Orang Syi’ah Bodoh terhadap Agamanya Semenjak Jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam


Ini adalah sebuah potongan sebuah hadits yang panjang dari perkataan Al-Baaqir, salah seorang imam Syi’ah, dalam kitab Al-Kaafiy. Telah berkata Al-Kulainiy :
مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ يَحْيَى عَنْ عِيسَى بْنِ السَّرِيِّ أَبِي الْيَسَعِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ (عليه السلام) : .........وَ كَانَتِ الشِّيعَةُ قَبْلَ أَنْ يَكُونَ أَبُو جَعْفَرٍ وَ هُمْ لَا يَعْرِفُونَ مَنَاسِكَ حَجِّهِمْ وَ حَلَالَهُمْ وَ حَرَامَهُمْ حَتَّى كَانَ أَبُو جَعْفَرٍ فَفَتَحَ لَهُمْ وَ بَيَّنَ لَهُمْ مَنَاسِكَ حَجِّهِمْ وَ حَلَالَهُمْ وَ حَرَامَهُمْ ......

Muhammad bin Yahyaa, dari Ahmad bin Muhammad bin Shafwaan bin Yahyaa, dari ‘Iisaa bin As-Sarriy Abul-Yasa’, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), (ia berkata) : “……Dan (keadaan) Syi’ah sebelum ada Abu Ja’far, mereka tidak mengetahui tata cara manasik haji mereka, perkara halal dan haram mereka, hingga kemudian Abu Ja’far membukakan bagi mereka (ilmu) dan menjelaskan kepada mereka tentang manasik haji mereka serta perkara halal dan haram mereka…..” [Al-Kaafiy, 2/19-20, hadits keenam dalam bab : Tiang-Tiang Islam].
Al-Majlisiy dalam Mir’atul-‘Uquul (7/102) menghukumi hadits ini shahih.
Abu Ja’far Al-Baaqir lahir pada bulan Rajab tahun 57 H. Ia adalah anak dari ‘Aliy Zainal ‘Aabidin rahimahumallaah. Seandainya saja Abu Ja’far mulai mengajar pada usia 5 tahun, dapat kita bayangkan bahwa orang-orang Syi’ah berada dalam kegelapan agama mereka selama minimal 50 tahun (jika kita hitung dari masa hijrah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah). [Tidak juga ‘Aliy, Al-Hasan, Al-Husain radliyallaahu ‘anhum, ataupun ‘Aliy Zaenal-‘Aabidiin rahimahullah]. Jadi, Syi’ah itu bodoh terhadap agama mereka semenjak Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam masih hidup. Mereka tidak mampu mengambil pelajaran dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang manasik hajinya, begitu pula perkara halal dan haramnya.
Ini bukan perkataan buatan saya, namun ‘asli’ perkataan imam mereka yang ma’shum (tidak pernah salah). Tentu saja keadaan Ahlus-Sunnah berbeda dengan mereka. Ahlus-Sunnah, khususnya para shahabat, mampu mengambil pelajaran dan faedah dari ilmu dan amal beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang kemudian terwariskan sampai kepada kita hingga saat ini.
Wallaahul-Musta’aan.
[abul-jauzaa’, sehari setelah letusan Gunung Merapi yang membuat kota Jogja dan sekitarnya berkabut debu].

Comments

Anonim mengatakan...

Dalam Islam mengajak umat agar senantiasa menjaga lisan (juga tulisan).
Dengan begitu, lisan menjadi selalu digunakan untuk sesuatu yang baik,
tidak bertentangan dengan kehendak Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, "Lisan orang yang berakal muncul dari balik hati nuraninya.
Maka ketika hendak berbicara, terlebih dahulu ia kembali pada nuraninya.
Apabila ada manfaat baginya, ia berbicara, dan apabila dapat berbahaya, maka ia menahan diri.

Sementara hati orang yang bodoh berada di mulut,
ia berbicara sesuai apa saja yang ia maui."

(HR: Bukhari-Muslim).

Anonim mengatakan...

Sungguh Tulisan/lisan ust. Abul Jauza ini sangat terjaga dan bagus spy sodara2 Syiah kembali ke jalan yg benar. Al-Majlisiy dalam Mir’atul-‘Uquul (7/102) menghukumi hadits ini shahih. Kalo Al-Majlisiy benar sungguh2 ajaran Syiah tidak sesuai dgn apa yg mrk klaim bhw ajaran mrk selalu terjaga walau Imam mrk ghaib sekalipun spt sekarang; padahal waktu itu Imam mrk tidak ghaib. Kalo Al-Majlisiy salah berarti mgkn banyak hadis2 Syiah yg patut diragukan? Dlm hal ini Syiah maju kena mundur kena. Allahu a'lam