Ahlul-Bait Menyepakati Keputusan Abu Bakr Ash-Shiddiiq radliyallaahu ‘anhu dalam Masalah Tanah Fadak


Sebelum membaca artikel ini, silakan membaca terlebih dahulu artikel : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/06/rasulullah-shallallaahu-alaihi-wa.html. Setelah selesai, silakan membaca artikel suplemen berikut ini :
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمَّادٍ، قَالَ: نَا عَمِّي، قَالَ: نَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ: نَا ابْنُ دَاوُدَ، عَنْ فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ، قَالَ: قَالَ زَيْدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، " أَمَّا أَنَا فَلَوْ كُنْتُ مَكَانَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَحَكَمْتُ بِمِثْلِ مَا حَكَمَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي فَدَكٍ "

Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Hammaad, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami pamanku, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Nashr bin ‘Aliy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Daawud, dari Fudlail bin Marzuuq, ia berkata : Telah berkata Zaid bin ‘Aliy bin Husain : “Adapun aku, seandainya aku berposisi seperti Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu, niscaya aku benar-benar akan memutuskan perkara seperti yang diputuskan Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu dalam masalah Fadak” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 52].
Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 6/302 & dalam Al-I’tiqaad 1/279 & dalam Dalaailun-Nubuwwah 7/281, Hammaad bin Ishaaq dalam Tirkatun-Nabiy 1/86 no. 60; semuanya dari jalan Ismaa’iil bin Ishaaq (paman Ibraahiim bin Hammaad), dari Nashr, dan selanjutnya seperti atsar di atas.
Keterangan perawi :
1.    Ibraahiim bin Hammaad bin Ishaaq bin Ismaa’iil Al-Qaadliy, adalah seorang yang tsiqah. Lahir tahun 240 H, wafat tahun 323 H [Mausu’ah Aqwaal Ad-Daaruquthniy hal. 34 no. 46 dan Taraajim Rijaal Ad-Daaruquthniy hal. 65 no. 116].
2.    Ismaa’iil bin Ishaaq Al-Qaadliy, seorang yang tsiqah lagi tsabat. Ia telah ditsiqahkan oleh Ibnu Hibbaan, Abu Haatim, Ad-Daaruquthniy, Al-Qaadliy ‘Iyaadl, Ibnu Farhuun, dan Al-Khathiib [Mishbaahul-Ariib 1/208 no. 3996].
3.    Nashr bin ‘Aliy bin Nashr bin ‘Aliy Al-Jahdlamiy; seorang yang tsiqah lagi tsabt. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, serta Ibnu Maajah. Thabaqah 10, wafat tahun 250 H [At-Taqriib, hal. 1000 no. 7170].
4.    Ibnu Daawud adalah ‘Abdullah bin Daawud bin ‘Aamir Al-Hamdaaniy Asy-Sya’biy; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid. Dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Thabaqah 9 dari kalangan shighaaru atbaa’ut-taabi’iin, lahir tahun 126 H, dan wafat tahun 213 H [idem, hal. 503 no. 3317].
5.    Fudlail bin Marzuuq Al-Aghar Ar-Raqqaasyiy. Dipakai Al-Bukhaariy dalam Juz’u Raf’il-Yadain, Muslim dalam Shahih-nya, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Thabaqah 7 dari kalangan kibaaru atbaa’ut-taabi’iin, wafat tahun 160 H. Ia seorang yang diperselisihkan.
Ibnu ‘Adiy berkata : “Aku harap, tidak mengapa dengannya”. Abu Haatim berkata : “Shaduuq shaalihul-hadiits, namun banyak ragu. Ditulis haditsnya, namun tidak boleh berhujjah dengannya”.
Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat dan berkata : “Yukhthi’ (sering keliru)”. Peristilah yukhthi’ dalam Ats-Tsiqaat oleh Ibnu Hibbaan adalah hasanul-hadiits, sebagaimana diterangkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy. Namun, Ibnu Hibbaan juga menyebutkannya dalam Al-Majruuhiin dimana ia menyatakan bahwa Fudlail ini meriwayatkan dari ‘Athiyyah hadits-hadits munkar. Jika riwayatnya berkesesuaian dengan riwayat perawi tsiqaat, dijadikan hujjah; dan jika ia bersendirian dalam periwayatan, maka tidak boleh berhujjah dengannya/dijauhi (diringkas).
Ibnu Syaahiin tawaquf. Abu Daawud berkata : “Tsiqah”. Abu ‘Abdullah Al-Haakim berkata : “Merupakan aib bagi Muslim ia meriwayatkan haditsnya dalam Shahih-nya”. Ahmad bin Abi Khaitsamah An-Nasaa’iy berkata : “Tsiqah”. Namun di kali lain ia berkata : “Dla’iif”. Ahmad berkata : “Aku tidak mengetahui tentangnya kecuali kebaikan”. Di tempat lain ia berkata : “Tsiqah”. Al-Haitsam bin Jamiil berkata : “Ia adalah salah seorang aimmatul-huda, zuhud, lagi mempunyai keutamaan”. An-Nasaa’iy berkata : “Dla’iif”. Al-‘Ijliy berkata : “Jaaizul-hadiits, shaduuq, tsiqah, padanya terdapat tasyayyu’”. Al-Bukhaariy berkata : “Muqaaribul-hadiits”. Ats-Tsauriy berkata : “Tsiqah”. Ibnu ‘Uyainah berkata : “Tsiqah”. Humaid Ar-Ruaasiy berkata : “Shaduuq”. Ibnu Khiraasy berkata : “Tsiqah”. Ad-Daarimiy berkata : “Dla’iif”. Ibnu Ma’iin berkata : “Tsiqah” – dan ini riwayat yang mu’tamad darinya. Al-Fasawiy berkata : “Tsiqah”.
[Tahdziibul-Kamaal 22/ no. 4769, Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 2/367 no. 3532, Ad-Durrun-Naqiy hal. 245 no. 891].
Adz-Dzahabiy berkata : “Tsiqah”. Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq, namun sering ragu (yahimu)”. Al-Albaaniy mempunyai beberapa komentar tentangnya. Di satu tempat ia mendla’ifkannya karena faktor hapalannya, namun di tempat lain menghasankannya [Mu’jamu Asaamiyyir-Ruwaat, 3/412-415]. Basyar ‘awwaad dan Al-Arna’uth berkata : “Shaduuq” [Tahriirut-Taqriib, 3/163-164 no. 5437] – dan penghukumannya ini tidak dikomentari oleh Dr. Maahir Al-Fakhl dalam Kasyful-Iihaam. Abu Ishaaq Al-Huwainiy berkata : “Diperbincangkan dalam hapalannya” [Natsnun-Nabaal, hal. 1095 no. 2696].
Kesimpulannya : Ia seorang yang shaduuq, dan haditsnya hasan.
Riwayatnya secara khusus dari ‘Athiyyah diingkari oleh sebagian huffaadh, namun di sini ia tidak meriwayatkan dari ‘Athiyyah.
6.    Zaid bin ‘Aliy bin Al-Husain bin Abi Thaalib, maka ia salah seorang ulama dari kalangan Ahlul-Bait yang diakui oleh Syi’ah.[1] Lahir tahun 80 H dan wafat tahun 122 H.
Kesimpulan finalnya : Riwayat ini hasan.
So, mengapa Syi’ah repot-repot mempermasalahkan tanah Fadak dengan mencela Abu Bakr Ash-Shiddiiq radliyallaahu ‘anhu, sementara Zaid bin ‘Aliy rahimahullah menyepakatinya ?. Kalau mau, celalah pembela Abu Bakr sebelum mencela yang dibela……
Semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – 1432 H - artikel ini bersambung ke sini].

