة البدر؟" قالوا: لا. يا رسول الله! قال: "هل تضارون في
الشمس ليس دونها سحاب؟" قالوا: لا. يا رسول الله! قال "فإنكم ترونه كذلك.
يجمع الله الناس يوم القيامة. فيقول: من كان يعبد شيئا فليتبعه. فيتبع من كان يعبد
الشمس الشمس. ويتبع من كان يعبد القمر القمر. ويتبع من كان يعبد الطواغيت الطواغيت.
وتبقى هذه الأمة فيها منافقوها. فيأتيهم الله، تبارك وتعالى، في صورة غير صورته التي
يعرفون. فيقول: أنا ربكم. فيقولون: نعوذ بالله منك. هذا مكاننا حتى يأتينا ربنا. فإذا
جاء ربنا عرفناه. فيأتيهم الله تعالى في صورته التي يعرفون. فيقول: أنا ربكم. فيقولون:
أنت ربنا. فيتبعونه
Dari Abu Hurairah :
Bahwa para shahabat pernah bertanya kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa
sallam : “Wahai Rasulullah, apakah kita bisa melihat Rabb kita pada hari
kiamat ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Apakah
kalian semua tertutup mata untuk melihat bulan pada malam bulan purnama ?”.
Mereka menjawab : “Tidak, ya Rasulullah”. Beliau bertanya lagi : “Apakah
kalian semua tertutup mata untuk melihat matahari tanpa dibayangi awan ?”.
Mereka menjawab : “Tidak”. Beliau bersabda : “Sesungguhnya kalian semua akan
melihat Allah seperti itu. Allah akan mengumpulkan manusia pada hari kiamat,
lalu Dia berfirman : ‘Barangsiapa menyembah sesuatu, maka ikutlah dengannya’.
Kemudian orang yang menyembah matahari mengikuti matahari, orang yang menyembah
bulan mengikuti bulan, orang yang menyembah berhala mengikuti berhala, dan
tinggallah umat ini di tempatnya, termasuk di dalamnya kelompok munafik. Maka
Allah tabaaraka wa ta’ala mendatangi mereka dalam rupa yang tidak mereka kenal.
Kemudian Allah berfirman : ‘Aku adalah Rabb kalian’. Mereka menjawab : ‘Kami
berlindung kepada Allah darimu. Kami tetap di tempat kami hingga Rabb kami
datang kepada kami. Kalau Rabb kami datang, pasti kami mengenal-Nya’. Kemudian
Allah datang kepada mereka dengan rupa yang mereka kenal, lalu berfirman : ‘Aku
adalah Rabb kalian’. Mereka menjawab : ‘Engkau Rabb kami’. Maka mereka pun
mengikuti-Nya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7437 dan Muslim no. 182].
Al-Imam Abul-Hasan
Al-Asy’ariy rahimahullah berkata :
أجمعوا
على أن المؤمنين يرون الله عز وجل يوم القيامة بأعين وجوههم على ما أخبر به تعالى
“Mereka (para
ulama) telah bersepakat bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah ‘azza
wa jalla kelak di hari kiamat dengan mata kepala mereka berdasarkan
apa yang telah dikhabarkan Allah ta’ala” [Risaalah ilaa
Ahlits-Tsaghr, hal. 237 –
melalui perantaraan kitab Shifatullaahi
‘azza wa jallaAl-Waaridatu fil-Kitaab was-Sunnah oleh ‘Alawiy bin
‘Abdil-Qaadir As-Saqqaaf, hal. 170; Ad-Durarus-Saniyyah, Cet. 3/1426].
Oleh
karena itu, penafikkan dalam QS. Al-A'raaf ayat 143 ini dibatasi penglihatan di
dunia saja. Adapun di akhirat, maka Allah ta’ala akan dapat
dilihat oleh orang-orang yang Ia kehendaki.
Ini
saja yang dapat dituliskan jawabannya dengan ringkas. Semoga ada manfaatnya.
Wallaahu
a’lam
[abul-jauzaa’
– perum ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 24052012, 20:16 WIB].
