Al-Jama’ah adalah Rahmat dan Perpecahan adalah ‘Adzab


Tanya : Bagaimana kedudukan hadis berikut ustadz apakah benar hasan jikalau bisa dengan takhrijnya, kalau belum ada waktu utk mentakhrij hadis tsb tolong dijawab oleh ustadz apakah benar hadist tsb hasan atau tidak ?
Sabda Rasulullah Saw:
اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ الْفُرْقَةُ عَذَابٌ
Persatuan adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab”. (HR. Ahmad dari Nu’man bin Basyîr dengan derajat hasan).
Saya Ridho Amrullah dari Manonjaya. Jazakallah khoiron
Jawab :
Ibnu Abi ‘Aashim rahimahullah berkata :
ثنا أَبُو يَحْيَى مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ، ثنا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِي وَكِيعٍ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ الْوَلِيدِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Yahyaa bin Muhammad bin ‘Abdirrahmaan : Telah menceritakan kepada kami Yuunus bin Muhammad, dari Abu Wakii’, dari Al-Qaasim bin Al-Waliid, dari Asy-Sya’biy, dari An-Nu’maan bin Basyiir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Al-Jama’ah adalah rahmat dan perpecahan adalah ‘adzaab” [As-Sunnah (Dhilaalul-Jannah) hal. 44 no. 93].
Diriwayatkan juga oleh beliau[1] hal. 435 no. 895 dengan sanad dan matan yang sama.
Keterangan para perawinya :
1.     Muhammad bin ‘Abdirrahiim bin Abi Zuhair Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy, Abu Yahyaa Al-Bazzaaz Al-Baghdaady – terkenal dengan nama : Shaa’iqah; seorang yang tsiqah lagi haafidh. Termasuk thabaqah ke-11, lahir tahun 185 H, dan wafat tahun 255 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 872 no. 6131].
2.     Yuunus bin Muhammad bin Muslim, Abu Muhammad Al-Muaddib; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 207 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1099 no. 7971].
3.     Jaraah bin Maliih bin ‘Adiy bin Fars Ar-Ruaasiy, Abu Wakii’ Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun sering ragu (yahimu). Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 175 H/176 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 196 no. 916]. Adz-Dzahabiy memasukkannya dalam Man Tukullima Fiihi wa Huwal-Muwatstsaq au Shaalihul-Hadiits hal. 142-143 no. 62. Lihat juga Tahriirut-Taqriib 1/211 no. 908.
4.     Al-Qaasim bin Al-Waliid Al-Hamdaaniy Al-Khubdza’iy, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Kuufiy Al-Qaadliy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar : shaduuq yughrib (sering membawakan riwayat ghariib). Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 141 H. Dipakai oleh Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 796 no. 5538]. Ia telah ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’iin, Ibnu Sa’d, dan Al-‘Ijliy. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat dan berkata : “Sering keliru dan sering menyelisihi”. Perkataan Ibnu Hibbaan ini bukan jarh yang melemahkan, akan tetapi masih merupakan bagian tahsiin terhadap haditsnya. Oleh karena itu, perkataan yang raajih tentang dirinya adalah : tsiqah [Al-Kaasyif 2/131 no. 4537 dan Tahriirut-Taqriib 3/176 no. 5503].
5.     ‘Aamir bin Syaraahiil Abu ‘Amru Al-Kuufiy – terkenal dengan nama Asy-Sya’biy; seorang yang tsiqah, masyhuur, faqiih, lagi mempunyai keutamaan. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 103/104/105/106/107/110 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 475-476 no. 3109].
6.     An-Nu’maan bin Basyiir bin Sa’d bin Tsa’labah bin Jalaas/Khalaas Al-Anshaariy Al-Khazrajiy, Abu ‘Abdillah Al-Madaniy; salah seorang shahabat yang mulia. Termasuk thabaqah ke-1, lahir tahun 2 H, dan wafat tahun 65 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1004 no. 7202].
Sanad riwayat ini hasan.
Yuunus bin Muhammad dalam periwayatannya dari Jaraah, mempunyai mutaba’aat dari :
1.     Manshuur bin Abi Muzaahim.
