Membuat Marah Imam = Membuat Marah ...[?].....


Bagi pemerhati Syi’ah, tentu tidak asing dengan dalih : ‘Membuat marah Faathimah sama dengan membuat marah Nabi’, karena keridlaan Faathimah bersama keridlaan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam.[1] Lantas, bagaimana hukumnya jika Faathimah membuat marah ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa ?.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: " جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ فَاطِمَةَ فَلَمْ يَجِدْ عَلِيًّا فِي الْبَيْتِ، فَقَالَ: أَيْنَ ابْنُ عَمِّكِ؟ قَالَتْ: كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ شَيْءٌ فَغَاضَبَنِي فَخَرَجَ فَلَمْ يَقِلْ عِنْدِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإِنْسَانٍ: انْظُرْ أَيْنَ هُوَ، فَجَاءَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هُوَ فِي الْمَسْجِدِ رَاقِدٌ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ قَدْ سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ شِقِّهِ وَأَصَابَهُ تُرَابٌ، فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُهُ عَنْهُ، وَيَقُولُ: قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ "

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid[2], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Abi Haazim[3], dari Abu Haazim[4], dari Sahl bin Sa’d[5], ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang ke rumah Faathimah namun tidak mendapatkan ‘Aliy dalam rumah tersebut. Beliau bertanya : “Dimanakah anak pamanmu ?”. Faathimah menjawab : “Telah terjadi sesuatu antara aku dengannya, lalu marah kepadaku kemudian ia keluar dan tidak tidur siang bersamaku”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seseorang : “Carilah, dimanakah ia berada !”. Lalu orang tersebut datang dan berkata : “Wahai Rasulullah, ia sedang tiduran di masjid “. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kemudian mendatanginya, dimana waktu itu ‘Aliy sedang berbaring, dan selendangnya terjatuh dari sisinya dan terkena tanah. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membersihkan tanah tersebut darinya dan berkata : “Bangunlah Abu Turaab, bangunlah Abu Turaab !” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 441].
Faathimah yang kedudukannya bukan imam saja, jika ia marah, disejajarkan dengan kemarahan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Qiyas aula-nya[6], kemarahan ‘Aliy - yang berkedudukan sebagai imam - ini lebih layak menduduki hukum yang sama.
‘Aliy radliyallaahu ‘anhu sebagai imam ma’shum bagi Syi’ah tentu tidak marah kecuali karena melihat kemunkaran atau hak Allah dan Rasul-Nya dilanggar. Karena, kemarahan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mempunyai sifat ma’shum pun disifati demikian.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا، قَالَتْ: " مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ بِهَا "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf[7] : Telah mengkhabarkan kepada kami Maalik[8], dari Ibnu Syihaab[9], dari ‘Urwah bin Az-Zubair[10], dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata : “Tidaklah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dihadapkan kepada dua pilihan, kecuali beliau akan memilih yang paling mudah di antara keduanya selama bukan merupakan dosa. Apabila hal itu merupakan dosa, maka beliau adalah manusia yang paling jauh dari hal itu. Dan tidaklah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membalas untuk dirinya, kecuali jika kehormatan Allah dilanggar, maka beliau marah karenanya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3560].
Atas sebab apa imam ma’shum marah ?. Karena kehormatan Allah dilanggar ?. Mungkinkah Faathimah – yang juga ma’shum - melanggar kehormatan Allah atau melakukan kemunkaran di mata ‘Aliy ?. Atau,.... ‘Aliy marah kepada Faathimah tanpa sebab ?. Jika memang demikian, kemarahan ‘Aliy tersebut bukanlah kemarahan yang syar’iy.
حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ هُوَ ابْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ أَبِي حَصِينٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ: " لَا تَغْضَبْ " فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: " لَا تَغْضَبْ "
Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Yuusuf[11] : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy[12], dari Abu Hushain[13], dari Abu Shaalih[14], dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya pernah ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Berikanlah nasihat kepadaku”. Beliau bersabda : “Jangan marah”. Maka orang tersebut mengulangi permintaannya beberapa kali, dan beliau (tetap) bersabda : “Jangan marah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6116].
Atau,... kita berikan solusi yang paling mungkin tentang permasalahan ini bahwa : Kemarahan ‘Aliy ataupun Faathimah bukanlah timbangan dalam syari’at. Keduanya adalah manusia biasa yang – betapapun tinggi kedudukannya - bisa salah, sama seperti shahabat lainnya. Kemarahan mereka (‘Aliy, Faathimah, atau shahabat lainnya) kadang dapat diterima, kadang pula tidak dapat diterima.
Kebenaran absolut adalah kebenaran yang berasal dari Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’, sore di hari tarwiyyah 1432 H – di perum ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor].


[2]      Qutaibah bin Sa’iid bin Jamiil bin Thariif bin ‘Abdillah Ats-Tsaqafiy, Abu Rajaa’ Al-Balkhiy Al-Baghlaaniy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-10, lahir tahun tahun 150 H, dan wafat tahun 240 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [lihat : Tahdziibul-Kamaal 23/523-537 no. 4852, Tahdziibut-Tahdziib 8/358-361 no. 641, dan Taqriibut-Tahdziib, hal. 799 no. 5557].
[3]      ‘Abdul-‘Aziiz bin Abi Haazim Salamah bin Diinaar Al-Makhzuumiy, Abu Tamaam Al-Madaniy; seorang yang shaduuq lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-8, dan wafat tahun 184 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [lihat : Taqriibut-Tahdziib, hal. 611 no. 4116].
[4]      Salamah bin Diinaar, Abu Haazim Al-A’raj Al-Afzar At-Tammaar Al-Madaniy, Al-Qaadliy; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-5, dan wafat pada masa kekhilafahan Manshuur. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [lihat : Taqriibut-Tahdziib, hal. 399 no. 2502].
[5]      Sahl bin Sa’d bin Maalik bin Khaalid Al-Anshaariy Al-Khazrajiy As-Saa’idiy, Abul-‘Abbaas/Yahyaa Al-Madaniy; salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, wafat tahun 88 H atau setelah itu. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [lihat : Taqriibut-Tahdziib, hal. 419 no. 2673].
[6]      Tentu dengan mengikuti logika Syi’ah.
[7]      ‘Abdullah bin Yuusuf At-Tuniisiy, Abu Muhammad Al-Kalaa’iy Al-Mishriy; seorang yang tsiqah lagi mutqin, dan paling tsabt dalam periwayatan Al-Muwaththa’. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 218 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 559 no. 3745].
[8]      Maalik bin Anas bin Maalik bin Abi ‘Aamir bin ‘Amru Al-Ashbahiy Al-Humairiy, Abu ‘Abdillah Al-Madaniy Al-Faqiih; imam Daarul-Hijrah, tsiqah, yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Termasuk thabaqah ke-7, lahir tahun 93 H, dan wafat tahun 179 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 913 no. 6465].
[9]      Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin Syihaab bin ‘Abdillah Al-Qurasyiy Az-Zuhriy, Abu Bakr Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, faqiih, hafiidh, lagi mutqin. Termasuk thabaqah ke-4, wafat tahun 125 H, atau dikatakan sebelumnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 896 no. 6336].
[10]     ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-‘Awwaam bin Khuwailid bin Asad Al-Qurasyiy Al-Asadiy, Abu ‘Abdillah Al-Madaniy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 94 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1022 no. 7352].
[11]     Yahyaa bin Yuusuf bin Abi Kariimah Az-Zammiy, Abu Yuusuf Al-Khurasaaniy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 225 H/226 H/229 H.  Dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1070 no. 7730].
[12]     Abu Bakr bin ‘Ayyaasy bin Saalim Al-Asadiy Al-Kuufiy Al-Muqri’ Al-Hanaath; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid, namun ketika beranjak tua, hapalannya berubah/jelek, dan kitabnya adalah shahih. Termasuk thabaqah ke-7, lahir tahun 95 H/96 H/100 H, dan wafat tahun 194 H atau dikatakan setahun atau dua tahun sebelum itu. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1118 no. 8042].
[13]     ‘Utsmaan bin ‘Aashim bin Hushain, Abu Hushain Al-Asadiy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-4, dan wafat tahun 128 H/129 H/132 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 664 no. 4516].
[14]     Dzakwaan, Abu Shaalih As-Sammaan Al-Madaniy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 101 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 313 no. 1850].

Comments

Anonim mengatakan...

ust.Abul jauza yg dirahmati Allah,,,
prtanyaan ana yg di kirim lewat Email koq blum ada jawabannya,,,pdahal ana sangat mngharapkan jawaban itu,,,

barakallahu fiik,,

Anonim mengatakan...

@ abul jauzak
bahasan anda ini sudah sangat-sangat menyimpang sebagai thalibul ilmi yang pemula, kalau yang membahasnya adalah orang awam yang tidak mengenal bahasa arab dan hadis beserta tafsirnya saya bisa maklum, tapi buat thalib pemula seperti anda, saya tidak bisa maklum kecuali saya harus menyumbat mulut anda dari berbicara yang tidak2 mengenai ahlul bait...

@Abul Jauzak
kemarahan Nabi yang diselaraskan dengan kemarahan fatimah atau sebaliknya itu tidak seperti yang anda hayalkan. Fatimah adalah anak kandung nabi jadi wajar nabi bicara begitu, orang tua manapun saya kira pasti selalu menyatukan perasaannya dengan perasaan anaknya, karena itu adalah darah dagingnya sendiri. terlebih fatimah adalah simbol wanita penghuni surga.

sekarang, Imam Ali marah kepada sayyidah fatimah? apakah ini negatif?

Tidak, wahai safih,
Nabi pernah marah kepada Aisyah dan apa yang dilakukan Nabi bahkan melebihi apa yang dilakukan Imam Ali dalam kasus Fatimah ini, nabi tidak tidur seranjang dengan Aisyah gara2 kasus "hadisul ifk", apakah dengan begitu derajat Aisyah menjadi rendah? bahkan kasus berikutnya ketika Aisyah membocorkan rahasia Nabi kepada istri2nya yang lain, nabi mendiamkan Aisyah selama sebulan dan tidak tidur dengannya, apakah itu merendahkan derajat Aisyah?

dengar wahai safih
Rumah tangga yang dibina setiap muslim tidak mungkin tidak ada asam garam di dalamnya, marah antara suami istri adalah hal biasa dan akan berakhir dengan sendirinya selama masih ada cinta, lalu kanapa anda dengan ketotololan anda meributkan hal ini untuk menjelek-jelekan Ahlul bait?

Apa anda ingin menyamakan bahwa kemarahan Ali kepada fatimah karena fatimah melanggar kehormatan Allah berdsarkan hadis Nabi yang anda kutip di atas, begitu?

wahai orang yang jauh dari rahmat Allah!
silahkan datangkan bukti akan hal itu kalau memang anda benar! jangan cuma omong kosong!
kalau tidak, maka anda ini adalah perwujudan yahudi yang suka mengada-ngadakan sesuatu yang tidak ada!
ingat safih, hanya orang yahudi yang suka bermain di wilayah mutasyabihat, "qarinah" ke arah sana tidak ada kok bisa-bisanya anda ini dengan PD-nya menyeret hadis tersebut untuk ditimpakan kepada ahlul bait apa yang tidak ada pada mereka.

semoga firmah Allah ini bisa menghancurkan hati anda yang sudah membatu sekian ratus tahun lamanya:

مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا

mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. (Al Kahfi: 5)

wasalam

ustadz Segaf Alawi al-atsari as-salafy

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Saya merasa sangat heran dengan Anda yang begitu marahnya dengan tulisan di atas. Apakah saya sedang menghina Ahlul-Bait (keluarga 'Aliy) ?. Kalau Anda memang berpikiran seperti itu, sungguh picik sekali pikiran Anda yang tidak mampu menjangkau eksplisit makna yang hendak hendak saya sampaikan dalam tulisan.

Tulisan di atas saya buat dalam kerangka analog teologi Syi'ah mengenai kema'shuman, baik kema'shuman Nabi ataupun Ahlul-Bait. Tentu saja teologi kema'shuman mereka berbeda dengan Ahlus-Sunnah.

Orang Syi'ah senantiasa menggunakan hadits barangsiapa yang membuat Faathimah marah, maka itu sama dengan membuat marah Nabi --- dalam kasus untuk menjatuhkan Abu Bakr Ash-Shiddiiq yang telah berhukum dengan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk menahan tanah Fadak/Khaibar yang dimintai Faathimah.

Jika Anda mencak-mencak seperti di atas... pertanyaannya : Apakah memang Anda tersinggung karena Anda beraqidah Syi'ah ? atau Anda tersinggung khawatir masyarakat tidak lagi mengagung-agungkan para 'Alawiyyun ? - seperti Anda.

Mencintai Ahlul-Bait yang shaalih adalah wajib. Namun bukan jamannya sekarang berkampanye berkoar-kora mencintai Ahlul-Bait hanya untuk mengkais-kais kepentingan duniawi.

Allaahul-musta'aan....

Jassin mengatakan...

Anonim 7 November 2011 11:16 a.k.a Segaf Alawi al-atsari as-salafy

bung Segaf, ini artikel membahas Syi'ah kali, dan menyoal masalah kema’shuman! bukan dalam konteks tengah mempermasalahkan ahlul-bait.

saya saja yang awam bisa paham kok apa maksud dari artikel di atas, tidak seperti apa yang antum tangkap. itu semuakan analogi, apologi, dan retorika! sudah dimafhumi dalam hal pengkajiaan.

Anonim mengatakan...

Tulisan Abul Jauzaa' diatas sudah sangat jelas menyinggung siapa, di bagian muqoddimah sudah sangat terang seterang2nya ditujukan untuk siapa, masih ada aja yg ngamuk2 disangkanya tulisan ini menyinggung ahlul bait (sampe menggelari safih segala).

Bib Segaf yang terhormat, semoga cahaya keberkahan senantiasa menaungi dirimu, tolong dibaca lg deh, ga perlu ngamuk2 gitu kaleee. Kalo antum bukan syi'ah, antum ga akan merasa kepanasan/gerah/ngomel2/mencak2 dengan tulisan diatas. Taaaaapii...klo antum syi'ah...yah ga heran deh.....

Anonim mengatakan...