[1] Az-Zamakhsyariy Al-Mu’taziliy rahimahullah
berkata terkait ayat : ‘Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku’
(QS. Al-A’raaf : 143) :
فإن
قلت مامعنى لن قلت معناها تأكيد النفي الذي تعطيه لا وذلك أن لا تنفي المستقبل
تقول لا أفعل غدا فإذا أكدت نفيه قلت لن أفعل غدا والمعنى أن فعله ينافي حالته
كقوله تعالى : { لَن يَخْلُقُوا ذُبَابًا
وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ }
“Seandainya
engkau bertanya : ‘Apa makna huruf lan (لن) (dalam ayat tersebut) ?’. Aku katakan : Maknanya adalah ta’kiidun-nafyi
(penguatan penafikan) yang ada pada huruf laa (لا). Hal itu disebabkan bahwa huruf laa (لا) menafikkan sesuatu yang akan datang. Misalnya engkau berkata :
laa af’alu ghadan (aku tidak akan melakukan sesuatu besok). Apabila
engkau akan menguatkan penafikannya, maka engkau katakan : lan af’ala ghadan
(aku sama sekali tidak akan melakukan sesuatu besok). Maknanya, kata kerjanya
menafikkan keadaannya, sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘(Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah)
sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu
untuk menciptakannya’ (QS. Al-Hajj : 73)”
[Al-Kasysyaaf oleh Az-Zamakhsyariy bersama Al-Inshaaf oleh Ahmad
Al-Iskandariy, 2/113].
Comments
1- yang dimaksud dengan rupa Allah yang dikenal dan tak dikenal dalam hadits di atas apa stadz?
2- dari hadits yang sama, kaum munafik masih masuk ke kelompok mu'minin?
3- bagaimana dengan yahudi yang, setahu saya, tidak menyembah berhala?
bgmn pendpat ust tntng artikel ini:
Menjaharkan Dzikir Sesudah Shalat Fardhu Ternyata Sunnah!
http://m.voa-islam.com//news/ibadah/2011/01/12/12739/menjaharkan-dzikir-sesudah-shalat-fardhu-ternyata-sunnah/
Memang demikian adanya menurut pendapat sebagian ulama, termasuk di antaranya Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah.
Wah keren abis nih artikelmu sob..
sangat bermanfaat..
thx ya :)
#Happy Blogging :D
Sekiranya Allah swt. hanya tidak bisa dilihat dgn mata di dunia, tetapi bisa dilihat dgn mata di akhirat nanti, mengapa Allah swt tidak menjawab permintaan Nabi Musa a.s. dgn jawaban yg lugas bhw Nabi Musa tidak bisa melihat-Nya dgn mata di dunia ini? Jawaban Allah swt bhw Nabi Musa "lan" (sekali-kali tidak) melihat-Nya, tidak disertai keterangan pembatasan waktu sehingga makna kalimat tsb berlaku kapan pun; Tidak bisa Anda menambahkan pembatas waktu bagi berlakunya ayat Allah tsb hanya di dunia.
Anda sendiri menulis bhw "lan" bisa diikuti dgn keterangan pembatas waktu; Itu justru berakibat, bila "lan" diikuti pembatas waktu, ia berlaku dalam masa yg disebutkan oleh keterangan pembatas waktu. Dan bila "lan" tidak diikuti keterangan pembatas waktu, maka ia berlaku untuk seterusnya.
Laa tudrikuhu al-abshar, wa Huwa yudriku al-abshar. Apa Anda juga akan membuat-buat tafsir bhw ayat tsb berlaku hanya di dunia?
Semoga Allah swt. memberi petunjuk kpd kita. Salam.
Pertanyaan dan kemusykilan Anda bahkan telah ada jawabannya dalam pada artikel di atas. Saya telah sampaikan qarinah pembatasannya. Adapun pembahasan lebih lanjt, silakan baca :
'Aqidah Ahlus-Sunnah : Kaum Mukminin Kelak Akan Melihat Allah di Hari Kiamat/Akhirat (Ru'yatullah).
Semoga ada manfaatnya.
Ustadz, jadi apakah lan memiliki faedah yg sama dgn laa? Atau memiliki faedah lain / tambahan?
Sebagaimana disebutkan di atas, lan itu menafikkan fi'il mudlari', beda halnya dengan laa yang bisa dipakai untuk manfikkan madli dan mudlari'. Laa bisa juga dipakai untuk menafikkan isim.
Wallaahu a'lam.
keren postingan nya
thx atas infonya ya sob
keep posting
Posting Komentar