Najisnya Madzi


Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahmaan Aali Bassaam rahimahullah menjelaskan definisi madziy :
المذيُ: هو السائل الذي يخرج من الذكر، عند هيجان الشهوة، ويخرج بلا دفق ولا لذة. ولا يعقبه فتور، وقد لا يحس بخروجه، ويكون ذلك للرجل والمرأة. وقال الأطباء: إنه يخرج من مجرى البول مع إفراز الغدد المبالية عند الملاعبة.
“Madzi adalah cairan yang keluar dari dzakar (penis) ketika syahwat bangkit. Ia keluar tanpa memancar, tanpa disertai kenikmatan (orgasme), dan tidak diiringi  dengan keadaan lemas. Kadang-kadang, madziy keluar tanpa dirasakan, yang bisa dialami baik laki-laki maupun wanita. Para pakar kesehatan berkata : Ia keluar dari saluran kencing dengan pemisahan cairan basah jika dilakukan cumbuan” [Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam, hal. 53; Maktabah Ash-Shahaabah, Cet. 10/1426 H].[1]


Terkait dengan bahasan, berikut beberapa dalil yang menunjukkan najisnya madzi.
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ، قَالَ: حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، عَنْ أَبِي حَصِينٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً، فَأَمَرْتُ رَجُلًا أَنْ يَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ، فَسَأَلَ، فَقَالَ: " تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ
Telah menceritakan kepada kami Abul-Waliid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Zaaidah, dari Abu Hushain, dari Abu ‘Abdirrahmaan, dari ‘Aliy, ia berkata : “Dulu aku adalah seorang laki-laki yang mudah mengeluarkan madzi. Lalu aku menyuruh seorang laki-laki[2] untuk bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hal itu, karena kedudukan putri beliau (yang menjadi istriku, sehingga aku malu untuk bertanya secara langsung). Ia pun menanyakannya, lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Berwudlulah dan cucilah dzakarmu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 269].
An-Nasaa’iy rahimahullah membawakannya riwayat tersebut dengan sanad dan lafadh :
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، وَاللَّفْظُ لِقُتَيْبَةَ، قال: حَدَّثَنَا عَبِيدَةُ بْنُ حُمَيْدٍ، عَنْ الرُّكَيْنِ بْنِ الرَّبِيعِ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ قَبِيصَةَ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قال: كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : "إِذَا رَأَيْتَ الْمَذْيَ فَاغْسِلْ ذَكَرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ، وَإِذَا فَضَخْتَ الْمَاءَ فَاغْتَسِلْ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid dan ‘Aliy bin Hujr – dan lafadhnya milik ‘Aliy bin Hujr - , ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abiidah bin Humaid, dari Ar-Rukain bin Ar-Rabii, dari Hushain bin Qabiishah, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Dulu aku adalah seorang yang mudah mengeluarkan madzi. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku : “Apabila engkau melihat madzi, cucilah dzakarmu dan berwudlulah untuk shalat. Namun jika engkau mengeluarkan mani, mandilah” [As-Sunan no. 193; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan An-Nasaa’iy, 1/69, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1419 H].
Kata [مذَّاء] seperti bentuk fa’aal [فعّال] untuk sighah mubalaghah, yang mempunyai arti : orang yang mudah mengeluarkan madzi.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ يَعْنِي ابْنَ إِبْرَاهِيمَ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ عُبَيْدِ بْنِ السَّبَّاقِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، قَالَ: كُنْتُ أَلْقَى مِنَ الْمَذْيِ شِدَّةً، وَكُنْتُ أُكْثِرُ مِنَ الِاغْتِسَالِ، فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: " إِنَّمَا يُجْزِيكَ مِنْ ذَلِكَ الْوُضُوءُ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَكَيْفَ بِمَا يُصِيبُ ثَوْبِي مِنْهُ؟ قَالَ: يَكْفِيكَ بِأَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهَا مِنْ ثَوْبِكَ حَيْثُ تَرَى أَنَّهُ أَصَابَهُ"
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil – yaitu Ibnu Ibraahiim - : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaaq : Telah menceritakan kepadaku Sa’iid bin ‘Ubaid bin As-Sabbaaq, dari ayahnya, dari Sahl bin Hunaif, ia berkata : Aku sering mengalami keluar madzi, sehingga sering sekali mandi karenanya. Lalu aku menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau berkata : “Kamu cukup berwudlu saja”. Lalu aku bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan pakaianku yang terkena madzi ?”. Beliau berkata : “Kamu cukup mengambil air segenggam, lalu kamu percikkan pada pakaianmu yang terkena madzi itu” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 210; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 1/65, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1419 H].