A. Anda memang telah menghina ahlul bait dengan berbuat bidah atas mereka. lihat saja ucapan Anda ini:
"Faathimah yang kedudukannya bukan imam saja, jika ia marah, disejajarkan dengan kemarahan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Qiyas aula-nya[6], kemarahan ‘Aliy - yang berkedudukan sebagai imam - ini lebih layak menduduki hukum yang sama.
‘Aliy radliyallaahu ‘anhu sebagai imam ma’shum bagi Syi’ah tentu tidak marah kecuali karena melihat kemunkaran atau hak Allah dan Rasul-Nya dilanggar. Karena, kemarahan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mempunyai sifat ma’shum pun disifati demikian."
==========
ini adalah bentuk bidah, membuat-buat sesuatu yang tidak ada,
1. mana ada dalil yang menyamakan kemaksuman Ali dengan kedudukan fatimah? qiyas anda di sini hampir sama dengan qiyas iblis hanya saja beda konten, kalau iblis menqiyaskan diri dengan kemuliaan, karena api lebih mulia dari tanah, sementara anda mengqiyaskan kemaksuman Ali dengan fatimah, metodeloginya sama hanya saja beda caranya saja, padahal kalau mau jujur apa hubungannya kemuliaan dengan api (apakah Allah memang menyatakan demikian?) dan apa hubungannya kemaksuman ali dengan marahnya fatimah? (apakah ada dalil dari hadis mengenai ini?) ini adalah bidah (dibuat-buat) tidak ada landasan syariatnya. Dan anda adalah orang yang hobi berbuat begini!
baik anda ataupun iblis membuat bidah agar bisa hawa napsu anda terturuti dengan baik. cie-cie saudaranya iblis nih ye...
2. bagaimana bisa kemaksuman Ali disamakan dengan kemaksuman Nabi? Imam Ali memang maksum namun tingkatannya berbeda dengan Nabi, sama ketika saya katakan Anda beriman dan Nabi pun beriman, apakah dengan begitu keimana anda sama dengan nabi, dan bukan berarti ketika anda marah maka marahnya anda itu sama dengan Nabi hanya karena sama-sama beriman!
3. anda katakan:
Atas sebab apa imam ma’shum marah ?. Karena kehormatan Allah dilanggar ?. Mungkinkah Faathimah – yang juga ma’shum - melanggar kehormatan Allah atau melakukan kemunkaran di mata ‘Aliy ?. Atau,.... ‘Aliy marah kepada Faathimah tanpa sebab ?. Jika memang demikian, kemarahan ‘Aliy tersebut bukanlah kemarahan yang syar’iy.
========
kenapa bermain-main dengan kemungkinan, bukankah ahlussunnah itu dilarang bermain dengan yang syubhat dan dianjurkan untuk meninggalkannya. kalu memang ada dalilnya (pelanggran syariat) silahkan sampaikan, jangan hanya bisa menduga-duga!
perhatikan firmah Allh ini semoga bisa mengobati hatimu yang bernanah itu:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ ()

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (hujurat: 12)

B. Anda katakan: Kalau Anda memang berpikiran seperti itu, sungguh picik sekali pikiran Anda yang tidak mampu menjangkau eksplisit makna yang hendak hendak saya sampaikan dalam tulisan.
======
jutru anda yang telah tanpa sadar (karena keasyikan membantah malah) menghina ahlul bait hanya kebencian anda pada syiah! sekarang kita bertanya-tanya, siapakah yang picik di antara kita?

Anonim mengatakan...

C. Anda katakan:
Tulisan di atas saya buat dalam kerangka analog teologi Syi'ah mengenai kema'shuman, baik kema'shuman Nabi ataupun Ahlul-Bait. Tentu saja teologi kema'shuman mereka berbeda dengan Ahlus-Sunnah.
======
sangat memalukan dan teramat hina sekali ungkapan anda ini. kalau memang begitu kenyataannya: silahkan datangkan hujjah dari syiah mengenai itu di tulisan anda. jangan cuma koar-koar begitu.
apa yang analogi?! saya tidak menemukan analogi itu, analogi itu muncul dari anda sendiri, anda sendiri yang membuatnya lalu anda tuduh syiah sedemikian rupa dengan tuduhan (bidah) yang anda buat sendiri, bukankah ini sudah keluar jalur, sungguh memalukan sekali!
dan apa anda ini ingin menyamakan kemaksuman ali dengan Nabi menurut tinjauan ahlussunah, ini jusrtu lebih lucu lagi, bagaimana anda ingin membandingkan sesuatu yang ada dan tidak ada, Imam Ali dan Fatimah di sisi syiah adalah maksum namun di sisi Ahlussunnah adalah tidak, yang sama hanyalah Nabi baik di syiah dan ahlussunnah sama-sama maksmum, maka pertanyaan saya, mana korelasinya ucapan anda ini yang ingin menyamakan kemaksuman Nabi dan ahlul bait? kalau memang ingin melakukan analogy, analogy lah yang sama, misal kemaksuman Nabi (sunny) dengan kemksuman nabi (syiah), metodelogi analogy anda ini menyimpang, keluar dari hukum logika, dan setia premis yang salah tidak akan mungkin bisa menghasilkan kongklusi yang benar, sampai kapanpun. dan itulah yang anda lakukan saat ini.
=====

D. Anda katakan:
Orang Syi'ah senantiasa menggunakan hadits barangsiapa yang membuat Faathimah marah, maka itu sama dengan membuat marah Nabi --- dalam kasus untuk menjatuhkan Abu Bakr Ash-Shiddiiq yang telah berhukum dengan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk menahan tanah Fadak/Khaibar yang dimintai Faathimah.
=====
apa yang salah dengan itu? bukankah kanyataanya memang Abu Bakar telah membuat marah Fatimah gara-gara kasus itu, maka apa fakta ini mau kita palsukan?!
lalu korelasi hal ini dengan tulisan anda di atas sangat tidak nyambung sekali!sangat tidak nyambung sekali!sangat tidak nyambung sekali!

logika abul jauza:
1. kasus fadak: abu bakar membuat fatimah marah
2. kasus di atas: fatimah yang membuat marah ali
3. ali kedudukan sama dengan fatimah (yang ini si abul juaza bikin sendiri, ngga ada dalilnya sama sekali dari syariat)

kesimpulan:
ali membuat marah fatimah

ini benar-benar logika hancur!!!!!
hancur sehancur-hancurnya, sungguh memalukan sekali! mereka-reka fakta yang tidak saling berhubungan lalu menghubung-hubungkannya untuk membuat sebuah fakta baru. benar2 sesat dan menyesatkan!
inilah yang saya katakan sebelumnya: wahai orang yang jauh dari rahmat Allah!..............(dst, lihat kembali di atas)
apakah anda tidak sadar, atau tidak bisa memahaminya karena akal anda yang tumpul begitu?

E. anda katakan:
Jika Anda mencak-mencak seperti di atas... pertanyaannya : Apakah memang Anda tersinggung karena Anda beraqidah Syi'ah ? atau Anda tersinggung khawatir masyarakat tidak lagi mengagung-agungkan para 'Alawiyyun ? - seperti Anda.
========
jutru saya khawatir orang bodoh seperti anda ini yang berkeliaran di dunia maya membuat banyak kepalsuan untuk mengiring masyarakat agar percaya dengan ucapan anda yang penuh dengan kebusukan tersebut.

F. Anda katakanL
Mencintai Ahlul-Bait yang shaalih adalah wajib. Namun bukan jamannya sekarang berkampanye berkoar-kora mencintai Ahlul-Bait hanya untuk mengkais-kais kepentingan duniawi.
======
semoga ucapan anda ini bisa dibuktikan kebenarannya, sebab bila tidak, silahkan menanggung ucapan ini di akhirat kelak.
mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. (Al Kahfi: 5)

Anonim mengatakan...

Wah wah, memang sudah jelas. Tampaknya habib Segaf ini beraqidah rafidhah...Entah memang beneran dia ini bermarga Alawy atau akal2an dia aja mencatut nama Alawy.

Ustadz Abul Jauzaa', sptnya antum mengenali siapa dibalik nama habib Segaf ini tadz dari komen2nya...

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Anda berkata :

"logika abul jauza:
1. kasus fadak: abu bakar membuat fatimah marah
2. kasus di atas: fatimah yang membuat marah ali
3. ali kedudukan sama dengan fatimah (yang ini si abul juaza bikin sendiri, ngga ada dalilnya sama sekali dari syariat)

kesimpulan:
ali membuat marah fatimah

ini benar-benar logika hancur!!!!!"
.

Anda paham makna qiyas aula bung ?. Kalau tidak paham, ya wajar. Tapi biarkan saya menolong Anda :

1. Kasus Fadak : Abu Bakr membuat marah Faathimah. Konsekuensi menurut pemahaman Syi'ah : Abu Bakr membuat marah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.

2. Kasus di atas : Faathimah membuat marah 'Aliy. 'Aliy menurut teologi Syi'ah adalah imam, sedangkan Faathimah tidak. Kedudukan 'Aliy dalam hal ini lebih tinggi daripada Faathimah.

Jika demikian, jika Faathimah membuat marah 'Aliy, maka itu sama dengan membuat marah siapa ?. Ini yang jadi judul. Karena qiyas aula-nya, kemarahan 'Aliy lebih layak menjadi sebab kemarahan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam karena kedudukannya dalam ajaran agama Syi'ah.

[Atau sangat saya persilakan dalam hal ini Anda membuat statement, apakah 'Aliy kedudukannya lebih tinggi, sama, atau lebih rendah dari Faathimah].

Jika 'Aliy dan Faathimah adalah dua pribadi ma'shum yang tidak mungkin melakukan kekeliruan (baik sengaja maupun tidak sengaja, besar maupun kecil - menurut teologi Syi'ah), maka fakta mengatakan :

1. Dalam kasus Fadak, Abu Bakr lah yang salah, karena Faathimah ma'shum, tidak mungkin salah. Jadi kemarahannya kepada Abu Bakr harus dibenarkan.

2. Dalam kasus di atas, 'Aliy yang ma'shum telah marah kepada Faathimah. Lantas, 'Aliy marah itu dengan sebab apa ?. Kemarahan tanpa sebab ?. Jika demikian, maka kemarahan ini tidak syar'iy. 'Aliy pun menjadi tidak ma'shum. Kemarahan karena melihat hak Allah dan Rasul-Nya dilanggar ?. Jika demikian, Faathimah tidak ma'shum.

Atau, kita mau mengambil kemungkinan yang dijelaskan pak Habib As-Segaf di atas, bahwa konflik rumah tangga adalah biasa, sehingga kemarahan 'Aliy kepada Faathimah itu tidak selalu menunjukkan adanya pelanggaran dalam syari'at ?. Jika Anda mengambil ini, maka otomatis Anda harus mengambil pilihan bahwa : 'Aliy adalah manusia biasa yang bisa benar ataupun salah. Bukan pribadi ma'shum (sebagaimana definisi ma'shum agama Syi'ah). Kemarahannya bisa diterima ataupun ditolak.

Jika Anda benar-benar mengambil kesimpulan ini, maka cara berpikir yang sama, seharusnya Anda mengambil kesimpulan yang sama terhadap kasus Fadak, karena Faathimah kedudukannya tidaklah lebih tinggi dari 'Aliy menurut agama Syi'ah. Sehingga, kemarahan Faathimah adalah kemarahan manusiawi. Ia bukan tolok ukur kebenaran menurut kaca mata syari'at.

Paham ?.

Anonim mengatakan...

Bantahn anda ini hanya sekedar bantahan, tidak ada isinya sama sekali, bahkan sekalipun ada isinya saya Cuma mau tanya:
Cuma ini isi otak anda? Sangat menyedihkan sekali.
Dengar wahai safih
Qiyas aula bersumber dari iblis, dan saya bukan saudara iblis. Yang bersaudara dengan iblis adalah anda. Makanya anda mengelu-ngelkukan qiyas aula, karena anda dan iblis satu pemikiran, luar aja yang salafy. Isinya iblis!
Allah berfirman:
وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Kami salafy dalam menilai sesuatu dengan dalil, bukan dengan qiyas. Berbeda dengan antek2 iblis macam anda yang lebih mengedepankan qiyas, padahal syariat sudah membicarakan kalau tidak ada dalil maka perkara itu ditinggalkan dan tidak ada taklif atasnya.
Qiyas aula itu cacat hukum. Contoh:
وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

“barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (Muslim)
Kalau mau mengitu logika sinting anda ini, Apakah dengan begini berdasarkan hadis di atas, kita katakan bahwa dengan sholat subuh kita tidak perlu shalat malam lagi, dengan melakukan “qiyas aula” bahwa shalat subuh (fardhu) [yang sama dengan shalat sunnah sepanjang malam] itu lebih utama dibanding shalat malam (sunnat) sendiri?
Begitu juga halnya dengan qiyas aula anda yang super sinting itu:
1. kemarahan fatimah=kemarahan nabi (yes, ada dalilnya)
2. kemarahan Ali=kemarahan Nabi dengan asumsi bahwa kedudukan Ali yang di atas fatimah (ini ketololan anda yang anda warisi dari iblis, ngga ada dalilnya)
Anda boleh saya berqiyas seperti itu, sebab itu adalah hak anda dengan ketololan anda itu, tapi silahkan bawa hujjah dari syiah bila memang ada di antara mereka yang berani melakukan qiyas tolol dan sinting seperti yang anda karang-karang ini! Soalnya anda bawa-bawa syiah loh! Beda cerita bila anda bilang kalau ini adalah hayalan dan igauan anda sendiri.
هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Jadi gini bul jauzak super safih
Hadis Nabi: yang membuat marah fatimah = membuat marah nabi
Tidak bisa ente samakan dengan kemaksuman imam ali=kemaksuman nabi
Untuk membuat qiyas aula, di antara keduanya sehingga berkesimpulan, fatimah saja yang bukan imam maksum kalau dibuat marah maka marahanya sama dengan nabi apalagi ali yang memilki kemaksumam imamiyah tentu lebih dari itu, sehingga kemarahan ali ke fatimah tentu lebih dahsyat lagi!!!!
Ini Cuma asumsi pribadi ente, asumsi gila ente ini tidak dalilnya dari syariat, pun syiah tidak ada yang membedakan bahwa kemaksuman fatimah berada di bawah kemaksuaman ali, hanya karena ali imam sementara fatimah tidak.
Apalgi menyamakan kemarahan ali=kemarahan nabi hanya karena mereka-sama2 maksum, padahal sbelumnya sudah saya jelaskan anda berimanm nabi juga beriman, apakah ketika anda marah itu sama dengan membuat nabi marah? Apakah logika sinting ini dibenarkan oleh syariat?
Sungguh menyedihkan sekali melihat ketololan anda ini, dalam syiah, imamiyah hanya untuk laki-laki bukan perempuan, dan itu bukan berarti Ali lebih tinggi dari fatimah karena ia imam dan fatimah tidak! jadi igauan anda itu sangat tidak relevan untuk dijadikan hujjah.
Dari sini saja terlihat jelas anda membantah sesuatu yang tidak anda mengerti, maka pertanyaan kita: apakah bantahan semcam ini bantahan yang “smart” atau bantahan yang “stupid” ? saya pikir semua orang yang membca ini bisa menjawabnya?
Mengenai kemarahan ali kepada fatimah yang dijadikan hujjah oleh anda maka saya katakan, anda tolol, nabi saja tidak diberi tahu oleh fatimah, lalu kenapa fatimah harus cerita ke orang-orang, apakah membongkar aib rumah tangga itu dibolehkan hanya untuk mencari tahu syar’i atau tidaknya?
Semoga dunia ini tidak lagi di sini oleh orang-oarng safih seperti anda, cukup anda saja yang terakhir.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

He..he... semakin lucu Anda ya pak Habiib. Saya tidak akan berkomentar banyak, karena apa yang saya tulis sudah mencukupi.