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah[2] dalam Zawaaid Musnad Al-Imaam Ahmad 4/278 (30/390) no. 18449 & 4/375 (32/95-96) no. 19350, Ibnu Baththah[3] dalam Al-Ibaanatul-Kubraa 1/287 no. 117, dan Al-Qadlaa’iy[4] dalam Musnad Asy-Syihaab 1/43-44 no. 15; dengan tambahan lafadh :
مَنْ لَمْ يَشْكُرْ الْقَلِيلَ، لَمْ يَشْكُرْ الْكَثِيرَ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرْ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرْ اللَّهَ، التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
Barangsiapa yang tidak bersyukur atas nikmat yang sedikit, maka ia tidak akan bersyukur atas nikmat yang banyak. Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah adalah syukur, dan meninggalkannya adalah kekufuran. Jama’ah adalah rahmat, dan perpecahan adalah ‘adzaab”.
Diriwayatkan juga oleh Al-Baghawiy[5] dalam Ma’aalimut-Tanziil 5/370-371 dengan penyebutan Wakii’, bukan Abu Wakii’. Kekeliruan ini kemungkinan berasal dari syaikhnya Al-Baghawiy yang bernama : Abu Sa’iid Asy-Syuraihiy, seorang yang majhuul.
Manshuur bin Abi Muzaahim Basyiir At-Turkiy, Abu Nashr Al-Baghdaadiy Al-Kaatib; seorang yang tsqah. Termasuk thabaqah ke-10, lahir tahun 155 H, dan wafat tahun 235 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 973 no. 6955].
2.     Yahyaa bin ‘Abdi Rabbih.
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah[6] dalam Zawaaid Musnad Al-Imaam Ahmad 4/278 (30/392) no. 18450 & 4/375 (32/96) no. 19351; dengan tambahan lafadh seperti sebelumnya.
Penyebutan Yahyaa bin ‘Abdi-Rabbih dalam riwayat tersebut keliru. Yang benar : Yahyaa bin ‘Abdullah/‘Abduuyah Al-Baghdaadiy, wafat tahun 229 H – sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar dalam Ta’jiilul-Manfa’ah Ta’jiilul-Manfa’ah 2/356-358 no. 1163.
Ahmad memujinya. Ibnu ‘Adiy berkata : “Aku harap tidak mengapa dengannya... Ia meriwayatkan dari Syu’bah hadits-hadits yang tidak mahfuudh”. Ibnu Ma’iin berkata : “Pendusta, seorang laki-laki yang jelek”. Di lain tempat ia berkata : “Tidak ada apa-apanya”. Abu Haatim berkata : “Majhuul”. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat. ‘Abdullah bin Ahmad telah meriwayatkan darinya, dan telah dikenal secara umum bahwa ia mengambil perawi yang tsiqah menurutnya. Kesimpulannya, ia seorang perawi shaduuq yang hasan haditsnya, kecuali periwayatannya dari Syu’bah [Siyaru A’laamin-Nubalaai 10/424-425, Ta’jiilul-Manfa’ah 2/356-358 no. 1163, dan Lisaanul-Miizaan 8/462-463 no. 8496].
3.     Muusaa bin Ismaa’iil.
Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahr[7] 8/226 no. 3282, Al-Kharaaithiy[8] dalam I’tilaalul-Quluub hal. 319 no. 645, dan Al-Baihaqiy[9] dalam Syu’abul-Iimaan 6/242-243 no. 4105; dengan tambahan lafadh semisal sebelumnya. Dalam lafadh Al-Kharaaithiy disebutkan :
الاجْتِمَاعُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
Al-ijtimaa’ adalah rahmat, dan perpecahan adalah ‘adzaab”.
Muusaa bin Ismaa’iil Al-Minqariy, Abu Salamah At-Tabuudzakiy Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 223 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 977 no.6992].
4.     Ishaaq bin ‘Iisaa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-yaa[10] dalam Asy-Syukr hal. 31 no. 63, Al-Baihaqiy[11] dalam Syu’abul-Iimaan 6/242-243 no. 4105, dan Al-Khathiib[12] dalam At-Talkhiish 1/406; semuanya dari jalan ‘Umar bin Ismaa’iil Al-Hamdaaniy, dari Ishaaq bin ‘Iisaa, dari Abu Wakii’, dari Abu ‘Abdirrahmaan Asy-Syaamiy, dari Asy-Sya’biy, dari An-Nu’maan bin Basyiir secara marfuu’; dengan tambahan lafadh semisal sebelumnya.
‘Umar bin Ismaa’iil bin Mujaalid bin Sa’iid Al-Hamdaaniy Al-Kuufiy; seorang yang matruuk. Termasuk thabaqah ke-10. Dipakai oleh At-Tirmidziy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 714 no. 4900].
Ishaaq bin ‘Iisaa bin Najiih Al-Baghdaadiy, Abu Ya’quub bin Ath-Thabbaa’; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 214 H/215 H. Dipakai oleh Muslim, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 131 no. 370].