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ يَعْنِي ابْنَ صَالِحٍ، عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ حَرَامِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ عَمِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعْدٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ عَمَّا يُوجِبُ الْغُسْلَ، وَعَنِ الْمَاءِ يَكُونَ بَعْدَ الْمَاءِ، فَقَالَ: " ذَاكَ الْمَذْيُ، وَكُلُّ فَحْلٍ يَمْذِي، فَتَغْسِلُ مِنْ ذَلِكَ فَرْجَكَ وَأُنْثَيَيْكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ
Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Muusaa : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Wahb : Telah menceritakan kepada kami Mu’aawiyyah – yaitu Ibnu Shaalih - , dari Al-‘Allaa’ bin Al-Haarits, dari Haraam bin Hakiim, dari pamannya ‘Abdullah bin Sa’d Al-Anshaariy, ia berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang apa saja yang mewajibkan mandi dan air yang keluar setelah keluarnya air (mani). Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Itu adalah madzi. Setiap laki-laki itu mengeluarkan madzi. Cucilah farjimu dan dua testismu dari madzi itu. Lalu berwudlulah seperti wudlumu ketika hendak shalat” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 211; dishahihkan[3] oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud, 1/65].
Hadits di atas menjelaskan kepada kita tentang najisnya madzi. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mencuci dzakar dan berwudlu bagi orang yang mengeluarkan madzi sebelum melaksanakan shalat, sehingga perintah beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut dipahami sebagai perintah untuk menghilangkan najis.
At-Tirmidziy rahimahullah berkata :
من المذي الوضوء ومن المني الغسل وهو قول عامة أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم والتابعين ومن بعدهم وبه يقول سفيان والشافعي وأحمد وإسحاق 
”Keluarnya madzi itu mewajibkan wudlu, dan keluarnya mani mewajibkan mandi. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam, taabi’iin, dan generasi setelahnya. Pendapat inilah yang dipegang oleh Sufyaan (Ats-Tsauriy), Asy-Syaafi’iy, Ahmad, dan Ishaaq” [As-Sunan, 1/156-157, tahqiq : Basyaar ’Awwaad, Daarul-Gharb Al-Islaamiy, Cet. 1/1996 M].
Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata :
قال ابن المنذر : أجمع أهل العلم على أن خروج الغائط من الدبر وخروج البول من ذكر الرجل وقُبل المرأة وخروج المذي وخروج الريح من الدبر أحداث ينقض كل واحد منها الطهارة
”Ibnul-Mundzir berkata : Para ulama telah sepakat bahwa keluarnya kotoran dari dubur, keluarnya kencing dari dzakar laki-laki dan qubuul (vagina) wanita, keluarnya madzi, serta keluarnya angin (kentut) adalah hal-hal yang kesemuanya dapat membatalkan wudlu” [Al-Mughniy, 1/168].
Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya : ”Apakah keluarnya madzi wajib untuk mandi ?”. Maka beliau menjawab :
خروج المذي لا يوجب الغسل ، ولكن يوجب الوضوء بعد غسل الذكر والأنثيين إذا أراد أن يصلي أو يطوف أو يمس المصحف؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم لما سئل عنه قال فيه الوضوء وأمر من أصابه المذي أن يغسل ذكره وأنثييه , وإنما الذي يوجب الغسل هو المني ، إذا خرج دفقا بلذة ، أو رأى أثره بعد اليقظة من نومه ليلا أو نهارا.
”Keluarnya madzi tidak wajib untuk mandi. Akan tetapi wajib untuk wudlu setelah mencuci dzakar dan dua testisnya jika ia hendak melaksanakan shalat, thawaf, atau menyentuh mushhaf (Al-Qur’an). Karena Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam ketika ditanya tentang hal itu, maka beliau bersabda : ’Dalam hal itu ia harus berwudlu’, lalu beliau memerintahkan orang yang mengeluarkan madzi untuk mencuci dzakar dan dua testisnya. Yang wajib untuk mandi itu hanyalah mani, yaitu jika keluar memancar dengan disertai kenikmatan, atau ia melihat bekasnya setelah bagun tidur baik di waktu malam ataupun siang” [Kitaabud-Da’wah, hal. 69].
Bagaimana cara membersihkannya jika terkena baju ?
At-Tirmidziy rahimahullah berkata :
وقد اختلف أهل العلم في المذي يصيب الثوب فقال بعضهم لا يجزئ إلا الغسل وهو قول الشافعي وإسحاق وقال بعضهم يجزئه النضح وقال أحمد أرجو أن يجزئه النضح بالماء 
”Para ulama berselisih pendapat tentang madzi yang mengenai pakaian. Sebagian dari mereka berkata : ’Tidak cukup menjadi suci kecuali jika dicuci’. Ini adalah pendapat Asy-Syaafi’iy dan Ishaaq. Sebagian yang lain mengatakan cukup memercikkannya/menyiramnya saja. Ahmad berkata : ’Aku harap hal itu cukup diperciki dengan air” [As-Sunan, 1/158].
Yang raajih adalah yang dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal rahimahullah karena sesuai dengan dhahir hadits Sahl bin Hunaif radliyallaahu ’anhu.
Madzi = Mani ?
Ini tidak benar, sebab nash telah membedakannya sebagaimana tercantum dalam hadits ’Aliy yang diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy di atas. Ciri-cirinya pun berbeda sebagaimana diterangkan para ulama.
Catatan tambahan : Tidak semua yang keluar dari dua lubang (qubul dan dubur) itu adalah najis secara mutlak. Contohnya adalah mani[4], ruthubah (lender vagina), dan ifrazat (keputihan)[5].
Wallaahu a’lam.
Semoga yang sedikit ini ada manfaatnya.
[abu al-jauzaa’ – ngaglik, sleman, Yogyakarta].