Namun satu saja yang saya bahas:

Begitu juga halnya dengan qiyas aula anda yang super sinting itu:
1. kemarahan fatimah=kemarahan nabi (yes, ada dalilnya)
2. kemarahan Ali=kemarahan Nabi dengan asumsi bahwa kedudukan Ali yang di atas fatimah (ini ketololan anda yang anda warisi dari iblis, ngga ada dalilnya)
Anda boleh saya berqiyas seperti itu, sebab itu adalah hak anda dengan ketololan anda itu, tapi silahkan bawa hujjah dari syiah bila memang ada di antara mereka yang berani melakukan qiyas tolol dan sinting seperti yang anda karang-karang ini! Soalnya anda bawa-bawa syiah loh!
.

Terutama yang kasih bold di atas. Jadi,... kemarahan 'Aliy itu tidak sama dengan kemarahan Nabi ya ?. Jadi, kemarahan 'Aliy ini tidaklah selalu sejalan dengan kemarahan Nabi.

Saya ingatkan teori kema'shumah imam ala Syi'ah :

Muhammad Ridlaa Al-Mudlaffar menjelaskan tentang doktrin ‘ishmah dalam teologi Syi’ah sebagai berikut :

Al-‘Ishmah itu pengertiannya adalah suci dari dosa-dosa dan dari kemaksiatan yang besar maupun yang kecil. Juga suci dari kesalahan dan lupa, bahkan harus suci pula dari perkara yang mubah tetapi mengurangi kewibawaan, seperti terlalu banyak makan, tertawa terbahak-bahak, dan dari segala perkara yang dianggap rendah oleh masyarakat. Al-‘Ishmah seperti ini ada pada para Nabi dan para Imam dari kalangan Ahlul-Bait” [‘Aqiidatul-Imaamah oleh Muhammad Ridla Al-Mudlaffar, hal. 53-54; Al-Maktabah Al-Islamiyyah Al-Kubraa, tanpa tahun].

Muhammad Al-Husain Kasyful-Ghithaa’ menyatakan :

“…..dan para imam itu disyaratkan pula harus sebagai orang-orang yang ma’shum seperti Nabi, yaitu terjaga dari kesalahan dn terjaga pula dari berbuat salah….” [Ashlusy-Syii’ah wa Ushuuluhaa oleh Muhammad Al-Husain Kasyful-Ghithaa’, hal. 102; Manshurat Maktabah Al-Irfan, Beirut, Cet. 9].

Ia menambahkan :

“….. dan bahwasannya Muhammad itu adalah penutup para Nabi dan junjungan para Rasul. Dan bahwasannya ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari kesalahan dan perbuatan salah). Dan bahwasannya ia tidak pernah berbuat kemaksiatan sepanjang umurnya dan tidaklah berbuat suatu apapun kecuali yang sesuai dengan ridla Allah subhaanahu wa ta’alaa sehingga Allah mewafatkannya” [idem, hal. 106].

Jadi imam 'Aliy itu menurut teologi Syi'ah selalu terjaga dari kesalahan dan lupa. Apa yang diperbuatnya selalu dalam koridor keridlaan Allah. Keridlaan dan ketidakridlaanya selalu selaras dengan keridlaan Allah. Jika keridlaan atau ketidakridlaan 'Aliy beriringan dengan keridlaan dan ketidakridlaan Allah, maka dua hal itu pun beriringan dengan keridlaan atau ketidakridlaan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Keridlaan dan ketidakridlaan Nabi adalah beriringan dengan keridlaan dan ketidakridlaan Allah.

Oleh karena itu, teori kema'shumah imam ala Syi'ah ini mengkonsekuensikan bahwa Allah, Nabi, dan imam ('Aliy) selalu selaras.

Terkait dengan tulisan di atas, marah itu menunjukkan ketidakridlaan terhadap sesuatu. Jika dikatakan bahwa 'Aliy marah kepada Faathimah, tentu saja ini mengandung pengertian ia tidak ridlaa pada sesuatu yang ada pada Faathimah. Apalagi sampai ia keluar rumah dan tidak tidur siang bersama Faathimah.

Lantas, imam 'Aliy itu marah kenapa ?. Marah karena sesuatu yang diridlai Allah, atau marah karena sesuatu yang tidak diridlai Allah ?.

Anonim mengatakan...

Anda boleh saya tertawa, tapi ingat tertawa anda itu takan pernah bisa menutupi kebodohan dan ketololan anda selama ini. Kaciannnn
Saya tidak heran dengan alasan anda, karena memang “air yang dangkal takan bisa menghasilkan ikan yang banyak”. Hehehe sekali lagi kaciaaannn, sori ya bukan menghina tapi bicara kenyataan
Ada beberapa hal yang ingin saya bantah dari kedustaan-kedustaan anda ini.
Muhammad Ridlaa Al-Mudlaffar, tidak menulis kitab ‘Aqiidatul-Imaamah, ia hanya menulis kita aqaa-id al-imaamiyah, dari sini anda sudah kelihatan bodohnya dalam kutip mengutip, dan saya tidak heran dengan ini, maklum mana ada sih “harga murah barang berkualitas”, sori ya bukan menghina tapi bicara kenyataan
Muhammad dalam kitabnya tersebut sama sekali tidak bicara kemaksumam Imam melainkan kemaksuman Nabi dan itu dibahas jelas dalam bab: عقيدتنا في عصمة الأنبياء, dari sini saja ketahuan betapa bodohnya anda menangkap pembicaraan si penulis… dan saya tidak heran dengan ini, maklum mana ada sih “orang buta huruf bisa baca tulis dengan lancar”, sori ya bukan menghina tapi bicara kenyataan
Mengenai klaim anda tentang ucapan Muhammad Al-Husain Kaasyiful-Ghithaa’ (sori lagi-lagi anda salah menulis namanya, maklum buta huruf!) saya tidak menjumpainya di halaman yang anda sebutkan, paling tidak sebutkan di bab mana atau sekurang2nya anda sebutkan lafal arabnya agar saya bisa mencari tahu dengan jelas. Yang ini saya tidak koment dulu.
Anda katakan:
Jadi imam 'Aliy itu menurut teologi Syi'ah selalu terjaga dari kesalahan dan lupa. Apa yang diperbuatnya selalu dalam koridor keridlaan Allah. Keridlaan dan ketidakridlaanya selalu selaras dengan keridlaan Allah. Jika keridlaan atau ketidakridlaan 'Aliy beriringan dengan keridlaan dan ketidakridlaan Allah, maka dua hal itu pun beriringan dengan keridlaan atau ketidakridlaan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Keridlaan dan ketidakridlaan Nabi adalah beriringan dengan keridlaan dan ketidakridlaan Allah.
=-====
Ini sih kebodohan anda saja yang nguawur sekaleee. Kesimpulan dari mana ini? Premis mana yang anda gunakan, antara kesimpulan dan premis yang digunakan dari kitab syiah yang anda uratakan barusan suangat ngga nyuamaabung sekaleeeee, dan saya tidak heran dengan tingkah tolol anda, maklum mana ada sih “orang dungu yang bicaranya kayak orang pintar”, sori ya bukan menghina tapi bicara kenyataan
Hai orang dungu berkali lipat dungunya, ulama-ulama syiah yang kutip pembicaraan mereka barusan menerangkan tentang kemaksuman Nabi bukan kemaksuman Imam Ali , kenapa anda bawa-bawa ke arah sana!! Dasar tolol! Memalukan sekali, sangat2 memalukan.
Anda katakan lagi:
Oleh karena itu, teori kema'shumah imam ala Syi'ah ini mengkonsekuensikan bahwa Allah, Nabi, dan imam ('Aliy) selalu selaras.
Terkait dengan tulisan di atas, marah itu menunjukkan ketidakridlaan terhadap sesuatu. Jika dikatakan bahwa 'Aliy marah kepada Faathimah, tentu saja ini mengandung pengertian ia tidak ridlaa pada sesuatu yang ada pada Faathimah. Apalagi sampai ia keluar rumah dan tidak tidur siang bersama Faathimah.

Lantas, imam 'Aliy itu marah kenapa ?. Marah karena sesuatu yang diridlai Allah, atau marah karena sesuatu yang tidak diridlai Allah ?.
omongan anda ini sudah sangat menyimpang jauh, isinya hanyalah hayalan yang ngelantur ke sana kemari, ngga jelas dan tidak ada boboit ilmiahnya penuh dengan kepalusan yang dibuat-buat. Saya tidak mau menanggapi hal gila semcam ini karena itu bisa membawa saya pada sifat tolol anda… cukuplah apa yang saya bantah sebelumnya sudah bisa menjelaskan lubang besar yang ada pada anda.
Tapi kalau anda bisa membuat kesimpulan lain yang memang selaras dengan doktrin syiah itu sendiri (antinya anda ngga mengarang cerita palsu seperti yang sudah2) lalu anda membantahanya maka saya akan meanggapi hujjah ini, tapi kalau Cuma begini2 saja, maaf tidak ada tempat bagi orang bodoh untuk diberikan hujjah, silahkan ia bergaul bersama orang bodoh lainnya.
Allahul Musta’an

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Terima kasih koreksian atas judul kitabnya. Anda benar. Tapi selebih dari itu adalah basi !!

Jangan mimpi bung,... karena sepertinya Anda belum pernah membaca pernyataan Muhammad Ridlaa Al-Mudhaffar. Ini statementnya aslinya :

ونعتقد أن الأنبياء معصومون قاطبة ، وكذلك الأئمة ، عليهم جميعا التحيات الزاكيات ، وخالفنا في ذلك بعض المسلمين ، فلم يوجبوا العصمة في الأنبياء فضلا عن الأئمة

Anda bisa bahasa Arab gak ?. Baca tuh di atas, terutama di kalimat pembukaannya : "Dan kami berkeyakinan bahwasannya para Nabi itu ma'shum tanpa terkecuali, begitu juga para imam......".

Di sini, 'ishmah Nabi itu sama dengan 'ishmah para imam.

Atau,... mungkin Anda telah memecat 'Aliy dari daftar para imam, sehingga tidak masuk dalam sifat kema'shuman yang dikatakan Muhammad Ridlaa di atas.

Kemudian ia melanjutkan tentang definisi 'ishmah :

والعصمة : هي التنزه عن الذنوب والمعاصي صغائرها وكبائرها ، وعن الخطأ والنسيان ، وإن لم يمتنع عقلا على النبي أن يصدر منه ذلك بل يجب أن يكون منزها حتى عما ينافي المروة ، كالتبذل بين الناس من أكل في الطريق أو ضحك عال ، وكل عمل يستهجن فعله عند العرف العام

Terjemahannya adalah sebagaimana telah dituliskan.

[sumber : http://shiaweb.org/shia/aqaed_al-emamia/pa6.html].

So,... jangan bermimpi sekali lagi ya bung. Barangkali saya lebih pandai daripada Anda tentang 'aqidah Syi'ah tentang 'ishmah.

Kasihan.... komentar yang panjang dan berapi-api, namun tidak bermutu, tanpa isi.

Anonim mengatakan...

subhanallah! ga nyangka ada orang yg ngomongnya kayak gitu.

berani sekali mengklaim orang jauh dari rahmat Allah.

Padahal Allah adalah Ar-Rahman Ar-Rahim.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Tentang Muhammad Al-Husain Kaasyiful-Ghithaa, tidak ada yang salah dalam penulisannya sebagaimana klaim sok tahu Anda (baca : http://www.al-shia.org/html/ara/others/?mod=monasebat&id=227).

Miskin !

[kecuali Anda mempermalahkan kurang huruf "i" - not essential]

Tentang pernyataannya mengenai 'ishmah, ni saya kasih tahu :

والإمامة متسلسلة في اثني عشر ، كل سابق ينص على اللاحق . ويشترطون أن يكون معصوماً كالنبي عن الخطأ والخطيئة ، والإ لزالت الثقة به ، وكريمة قوله تعالى : ( إني جاعلك للناس إماماً قال ومن ذريتي قال لا ينال عهدي الظالمين ) (1)(2) صريحة في لزوم العصمة في الإمام لمن تدبرها جيداً .

"..... .dan para imam itu disyaratkan pula harus sebagai orang-orang yang ma’shum seperti Nabi, yaitu terjaga dari kesalahan dn terjaga pula dari berbuat salah....".

Dan kemudian selanjutnya ia mengatakan :

وأن محمداً صلى الله عليه وآله خاتم الأنبياء ، وسيد الرسل ، وأنه معصوم من الخطأ والخطيئة ، وأنه ما ارتكب المعصية مدة عمره ، وما فعل إلا ما يوافق رضا الله سبحانه حتى قبضه الله إليه .

sudah bisa baca ?. Sama sepertikutipan saya.

[sumber : http://www.rafed.net/books/aqaed/asel/shiea011.html#221].

Miskin Anda ini.......

Anonim mengatakan...