Comments

Anonim mengatakan...

assalamu'alaykum..., Ust apakah hukum mengeringkan air bekas wudhu...???, tlg dirinci jawabnx ust..., Jazakallahu khoiran..., :)

(lagi2 prtanyaan sy keluar dr Topik di atas, Afwan..:)

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

wa'alaikumus-salaam. ringkas saja ya...

para ulama berbeda pendapat. syaafi'iyyah mengatakan disunnahkan untuk tidak mengeringkan. namun ulama lain seperti Hanafiyyah, Maalikiyyah, dan Hanabilah mengatakan boleh mengeringkan. Ini pulalah yang menjadi pendapat 'Utsman, Anas, dan Al-Hasan bin 'Aliy radliyallaahu 'anhum sebagaimana disebutkan Ibnu Qudaamah dalam Al-Mughniy.

adapaun yang raajih menurut Syaikh Ibnu 'Utsaimin adalah pendapat kedua. wallaahu a'lam.

Anonim mengatakan...

"So, mengapa Syi’ah repot-repot mempermasalahkan tanah Fadak dengan mencela Abu Bakr Ash-Shiddiiq radliyallaahu ‘anhu, sementara Zaid bin ‘Aliy rahimahullah menyepakatinya ?"

Hehehe ustadz kayak ga tau syi'ah aja, harusnya ustadz tanyanya begini : "Mengapa kalian menyelisihi imam yg kalian anggap ma'shum sementara kalian mengklaim pencinta ahlul bait?"

Syukron ustadz.

Anonim mengatakan...

lalu juga ada lagi pertanyaan dari teman saya yang mana saya belum bisa memberikan jawaban. jadi saya mau menanyakan kepada ustadz yang mana lebih paham masalah agama daripada saya. pertanyaan dari teman saya itu antara lain adalah sebagai berikut :
1. Rasulullah menganjurkan untuk menyegerakan pemakaman jenazah tetapi kenapa pemakaman Rasulullah terlambat?

2. Apa yang terjadi antara Sayyidah Fatimah Azzahra dgn para sahabat, kenapa ketika wafat Sayyidah Fatimah berpesan untuk merahasiakan pemakamannya?

3. Menurut pandangan penganut WAHABI penjelasan dari QS An Nisa ayat 24 itu tentang apa? kok bisanya kalian menganggap mut'ah itu haram sedangkan dalam mazhab kalian ada nikah misyar yg mirip dgn nikah mut'ah tetapi tak ada dalilnya?