‘Umar bin Ismaa’iil Al-Hamdaaniy diselisihi oleh Al-Hasan bin Naashih dalam penyebutan syaikh dari Ishaaq bin ‘Iisaa. Al-Hasan menyebutkan Wakii’ – bukan Abu Wakii’ – sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Kharaaithiy dalam Fadliilatusy-Asy-Syukr[13] hal. 62 no. 82 : Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Naashih, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin ‘Iisaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Wakii Ar-Ruaasiy, dari Abu ‘Abdirrahmaan Asy-Syaamiy, dari Asy-Sya’biy, dari An-Nu’maan bin Basyiir, ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “.......(al-hadits)....”.
Riwayat Al-Hasan lebih kuat dibandingkan riwayat ‘Umar.
Al-Hasan bin Naashih, Abu ‘Aliy Al-Khallaal Al-Mukharrimiy; seorang yang shaduuq [Al-Jarh wat-Ta’diil 3/39 no. 167 dan Taariikh Baghdaad 8/473 no. 3967].
Oleh karena itu, yang mahfuudh dalam riwayat ini dari syaikh Ishaaq bin ‘Iisaa adalah Wakii’ bin Al-Jarraah. Namun guru (syaikh) dari Wakii’ yang bernama Abu ‘Abdirrahmaan Asy-Syaamiy, kami belum mengetahui siapakah yang dimaksudkan dari nama ini.
Al-Qaasim bin Al-Waliid dalam periwayatannya dari Asy-Sya’biy mempunyai mutaba’ah dari ‘Abdul-Hamiid; sebagaimana diriwayatkan oleh Abusy-Syaikh[14] dalam Amtsaalul-Hadiits no. 111 dan Abu Sa’iid An-Nuqaasy[15] dalam Al-Amaaliy no. 1.
Riwayat ini sangat lemah karena Sawwaar bin Mush’ab Al-Hamdaaniy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy Al-A’maa Al-Muadzdzin; seorang yang matruuk. Wafat tahun 173 H [Lisaanul-Miizaan, 4/216-217 no. 3736].
Walhasil, hadits yang ditanyakan berderajat hasan. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah dalam Silsilah Ash-Shahiihah 2/272 no. 667.
Sedikit Faedah Tambahan :
1.     Al-Jama’ah secara bahasa diambil dari kata al-jam’u yang artinya mengumpulkan sesuatu, mendekat sebagian dengan sebagian yang lain. Kata jama’ah juga merupakan musytaq dari kata al-ijtimaa’[16] (perkumpulan), lawan dari kata at-tafarruq (perpisahan/perceraian) dan al-furqah (perpecahan). Oleh karena itu, al-jama’ah artinya : manusia dalam jumlah yang banyak, atau : sekelompok manusia yang berkumpul atas satu tujuan. Al-jama’ah juga bermakna kaum yang berkumpul dan satu masalah tertentu.[17]
2.     Al-Jamaa’ah secara istilah adalah jama’ah kaum muslimin, yang mereka itu adalah salaf umat ini dari kalangan shahabat, taabi’iin, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Mereka berkumpul di atas Al-Kitaab dan As-Sunnah, berjalan di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara lahir dan batin [Al-Wajiiz fii ‘Aqiidatis-Salafish-Shaalih, hal. 28 – dorar.net].
Mereka dinamai al-jamaa’ah karena mereka berkumpul di atas kebenaran dan tidak berpecah-belah dalam agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para imam pembela kebenaran, tidak mau keluar dari mereka, serta mengikuti apa yang yang telah disepakati oleh salaful-ummah [Mujmal Ushuuli Ahlis-Sunnah wal-Jamaa’ah fil-‘Aqiidah, hal. 6].
Oleh karena itu, standar utama keberadaan jama’ah yang syar’iy adalah berkumpulnya manusia di atas kebenaran yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman salaful-ummah.
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرٍو، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ افْتَرَقَتْ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَإِنَّ أُمَّتِي سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ، إِلَّا وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ "
Telah menceritakan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Amru : Telah menceritakan kepada kami Qataadah, dari Anas bin Maalik, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Bani Israaiil terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh dua[18] golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu, yaitu Al-Jamaa’ah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 3993; shahih].
