Keumuman Lafadh dan Kekhususan Sebab


Apabila ada suatu ayat yang turun yang berhubungan dengan sebab tertentu secara khusus, sedangkan bentuk lafadhnya bersifat umum, maka cakupan hukum dalam lafadh disamping berlaku untuk sebab khusus tersebut, juga berlaku secara umum sesuai dengan keumuman lafadhnya. Karena Al-Qur’an turun sebagai syari’at yang umum dan berlaku untuk semua umat. Maka pengambilan dasar hukum atas nash itu didasarkan kepada keumuman lafadh, tidak pada kekhususan sebabnya.

Contoh tentang permasalahan ini terdapat dalam ayat-ayat li’an, yaitu firman Allah ta’ala :

وَالّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لّهُمْ شُهَدَآءُ إِلاّ أَنفُسُهُمْ

”Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri” [QS. An-Nuur : 6].

sampai firman-Nya :

إِن كَانَ مِنَ الصّادِقِينَ

”Jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar” [QS. An-Nuur : 9].

Dalam Shahih Al-Bukhari dari hadits Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma :

أن هلال بن أمية قذف امرأته عند النبي صلى الله عليه وسلم بشريك بن سحماء فقال النبي صلى الله عليه وسلم : البينة أو حد في ظهرك ، فقال هلال: والذي بعثك بالحق إني لصادق فلينزلن الله ما يبرء ظهري من الحد ، فنزل جبريل ، وأنزل عليه : (وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ)(النور: الآية6) فقرأ حتى بلغ (إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ)(النور: الآية9)

“Bahwasannya Hilal bin ‘Umayyah menuduh istrinya berzina dengan Syarik bin Sahmaa’. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata : ‘Al-Bayyinah (hendaklah kamu mendatangkan bukti) atau kamu akan dirajam’. Maka Hilal berkata : ‘Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, sungguh aku benar. Semoga Allah menurunkan ayat yang dapat membebaskan punggungku dari hukuman (hadd)’. Kemudian Jibril turun dan membawa wahyu kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam : ”Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina)”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca hingga sampai kepada ayat : ”Jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 2671].

Jadi, ayat ini turun dengan sebab tuduhan Hilal bin Umayah kepada istrinya. Akan tetapi kandungan hukumnya berlaku umum, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Hal ini berdasarkan dalil yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari hadits Sahl bin Sa’ad radliyallaahu ‘anhu bahwa ‘Uwaimir Al-‘Ajlaani datang kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian dia berkata : “Wahai Rasulullah, seorang laki-laki mendapati istrinya bersama laki-laki lain. Apakah dia membunuhnya (laki-laki yang bersama istrinya tersebut) maka kalian semua akan membunuhnya, atau apa yang harus dia lakukan?”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Allah telah menurunkan Al-Qur’an tentangmu dan tentang istrimu”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan atas keduanya dengan mula’anah (melaknat) sesuai dengan apa yang disebutkan Allah dalam kitab-Nya. Maka dia me-li’an istrinya (Al-Hadits).[1]

Jadi, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjadikan hukum dalam ayat-ayat ini mencakup masalah Hilal bin ‘Umayyah dan juga bagi yang lainnya.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan :

والآية التى لها سبب معين ان كانت أمرا ونهيا فهى متناولة لذلك الشخص ولغيره ممن كان بمنزلته وان كانت خبرا بمدح أو ذم فهى متناولة لذلك الشخص وغيره ممن كان بمنزلته أيضا

”Sebuah ayat yang memiliki sebab (nuzul) tertentu jika berupa perintah atau larangan, maka ayat tersebut berlaku kepada orang (yang disebut dalam sababun-nuzul) tersebut dan berlaku pula kepada selainnya dari pihak-pihak yang memiliki kriteria-kriteria yang sama dengan orang tersebut. Jika ayat tersebut berisi berita, baik berupa pujian ataupun celaan, maka ayat itu berlaku bagi pribadi tersebut (yang disebutkan dalam sababun-nuzul) dan berlaku pula bagi pribadi lainnya dari pihak-pihak yang memiliki kriteria-kriteria yang sama dengan orang tersebut” [Muqaddimah fii Ushulit-Tafsiir hal. 4].

Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata :

وهذه القاعدة نافعة جداً، بمراعاتها يحصل للعبد خير كثير وعلم غزير، وبإهمالها وعدم ملاحظتها يفوته علم كثير، ويقع الغلط والارتباك الخطير .
وهذا الأصل اتفق عليه المحققون من أهل الأصول وغيرهم، فمتى راعيت القاعدة حق الرعاية وعرفت أن ما قاله المفسرون من أسبـاب النزول إنما هو على سبيل المثـال لتوضيـح الألفاظ، و ليست معاني الألفاظ و الآيات مقصورةً عليها...

”Dan kaidah ini adalah kaidah yang sangat bermanfaat. Dengan memperhatikannya akan didapati bagi seorang hamba kebaikan dan ilmu yang banyak. Dengan sikap mengabaikannya atau tidak ada perhatian padanya akan hilang darinya ilmu yang banyak dan akan terjadi kesalahan dan kerancuan. Dasar ini telah disepakati oleh para peneliti dari kalangan ulama di bidang ushul dan selain mereka. Bila engkau memperhatikan kaidah tersebut, engkau pasti akan tahu bahwa apa yang dikatakan oleh ahli tafsir hanyalah sebagai permisalan-permisalan yang memperjelas maksud dari lafadh-lafadhnya. Bukan berarti lafadh-lafadh tersebut hanya terbatas pada asbabun-nuzul tersebut.....” [Al-Qawaaidul-Hisaan fii Tafsiiril-Qur’aan - www.islamspirit.com].

[Abu Al-Jauzaa’ – dari buku Ushuulun fit-Tafsiir oleh Ibnu ‘Utsaimin dengan sedikit tambahan].



[1] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 423 dan Muslim no. 1492.

Comments