4. kenapa bisa ada 4 mazhab besar dalam sunni.. Hanbali, Syafi'i, Maliki & Hanafi... yang dalam hal fiqh byk sekali perbedaannya..
kenapa tidak kita ikut guru2 diantara 4 mazhab tsb..
sbgmana kita tahu.. Hanbali itu murid syafi'i, syafi'i murid maliki... maliki & hanafi murid dari Imam Jakfar As Shidiq..

itulah beberapa pertanyaan dari teman saya.semoga ustadz bisa menjelaskan dan memberikan jawaban dengan akurat. barokallohu fiik.jazakallohu khoiron

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

1 dan 2.... sebenarnya kerangka pertanyaan Syi'ah itu berpijak akan adanya ketidaksetaraan antara 'Aliy dan Faathimah dengan para shahabat. Oleh karena itu, dua pertanyaan hanya dimuarakan untuk menyalahkan para shahabat dengan membenarkan 'Aliy, atau yang semisalnya.

Sebenarnya mudah saja dijawab dengan jawaban klise, untuk no. 1 : "Yang paling bertanggung jawab atas pemakaman seseorang adalah kerabatnya atau ahli warisnya. Dan kerabat terdekat beliau - sebagai Ahlul-Bait - adalah 'Aliy bin Abi Thaalib. Maka seharusnya dialah yang paling bertanggung jawab untuk menguburkan, baik dengan atau tanpa shahabat yang lain. Ia adalah pahlawan Khaibar yang gagah berani".

Begitu juga dengan nomor 2 : "Seharusnya pertanyaan itu harus ditujukan kepada 'Aliy sebagai suaminya mengapa Faathimah berpesan seperti itu, sebab dialah yang menguburkan di malam hari".

Adapun nomor 3 membutuhkan jawaban yang panjang, dan sepertinya banyak jawaban diberikan di media internet untuk itu.

Nomor 4 : Memangnya Ja'far Ash-Shaadiq adalah guru empat madzahab ya ? Teman antum itu salah analisa. Ja'far Ash-Shaadiq itu wafat tahun 148 H. Lha ini Imam Asy-Syaafi'iy dan Imam Ahmad belum lahir. Kalau memang begitu logikanya, kenapa tidak mengambil pendapat fiqh guru Ja'far Ash-Shaadiq saja semisal Az-Zuhriy, Naafi' maula Ibni 'Umar, 'Urwah bin Az-Zubair dan yang lainnya yang merupakan tokoh-tokoh Ahlus-Sunnah ?.

Perlu diketahui bahwa 4 madzhab itu bukan batasan dan bukan berarti fiqh Islam sumbernya dari 4 ulama itu tanpa ada sumber dari ulama sebelumnya.

Farid mengatakan...

Nomor 3 bisa merujuk ke artikel Abul Jauza di http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/04/nikah-mis-yaar-dan-nikah-dengan-niat.html

Anonim mengatakan...

salam ya ustadz

soalan saya kenapa khalifah umar abdul aziz mengembalikan tanah fadak kepada imam muhammad al baqir semasa pemerintahannya?

bukankah tanah fadak itu sudah dianggap sedekah?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Coba Anda baca artikel lain di blog ini yang sudah saya isyaratkan di awal artikel :

http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/06/rasulullah-shallallaahu-alaihi-wa.html

Anda dapat lihat bahwa 'Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu 'anhu pun memberikan bagian tanah Bani Nadiir kepada 'Aliy dan 'Abbaas, dengan syarat keduanya memberlakukannya sebagaimana perlakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, dan masa-masa pengurusan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa terhadap tanah shadaqah tersebut. Dan keduanya telah menerima syarat tersebut.

Pemberian itu sama sekali bukan sebagai pengakuan bahwa harta itu adalah warisan, dan membatalkan keputusan Abu Bakr radliyallaahu 'anhu. Tapi diberikan sebagai hak seorang imam untuk memberikan sebagian harta/aset negara untuk dikelola sebagian kaum muslimin lain dengan pertimbangan kemaslahatan. Baca juga artikel terkait :

http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/08/ngobrol-privatisasi.html

roxex mengatakan...

hehehe .... apakah Rasullullah Sawa tidak mewarisi ?? sementara beliau Sawa memerintahkan seseorang untuk berwasiat ?? Nabi Daud as mewarisi Nabi Sulaiman as, Nabi Ya'qub as mewarisi Nabi Yusuf as ....

Apa haknya abu bakar, mengeluarkan hadist hasil rekaan dia sendiri ?? bahwa Para Nabi tidak mewarisi yang ditinggalkan adalah untuk sedaqah !!!

abu bakar mengeluarkan hadist palsu dihadapan Sy. Fathimah Az-Zahra as dengan tanpa malu .... dan kalian nawashib membela abu bakar ?? dapat dilihat kalian membenci keluarga Rasul Sawa dan membela kaum yang zhalim ....

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ya, tidak mewarisi. Hadits bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak mewariskan tidak hanya diriwayatkan oleh Abu Bakr radliyallaahu 'anhu. Bahkan 'Aliy pun menyepakatinya.