Begitulah
omongan bombastis si badut medsos. Hadits yang dimaksudkan olehnya diriwayatkan
oleh Al-Imaam Muslim rahimahullah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ
الْأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا هَمَّامُ بْنُ يَحْيَي، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ
الْحَسَنِ، عَنْ ضَبَّةَ بْنِ مِحْصَنٍ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنّ رَسُولَ
اللَّهِ ﷺ قَالَ: " سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ، فَمَنْ
عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ، وَتَابَعَ، قَالُوا:
أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ، قَالَ: لَا مَا صَلَّوْا
Telah
menceritakan kepada kami Haddaab bin Khaalid Al-Azdiy : Telah menceritakan
kepada kami Hammaam bin Yahyaa : Telah menceritakan kepada kami Qataadah, dari
Al-Hasan, dari Dlabbah bin Mihshan, dari Ummu Salamah : Bahwasannya Rasulullah ﷺ pernah bersabda : “Akan datang para
penguasa, lalu kalian mengenal mereka namun kalian mengingkari (perbuatan
mereka). Barangsiapa yang mengetahui (kemunkarannya), hendaklah ia berlepas
diri; dan barangsiapa yang mengingkarinya, maka ia telah selamat. Akan tetapi,
barangsiapa yang ridla (dengan perbuatannya) dan mengikutinya, (maka ia berdosa/celaka)”.
Para shahabat berkata : “Tidakkah kita perangi saja mereka ?”. Beliau ﷺ menjawab : “Tidak, selama mereka masih
shalat” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1855].
Dalam
riwayat lain disebutkan dengan lafadh:
فَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ
كَرِهَ فَقَدْ سَلِمَ
"Maka
barangsiapa yang mengingkarinya, sungguh ia telah berlepas diri; dan
barangsiapa yang membencinya sungguh ia telah selamat".
Masalah
mengingkari kemunkaran, SOP pelaksanaannya masuk dalam maratib inkarul
munkar sebagaimana telah ma'ruf dalam hadits:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرا
فَلْيُغَيّرْهُ بِيَدِهِ. فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ. فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ. وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
”Barangsiapa
yang melihat kemunkaran, maka hendaknya ia mengubah dengan tangannya. Bila
tidak mampu, maka (ubahlah) dengan lisannya. Bila tidak mampu (juga), maka
hendaklah dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman”.
Setiap
orang harus melakukan pengingkaran kepada siapapun yang berbuat kemunkaran
(baik penguasa ataupun rakyat) sesuai kemampuannya serta pertimbangan maslahat
dan mafsadatnya yang ditimbulkannya. Abul-Qaasim Al-Ashbahaaniy rahimahullah
(w. 535 H) berkata:
فينبغي إِذَا رأى منكرا أن يغيره بيده إِن
قوي، وإِلا فبلسانه إِن ضعف، فَإِن عجز عَنِ الأمرين أنكر بقلبه، وذلك أضعف
الإِيمان
"Maka
sudah seharusnya apabila seseorang melihat kemunkaran agar mengubahnya dengan
tangannya apabila mampu. Lalu dengan lisannya apabila ia lemah (melakukannya
dengan tangan). Apabila ia tidak kuasa juga melakukan dua perkara tersebut,
maka ia ingkari dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman" [Al-Hujjah
fii Bayaanil-Mahajjah].
Maksudnya,
pengingkari dengan hati itu tetap harus ada bagi orang yang tidak mampu
melakukan pengingkaran dengan tangan dan lisan. Tidak ada level lagi keimanan
di bawahnya yang menegasikan pengingkaran hati.
Terkait
dengan hadits di atas, Qataadah rahimahullah yang menjadi perawi hadits
tersebut menjelaskan maksudnya:
يَعْنِي مَنْ أَنْكَرَ بِقَلْبِهِ، وَمَنْ
كَرِهَ بِقَلْبِه
"Yaitu
(maksudnya) : Barangsiapa yang mengingkari dengan hatinya, dan barangsiapa yang
membenci dengan hatinya" [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4760].
Begitu
juga Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah yang juga merupakan perawi hadits
itu menjelaskan:
فَمَنْ أَنْكَرَ بِلِسَانِهِ فَقَدْ
بَرِئَ، وَقَدْ ذَهَبَ زَمَانُ هَذِهِ، وَمَنْ كَرِهَ بِقَلْبِهِ فَقَدْ جَاءَ
زَمَانُ هَذِهِ
"Barangsiapa
yang mengingkari dengan lisannya, sungguh ia telah berlepas diri. Dan masa
untuk hal tersebut telah berlalu. Dan barangsiapa yang mengingkari dengan
hatinya (ia pun juga berlepas diri), dan masa untuk hal tersebut tiba"
[Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Syu'aabul-Iimaan].
Qatadaah
dan Al-Hasan rahimahumalla hidup di jaman Al-Hajjaaj bin Yuusuf
Ats-Tsaqafiy yang kedhalimannya tidak perlu dijelaskan lagi. Tentu perkataan
mereka tidak dimaksudkan untuk menganulir pengingkaran dengan tangan dan lisan.