Mari kita lihat komentar siap yang tidak bermutu tanpa isi antara kita dan mana yang lebih paham syiah di antara kita:
Sudah saya jelaskan bahwa muhammad Ridlaa Al-Mudhaffar di sini fokus (porsinya lebih banyak) membahas kemaksuman para nabi bukan para imam, lihat saja konten pembahasannya, para imam disebutkan ia hanya sebagai muatan sekunder saja.
ونعتقد أن الأنبياء معصومون قاطبة ، وكذلك الأئمة ، عليهم جميعا التحيات الزاكيات ، وخالفنا في ذلك بعض المسلمين ، فلم يوجبوا العصمة في الأنبياء فضلا عن الأئمة
kami berkeyakinan bahwasannya para Nabi itu ma'shum tanpa terkecuali, begitu juga para imam.....semoga mereka diberi penghormatan dan kesucian. Dan kami tidak sependapat dalam hal ini dengan beberapa kaum muslimin/beberapa kaum muslimin tidak sependapat dengan kami dalam hal ini yang tidak menetapkan bahwa kemaksuman yang ada pada para nabi lebih utama dari pada imam
Pertanyaan saya ke anda yang super tolol itu, dimanakah persamaan kemaksuman para nabi dengan kemaksuman para imam yang anda elu-elukan dari kemaren2 itu, padahal muhammad Ridlaa Al-Mudhaffar di sini jelas sekali menetapkan bahwa para nabi lebih mulia kemaksumannya dari para imam dan ia mengkritik beberapa golongan kaum muslimin yang tidak menetapkan keutamaan kemaskuman para nabi di atas para imam,
Sudah berulangkali saya katakan: apakah karena anda beriman dan nabi muhammad beriman maka itu berati tingkatan iman anda itu sama dan selaras dengan tingkatan iman nabi muhammad, apakah ketika anda marah itu sama saja nabi muhammad marah hanya karena sama-sama punya iman? Dan apakah karena ali imam maksum dan nabi maksum maka kemaksuman mereka sama??? Dan apakah ketika imam ali marah itu sama saja nabi muhammad marah?? Wahai orang tolol betapa tak berubahnya dirimu dari ketololanmu itu!
Ini adalah kesesatan dn kedunguan anda dari dulu, maklum saudara iblis sih, mana bisa dapat hidayah, hehehe
Lanjut, Anda katakan:
والعصمة : هي التنزه عن الذنوب والمعاصي صغائرها وكبائرها ، وعن الخطأ والنسيان ، وإن لم يمتنع عقلا على النبي أن يصدر منه ذلك بل يجب أن يكون منزها حتى عما ينافي المروة ، كالتبذل بين الناس من أكل في الطريق أو ضحك عال ، وكل عمل يستهجن فعله عند العرف العام .
Anda terjemahkan:
“Al-‘Ishmah itu pengertiannya adalah suci dari dosa-dosa dan dari kemaksiatan yang besar maupun yang kecil. Juga suci dari kesalahan dan lupa, bahkan harus suci pula dari perkara yang mubah tetapi mengurangi kewibawaan, seperti terlalu banyak makan, tertawa terbahak-bahak, dan dari segala perkara yang dianggap rendah oleh masyarakat. Al-‘Ishmah seperti ini ada pada para Nabi dan para Imam dari kalangan Ahlul-Bait [‘Aqiidatul-Imaamah oleh Muhammad Ridla Al-Mudlaffar, hal. 53-54; Al-Maktabah Al-Islamiyyah Al-Kubraa, tanpa tahun].
Perhatikan yang bercetak tebal:
Al-‘Ishmah seperti ini ada pada para Nabi dan para Imam dari kalangan Ahlul-Bait
Maaf lafal itu darimana anda dapatkan? Di naskah aslinya ngga ada, kok bisa-bisanya muncul begitu saja, awalnya saya kira itu tambahn dari anda, tapi dari melihat cara penulisan yang ditutup dengan tanda petik dan penyebutan referensi sekan menandaskan bahwa itu memang bagian dari matan-nya..
Wahai pendusta dan penipu yang jauh dari rahmat Allah, tidak cukupkah kedutaan-kedustaan yang kau lakukan selama ini mengenyangkan napsumu, apakah karya orang lain harus kau tipu juga agar kau bisa memenangkan napsu syaithoniyah iblisiyahmu itu?! Aduhai mahluk laknat betapa beratnya hidayah itu datang padamu! kaciaaaannnn

Anonim mengatakan...

Sekarang kita lihat siapa yang sok tahu antara kita?
Benarkah tidak ada yang salah:
Anda sebutkan: Muhammad Al-Husain Kasyful-Ghithaa’ محمّد حسين كشف الغطاء
Saya sebutkan: Muhammad Al-Husain Kaasyiful-Ghithaa’ محمّد حسين كاشف الغطاء
Apakah ini Cuma permaslah huruf i saja? Lalu siapa yang miskin di sini?
Dasar safih, bisanya Cuma menghina yang ngga ada isinya, memalukan!!!!
Lanjut,
Hai malikul safih, dengarkan penjelasan kami baik-baik. Tapi sebelum itu baca tuntas dulu penjelasan dari Muhammad Al-Husain Kaasyiful-Ghithaa:
أن الإمامة منصب إلهي كالنبوة ، فكما أن الله سبحانه يختار من يشاء من عباده للنبوة والرسالة ، ويؤيده بالمعجزة التي هي كنص من الله عليه ( وربك يخلق ما يشاء ويختار ما كان لهم الخيرة )(4) فكذلك يختار للإمامة من يشاء ، ويأمر نبيه بالنص عليه ، وأن ينصبه إماماً للناس من بعده للقيام بالوضائف التي كان على النبي أن يقوم بها ، سوى أن الإمام لا يوحى إليه كالنبي وإنما يتلقى الأحكام منه مع تسديد إلهي . فالنبي مبلغ عن الله والإمام مبلغ عن النبي .
والإمامة متسلسلة في اثني عشر ، كل سابق ينص على اللاحق . ويشترطون أن يكون معصوماً كالنبي عن الخطأ والخطيئة ، والإ لزالت الثقة به ، وكريمة قوله تعالى : ( إني جاعلك للناس إماماً قال ومن ذريتي قال لا ينال عهدي الظالمين ) (1)(2) صريحة في لزوم العصمة في الإمام لمن تدبرها جيداً .
وأن يكون أفضل أهل زمانه في كل فضيلة ، وأعلمهم بكل علم ، لأن الغرض منه تكميل البشر ، وتزكية النفوس وتهذيبها بالعلم والعمل الصالح
Dengar wahai safih, disini muhammad tidak menyamakan kemaksuman nabi dengan kemaksuman para imam. Kenapa? Karena kenabian itu dipilih oleh Allah langsung, sementara imam itu dipilih oleh pengikutnya, makanya muhammad husein berkata:
. ويشترطون أن يكون معصوماً كالنبي
“disyaratkan para imam itu harus maksum seperti Nabi.”
Apakah maksum yang dipilih oleh manusia itu (12 imam) sama dengan maksum yang dipilih oleh Allah (muhammad saw)? Dan apakah kadarnya sama? Dan apakah sama kedudukan para imam yang mengambil ilmu dari para nabi dengan para nabi yang langsung mengambil wahyu dari Allah?
فالنبي مبلغ عن الله والإمام مبلغ عن النبي
Tidak wahai safih, bidah semcam ini tidak ada yang berani membuatnya kecuali anda sendiri yang memang suka menjejaki langkah2 iblis hingga anda ke neraka bersamanya!

Sudah berulangkali saya katakan: apakah karena anda beriman dan nabi muhammad beriman maka itu berarti tingkatan iman anda itu sama dan selaras dengan tingkatan iman nabi muhammad, apakah ketika anda marah itu sama saja nabi muhammad marah hanya karena sama-sama punya iman? Dan apakah karena ali imam maksum dan nabi maksum maka kemaksuman mereka sama??? Dan apakah ketika imam ali marah itu sama saja nabi muhammad marah?? Wahai orang tolol betapa tak berubahnya dirimu dari ketololanmu itu!
Ini adalah kesesatan dn kedunguan anda dari dulu, maklum saudara iblis sih, mana bisa dapat hidayah, hehehe
Lalu mengenai ucapan muhammad husein:

وأن محمداً صلى الله عليه وآله خاتم الأنبياء ، وسيد الرسل ، وأنه معصوم من الخطأ والخطيئة ، وأنه ما ارتكب المعصية مدة عمره ، وما فعل إلا ما يوافق رضا الله سبحانه حتى قبضه الله إليه .
Ini lagi2 hanya membahas kemaksuman nabi bung, bukan kemaksuman imam!, jadi korelasinya dimana dengan bahasan anda sebelumnya itu, lihat saja babnya: النبوة : (kenabian) bukan imamah. Dan dimana letak persamaannya?
Nb: anda PD sekali menghina saya dengan mengatakan saya miskin, padahal yang miskin itu anda, anda menyebutkan halaman 102 dan 106 padahal halaman aslinya ada di 212 dan 220, betapa hinanya safihus sufaha seperti anda ini!
kerjanya cuma bisa menipu dan menipu!!! lalu menghina orang dengan tipuannya...
kaciaaaaaannnnnnnnnnnnnn
ooooo
kaciaaaaaaannnnnnnnnnnnn
ooooo
kaciaaaaaannnnnnnnnnnnnnnnn

Anonim mengatakan...

Tidak akan pernah ketemu yang baik dengan yang jelek , seperti tidak akan bertemunya siang dan malam.

Akhi Abul Jauzaa , bersabarlah dan istiqomahlah .

Jangan di ikuti ajakan iblis untuk berjidal ria.

Anonim mengatakan...

saya cuma mau tanya, pantaskah orang yang sudah ketahuan busuknya itu diambil ilmunya atau paling tidak dikunjungi blognya?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sama seperti sebelumnya, berapi-api, tapi bodoh.

Jauhi apologi retorika kosong Anda itu. Jelas sekali Muhammad Ridlaa Mudhaffar berkata :

ونعتقد أن الأنبياء معصومون قاطبة ، وكذلك الأئمة ، عليهم جميعا التحيات الزاكيات ، وخالفنا في ذلك بعض المسلمين ، فلم يوجبوا العصمة في الأنبياء فضلا عن الأئمة

العصمة : هي التنزه عن الذنوب والمعاصي صغائرها وكبائرها ، وعن الخطأ والنسيان ، وإن لم يمتنع عقلا على النبي أن يصدر منه ذلك بل يجب أن يكون منزها حتى عما ينافي المروة ، كالتبذل بين الناس من أكل في الطريق أو ضحك عال ، وكل عمل يستهجن فعله عند العرف العام .

"kami berkeyakinan bahwasannya para Nabi itu ma'shum tanpa terkecuali, begitu juga para imam 'alaihim-jamii'an at-tahiyyaat waz-zaakiyaat. Dan sebagian kaum muslimin menyelisihi kami dalam hal itu dimana mereka tidak mewajibkan adanya 'ishmah bagi para nabi, lebih-lebih bagi para imam.

'“Al-‘Ishmah itu pengertiannya adalah suci dari dosa-dosa dan dari kemaksiatan yang besar maupun yang kecil. Juga suci dari kesalahan dan lupa, bahkan harus suci pula dari perkara yang mubah tetapi mengurangi kewibawaan, seperti terlalu banyak makan, tertawa terbahak-bahak, dan dari segala perkara yang dianggap rendah oleh masyarakat. Al-‘Ishmah seperti ini ada pada para Nabi dan para Imam dari kalangan Ahlul-Bait......" [selesai].

Apa ini kurang jelas ?!. Lantas apa arti penyandaran kalimat : kadzaalikal-aimmah ? (begitu juga dengan para imam). Tentu saja penyandaran kesamaan ini adalah dalam hal kema'shuman.

Matilah Anda dengan kemarahan Anda.
....".

So, Anda tidak berbusa-busa bicara tidak jelas arahnya, sebab yang jadi titik tekan adalah sifat 'ishmah yang dimiliki para imam - yang itu juga dimiliki para Nabi.

[Kasihan sekali wahai orang yang tidak paham bahasa manusia....]

Adapun tentang Muhammad Husain Kaasyiful-Ghithaa', saya lebih dulu membacanya daripada Anda. Perkataannya juga jelas kok. Apa Anda tidak paham bahasa manusia yang bunyinya :

. ويشترطون أن يكون معصوماً كالنبي

“disyaratkan para imam itu harus maksum seperti Nabi.”

Tentu saja ini harus dikembalikan pada definisi ma'shum yang disandarkan pada Nabi atau imam, yaitu terbebas dari kekeliruan ataupun dosa (ويشترطون أن يكون معصوماً كالنبي عن الخطأ والخطيئة ). Jadi perkaranya jelas bung Habiib. Tidak perlu Anda interpretasikan macam-macam yang justru merusak makna kalimat.

Kemudian dalam catatan kaki terdapat ta'liq :

قال شيخنا الطوسي رحمه الله تعالى في كتابه الموسوم بالتبيان في تفسير القرآن ( 1 : 449 ) تعليقاً على هذه الآية الكريمة : استدل أصحابنا بهذه الآية على أن الامام لايكون إلا معصوماً من القبائح ، لان الله تعالى نفى أن ينال عهده ـ الذي هو الإمامة ـ ظالم ، ومن ليس بمعصوم فهو ظالم ، إما لنفسه ، أو لغيره .

فإن قيل : إنما نفى أن يناله ظالم في حال كونه كذلك ، فأما إذا تاب وأناب فلا يسمى ظالما ، فلا يمتنع أن ينال .

So, inilah pengertian kema'shuman para imam menurut orang Syi'ah. Kurang lebih, maknanya seperti yang dikatakan oleh Muhammad Ridlaa Al-Mudhaffar di atas.

Jika Anda tidak tahu, maka dengan ini saya beritahukan kepada Anda.

Adapun kalimat setelahnya (وأن محمداً صلى الله عليه وآله خاتم الأنبياء) dst. hanya ini untuk menekankan bahwa definisi 'ishmah itulah yang ada pada Nabi dan imam sebagaimana disebutkan sebelumnya.

Kalau Anda punya pengertian lain dari kema'shuman para imam versi Syi'ah, silakan dituliskan di sini. Hal-hal apa saja yang dinafikkan dari para imam dari keishmahan itu. Saya sangat menikmati apologi kocak Anda di kolom komentar ini.

Anonim mengatakan...