Makna Al-Jamaa’ah ditafsirkan dalam riwayat yang lain :
حَدَّثَنَا مَحْمُودٌ، ثَنَا وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ، نا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُفْيَانَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " تَفْتَرِقُ هَذِهِ الأُمَّةُ ثَلاثَةً وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ، إلا وَاحِدَةً "، قَالُوا: وَمَا تِلْكَ الْفِرْقَةُ؟، قَالَ: " مَنْ كَانَ عَلَى مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي "
Telah menceritakan kepada kami Mahmuud : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Sufyaan, dari Yahyaa bin sa’iid, dari Anas bin Maalik, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu”. Para shahabat bertanya : “Kelompok apakah itu ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Siapa saja yang ada pada jalan yang aku dan para shahabatku tempuh pada hari ini” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 7840; hasan[19]].
Dan seandainya kebenaran tersebut tidak eksis kecuali pada segelintir manusia saja, maka itulah al-jamaa’ah (meski tidak menduduki porsi mayoritas).
Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu berkata :
يَا عَمْرُو بْنَ مَيْمُونٍ، إِنَّ جُمْهُورَ الْجَمَاعَةِ هِيَ الَّتِي تُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ، إِنَّمَا الْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ طَاعَةَ اللَّهِ، وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ
“Wahai ‘Amru bin Maimuun, sesungguhnya kebanyakan orang (saat ini) adalah pihak yang meninggalkan Al-Jamaa’ah. Dan Al-Jama’ah itu hanyalah apa yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah, meskipun engkau sendiri” [Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 160].
Ibraahiim An-Nakha’iy rahimahullah berkata :
الْجَمَاعَةُ: هُوَ الْحَقُّ، وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ
Al-Jamaa’ah itu adalah (yang sesuai dengan) kebenaran, meskipun engkau sendiri” [Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Al-Faqiih wal-Mutafaqqih, 2/190].
3.     Al-Jamaa’ah adalah sesuatu yang dipuji dan diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sebaliknya, perpecahan adalah sesuatu yang dicela dan dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Allah ta’ala berfirman :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai...” [QS. Aali ‘Imraan : 103].
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka” [QS. Aali ‘Imraan : 105].
أَخْبَرَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَسَنِ، قَالَ: نا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: نا يُونُسُ بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، قَالَ: قَامَ فِينَا أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ عُمَرُ عَلَى بَابِ الْجَابِيَةِ، فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا كَقِيَامِي فِيكُمْ، فَقَالَ: " .....فَمَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنَالَ بُحْبُحَةَ الْجَنَّةٍ، فَعَلَيْهِ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللَّهِ فَوْقَ الْجَمَاعَةِ
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibraahiim bin Hasan, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Hajjaaj bin Muhammad, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Yuunus bin Ishaaq, dari ‘Abdul-Malik bin ‘Umair, dari ‘Abdullah bin Az-Zubair, ia berkata : Amiirul-Mukminiin pernah berdiri (berkhutbah) di hadapan kami, lalu berkata : “Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri (berkhutbah) di hadapan kami seperti berdirinya diriku di hadapan kalian, lalu beliau bersabda : “…..Barangsiapa yang ingin memperoleh tengah-tengahnya surga, hendaklah ia berpegang pada Al-Jamaa’ah, karena tangan Allah berada di atas Al-jamaa’ah….[Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 9179; sanadnya hasan].