Akan tetapi pengingkaran mereka karena memperhatikan kaedah-kaedah diniyyah,
maslahat dan mafsadatnya. Seandainya ada yang mengingkari dengan lisan -
apalagi terhadap penguasa - , maka harus dilakukan dengan ilmiah, santun, dan
memperhatikan hasil akhir yang akan dituju dari pengingkarannya tersebut. Hanya
mengakumulasi kebencian saja kepada individu penguasa, dan menghilangkan
kepercayaan kepadanya; ataukah terwujud kebaikan karena menumbuhkan ilmu dan
amal ?.
Maka
ketika para pembesar ulama menemui Al-Imaam Ahmad bin Hanbal rahimahumallah karena
tidak ridla dengan pemerintahan dan kekuasaannya (saat terjadi fitnah Khalqul-Qur'an),
maka beliau (Al-Imaam Ahmad rahimahullah) menasihati:
عَلَيْكُمْ بِالنَّكِرَةِ بِقُلُوبِكُمْ،
وَلا تَخْلَعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ، وَلا تَشُقُّوا عَصَا الْمُسْلِمِينَ، وَلا
تَسْفِكُوا دِمَاءَكُمْ وَدِمَاءَ الْمُسْلِمِينَ مَعَكُمُ، انْظُرُوا فِي
عَاقِبَةِ أَمْرِكُمْ، وَاصْبِرُوا حَتَّى يَسْتَرِيحَ بَرٌّ، أَوْ يُسْتَرَاحَ
مِنْ فَاجِرٍ
"Wajib
bagi kalian untuk mengingkarinya dengan hati kalian, namun jangan menarik
ketaatan, jangan memecah-belah persatuan kaum muslimin, serta jangan
menumpahkan darah kalian dan darah kaum muslimin bersama kalian. Perhatikanlah
nanti akibat dari urusan kalian. Bersabarlah hingga orang yang baik dapat
beristirahat atau diistirahatkan dari orang yang jahat (faajir)"
[Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah 1/133-134 no. 90].
So,
apa kiranya yang menjadi pukulan telak bagi Talafy ? (dan saya pun susah
mengindentifikasi objek yang ia tunjuk).
Bahkan
Nabi ﷺ pun mengingatkan tentang serba-serbi
keadaan seandainya mendapati penguasa dhalim yang ada padanya kemunkaran yang
diingkari para shahabat:
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً
وَأُمُورًا تُنْكِرُونَهَا، قَالُوا: فَمَا تَأْمُرُنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟،
قَالَ: أَدُّوا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ وَسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ
“Sesungguhnya
kelak sepeninggalku kalian akan melihat atsarah dan perkara-perkara yang kalian
mengingkarinya”. Para sahabat bertanya : “Lantas apa yang engkau
perintahkan kepada kami wahai Rasulullah ?”. Beliau ﷺ
bersabda : “Tunaikan kewajiban yang dibebankan kepada kalian, dan mintalah
hak kalian kepada Allah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7052 dan
Muslim no. 1843].
Apakah
pukulan telak itu ditujukan kepada Nabi ﷺ dan para shahabat ?. Jika iya, sungguh
betapa celakanya badut medsos itu.
Wallaahul-musta’aan
[abul-jauzaa’
– dari status FB tertanggal 12 Agustus 2017].
Comments
Assalamualaikum ustadz saya mau tanya boleh tidak menggambar makhluk tapi hanya sepotong badan,saya dimintai bantuan oleh saudara saya untuk menggambarkan,tapi saya pernah mendengar bahwa menggambar makhluk bernyawa itu gak boleh, apakah mutlak tidak boleh atau ada pengecualian misal hanya sepotong
Astaghfirullah.. kok ustad menuduh pukulan telak ditujukan kpd Nabi?
Muslim mana yg berani begitu? Apa ustd ga salah faham?
Saya fikir ini sederhana saja kok memahaminya.. apa ustd cela sbg badut medsos tsb ingin menyampaikan bahwa hadis tsb ditujukan kepada kaum muslim yg mendukung atau membela pemimpin yg tidak amanah.. sampai disini ustd faham tdk siapa yg dimaksud?
Apa pedlu saya jelaskan lagi siapa pemimpin tsb? Silakan cek saja di google siapa yg dulu waktunya kampanye berjanji sesuatu, tapi saat jd pemimpin dia melanggar janjinya...
Nah.. kaum muslimin yg membela pemimpin tsb dengan sehala dalil itulah yg dimaksud oleh apa yg ustd sebut sbg badut medsos..
Mudahan usdt masih ingat ayat di Al Qur'an bahwa kita dilarang utk memanggil orang lain dengan sebutan atau panggolan merendahkan atau menghina..
Bertakwalah ustd..
Wallahu alam bishowab
Kepada Hamba Allah, sebaiknya baca dulu postingan yg ditanggapi oleh ustd.Judulnya adalah : Pukulan telak bagi Talafi Murjiah yang penjilat & taqlid buta kepada Amirul Zalim. Coba bandingkan dengan kalimat badut medsos.Anda mempersoalkan badut medsos yg intinya ingin menggambarkan bagaiman seseorang membuat lucu-lucuan yg ga lucu di medsos, tp judul di atas ga anda persoalkan. Padahal judul panjang itu hanya berisi hujatan,kebencian, kebohongan tingkat tinggi.
Posting Komentar