Saya jg cuma mau nanya, pantaskah agama yg sudah jelas2 sesat dan menyesatkan spt syi'ah rafidhah, dianut dan diakui????

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sebagai tambahan, ini saya kutipkan dari blog Syi'ah yang menjelaskan kema'shuman imam :

"Bertolak belakang dengan Ahlusunnah, Syiah percaya bahwa dalam seluruh tingkatannya Imam sama dan sejajar dengan Rasulullah Saw, kecuali dalam masalah wahyu. Oleh karena itu imam juga harus seperti rasul yang maksum dan suci dari kesalahan, penyimpangan dan dosa, sebagaimana halnya Rasulullah Saw dan para nabi Allah yang lainnya pun demikian" [selesai].

[selengkapnya, baca di : sini].

Saya sengaja kutipkan yang dari situs/wb yang berbahasa Indonesia supaya orang-orang tahu kepura-puraan (atau bahkan kebodohan ?) pak Habiib di atas. Yang lain masih banyak. Kalau saya kutipkan yang berbahasa Arab, para Pembaca mungkin banyak yang tidak tahu dan tidak memahaminya.

NB : Bagi pak Habiib, sebelum mencak-mencak pada saya, tolong deh dinasihati itu admin web Syi'ah. Kok berani-beraninya mengatakan sesuatu yang kebetulan sama dengan yang saya katakan.

Anonim mengatakan...

Anda juga sama seperti sebelumnya, ngga ada perubahan sedikitpun. Tetap bodoh dan tolol, dan muter2 terus! sepertinya itu adalah takdir anda. pantes aja ngga ada hasilnya bicara manusia rendahan seperti anda ini. Cape deh.
Hai safih, menghina yang tidak ada isinya seperti yang anda ucapkan ini tidak akan pernah bisa mengangkat derajat anda menjadi paham jutru memindahkan anda ke derajat “waham”. Selamat ya sudah mendapat gelar bergensi tersebut.
Kita fokuskan kembali masalah ini biar tidak melebar keman-mana. Semakin lebar semakin lama untuk diselesaikan.
PERTAMA: anda nyatakan bahwa kemarahan ali=kemarahan nabi karena mereka sama-sama maksum. Untuk menguatkan apology sinting ini anda mengutip ucapan ulama syiah sana-sini. Dan untuk membuktikan benar tidaknya pemahaman anda ini maka pertanyaan saya yang simpel ke anda yang hingga hari ini belum dijawab adalah:
Apakah karena anda beriman dan nabi muhammad beriman maka itu berarti tingkatan iman anda itu sama dan selaras dengan tingkatan iman nabi muhammad, hanya karena sama-sama beriman, apakah ketika anda marah itu sama saja nabi muhammad marah hanya karena sama-sama punya iman?
Dan apakah karena ali imam maksum dan nabi maksum maka kemaksuman mereka sama??? Dan apakah ketika imam ali marah itu sama saja nabi muhammad marah??
Silahkan jawab dengan dalil bukan dengan apalogi, atau paling tidak adakah syiah yang berpandangan demikian secara detail?

Anonim mengatakan...

saya masih penasaran dengan diskusi dua orang ini, siapakah diantara mereka nantinya yang hujjahnya kokoh, abul jauzakah atau pak habib?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

He...he..he... semoga Allah membukakan pikiran konyol Anda. Yang ditekankan di sini adalah sifat 'ishmah dan pengertiannya bung Habiib. Dan ini dikaitkan dengan tema artikel di atas, yaitu 'Aliy itu tidak mungkin berbuat salah. Apa yang ia perbuat selalu dalam keridlaan Allah ta'ala. Jadi, jika ia marah, marahnya itu pasti selaras dengan kemarahan Allah ta'ala. Jika demikian, penyifatan ini sama dengan Nabi, karena keridlaan dan kemurkaan Allah itu selalu selaras dengan keridlaan dan kemurkaan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Oleh karena itu bung Habib, ada hubungan secara tidak langsung - yang memang terambil dari konsekuensi 'ishmah imam itu sendiri - bahwa keridlaan dan kemarahan imam itu selalu selaras dengan keridlaan dan kemarahan Nabi. Jika Anda tidak juga paham, maaf bung, saya hanya berkomunikasi dengan orang yang paham saja.

Saya kira,... pertanyaan retoris Anda mengenai 'ishmah telah dijawab oleh rekan Anda di web Syi'ah itu, bahwa imam dengan segala tingkatannya itu sama dan sejajar dengan Rasul, kecuali dalam masalah wahyu. Tentu saja masuk di dalamnya 'ishmah.

Jadi heran, saya kok jadi lebih tahu daripada Anda tentang teologi Syi'ah.

NB : Seandainya memang harus dibedakan ketinggian tingkatan kema'shuman antara Nabi dan imam - seperti angan-angan Anda - , maka sebenarnya bukan itu bahasannya. Karena yang jadi fokus adalah pengertian 'ishmah yang melekat pada diri imam. Tolong deh refresh kembali makna keseluruhan dalam artikel di atas. Jika Anda tidak paham, maaf, saya hanya berkomunikasi dengan orang yang paham.

Anonim mengatakan...

KEDUA: mengenai kemaksuman imam yang disamakan dengan kemaksuman nabi, apakah ini maksum secara keseluruhan (totalitas) atau hanya sama dalam kemaksuman saja (sekedar nama saja), artinya kadarnya berbeda. Kalau saya katakan sama (sebagaimana pemahaman dungu anda itu), maka itu sama saja saya sudah menabikan 12 imam. Bukankah dalam syariat sudah dijelaskan bahwa nabi saja dari adam hingga muhammad hanya sama dalam kenabian saja, namun berbeda dalam tingkatannya, contohnya saja dari 25 nabi/rasul disaring lagi menjadi 5, yaitu ulul azmi, dan dari 5 ini disaring lagi menjadi satu, yaitu nabi muhammad. Begitu juga dengan kemaksuman, 12 imam dengan nabi hanya sama dalam kemaksuman saja namun tingkatan kemaksuman mereka itu berbeda. Kalau dianggap sama, maka itu sama saja anda sudah mengimani 12 nabi baru lagi setelah muhammad! Betapa tolol dirimu. Dan tolong datangkan hujjah bila ada syiah yang menyatakan kadar kemaksuman para imam=kadar kemakusman para nabi, karena yang kami tahu mereka hanya sama dalam kemaksuman saja tapi berbeda kadar dan tingkatannya. Ini yang esensial. Adapun yang lain:
Pertanyaan saya, lafaz: “Al-‘Ishmah seperti ini ada pada para Nabi dan para Imam dari kalangan Ahlul-Bait......" yang ngga ada di matan kitab: aqa-id al-imamiyah itu anda dapat dari mana? Kok bisa tiba2 ada dalam terjemahan anda, dan pertanyaan saya ini kok ngga dijawab sih, malu ya ketangkep basah memaluskan tulisan orang! Ngapain malu? Itukan sudah sifat anda, kok malu sih?!! Ayo dong jawab!!!! Hi hi hi hi
Anda katakan: “disyaratkan para imam itu harus maksum seperti Nabi.”

Tentu saja ini harus dikembalikan pada definisi ma'shum yang disandarkan pada Nabi atau imam, yaitu terbebas dari kekeliruan ataupun dosa (ويشترطون أن يكون معصوماً كالنبي عن الخطأ والخطيئة ). Jadi perkaranya jelas bung Habiib. Tidak perlu Anda interpretasikan macam-macam yang justru merusak makna kalimat.
Saya katakan: Hai manusia aneh, kalau begitu adanya maka itu sama saja anda menganggap para imam itu dipilih oleh Allah langsung sebagaimana Nabi dipilih oleh Allah langsung, padahal setelah Nabi mangkat Allah sudah tidak berfirman lagi kepada siapapun di antara hambanya yang menjadi nabinya untuk menjadi jubirnya di dunia, lalu bagaimana dengan para imam itu apakah Allah yang memilih mereka?
Dasar bodoh!!!! Para imam itu dipilih oleh para pengikutnya sendiri, jadi jangan heran bila syiah imamiyah itu ada yang cuma 2, 4, 6 dan terakhir 12 orang, itu semua karena para ulama syiah sendiri yang memilih mereka kala itu!!!!! Jadi jangan ngawur kalau bicara, dasar dungu!!!! Sekali dungu tetap dungu!!! Ehem bangga nih ye jadi orang dungu, selamat ya atas predikat baru anda ini! Congratulation bro! lanjutkan perjuanganmu sebagai manusia terdungu di blog ini.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ada yang terlewat, ... tentang kalimat yang dipermasalahkan :

"Al-‘Ishmah seperti ini ada pada para Nabi dan para Imam dari kalangan Ahlul-Bait".

Maka itu benar, ada idraaj dari saya yang masuk dalam kutipan. Seharusnya itu di luar kutipan. No problemo. Terima kasih atas koreksiannya.

So, saya tegaskan di sini bahwa saya menerima koreksian dari Anda yang meliputi 3 hal :

1. Penulisan judul kitab Aqaaidul-Imaamiyyah.

2. Muhammad Al-Husain Kaasyiful-Ghithaa' (yang bagi saya hanya terlewat huruf saja, not essential).

3. Tambahan kalimat sebagaimana yang saya isyaratkan di atas, dimana itu adalah sebagai penyimpulan bahasan, namun masuk dalam kutipan.

Intinya, saya sangat tidak keberatan jika memang diingatkan tentang kebenaran - insya Allah - walau itu Anda yang mengatakannya.



Adapun yang lain, maka tidak ada penambahan dari saya.

Anonim mengatakan...

bul-bul, dusta tahrifi kok dibilang idraaj, ada2 aja anda ini? sepertinya anda ini sudah kehilangan ketakwaan ya? ilmu anda hanya sebatas di ketiak saja tidak sampai di hati.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Bung Habiib,.... jika Anda mengkritik, kemudian saya terima, lantas Anda kurang puas ya ?. Lantas, tujuan Anda memberikan sanggahan dan kritikan itu apa sebenarnya ya ?. Aneh ya ada orang bertipe seperti Anda. Apa karena kalau sudah saya terima Anda jadi kurang argumentasinya. Bung Habib, insya Allah, saya gak mau sengaja berdusta bung. Dosa itu.

Sebagai penambah pengetahuan tentang pengertian 'ishmah-nya imam versi Syi'ah, maka berikut akan saya tuliskan (tepatnya : copaskan) :

"Dalam argumentasi dan dalil imamah telah disebutkan bahwa seorang imam harus ma’shum (terjaga dari dosa), memiliki seluruh karakteristik utama manusia, tersucikan dari segala kebejatan mental, mengetahui segala yang dibutuhkan oleh umat manusia, dan mampu mendepak segala kritik (yang berkembang di tengah-tengah masyarakat). Kesimpulannya, ia harus sempurna dari segala segi" [selesai kutipan].

Sumber : http://www.lankarani.org/and/shia/05.php.

Komentar : Kema'shuman yang sempurna. Kesempurnaan adalah maqam tertinggi. Jika imam telah sempurna, lalu dimana letak maqam Nabi ?. Sama atau lebih rendah ?.

"Oleh sebab itu, sang imam mempunyai hak untuk mengkhususkan dalil al-Qur’an yang umum, atau tindakan semacamnya. Atau dengan kata lain, sang imam –karena ia ma’shum-, maka posisinya sama dengan Nabi saw yang tidak berbicara kecuali berdasarkan wahyu".

Sumber : http://syiahali.wordpress.com/2011/06/26/hadits-dalam-syi%E2%80%99ah-adalah-perkataan-dan-tindakan-dari-al-ma%E2%80%99shum-nabi-muhammad-ahlul-bait-dan-imam-hadits-ini-akan-diteliti-dengan-shahih-atau-dengan-interview-dengan-sang-perawi/.

Komentar : Ketika Syi'ah berbicara As-Sunnah, maka mereka menyatakan bahwa kedudukan imam sama dengan Nabi yang tidak berbicara kecuali dengan petunjuk wahyu. Latar belakangnya jelas, bahwa itu dikarenakan imam bebas dari kesalahan dan kealpaan (baca : ma'shum). Sama dengan Nabi.

Anonim mengatakan...

terima kasih pak habib atas penjelasannya. Jadi sebagaimana Nabi beriman, saya juga beriman, hanya saja kadarnya berbeda. Begitu pula 'ishmah Nabi berbeda dengan 'ishmah para imam. apa benar begitu?

Pertanyaan saya : apa bisa kalo saya juga berhak dengan 'ishmah tersebut? tentu saja dengan kadar yang berbeda/lebih rendah dibanding 'ishmahnya Nabi, juga para imam? terima kasih sebelumnya.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Bagi Pembaca sekalian, akan saya rangkumkan esensi kritikan Habib Majhul terhadap artikel sebagai berikut :

Pertama

Ia mengklaim saya telah menghina Ahlul-Bait melalui tulisan di atas dengan ucapan panjang lebar.

Komentar saya : Tidak ada statement saya tentang hinaan kepada Ahlul-Bait. Sudah saya jelaskan bahwa artikel itu ditujukan untuk kepada orang Syi'ah yang telah menjadikan kemarahan Faathimah yang ma'shum sebagai dalil untuk menyalahkan Abu Bakr dan para shahabat lain.

Nampaknya yang bersangkutan sadar ketidaktepatan komentarnya yang pertama, namun malu untuk mengakuinya, kemudian mencoba menanggapi artikel di atas sesuai muatannya. Ia mulai dengan tanggapan terhadap statement kema'shuman Faathimah dan 'Aliy.

Kedua.

Habib Majhul ini mengomentari bahwa saya telah menghina Ahlul-Bait karena mengatakan bahwa kemarahan 'Aliy ini lebih layak untuk membuat Nabi marah karena sifat kema'shuman dan kedudukan keimamannya. Ya,.. ini gak tepat karena saya mencoba berpikir kritis ala Syi'ah menggunakan teori kema'shuman. Intinya, akal Habib Majhuul ini memang tidak dapat menjangkau maksud argumentasi saya, sehingga - karena terlanjur telah mengatakan saya menghina Ahlul-Bait - tetap mencap saya menghina Ahlul-Bait.

Ketiga.

Habib Majhul ini menalari perkataan saya bahwa saya telah beranggapan menyamakan kema'shuman 'Aliy dengan kema'shuman Faathimah; serta kema'shuman 'Aliy dengan kema'shuman Nabi. Anda dapat lihat bagaimana daya jangkau nalar Habib Majhul ini.