4.     Kewajiban untuk bersatu dalam jama’ah di atas tidaklah berkonsekuensi keharusan ‘persatuan pendapat’ dalam masalah-masalah ijtihaadiyyah yang syari’at memberikan ruang untuk berbeda pendapat.
Persatuan pendapat dalam masalah selain yang telah di-ijma’-kan salaf adalah satu hal sulit terjadi, karena adanya perbedaan pengetahuan, pemahaman, dan yang lainnya.[20] Bahkan, perbedaan pendapat (ijtihaad) tersebut terjadi di kalangan nabi, sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَدَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ * فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَوَكُلا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُدَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ وَكُنَّا فَاعِلِينَ
Dan (ingatlah kisah) Daawud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kami lah yang melakukannya” [QS. Al-Anbiyaa’ : 78-79].
Asy-Syinqithiy rahimahullah berkata :
وفي الآية قرينتان على أن حكمهما كان باجتهاد لا بوحي، وأن سليمان أصاب؛ فاستحق الثناء باجتهاده وإصابته، وأن داود لم يصب؛ فاستحق الثناء باجتهاده، ولم يستوجب لوما ولا ذما بعدم إصابته، كما أثنى على سليمان بالإصابة في قوله: (ففهمناها سليمان)، أثنى عليهما في قوله: (وكلا آتينا حكما وعلما)......... فقوله: (إذ يحكمان) مع قوله: (ففهمناها سليمان) قرينة على أن الحكم لم يكن بوحي بل باجتهاد، وأصاب فيه سليمان دون داود، بتفهيم الله إياه ذلك
“Dalam ayat ini terdapat dua keterangan bahwa hukum keduanya (Daawud dan Sulaimaan) dilakukan berdasarkan ijtihaad, bukan dengan wahyu. Dan bahwasannya Sulaimaan dalam penghukumannya tersebut benar sehingga ia berhak untuk dipuji dengan ijtihad-nya dan kebenarannya. Di sisi lain, Daawud tidak benar, namun ia tetap dipuji dalam ijtihad-nya tanpa mengharusnya adanya celaan akan ketidakbenaran ijtihad-nya tersebut. Sebagaimana Allah memuji Sulaimaan dengan kebenaran yang diputuskannya : ‘Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)’. Dan Allah pun memuji keduanya dalam firman-Nya : ‘dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu’. ........ Firman-Nya : ‘di waktu keduanya memberikan keputusan’ bersama firman-Nya : ‘Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)’ merupakan keterangan hukum yang diberikan bukan berdasarkan wahyu, akan tetapi berdasarkan ijtihad. Dan Sulaimaan benar dalam keputusannya, sedangkan Daawud tidak; karena pemahaman Allah kepadanya (Sulaimaan) dalam masalah tersebut” [Adlwaaul-Bayaan, 4/650].
Seandainya Sulaimaan dan Daawud – dengan ketinggian kedudukan mereka berdua di sisi Allah ta'ala - telah berbeda pendapat, apalagi orang-orang yang kedudukannya lebih rendah daripada beliau dari kalangan ulama dan selain mereka ?.
Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah berkata :
ولهذا نرى العلماء مع اختلافهم الشديد في بعض المسأئل لا يضلل بعضهم بعضا ولا يبدع بعضهم بعضا ولنضرب على ذلك مثالا واحدا لقد اختلفوا منذ عهد الصحابة في إتمام الفريضة في السفر فمنهم من أجازه ومنهم من منعه ورآه بدعة مخالفة للسنة ومع ذلك فلم يبدعوا مخالفيهم
“Oleh karena itu, kita lihat para ulama meskipun mereka berselisih pendapat secara sengit dalam sebagian permasalahan, mereka tidak menyesatkan satu dengan yang lainnya, tidak membid’ahkan[21] satu dengan yang lainnya. Dan kami sebutkan satu contoh : para ulama berselisih pendapat sejak jaman para shahabat dalam permasalahan penyempurnaan shalat fardlu ketika safar. Di antara mereka ada yang memperbolehkannya, di antara mereka ada yang melarangnya dan memandangnya sebagai bid’ah yang menyelisihi sunnah. Bersamaan dengan itu, mereka tidak membid’ahkan pihak yang menyelesihi mereka….” [Shalaatut-Taraawiih, hal. 35].
Bersamaan dengan adanya realitas perbedaan pendapat yang terjadi, kewajiban kita adalah berusaha mencari kebenaran di antara pendapat-pendapat tersebut dengan mengembalikannya pada Al-Kitaab dan As-Sunnah[22]. Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” [QS. An-Nisaa’ : 59].
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 14061434/24042013 – 01:20].



