Hadits Larangan Tidur Sendirian/Seorang Diri


Tanya : Apakah shahih hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang melarang seseorang tidur sendirian/seorang diri ?
Jawab : Mungkin hadits yang Anda maksud adalah berikut :
حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ الْحَدَّادُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْوَحْدَةِ أَنْ يَبِيتَ الرَّجُلُ وَحْدَهُ، أَوْ يُسَافِرَ وَحْدَهُ
Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ubaidah Al-Haddaad, dari ‘Aashim bin Muhammad, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang sendirian, yaitu : seseorang tidur (malam) seorang diri atau safar (bepergian) seorang diri [Diriwayatkan oleh Ahmad, 2/91].
Dhahir sanad hadits ini shahih, semua perawinya tsiqaat. Berikut keterangannya :
a.     ‘Abdul-Waahid bin Waashil As-Saduusiy, Abu ‘Ubaidah Al-Haddaad Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, dan ia diperbincangkan oleh Al-Azdiy tanpa hujjah (yang benar). Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 190 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 631 no. 4277].
b.     ‘Aashim bin Muhammad bin Zaid bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Al-Khaththaab Al-‘Umariy Al-Madaniy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 473-474 no. 3095].
c.      Muhammad bin Zaid bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Al-Khaththaab Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy, Abu ‘Abdillah Al-Madaniy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 846 no. 5929].
d.     ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththaab Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Makkiy Al-Madaniy; salah seorang shahabat Nabi yang mulia. Termasuk thabaqah ke-1, dan wafat tahun 73 H/74 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 528 no. 3514].
Akan tetapi ‘Abdul-Waahid diselisihi oleh Al-Fadhl bin Dukain (tsiqah lagi tsabat)[1], Sufyaan bin ‘Uyainah (tsiqah, haafidh, faqiih, imaam, dan hujjah)[2], Wakii’ bin Al-Jarraah (tsiqah, haafidh, lagi ‘aabid)[3], Al-Haitsam bin Jamiil (tsiqah, shaahibul-hadiits)[4], Muhammad bin ‘Ubaid bin Abi Umayyah (tsiqah lagi hapal riwayat)[5], Haasyim bin Al-Qaasim (tsiqah lagi tsabat)[6], Bisyr bin Al-Mufadldlal (tsiqah, tsabat, lagi ahli ibadah)[7], Hisyaam bin ‘Abdil-Malik Al-Baahiliy (tsiqah lagi tsabat)[8], Maalik bin Ismaa’iil An-Nahdiy (tsiqah, mutqin, lagi shahiihul-kitaab)[9], ‘Amru bin Marzuuq (tsiqah, faadlil, namun mempunyai beberapa keraguan)[10], dan Yahyaa bin ‘Abbaad Adl-Dluba’iy (shaduuq)[11]; yang kesemuanya meriwayatkan dari ‘Aashim bin Muhammad dengan lafadh : Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي الْوَحْدَةِ، مَا أَعْلَمُ مَا سَارَ رَاكِبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ
Seandainya manusia mengetahui apa yang terdapat dalam bepergian sendirian seperti apa yang aku ketahui, niscaya seorang penunggang kendaraan tidak akan bepergian sendirian di malam hari” [lafadh milik Al-Bukhaariy].
Yaitu, tanpa ziyaadah (tambahan) larangan tidur seorang diri.
Riwayat ‘Aashim bin Muhammad tanpa ziyaadah ini mempunyai mutaba’ah dari ‘Umar bin Muhammad bin Zaid (tsiqah)[12]; shahih.
Dan riwayat Muhammad bin Zaid tanpa ziyaadah mempunyai mutaba’ah dari Saalim bin ‘Abdillah bin ‘Umar (tsabat, ‘aabid, lagi mempunyai keutamaan)[13] dengan sanad yang dla’iif.[14]
Oleh karena itu, ziyaadah lafah larangan tidur sendirian berasal dari Abu ‘Ubaidah Al-Haddaad dan ini merupakan kekeliruan darinya, sehingga dihukumi syaadz.
Hadits Abu ‘Ubaidah itu dilemahkan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Ahaadiitsun Mu’allah Dhaahiruhaa Ash-Shihhah hal. 249-250 no. 269.
Hadits Ibnu ‘Umar yang berisi larangan tidur sendiri di awal mempunyai beberapa syawaahid :
1.     ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Asy-Syaamiyyiin no. 499 : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muthair Ar-Ramliy Al-Qaadliy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abis-Sariy Al-‘Asqalaaniy : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, dari Tsaur bin Yaziid, dari ‘Athaa’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata :
....... فَقَالَ عُمَرُ: " لِهَذَا نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُسَافِرَ الرَّجُلُ وَحْدَهُ، أَوْ يَبِيتَ فِي بَيْتٍ وَحْدَهُ "
“..... Lalu ‘Umar berkata : ‘Oleh karenanya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang melakukan safar seorang diri atau tidur sendirian seorang diri”.