[1]     Lihat juga Lisaanul-'Arab, 13/60.
[2]     Dalam riwayat lain, disebutkan nama laki-laki tersebut, yaitu Al-Miqdaad bin Al-Aswaad radliyallaahu ‘anhu.
[3]     Diriwayatkan dari beberapa jalan dari Mu’aawiyyah bin Shaalih, dari Al-‘Allaa’ bin Al-Haarits, dari Haraam bin Hakiim, dari ‘Abdullah bin Sa’d secara marfuu’. Mu’aawiyyah bin Shaalih dan Haraam bin Hakiim adalah dua orang perawi tsiqah. Adapun Al-‘Allaa’ bin Al-Haarits tsiqah, namun berubah akalnya/hapalannya di akhir hayatnya. Basyaar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth mengatakan bahwa tidak diketahui seorang pun yang meriwayatkan darinya setelah berubah hapalannya [Tahriirut-Taqriib, 3/127]. Muslim mengambil riwayat Mu’aawiyyah bin Shaalih dari Al-‘Allaa’ dalam kitab Shahih-nya.

Comments

Anonim mengatakan...

Saya pernah mengalami kasus spt ini pak ustadz :

Disaat saya selesai sholat, saya masuk ke kamar mandi ingin buang air kecil, tiba2 saya menemukan pd saat itu ada bekas madzi yg keluar tetapi saya tidak bisa memastikan apakah keluarnya ketika sedang sholat atau setelah sholat. Apakah saya harus mengulang sholatnya pak?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

ya

Langit Biru Islam mengatakan...

Oh begitu...trima kasih pak Ustadz 'tas ilmunya.
Jazzakumullahu khairan.

Mas Yudith mengatakan...

Assalamu`alaikum
Ustadz,apakah bila keluarnya madzi juga membatalkan puasa karena juga tak menahan syahwat sebagaimana termaktub dalam hadits Qudsi ialah Puasa itu menahan makan,minum,dan syahwat karenaKu? Mohon penjelasan Ustadz.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Tidak. Menahan syahwat di situ adalah jima'. Wallaahu a'lam.

abdullah mengatakan...

sewaktu saya buang air kecil, di penghujung air menetes, keluarlah beberapa tetes (sisa kencing) cairan ENCER warna putih susu (bukan bening), padahal saat itu sedang tidak ada syahwat sedikitpun krn kebutuhan saya hanya sekedar buang air. Saya menduga, cairan encer sekitar bbrp tetes itu adalah cam[uran air kencing dan KELEBIHAN AIR MANI yang keluar akibat sudah agak lama tidak keluar karena syahwat / mimpi.

Seringkali saya mengalami ini setelah lama sekali tidak keluar mani krn syahwat, yang mengakibatkan -mungkin- kantung mani tidak mampu menampung kelebihannya sehingga keluar sendiri tanpa ada dorongan.

Kalo benar itu air mani, wajib mandikah saya ? Padahal tidak keluar memancar dan tidak ada syahwat. Saat itu saya berasumsi tidak perlu mandi, dan cukup bersuci krn memang terjadi setelah selesai buang air kecil.

kalo bukan Mani , lalu apa ? dan dihukumi bagaimana cara bersucinya ?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Bukan mani, tapi wadi, tidak wajib mandi. Dicuci, dan wudlu jika hendak shalat. Wallaahu a'lam.

Adam mengatakan...

Salam 'alaykum
Kalo ragu itu najis atau tidak , sebaiknya di cuci saja, biar afdol... Toh ga berat kan ?

karena keragu2an hanya akan menghambat keikhlasan ibadah saja.
Kecuali anda Yakin kalo itu tidak najis, maka LANJUTKAN

Wassalam 'alaykum

Anonim mengatakan...

Pak ustadz, bagaimana kalau pakaiannya sudah kering dulu belum dicuci setelah dicuci masih ada bekas madzi / sperma? Terima kasih