[1]      Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ، ثنا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، ثنا أَبُو وَكِيعٍ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ الْوَلِيدِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ فَقَالَ: " الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
[2]      Riwayatnya adalah :
4/278 (30/390) no. 18449 :
قَالَ عَبْدُ اللهِ حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو وَكِيعٍ الْجَرَّاحُ بْنُ مَلِيحٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ: " مَنْ لَمْ يَشْكُرْ الْقَلِيلَ، لَمْ يَشْكُرْ الْكَثِيرَ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرْ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرْ اللَّهَ، التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
4/375 (32/95-96) no. 19350 :
قَالَ عَبْدُ اللهِ: حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو وَكِيعٍ الْجَرَّاحُ بْنُ مَلِيحٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ: " مَنْ لَمْ يَشْكُرْ الْقَلِيلَ، لَمْ يَشْكُرْ الْكَثِيرَ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرْ النَّاسَ، لَمْ يَشْكُرْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
[3]      Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو وَكِيعٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
[4]      Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو سَعْدٍ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ الْمَالِينِيُّ، أنبا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَدِيٍّ الْحَافِظُ، ثنا الْحَسَنُ بْنُ حُبَابٍ هُوَ ابْنُ مَخْلَدٍ، ثنا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ، ثنا أَبُو وَكِيعٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمِنْبَرِ: " الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
[5]      Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو سَعِيدٍ الشُّرَيْحِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو إِسْحَاقَ الثَّعْلَبِيُّ، أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْقَاسِمِ بْنُ مَنِيعٍ، حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ يَعْنِي الْقَاسِمَ بْنَ الْوَلِيدِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ: " مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ تَعَالَى، التَّحَدُّثُ بِنَعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَتَرْكُهُ كُفْرٌ، وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ ".
[6]      Riwayatnya adalah :
4/278 (30/392) no. 18450 :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ ربه مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو وَكِيعٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَال: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى هَذِهِ الْأَعْوَادِ، أَوْ عَلَى هَذَا الْمِنْبَرِ: " مَنْ لَمْ يَشْكُرْ الْقَلِيلَ، لَمْ يَشْكُرْ الْكَثِيرَ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرْ النَّاسَ، لَمْ يَشْكُرْ اللَّهَ، وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ ".
4/375 (32/96) no. 19351:
قَالَ عَبْد اللَّهِ: حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ عَبْدَوَيْهِ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو وَكِيعٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى هَذِهِ الْأَعْوَادِ أَوْ: عَلَى هَذَا الْمِنْبَرِ: " مَنْ لَمْ يَشْكُرْ الْقَلِيلَ، لَمْ يَشْكُرْ الْكَثِيرَ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرْ النَّاسَ، لَمْ يَشْكُرْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
[7]      Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو وَكِيعٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ لا يَشْكُرُ النَّاسَ، لا يَشْكُرُ اللَّهَ، وَمَنْ لا يَشْكُرُ الْقَلِيلَ، لا يَشْكُرُ الْكَثِيرَ، وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَالْجَمَاعَةُ بَرَكَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ ".
[8]      Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْجُنَيْدِ، وَأَبُو قِلابَةَ الرَّقَاشِيُّ، وَأَبُو مَنْصُورِ الصَّاغَانِّي، قَالُوا: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْمِنْقَرِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو وَكِيعٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الاجْتِمَاعُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
[9]      Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو سَهْلٍ مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرَوَيْهِ الْمَرْوَزِيُّ، نا أَبُو بَكْرِ بْنُ خَنْبٍ بِبُخَارَى، نا أَبُو إِسْحَاقَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الْحَرَمِيُّ، نا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، نا أَبُو وَكِيعٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ.
ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، أنا أحْمَدُ بْنُ سَلْمَانَ، نا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي الدُّنْيَا، نا عُمَرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْهَمْدَانِيُّ، نا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى، عَنْ أَبِي وَكِيعٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الشَّامِيِّ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَفِي رِوَايَةِ الْمَرْوَزِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " التَّحَدُّثُ بِنِعَمِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَمَنْ لا يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لا يَشْكُرِ الْكَثِيرَ ". زَادَ أَبُو الْقَاسِمِ فِي رِوَايَتِهِ: وَمَنْ لا يَشْكُرِ النَّاسَ لا يَشْكُرِ اللَّهَ، وَالْجَمَاعَةُ بَرَكَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