Riwayat ini lemah karena Ahmad bin Muthair seorang yang majhuul al-haal dan Al-Waliid bin Muslim seorang mudallis yang dalam riwayat ini ia membawakan dengan ‘an’anah.
Selain itu, Tsaur bin Yaziid diselisihi oleh Ibnu Juraij yang meriwayatkan secara mursal :
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، قَالَ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُسَافِرَ الرَّجُلُ وَحْدَهُ، أَوْ يَبِيتَ فِي بَيْتٍ وَحْدَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats, dari Ibnu Juraij, dari ‘Athaa’, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang melakukan safar seorang diri atau tidur (malam) di rumah seorang diri” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 9/38 dan darinya Abu Daawud dalam Al-Maraasiil no. 311].
Hafsh mempunyai mutaba’ah dari Sufyaan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 12/522.
2.     Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhumaa.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 2058 : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Zuhair, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ishaaq bin Wahb Al-‘Allaaf Al-Waasithiy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Qaasim Al-Asadiy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Zuhair, dari Abuz-Zubair, dari Jaabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي الْوَحْدَةِ مَا سَارَ رَاكِبٌ بِلَيْلٍ أَبَدًا، وَلا نَامَ رَجُلٌ فِي بَيْتٍ وَحْدَهُ
Seandainya manusia mengetahui bahaya yang ada dalam kesendirian, niscaya penunggang kendaraan tidak akan bepergian sendirian di malam hari selamanya atau tidak akan tidur (malam) di rumah seorang diri”.
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 7937 dari jalan Ishaaq bin Wahb.
Sanad riwayat ini sangat lemah karena Muhammad bin Al-Qaasim Al-Asadiy; para ulama telah mendustakannya. Termasuk thabaqah ke-9 dan wafat tahun 209 H. Dipakai oleh At-Tirmidziy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 889 no. 6269].
3.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ النَّجَّارِ، عَنْ طَيِّبِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: " لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُخَنَّثِي الرِّجَالِ الَّذِينَ يَتَشَبَّهُونَ بِالنِّسَاءِ، وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنَ النِّسَاءِ، الْمُتَشَبِّهِينَ بِالرِّجَالِ، وَالْمُتَبَتِّلِينَ مِنَ الرِّجَالِ، الَّذِينَ يَقُولُونَ: لَا نَتَزَوَّجُ، وَالْمُتَبَتِّلَاتِ مِنَ النِّسَاءِ، اللَّائِي يَقُلْنَ ذَلِكَ، وَرَاكِبَ الْفَلَاةِ وَحْدَهُ، فَاشْتَدَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى اسْتَبَانَ ذَلِكَ فِي وُجُوهِهِمْ، وَقَالَ: الْبَائِتُ وَحْدَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Ayyuub bin An-Najjaar, dari Thayyib bin Muhammad, dari ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah, dari Abu Hurairah, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat kaum laki-laki yang berprilaku menyerupai wanita, dan kaum wanita yang berprilaku menyerupai laki-laki, dan kaum laki-laki yang tidak ingin menikah yang mereka ini berkata : ‘kami tidak ingin menikah’, dan kaum wanita yang tidak ingin menikah yang mereka ini berkata : ‘kami tidak ingin menikah’, serta seseorang yang melewati gurun pasir seorang diri. Hal itu cukup menjadi perhatian para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sehingga tampak dari wajah-wajah mereka. Dan Ibnu ‘Umar berkata :"orang yang tidur (malam) seorang diri” [Diriwayatkan oleh Ahmad 2/287].
Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhaariy dalam At-Taariikh Al-Kabiir 4/362 no. 3151 dari jalan Ayyuub bin An-Najjaar.
Sanad riwayat ini lemah atau sangat lemah dikarenakan Thayyib bin Muhammad; seorang yang lemah dan mempunyai riwayat-riwayat munkar [Lisaanul-Miizaan, 4/361 no. 4018]. Setelah menyebutkan riwayat ini, Al-Bukhaariy berkata : “Tidak shahih hadits Abu Hurairah”.
‘Athaa’ bin Abi Rabbaah mempunyai mutaba’ah dari Abu Salamah sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’ 6/283 dengan sanad sangat lemah dikarenakan Al-Musayyib bin Syariik, Abu Sa’iid At-Tamiimiy Asy-Syaqariy Al-Kuufiy; seorang yang matruuk [Lisaanul-Miizaan, 8/66-68 no. 7750].
Walhasil, hadits tentang larangan tidur (malam) sendirian/seorang diri tidak shahih.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 15111434/21092013 – 01:38].