Yang saya katakan adalah :

"Faathimah yang kedudukannya bukan imam saja, jika ia marah, disejajarkan dengan kemarahan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Qiyas aula-nya[6], kemarahan ‘Aliy - yang berkedudukan sebagai imam - ini lebih layak menduduki hukum yang sama" [selesai].

Ini adalah logika teori kema'shuman yang berjalan pada agama Syi'ah. Ia menuduh saya telah mengikuti qiyasnya Iblis. Memang benar, saya menggunakan logika qiyas Iblis yang notabene dimiliki oleh Syi'ah untuk menyadarkan yang Habib Majhul ini dan orang yang bersepakat dengannya.

Sebenarnya mudah untuk memahaminya. Dalam hadits kisaa', orang Syi'ah berdalil akan kema'shuman 'Aliy, Faathimah, Al-Hasan, dan Al-Husain; karena kata mereka, Allah telah memberishkan dosa dan kesalahan sebersih-bersihnya, sehingga tidak akan berbuat kesalahan, dosa, atau semisalnya. Hadits kisaa' ini lah yang seringdijadikan hujjah akan kema'shuman Ahlul-Bait.

Apakah salah jika kemudian saya menibatkan kema'shuman pada 'Aliy dan Faathimah ?. Jika 'Aliy seorang pemimpin para imam Syi'ah, sedangkan Faathimah tidak, bukankah ada satu 'kelebihan' yang dimiliki oleh 'Aliy yang tidak dimiliki Faathimah ?. Bukankah salah satu kampanye Syi'ah yang didengungkan adalah klaim bahwa 'Aliy bin Abi Thaalib adalah orang yang paling utama setelah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam ?. Silakan saja Habib Majhul itu berapologi bahwa 'Aliy kedudukannya tidak lebih tinggi dari Faathimah dengan argumentasi lucu : Imam itu hanya untuk laki-laki, bukan untuk perempuan.

Jika demikian, bukankah qiyas aula seperti ini dapat diterapkan menilik 'illat yang saya sebutkan di atas ?. Yaitu, kemarahan 'Aliy lebih utama untuk diperhatikan daripada kemarahan selain dirinya, termasuk Faathimah. Mudah pemahamannya, tapi Habib Majhul ini mempersulit diri.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Keempat.

Kemudian klaimnya bahwa saya menyamakan kema'shuman 'Aliy dan Nabi, yang kemudian ia menyalahkannya. Maka ini diakibatkan pemaksaan dirinya untuk membela sesuatu yang tidak ada. Entah siapa yang ia bela dengan statement ini, karena kenyataannya orang Syi'ah sendiri menyatakan kebalikannya.

Bahwasannya apa yang saya katakan hanyalah senada yang dikatakan para ulama Syi'ah yang menyatakan Nabi dan imam mempunyai sifat 'ishmah dengan definisi yang telah saya sebutkan di atas. Makanya, kurang pas ia menyambungkan kesamaan level 'ishmah antara Nabi dan imam. Parahnya, ia menyandarkan itu pada saya. Yang saya tekankan dalam artikel di atas adalah bahwa 'Aliy dan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam sama-sama disifati dengan kema'shuman.

Mengenai apakah levelnya sama, itu adalah urusan imajinasi Habib Majhul ini. Namun orang Syi'ah sendiri, sebagaimana telah saya kutipkan dalam web Syi'ah menyatakan bahwa kedudukan antara Nabi dan imam itu sama dan sejajar, kecuali dalam hal wahyu saja. Kesamaan ini termasuk dalam hal 'ishmah. Jadi, sekali lagi, saya tidak tahu argumentasi yang ia kemukakan itu ditujukan untuk siapa.

Kelima

Habib Majhul ini menawarkan logika bodong : Jika Nabi beriman dan Anda juga beriman, apakah bisa disamakan keimanan Anda dengan Nabi. Karena susah mencerna sesuatu yang gampang, maka Habib Majhul ini terpaksa mengeluarkan jurus anehnya. Ini namanya qiyas ma'al fariq, alias tidak nyambung.

'Ishmah menurut Syi'ah telah terdefinisikan dengan jelas. Dan sifat itu ditujukan pada Nabi dan imam. Intinya, Nabi dan imam sama-sama bebas dari kekeliruan besar maupun kecil, sengaja maupun tidak sengaja. Inilah yang menjadi titik tekan penyifatan 'ishmah yang dimiliki oleh Nabi dan imam Syi'ah. Tapi entah kenapa Habib Majhul ini kemudian nyambung ke permisalan yang sangat jauh. Saya kira, pengertian 'ishmah para imam oleh kalangan Syi'ah ini sudah rahasia umum. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Tapi ya gak tahu kenapa dengan pikiran pak Habib ini .....

Keenam

Kemudian Habib Majhul ini mempermasalahkan bahasan kutipan saya mengenai pernyataan para ulama Syi'ah tentang definisi 'ishmah untuk para imam. Ada tiga hal kritikannya yang saya terima, dan itu telah saya sebut di atas.

Namun sebagai tambahan saja, bahwa katanya saya telah melakukan dusta tahrifiy atas perkataan Muhammad Ridla Al-Mudhaffar (yang saya katakan idraaj). Nampaknya Habib Majhul ini ndak paham apa itu tahrif dengan idraaj. Tahrif itu mengubah sesuatu ke sesuatu yang lain. Tidak ada yang saya rubah. Hanya saja, di situ terdapat tambahan lafadh selain yang dikatakan Muhammad Ridlaa. Ini namanya idraaj. Dalam ilmu hadits pun dikatakan demikian. Selain itu, idraaj itu tidak merubah makna yang disampaikan oleh Muhammad Ridlaa. Kalimat itu hanyalah penekanan saja (lihat komentar 8 November 2011 09:52).

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ketujuh

Habib Majhul itu kembali mengulang logika bodong di atas untuk menolak : Kemarahan 'Aliy = kemarahan Nabi. Memang susah berbincang dengan pikiran yang terlalu liar yang menjangkau analog-analog yang tidak nyambung.

Sekali lagi, mudah sebenarnya logika itu dijalankan. 'Aliy adalah ma'shum yang tidak mungkin berbuat salah. Jika ia marah, maka marahnya selaras dengan kemarahan Allah ta'ala. Jika kemarahannya selaras dengan Allah, maka konsekuensinya kemarahannya itu selaras dengan kemarahan Nabi. Karena, tidaklah sesuatu yang membuat Allah marah, melainkan akan membuat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam marah juga. Jadi secara tidak langsung, kemarahan 'Aliy pun selaras dengan kemarahan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Lantas, apa ya pas jika kemudian Habib Majhul ini berapologi :

anda marah itu sama saja nabi muhammad marah hanya karena sama-sama punya iman.

Tentu saja tidak, karena kita tidak ma'shum. Kemarahan kita bisa terkadang benar, bisa pula salah. Beda halnya dengan kemarahan imam yang sudah pasti benar.

Ketujuh

Habib Majhul itu kembali menyinggung kema'shuman. Tapi naasnya,... hanya mengulang statement-stament yang tidak argumentatif. Tidak ada hajat lagi bagi saya membahasnya.

Anonim mengatakan...

Habib Aneh... padahal di kalangan Para Habaib mereka memusuhi yang namnya SYIAH ini, tapi ada habib gadungan disini ingin membela Syiah... KAsihan si Habib Gadungan ini

Anonim mengatakan...

Dari awal komennya memang udh kelihatan si habib itu habib gadungan, mencatut nama bani alawy, lagipula kyknya ga ada org2 alawiyin yg mau mencantumkan laqob as salafy al atsary dibelakangnya (setau saya loh ya). Udh ketahuan bohongnya. Dari bahasa yg dipakai jg ga mencerminkan bahasanya seorg habib tp seorg preman syi'ah yg ngamuk2 ketika aqidah ishmahnya digugat. Mirip ama pemilik blog pempek sebelah yg gaya bahasanya mirip preman kampungan.

Seharusnya dari awal ustad Abul Jauzaa' ga ush meladeni dia karena beneran jadi jidal. Tp yah hak ustad sih krn ini blog antum.

Anonim mengatakan...

habib majhul berkata: "Hai manusia aneh, kalau begitu adanya maka itu sama saja anda menganggap para imam itu dipilih oleh Allah langsung sebagaimana Nabi dipilih oleh Allah langsung, padahal setelah Nabi mangkat Allah sudah tidak berfirman lagi kepada siapapun di antara hambanya yang menjadi nabinya untuk menjadi jubirnya di dunia, lalu bagaimana dengan para imam itu apakah Allah yang memilih mereka?
Dasar bodoh!!!! Para imam itu dipilih oleh para pengikutnya sendiri, jadi jangan heran bila syiah imamiyah itu ada yang cuma 2, 4, 6 dan terakhir 12 orang, itu semua karena para ulama syiah sendiri yang memilih mereka kala itu!!!!!"

Pertanayaan saya:
Jika yg milih imam tsb pengikutnya atau ulama syi'ah, maka pengikut imam tsb atau ulama syi'ah ma'shum jg dong???
karena jika tidak, maka bisa saja pengikut imam tsb atau ulama syi'ah salah dalam memilih imam. Trus gimana bisa imam yg salah pilih bisa ma'shum???
Gimana nih habib majhul?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sebenarnya saya pribadi mulai malas menanggapi komentar Anonim Habib majhul di atas, karena yang bersangkutan nampaknya awam dalam masalah Syi'ah. Jadi dapat Anda lihat, hanya omong kosong saja yang didapat. Oleh karena itu satu komentarnya terakhir saya masukkan ke spam karena tidak ada esensi baru yang disampaikan.

Satu contoh saja perkataannya yang menunjukkan keawamannya tentang 'aqidah Syi'ah. Katanya, imam Syi'ah itu dipilih oleh oleh pengikutnya sendiri. Coba aja dia bilang ke orang Syi'ah, bisa dimarahin tu omongan.

Menurut teologi Syi'ah, imam Syi'ah yang dua belas itu (atau 13 ?) - katanya - telah dipilih melalui perantaraan wahyu. Bukan dipilih oleh pengikutnya sebagaimana digosipkan pak Habib Majhul. 'Aliy, kata Syi'ah, adalah imam yang menerima estafet kepemimpinan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Juga Al-Husain dan seterusnya.

Maka dari itu, salah satu pondasi keimanan bagi Syi'ah adalah imamah. Mereka sangat marah terhadap Abu Bakr dan 'Umar yang dianggap telah merampas kepemimpinan yang telah dinashkan oleh Allah dan Rasul-Nya.....

Anonim mengatakan...

saya tidak kaget dengan kekerdilan mental anda yang hanya bisa membela diri (untuk menutupi kebodohan anda) tanpa ada bobot isinya tersebut, teruslah begitu karena fakta bahwa air yang dangkal seperti anda sampai kiamat takan bisa menghasilkan ikan yang banyak apalagi ikan yang seger2, kalau cuma alasan "tidak ada esensi baru yang disampaikan", untuk memoderasi koment saya, saya kira banyak koment di blog anda ini yang semacam itu tapi dibiarkan lolos, lalu kenapa saya tidak?! bertakwalah wahai safih! bersikap adillah. jangan karena kebodohanmu kami cekik lalu kau sembunyikan koment kami. anda hanya bisa berapologi saja, kalau anda berani anda tidak akan sepengecut ini menyembunyikan koment saya apalagi menilaianya sebagai spam, biarkan saja orang lain di sini yang menilainya agar lebih objektif! jadi, komentar saya mana? silahkan tampilkan!!

Anda katakan saya awam karena berkata: imam Syi'ah itu dipilih oleh oleh pengikutnya sendiri
maka saya katakan, Anda ini teramat dungu bagaikan domba! tidak punya metodologi kritis dalam sejarah, secara de facto dan kenyataanya adalah tidak ada imam syiah yang memilih dirinya sendiri sebagai imam, mereka telah dipilih oleh pengikutnya. kondisi ini sama seperti kasus tadwinul quran yang mana hanya diyakini secara serampangan oleh ahlussunah bahwa al-quran disusun secara taufiqi (bimbingan Allah), padahal secara kenyataan dan de facto, tidak ada satupun hadis yang membicarakannya bung!!!! faktanya adalah para sahabat lah yang mnyusun al-quran tersebut dan bukan taufiqi tapi tauqifi dari mereka sendiri, alasan taufiqi hanyalah dogma kosong bung!!!! begitupuin dengan para imam itu, mereka dipilih oleh Allah berdsarkan keyakinan syiah hanya dogma kosing saja sebab kenyataaannya mereka dipilih oleh pengikutnya sendiri, maka tidak heran bila ada syiah yang bernama ismailiyah (pengikut ismail), yang berbeda dengan syiah Musa al-kazhim (syiah 12), syiah ini awalnya bersatu di bawah imamah jakafar ash-shadiq, namun sepeninggal jakfar mereka terpecah ada yang memilih musa dan ada yang memilih ismail, apakah masuk logika anda bila yang memilih mereka adalah Allah?!! dasar dungu!!!

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Mungkin Anda mengira bahwa Anda ini istimewa sehingga saya mengkhususkan untuk memasukkannya ke dalam spam. Anda salah. Banyak komentar yang pro dan kontra saya masukkan di spam. Ini adalah hak saya untuk menghindari jidal yang sifatnya cyclic saja. Komentar Anda di atas pun semakin menunjukkan bahwa Anda ini tidak memahami 'aqidah Syi'ah.

Selamat !!

مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

"Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati" [QS. Aali 'Imraan : 119].

NB : Kalau memang Anda yakin bahwa omongan Anda benar - padahal salah - , ya silakan saja Anda mengatakannya pada orang Syi'ah. Bener gak omongan Anda itu (bahwa imam itu tidak dipilih melalui perantaraan wahyu). Jangan-jangan, Anda menilai pemahaman Syi'ah berdasarkan persepsi Anda atau persepsi di luar kalangan Syi'ah. Bukan dari realitas pemahaman yang beredar di kalangan Syi'ah. Padahal, tulisan ini dibuat berdasarkan realitas pemahaman yang beredar di kalangan Syi'ah. Sekali lagi : Kasihan...... komentar banyak Anda, ternyata hampa. Tidak konek.

Anonim mengatakan...

bagus ada sedikit perubahan dari anda (meskipun perubahan ini tidak bisa membuat anda cerdas, kciaann), sekarang koment saya sebelumnya mana? silahkan ditampilkan lalu disanggah!