[10]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْهَمْدَانِيُّ، ثنا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى، عَن أَبِي وكيع عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الشَّامِيِّ عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " التَّحَدُّثُ بِالنِّعَمِ شُكْرٌ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَمَنْ لا يَشْكُرُ الْقَلِيلَ لا يَشْكُرُ الْكَثِيرَ، وَمَنْ لا يَشْكُرُ النَّاسَ لا يَشْكُرُ اللَّهَ، وَالْجَمَاعَةُ بَرَكَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
[11]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو سَهْلٍ مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرَوَيْهِ الْمَرْوَزِيُّ، نا أَبُو بَكْرِ بْنُ خَنْبٍ بِبُخَارَى، نا أَبُو إِسْحَاقَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الْحَرَمِيُّ، نا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، نا أَبُو وَكِيعٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ.
ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، أنا أحْمَدُ بْنُ سَلْمَانَ، نا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي الدُّنْيَا، نا عُمَرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْهَمْدَانِيُّ، نا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى، عَنْ أَبِي وَكِيعٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الشَّامِيِّ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَفِي رِوَايَةِ الْمَرْوَزِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " التَّحَدُّثُ بِنِعَمِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَمَنْ لا يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لا يَشْكُرِ الْكَثِيرَ ". زَادَ أَبُو الْقَاسِمِ فِي رِوَايَتِهِ: وَمَنْ لا يَشْكُرِ النَّاسَ لا يَشْكُرِ اللَّهَ، وَالْجَمَاعَةُ بَرَكَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
[12]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنِي بِحَدِيثِهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْقُرَشِيُّ، أنا أَبُو الْعَبَّاسِ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحُسَيْنِ الرَّازِيُّ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ طَرْخَانَ، نا بِشْرُ بْنُ يَسَارٍ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْجَلابُ، نا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، نا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى الطَّبَّاعُ، نا أَبُو وَكِيعٍ الْجَرَّاحُ بْنُ مَلِيحٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
[13]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ نَاصِحٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى، قَالَ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ الرُّؤَاسِيُّ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الشَّامِيِّ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْيَسِيرَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَالْجَمَاعَةُ بَرَكَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ "
[14]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا مَحْمُودٌ الْوَاسِطِيُّ، ثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى، ثَنَا سَوَّارُ ابْنُ مُصْعَبٍ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لا يَشْكُرُ النَّاسَ مَنْ لا يَشْكُرُ اللَّهَ، وَمَنْ لا يَشْكُرُ فِي الْقَلِيلِ لا يَشْكُرُ فِي الْكَثِيرِ، وَإِنَّ حَدِيثًا بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَالسُّكُوتَ عَنْهَا كُفْرٌ، وَإِنَّ الْجَمَاعَةَ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةَ عَذَابٌ "
[15]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا الشَّيْخُ الإِمَامُ الْحَافِظُ أَبُو طَاهِرٍ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سِلْفَةَ الأَصْبَهَانِيُّ، أنبا أَبُو طَالِبٍ أَحْمَدُ بْنُ أَبِي هَاشِمٍ مُحَمَّدِ بْنِ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْقُرَشِيُّ الْكُنْدُلانِيُّ، قِرَاءَةً عَلَيْهِ مِنْ أَصْلِ سَمَاعِهِ، سَنَةَ إِحْدَى وَتِسْعِينَ، وَقَرَأْتُ أنا عَلَيْهِ سَنَةَ اثْنَتَيْنِ وَتِسْعِينَ وَأَرْبَعِ مِائَةٍ، أنبا أَبُو سَعِيدٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ عَمْرِو بْنِ مَهْدِيٍّ النَّقَّاشُ الْحَافِظُ، إِمْلاءً، فِي جُمَادَى الأُولَى سَنَةَ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ وَأَرْبَعِ مِائَةٍ، أنبا أَبُو الْقَاسِمِ إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي حُصَيْنٍ الْوَادِعِيُّ، بِالْكُوفَةِ، ثنا جَدِّي أَبُو حُصَيْنٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ، أنبا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الصِّينِيُّ، ثنا سَوَّارُ بْنُ مُصْعَبٍ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ لا يَشْكُرُ الْقَلِيلَ لا يَشْكُرُ الْكَثِيرَ، وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ، وَالسُّكُوتُ عَنْهَا كُفْرٌ، وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ، وَإِذَا أَتَى رَجُلٌ إِلَى رَجُلٍ مَعْرُوفًا فَاسْتَطَاعَ لَهُ الْمُكَافَأَةَ فَلْيُكَافِئْهُ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَالثَّنَاءُ.
[16]     Sebagaimana lafadh yang dibawakan Al-Khraaithiy dalam I’tilaalul-Quluub hal. 319 no. 645
[17]     Lihat beberapa kamus bahasa ‘Arab seperti : Lisaanul-‘Arab, Mukhtaarush-Shihaah, dan Al-Qaamuus Al-Muhiith – pada materi kata : jama’a [diambil melalui perantaraan Al-Wajiiz fii ‘Aqiidatis-Salafish-Shaalih.
[18]     Inilah lafadh yang dibawakan Ibnu Maajah. Yang raajih, umat ini (yaitu : kaum muslimin) akan terpecah menjadi 73 golongan sebagaimana yang terdapat dalam kebanyakan riwayat.
[21]     Mengecap/menyebut orang lain sebagai : mubtadi’ (ahli bid’ah).
[22]    Silakan baca suplemen artikel : Perselisihan Pendapat.