[1]      Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2998, Al-Baihaqiy 5/257.
[2]      Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1673, Ahmad 2/86, An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 8800, Al-Humaidiy no. 676, Ath-Thuusiy dalam Al-Mukhtashar no. 1414, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no. 2674, dan Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 64/357.
[3]      Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 3768, Ahmad 2/24 & 60, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 9/38 & 12/521-522 dan dalam Al-Adab no. 160, dan Ibnu Hibbaan no. 2704.
[4]      Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 2721.
[5]      Diriwayatkan oleh Ahmad 2/23 dan ‘Abd bin Humaid no. 822.
[6]      Diriwayatkan oleh Ahmad 2/120
[7]      Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah no. 2569, Al-Haakim 2/101
[8]      Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 5/257 dan Syu’abul-Iimaan no. 4401.
[9]      Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr dalam At-Tamhiid 20/9
[10]     Diriwayatkan oleh Ibnu Rasyiid As-Sabtiy dalam Mil’ul-‘Aibah 5/293.
[11]     Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah no. 2569.
[12]     Diriwayatkan oleh Ahmad 2/111, An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 8799, dan Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 13339.
[13]     Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunyaa dalam Man ‘Aasya ba’dal-Maut no. 32 dan Ibnu ‘Abdil-Barr dalam At-Tamhiid 9/20
[14]     Karena keberadaan perawi yang bernama Kultsuum bin Jausyaan Al-Qusyairiy Ar-Raqiy; seorang yang dla’iif. Termasuk thabaqah ke-7 dan dipakai oleh Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 813 no. 5691].

Comments

Anonim mengatakan...

Assalaamu alaykum,
Jazaakallahu khayr atas artikelnya ustadz.

Tapi ada hal yang ingin ana tanyakan karena belum jelas untuk ana ustadz.

Di artikel di atas disebutkan "Akan tetapi ‘Abdul-Waahid diselisihi oleh Al-Fadhl bin Dukain (tsiqah lagi tsabat) [kemudian disebutkan perawi2 lain]....Yaitu tanpa ziyaadah (tambahan) larangan tidur seorang diri". Kemudian disebutkan "Oleh karena itu, ziyaadah lafadh larangan tidur sendirian berasal dari Abu ‘Ubaidah Al-Haddaad dan ini merupakan kekeliruan darinya, sehingga dihukumi syaadz".