Anonim mengatakan...

saya yang muter2 atau anda yang akalnya kerdil saja, jangan terlalu cyclic berpalogi bung!

kita kembali ke topic awal dan jangan melebarkan masalah ini kemana-mana karena anda adalah tukang cyclic sebenarnya yang suka menuduh orang melakukan cyclic.

apakah bisa qiyas aula menghukumi sebuah dalil atau mengalahkan dalil tersebut atau menetapkan hukum/pandangan baru yang tidak ada dalilnya? misalnya menetapkan bahwa Ali marah sama dengan marahnya nabi karena ali adalah imam maksum yang juga maksum seperti nabi? apakah hal semcam ini ada dalil dari syariat?
kalau memang ada silahkan bawakan hujjah anda?!! saya anggap diskusi ini selesai, tapi kalau tidak, jutru anda lah yang muter2 terus dan menuduh orang lain muter2!
dan jangan samakan ini dengan kasus marahnya fatimah keapda abu bakar, sebab abu bakar telah membuat fatimah marah sehingga tidak berbicara dengannya dan marahnya fatimah sama dengan marahnya nabi dan saya kira anda sangat tahu dalil2 ini...jadi korelasi maslaah ini dengan kemarahan ali tidak ada!!

selamat menjawab!

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Bung Habib, tolong dipahami bahwa saya menulis artikel di atas berdasarkan logika berpikir Syi'ah. Bukan logika berpikir Ahlus-Sunnah. Saya kira Anda tidak terlalu bodoh untuk mencermati hal ini (padahal, sulit sekali sebenarnya untuk mengatakan bahwa Anda ini tidak bodoh). Jadi intinya, saya menggunakan argumentasi Syi'ah untuk menggugat Syi'ah. Saya tidak sedang berbicara menggunakan teori ushul fiqh, ushul istidlal, dan yang semisalnya yang dikenal di kalangan Ahlus-Sunnah, sebab itu tidak akan nyambung untuk menjangkau penalaran orang Syi'ah.

Qiyas aula ini tentu saja tepat jika kita menggunakan logika dan 'aqidah Syi'ah. Itu berdasarkan fakta (sampai bosen mengulangnya - dan ingat, ini fakta menurut kaca mata Syi'ah) :

1. Faathimamah ma'shuum, sehingga kemarahannya kepada Abu Bakr harus dinyatakan benar. Tidak mungkin seorang ma'shum itu salah. Abu Bakr tetap salah, walau ia bertindak berdasarkan hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam yang ia ketahui.

2. 'Aliy juga ma'shum, tidak mungkin berbuat salah. Ia adalah pemimpin tertinggi para imam kalangan Syi'ah. Ia dianggap orang yang paling utama setelah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Bahkan, Syi'ah sepakat tidak ada orang sepeninggal Nabi yang melebihi keutamaannya darinya, baik dari kalangan laki-laki, wanita, orang dewasa, maupun anak-anak.

3. Terkait dengan realitas ke-2; 'Aliy yang ma'shum telah marah kepada Faathimah. Kemarahan seorang yang ma'shum tentu benar, tidak mungkin salah. Apalagi ia seorang imam. Konsekuensinya, tidaklah ia marah, kecuali kemarahannya itu sejalan dengan Allah dan Rasul-Nya.

4. Jadi, apa sebab 'Aliy marah kepada Faathimah ?.

Paham pak Habib ?.

Kalau pikiran Anda tidak mampu menjangkau kerangka pendalilan ini, maka akan saya perjelas untuk Anda yang merasa kesulitan :

"Orang Syi'ah yang sering menggunakan dalil-dalil Ahlus-Sunnah untuk melakukan pengkelabuhan melegalkan 'aqidah busuk mereka, tentu akan kesulitan menghadapi kenyataan ini. Di satu sisi mereka (Syi'ah) menjadikan dalil kema'shuman Faathimah yang marah kepada Abu Bakr untuk merendahkan dan mencaci Abu Bakr; namun di sisi lain ternyata 'Aliy yang kedudukannya lebih tinggi dan sama-sama ma'shum pernah marah besar kepadanya juga.

Jika Syi'ah mau konsisten, seharusnya mereka menyikapi kemarahan 'Aliy sama dengan menyikapi kemarahan Faathimah. Bahkan berdasarkan keyakinan mereka sendiri yang menganggap 'Aliy itu manusia yang paling utama sepeninggal Nabi, bobot kemarahan ini lebih layak untuk dipertimbangkan daripada bobot kemarahan selain dirinya, termasuk Faathimah.

Tapi saya yakin orang Syi'ah tidak mau menyamakannya. Tahu sebabnya ? Silakan dipikir sendiri.

Jadi satu hal ingin saya tarik adalah :

1. Benarkah konsepsi kema'shuman ala Syi'ah itu ?. Silakan rujuk kembali definisi kema'shuman yang diyakini Syi'ah.

2. Benarkah kemarahan Ahlul-Bait pada satu hal dapat menghasilkan kesimpulan hukum tentang benar salahnya hal tersebut ?. Ataukah, kemarahan mereka pada sesuatu harus dikembalikan pada dalil yang ada ?. Jika berkesesuaian dengan dalil, maka kemarahan itu dapat diterima/dibenarkan. Namun bila bertentangan dengan dalil, maka kemarahan itu wajib ditolak.

Tidak paham juga ?

Kebangetan.......

Anonim mengatakan...

Sangat menggelikan, bahkan saya sampai mules membaca sanggahan anda ini!, yang ditanya apa dan yang dijawab apa? Dari awal saya sudah sangat2 memaklumi kedunguan anda ini yang bisanya cuma ngulang-ngulang dan muter2 (ciclyc) dan tidak pernah bisa menjawab dengan telak apa yang menjadi point dari pertanyaan saya, bisanya cuma cari-cari alasan sana-sini untuk menutupi kebodohan anda dan saya pun bersabar atasnya. Jujur saja, Alhamdulillah saya sangat bangga mendapat banyak pahala dari bersabar terhadap orang dungu dan aneh seperti anda ini loh!
Jadi begini ya manusia aneh dan lucu, anda ini sudah terjebak dalam lamunan yang anda buat sendiri yang tidak ada pada syiah. Anda mengklaim itu dari syiah padahal nonsens ngga ada buktinya sama sekali, itu cuma akal-akalan anda saja, syiah ngga ada yang setolol dan sedungu anda apalgi sampai berpikir seidiot anda itu. Saya tidak pernah menjumpai adanya anggapan dari syiah bahwa dalam perdebatan tanah fadak fatimah selalu benar dan abu bakar salah, dengan argumetasi fatimah tidak mungkin salah sebab dia maksum (walah2, sori aja ya safih, syiah ngga dungu kayak anda kalee) !!! Yang ada juga itu dari anda sendiri!!!, akal2an anda sendiri lalu mencatut nama syiah di dalamnya, dasar manusia aneh dan lucu!
Dengar ya safih, permasalah fadak antara fatimah dan abu bakar itu bukan masalah kemaksuman kenapa anda bawa ke sana, syiah ngotot membela fatimah karena memang ada dalilnya. Mereka tidak pernah mengangkat argumentasi bahwa fatimah lebih benar dari abu bakar karena fatimah maksum, logika bodoh ini tidak ada dari syiah yang ada juga dari anda yang tolol itu kalee. Hai manusia lucu, kalau ingin memperdalam masalah dalil ini silahkan lihat situs ini.
http://www.shiaweb.org/ahl-albayt/al-zahraa/khotba/pa1.html
Adakah syiah di sini berargumen bahwa fatimah dalam masalah fadak lebih benar dari abu bakar karena ia maksum?, Tidak wahai dungu, di sini fatimah berargumen dengan dalil dan para penulis syiah di situs ini pun tidak ada yang berargumen buta menyatakan bahwa fatimah lebih benar dari abu bakar karena fatimah itu maksum. Lagika sakit dan sinting ini tidak pernah ada dari mereka, logika sinting dan tolol ini hanya berasal dari orang sinting tolol juga, yaitu anda.
Dan mengenai kemarahan ali maka sifat marah di sini kalau mau anda selaraskan dengan nabi, maka saya sudah katakan jauh2 hari, nabipun pernah marah kepada istri-istrinya lalu apakah kemarahan nabi ini berdampak negatif kepada istri-istrinya? dan nabipun pernah marah kepada fatimah dalam kasus kalung emas (qiladah min dzahab), apakah dengan marahnya nabi berdampak negatif kepada fatimah?!!! Bahkan nabi sendiri pernah marah kepada ali dalam kasus “shalat malam”, lalu apakah kemarahan nabi ini berdampak negatif kepada ali??. Nabi memang memarahi mereka namun kemudian menjadi baik kembali!
Bandingkan dengan kemarahan fatimah kepada abu bakar yang mana beliau tidak pernah berbicara dengannya sampai matinya!!! Dan bandingkan lagi dengan kemarahan ali kepada fatimah, adakah/apakah ali marah kepada fatimah seumur hidupnya?, dan adakah nabi marah kepada ali seumur hidupnya dan adakah nabi marah kepada fatimah seumur hidupnya atau kepada istri2nya?!! Lalu dimana korelasinya fakta ini dengan logika dan akidah syiah yang anda karang-karang itu??
Wahai manusia berkepala batu, sadar diri lah dari awal argumen anda itu rapuh, mau diteruskan bagaimana juga takan bisa kokoh karena bangunan argumen anda ini terbuat dari pasir bukan dari bata, kena angin dan ombak dikit langsung ancur lebur.
Terakhir saya mau tekankan sekali lagi: air dangkal (seperti anda) takan pernah bisa menghasilkan ikan yang banyak apalagi ikan yang seger-seger. Sekalipun ada maka sadrlah bahwa saat itu anda sedang bermimpi! woooiiii bangun!! bangun!!! udah siang nih!

Salam cinta dari
Ustadz Al Habib Segaf Alawi al-Wahabi al-Mutasyaddid

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Miskiin.... polos sekali jalan pikir Anda, persis seperti orang Syi'ah pemula yang baru ngaji di tempatnya Kang Jalal. Saya sudah bertahun-tahun mempelajari 'aqidah Syi'ah. Jadi sok tahu sekali Anda ngomong seperti itu. Paling-paling juga barusan nemu di internet, lalu copi paste alamatnya di sini. Terlalu panjang jika saya jelaskan masalah Fadak versi sudut pandang Syi'ah serta bagaimana penyikapan dan posisinya terhadap Abu Bakr. Tapi sebenarnya inti argumentasi Syi'ah itu (walau dikemas dengan hujjah macam-macam) beredar pada kema'shuman Faathimah dimana tidak mungkin ia mengada-ada dalam tuntutannya, karena ia pasti benar. Walau Abu Bakr mendasarkan tindakannya pada sabda Nabi. Yang pantas dicurigai salah (dalam pemahaman) adalah Abu Bakr, bukan Faathimah.

Saya hanya berkata tentang dagelan Anda :

"Semoga Allah menghilangkan kebodohan dan ke-sok tahu-an Anda".

[Lama-lama, bagus juga rasa humor Anda].

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Di bawah saya bawakan sesuatu yang bertentangan dengan kepolosan dan keluguan Habib Majhul di atas; yaitu salah satu mashdar argumen Syi'ah tentang kema'shuman Faathimah dalam kasus Fadak :

BERBAHASA INGGRIS :

"By the same token, Sayyida Zahra (as) and Ali (as) are Masum and their piety is certain. If the Ahl'ul Sunnah fail to understand any words spoken by either of them, they should suffice to mere reading of these words and not say anything against their honour just as they have abstained from saying anything against the honour of Dawood (as) and the two angels. As far as Abu Bakr is concerned, no Qur'anic verse or Prophetic tradition testifies to his piety and purity. He is neither an Imam / Prophet, Angel nor Saint. So when he deprived Fatima (as) of the land of Fadak, he was in the wrong. Since he is not a Masum we do not need any reason to justify his act" [selesai].

Sumber : sini.

Baca juga di artikel ini, dimana di situ dituliskan satu sub bab : "Sayyida Fatima (as) was truthful and Masum" - ketika membahasa konflik Abu Bakr dan Faathimah atas tanah Fadak.

BERBAHASA INDONESIA/MELAYU :

"Oleh itu, sesiapa yang mendakwa Fadak sebagai hartanya, tetapi tidak mampu mengemukakan saksi yang dikehendaki, hendaklah membuktikan dengan sumpah yang Fatimah al-Zahra’ telah menyakinkan kenyataannya bahwa Rasulullah saw telah menganugerahkan tanah Fadak kepadanya sebagai harta milik peribadin ya. Kamu sewajarnya tahu, wahai Abu Bakr, bahwa Allah swt telah mengisytiharkan Fatimah al-Zahra’ as sebagai wanita ma‘sumah (tidak berdosa). Bagaimanakah mungkin baginya melakukan kesalahan yang sangat besar dengan mendakwa sesuatu bukan haknya sebagai miliknya?" [selesai].

Sumber : sini.

BERBAHASA ARAB :

إن فاطمة الزهراء ( عليها السلام ) معصومة بِنَصِّ القرآن الكريم ، بالآية الشريفة التي نقَلَها الفريقان : ( إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا ) الأحزاب : 33 .

ومن غير المُمكن أن تطالِب الزهراء بِحقٍّ ليس لها ، لأنَّ ذلك ينافي العصمة ، وغيرها غير معصوم ، وهذا يعني أن كلامها ( عليها السلام ) حُجَّة ، يجب الالتزام به ، وكلام غيرها ادِّعاءً وليس بِحُجَّة

Sumber : sini.

******

Di atas saya ambil dari situs-situs resmi Syi'ah, bukan dari situs abal-abal.