Comments

Lentera Langit mengatakan...

afwan keluar dr tema diatas...

berdasarkan hadits ini,
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
“Barang siapa yang menipu maka dia bukan bagian dariku” (HR Muslim).

apakah menipu itu termasuk dosa besar atw kecil ust.?, sukran

Anonim mengatakan...

Afwan ustadz, dari sanadnya yang hasan tsb dan memiliki banyak mutaba'at, mengapa tdk naik statusnya menjadi shahih ustadz, mohon pengertiannya. Jazakallah (Aditya Siregar)

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Mutaba'aat itu bagi Yuunus dalam periwayatan dari Jarraah (ayahnya Wakii'). Jadi tetap saja itu muaranya pada satu jalur : Jarraah Abu Wakii’ - Al-Qaasim bin Al-Waliid - Asy-Sya’biy - An-Nu’maan bin Basyiir.

Sanad ini hasan.

Al-Qaasim sebenarnya mempunyai mutaba'ah dari Abu 'Abdirahmaan Asy-Syaamiy dan 'Abdul-Hamiid. Mutaba'ah pertama lemah, dan yang kedua lemah sekali.

Jadi, di situ belum cukup untuk mengangkat riwayat menjadi shahih li-ghairihi.

wallaahu a'lam.

Anonim mengatakan...

Na'm ustadz, syukron tambahan ilmunya (Aditya Siregar)