Pertanyaan ana: dimanakah letak penyelisihan Abdul-Waahid terhadap riwayat2 lain dengan perawi yg lebih tsiqah tersebut? Bukankah riwayat beliau "hanya" berisi tambahan/ziyaadah (larangan tidur sendirian) yang sebenarnya tidak bertentangan/menyelisihi riwayat lain dari perawi2 yang lebih tsiqah? Tidakkah hal ini mirip dengan pembahasan ziyaadah Za'idah bin Qudamah tentang menggerakkan jari dalam tasyahud? Setahu ana shaykh Albany melihat bahwa ziyaadah tersebut (lafadz yuharrikuhaa) bukanlah bentuk penyelisihan riwayat2 lain yang (lebih) shahih, sehingga riwayat tersebut tidak bisa dihukumi syadz.

Syaikh al Albani berkata dalam mukadimah kitab beliau Tamamul Minnah tentang hadits syadz:
"Namun apabila dalam (tambahan periwayatannya itu) tidak ada perselisihan dengan apa yang diriwayatkan oleh yang lain, hanya saja ia meriwayatkan sesuatu yang tidak diriwayatkan oleh yang lainnya, maka diperiksa keadaan perawi yang menyendiri ini, jika ia adalah seorang perawi yang adil, hafizh, terpercaya dalam kekokohan serta kedhabitannya maka diterima apa yang ia riwayatkan secara menyendiri tersebut”

Sumber: http://abuayaz.blogspot.com/2010/11/menggerak-gerakkan-jari-telunjuk-ketika.html#ixzz2fiI8NtiB

Sepintas bagi ana terlihat bahwa riwayat Abdul-Waahid diatas hanya berisi sesuatu yang tidak diriwayatkan perawi lain yang lebih tsiqah, namun bukan berbentuk penyelisihan. Mohon penjelasan dari antum. Mudah2an Allah mudahkan agar ana bisa lebih memahami masalah ini.

Baarakallahu fiik ustaadz.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Penyelisihannya adalah ia memberikan tambahan yang tidak diberikan oleh jama'ah. 'Abdul-Waahid menyelisihi ashhaab 'Aashim yang utama yang kredibilitasnya jauh di atasnya. Selain itu, penyelisihan itu bukan hanya di tingkat 'Aashim, akan tetapi pada di setiap level/thabaqah. Kontent tambahan lafadh itu sudah benar-benar terlepas dari riwayat induk. Juga, tambahan lafadh tersebut kontradiktif dengan hadits :

حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنِي أَبُو هَانِئٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، يَقُولُ: عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ : "فِرَاشٌ لِلرَّجُلِ، وَفِرَاشٌ لِامْرَأَتِهِ، وَالثَّالِثُ لِلضَّيْفِ، وَالرَّابِعُ لِلشَّيْطَانِ "

Telah menceritakan kepadaku Abuth-Thaahir Ahmad bin ‘Amru bin Sarh : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb : Telah menceritakan kepadaku Abu Haani’, bahwasannya ia mendengar Abu ‘Abdirrahmaan berkata, dari Jaabir bin ‘Abdillah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Satu tempat tidur untuk suami, satu tempat tidur untuk istri, (tempat tidur) yang ketiga untuk tamu, dan (tempat tidur) yang keempat untuk setan” [Shahiih Muslim no. 2084 - takhri j hadits selengkapnya bisa dibaca di sini].

Beberapa ulama menjelaskan bahwa hadits itu memberikan faedah diperbolehkannya seseorang tidur sendiri di tempat tidurnya.

Itulah beberapa qarinah yang mengindikasikan syadz-nya tambahan lafadh tersebut.

Adapun dalam kasus tahrik, Zaaidah bin Qudaamah memberikan tambahan lafadh yang masih tercakup dalam lafadh induknya. Zaaidah memberikan tambahan menggerak-gerakkan, dimana lafadh ini merupakan cakupan dari lafadh isyarat. Selain itu, ulama dulu dan sekarang menerima menerima tambahan lafadh yang diberikan olreh Zaaidah. Oleh karena itu, dalam kasus Zaaidah tidak dihukumi syaadz.