Anonim mengatakan...

masih sama, tidak ada yang berubah tetap dangkal dan tidak bisa menghasilkan ikan yang seger. yang dibicarakan apa dan yang titanggapi apa? bener2 ngga nyambung. dsar orang aneh! mm melihat kenyataan seperti ini rasanya takdir anda tidak akan pernah bisa berubah kecuali selain menjadi orang dungu saja. dan koment anda barusan itu tidak lebih dari sekedar mempertontonkan kebodohan anda. selamat anda sudah melakukan show anda dengan baik sebagai orang dungu dan memuji kedunguan anda!

sekarang mari kita lihat siapa sih di antara kita ini yang miskin polos bodoh dan sok tahu itu?!

hei safih ankaral ashwat,
dari awal anda kan mempermasalahkan syiah yang suka mencela sahabat terutama abu bakar yang suka menggunakan dalil2 ahlussunnah, lagipula bila syiah membantah ahlussunnah mereka tak mungkin menggunakan logika dan dalil syiah, mereka pasti menggunakan logika sunnah dan dalil sunnah karena itu ngga akan nyambung. berbeda kalau bahasan ini ada pada internal syiah maka yang digunakan tentu logika syiah dan dalil-dalil syiah!!!

kedunguan anda di sini yang tidak bisa ditutup-tutupi lagi adalah, saya bawakan situs syiah yang khusus mengkaji dan membantah ahlussunnah dengan dalil ahlussunnah dan logika ahlussnnah sendiri malah anda bantah saya dengan situs-situs syiah yang khusus mengkaji syiah secara internal dan membhasa masalah fadak dalam pandangan pribadi syiah. ya ngga nyambung bro dengan bahasan awal kita ini yang memang mengkhusukan pada dalil2 ahlussnnah! anda ini kerjanya cuma bisa melebarkan maslah kemana2 lalu berbangga diri dengannya, benar2 manusia dungu, kaciaaaann oooo kaciaaann..

lucu sekali anda ini bung! kalau anda mau membantah lawan anda yang bicara biologi ya jangan dibantah dengan kimia, yang ngga nyambung dong bung, meskipun sama3 membahas eksakta..anda harus tetap fokus, biologi dibantah dengan biologi juga begitupun kimia ya dibantah dengan kimia juga...

hai manusia lucu super aneh, tulisan anda ini saja kan menggunakan dalil2 ahlussunnah, apa bisa anda berhujjah dengan logika syiah dan dalil dari syiah, harusnya kalau anda mau begitu, tulian anda ini harus murni syiah dulu, baik logika dan pendalilannya, tapi ini kan tidak? menggunakan dalil ahlussunah lalu membahasnya dengan logika yang anda klaim logika syiah itu (padahal logika sinting ini tidak ada pada syiah dan hanya ada pada anda sendiri yang membuatnya) dan apa yang anda lakukan ini sangat jauh berbeda dengan syiah yang mengkritik ahlussunah dengan dalil2 dan logika ahlussunah, dan beda lagi dengan syiah yang membela diri mereka dengan dalil2 logika syiahnya (secara intenal), jujur ya bro ya, saya jadi bingung menghadapi orang aneh yang suka berubah2 seperti anda ini! sangat tidak konsiten dari awal! dan ngga jelas juntrungan diskusi anda itu, suka muter2, loncat2, melebarkan masalah, dan suka membawa masalah baru agar lawan anda keluar dari fokus diskusi awal, lalu dengannya anda menghina mereka dengan ini dan itu...sungguh menyedihkan dan memalukan.

di sini saya cuma bilang intinya saja: anda adalah orang yang tidak mengerti apa yang sedang anda bahas, alias orang bodoh!

dan mengenai kemarahan ali bin abu thalib yang saya perkarakan di atas kenapa tidak ditanggapi, udah buntu ya?? kaciaaan oooo kaciiaann. dari awal saya sudah maklum loh dengan kebodohan anda jadi saya tidak kaget.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Anda ini memang polos dan amatiran. Caci maki Anda itu hanyalah untuk menutupi cacat ilmu dan cacat logika yang ada pada diri Anda. Namun Anda gagal, karena semua orang sudah bisa membaca 'cacat' Anda itu. Ya selamat saja. Sudah sedari awal saya katakan bahwa tulisan di atas saya sajikan dari sudut pandang keyakinan Syi'ah yang sering menggunakan dalil-dalil Ahlus-Sunnah. Kalau memang saya mau membantah dari sudut pandang Ahlus-Sunnah, saya gak bakal mengangkat tema kema'shuman Ahlul-Bait, sebab dalam konsepsi Ahlus-Sunnah, itu tidak ada. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Itulah Anda.

Anda gengsi ya mengakui kekeliruan statemen Anda :

"Saya tidak pernah menjumpai adanya anggapan dari syiah bahwa dalam perdebatan tanah fadak fatimah selalu benar dan abu bakar salah, dengan argumetasi fatimah tidak mungkin salah sebab dia maksum" [selesai].

?

Inilah bahayanya gede omong, tapi kosong isi. Kalau belum berpengalaman menghadapi orang Syi'ah, mending jadi ball boy dulu. Biar melihat, tahu situasi yang ada. Jika dah paham, baru main.

Silakan baca artikel lain yang dijamin Anda mencak-mencak juga (kalau pola pikir Anda masih sependek di atas) :

Ternyata, Imam Ma’shum Mencintai Bid’ah, Mendorong (Orang Lain) Berbuat Bid’ah, Dan Sekaligus Berbuat Bid’ah.

Imam Ahlul-Bait Taqlid Pada ‘Bid’ah’ ‘Umar Bin Al-Khaththaab.

Imam Ma’shum Tidak Taat Pada Orang Tua.

Ahlul-Bait Termasuk Yang Terusir Dari Haudl.

dan yang lainnya. Silakan Anda baca-baca di kolok artikel Syi'ah yang ada di sini.

Sekali lagi :

مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ

"Matilah kamu karena kemarahanmu itu" [QS. Aali 'Imraan : 119].

Anonim mengatakan...

Assalamualaykum...maju terus ustadz..ana dukung dakwah anta..smg Alloh Ta'ala melindungi anta dan para ahlul sunnah dimana pun mereka berada..dan matilah para pencela ummu Aisyah,pencela para sahabat radhiallohuanhum..

@to Habib: Bib..bib..sudahlah.. anta sudah tidak bisa berhujjah apa-apa selain muter-muter ga keruan dgn komentar-komentar kosong dan bau busuk..mangkin jelas keliatanlah akhlaknya org2 Syiah persis seperti ulama2nya yg doyannya mencaci maki..menjijikan..Allohulmusta'an..

Anonim mengatakan...

Assalamualaykum...maju terus bib..ana dukung dakwah anta..smg Alloh Ta'ala melindungi anta dan para ahlul sunnah dimana pun mereka berada..dan matilah para pencela ummu fatimah,pencela ahlul bait radhiallohuanhum..

@to Abul: Bul..bul..sudahlah.. anta sudah tidak bisa berhujjah apa-apa selain muter-muter ga keruan dgn komentar-komentar kosong dan bau busuk..mangkin jelas keliatanlah akhlaknya org2 Syiah persis seperti ulama2nya yg doyannya mencaci maki..menjijikan..Allohulmusta'an..

Anonim mengatakan...

@ustadz Segaf Alawi al-atsari as-salafy. Antum berikan saja dalil nya kepada Ust. Abul Jauzaa. Insya Alloh Ust. Abul Jauzaa akan rujuk jika memang ada dalilnya. bukan malah marah-marah trus cuma bisa ngasih "PEMAHAMAN-PEMAHAMAN" dan "PEMAHAMAN-PEMAHAMAN" antum, muter2, muter lagi, muter terus dan caci maki serta sumpah serapah. dan kpd ustadz Segaf Alawi al-atsari as-salafy ana tanya apakah antum "MENGETAHUI PERKARA GHAIB"....? perhatikan ucapan antum ini "Alhamdulillah saya sangat bangga mendapat banyak pahala dari bersabar terhadap orang dungu dan aneh seperti anda ini loh!"...pertanyaan ana untuk ustadz Segaf Alawi al-atsari as-salafy..."PAHALA dan DOSA" termasuk perkara GHAIB, antum sangat berani MEMASTIKAN bahwa antum memperoleh "PAHALA"

Anonim mengatakan...

Ya Akhi , sudahi saja berdebat dengan orang yang nggak pantas untuk diajak berdebat.

Lebih baik antum bikin tulisan lain yang bermanfaat dari pada menyanggah tulisan anak bau kencur itu.

Anonim mengatakan...

"Alhamdulillah saya sangat bangga mendapat banyak pahala dari bersabar terhadap orang dungu dan aneh seperti anda ini loh!"

Hihihiii...habib palsu ini pede sekali, dengan bangganya dia mendeklarasikan mendapat banyak pahala dari meladeni Abul Jauzaa'

Hebaaat hebaaat, selain pintar mengata2i Abul Jauzaa' dengan kata2 kotor (tp otaknya tidak mampu mencapai esensi yg diinginkan oleh artikel), rupanya kamu jg percaya diri akan mendapat pahala, pahala dari 12 imam ma'shum kamu ya? Hehehe baru kali ini saya menemui diskusi yg begitu bebal spt ini. Di satu sisi Abul Jauzaa' bnyk menanggapi dengan mengeluarkan pengetahuannya mengenai syi'ah rafidhah, tetapi lawan diskusinya hanya bisa menanggapi dengan marah2 dan melempar kata2 busuk. Sungguh buruk memang adab org syi'ah rafidhah jika sudah terdesak!

Anonim mengatakan...

ana curiga tu makhluk lg mau ngadu domba.

ngomongnya busuk mungkin kebanyakan makan sampah. 'afwan.

Sebaiknya tdk ditampilkan lagi komennya ustadz, mengotori hati kita saja. Biar sajalah toh dia katanya dah dapat pahala..hehe..ya udah bawalah pulang dan jangan balik lagi..

Anonim mengatakan...

maaf, saya yang super bodoh ini saja masih mampu mencerna apa yang tertulis dalam artikel di atas dan apa yang diinginkan ustadz abul jauzaa. jelas dan gamblang disertai dengan statement dari blog-blog syiah. aneh sekali kalau ada orang seperti ustadz segaf yang pandai tapi tidak bisa mencerna apa yang jadi point dari artikel di atas.

Anonim mengatakan...

mangkanya ana bilang ini habib aneh amat. bebalnya naudzubillah...

Anonim mengatakan...

setali tiga uang deh sama genknya 'ummati-ummati'..mereka masuk ke blog-blog salafiyun kemudian membuat rusuh bila sdh terdesak langsung keluar kata2 kasar..falhamdulilah akhy abul-Jauzaa tdk terprovokasi..kita doakan saja semoga sang Habib diberi ampunan Alloh Ta'ala..

Anonim mengatakan...

habib jelek... habib norak...

Anonim mengatakan...

Kasihan juga ya , Ternyata habib segaf yang dari tadi berkoar-koar ternyata intinya gak ngerti inti pembahasannya.. Sepertinya harus belajar bahasa indonesia yang baik dan benar dulu baru bahasa arab . Dari tadi Mengelak dan mencaci pernyataan ustadz abul jauza tapi digunakan untuk menutupi kebobrokan ilmu nya.. Kasihan, tipu daya nya masih tergolong amatiran untuk menutupi kebobrokan ilmu nya..

Anonim mengatakan...

Kesalahan Abu Al Jauza adalah terlalu mengkultuskan Abu Bakr, sehingga melupakan hadith yang dikatakan oleh Rasulullah. Abu Al Jauza telah menghianati Rasulullah tanpa disadari oleh Abu Al Jauza

Rasulullah di GHODIR KHUMM mengatakan kepada para sahabat, bahwa Rasulullah meningglkan TSAQOLAIN (dua perkara berat), pertama adalah AlQuran yang penuh cahaya dan petunjuk, kedua adalah AHLUL BAITKU (Ali, Fatimah, Hasan dan Husian). Baca Shohih Muslim, Kitab Fadhoil Sahabah, bab tentan Ali ibn Abu Tholib

Ketika terjadi perguaman (perbedaan pendapat) antara AHLUL BAIT (Ali, Fatimah, Hasan dan Husian) melawan Abu Bakr, Umar ibn Khattab, Aisyah, Talha, Zubair, Muawiyyah, kaum Muslimin wajib mendukung AHLUL BAIT

ALQURAN 2:286
(Kaum Muslimin berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah kamu hukum kami, ketika kami LUPA atau bersalah

Hadith Palsu yang dikatakan oleh Abu Bakr tersebut bertentangan dengan AlQuran dan juga bertentangan dengan hadith. Abu Bakr berkata bahwa AHLUL BAIT tidak berhak menerima harta warisan dari Rasulullah bertentangan dengan ayat ayat AlQuran tentang warisan dan wasiat. Rasulullah tidak mungkin bercakap dengan percakapan yang betentangan dengan AlQuran

Kita bisa melihat dan membaca bahwa AHLUL BAIT (Ali, Fatimah, Hasan dan Husian) tidak boleh memakan zakat dan shodaqoh. Abu Bakr memaksa AHLUL BAIT memakan zakat dan shodaqoh dari Baitul Mal. Padahal zakat dan shodaqoh adalah HARAM untuk dimakan oleh AHLUL BAIT.

Walaupun Abu Bakr adalah orang yang jujur, bukan berarti Abu Bakr tidak bisa LUPA

Kesalahan Abu Al Jauza di forum ini terlihat jelas dan nyata, karena Kaum Sunni sangat mengkultuskan para sahabat, sehingga AHLUL BAIT diabaikan, dilupakan dan dikesampingkan

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Saya tahu Anda berkomentar di atas karena kebodohan Anda. Abu Bakr menyampaikan hadits Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Abu Bakr tidak berdusta. Selain itu, persaksian Abu Bakr telah disepakati oleh Abu Hurairah, 'Umar, dan bahkan 'Aliy bin bin Thaalib sendiri. Jadi, hadits yang menyatakan ahlul-bait tidak menerima warisan bukan hanya diriwayatkan oleh Abu Bakr, melainkan juga shahabat lain.

Hadits palsu menurut Anda kan standarnya jika bertentangan dengan akal Anda. Jadi, buat apa saya pikirkan ?

Al Furqon mengatakan...

Yg menulis dan yg berkomentar adlah org yg sama, hanya sekedar meramai-ramaikan, jika alasan demi alasan disampaikan takkan ada habisnya, jika hujjah lari dari standard yg benar, tdk perlu diperdebatkan, sebab kebenaran bukan datang dari opini/pendapat ataupun perkataan manusia, melainkan dari Kalimatullah dan Ayatullah yg tertulis dalam Al Qur'an, sebab Nabi Muhammad sendiri tlh berpesan kpd umatnya utk berpegang kpd Kitabullah dan Sunnah Para Rosul-Rosul Allah. Emang Rosul hanya Nabi Muhammad?, emang Nabi hanya satu?