Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa dan Wasiatnya untuk Dibacakan Surat Al-Baqarah pada Waktu Penguburannya


Tersebut dalam kitab Syarh Al-‘Aqiidah Ath-Thahawiyyah oleh Ibnu Abil-‘Izz Al-Hanafiy rahimahullah hal. 675 (tahqiq, takhrij & ta’liq : ‘Abdullah bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy & Syu’aib Al-Arna’uth; Muassasah Ar-Risaalah, Cet. 9/1417 H), bahwa Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa berwasiat agar dibacakan surat Al-Baqarah setelah kematiannya. Berikut teks yang ada dalam kitab tersebut :

استدلوا بما نقل عن ابن عمر رضي الله عنه : أنه أوصى أن يقرأ على قبره وقت الدفن بفواتح سورة البقرة وخواتمها
“Mereka beristidlaal dengan riwayat yang ternukil dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya ia pernah berwasiat agar dibacakan di atas kuburnya bagian awal dan akhir surat Al-Baqarah pada waktu penguburan” [selesai].
An-Nawawiy rahimahullah berkata :
وروينا في سنن البيهقي بإسناد حسن؛ أن ابن عمر استحبَّ أن يقرأ على القبر بعد الدفن أوّل سورة البقرة وخاتمتها‏. ‏ 
“Dan kami telah meriwayatkan dalam Sunan Al-Baihaqiy dengan sanad hasan, bahwasannya Ibnu ‘Umar menyukai agar dibacakan di atas kubur setelah penguburan bagian awal dan akhir surat Al-Baqarah” [Al-Adzkaar, hal. 137, tahqiq : ‘Abdul-Qaadir Al-Arna’uth; terbitan khusus untuk Dr. Muhammad Fayyaadl Al-Baaruudiy, Daarul-Mallaah, 1391 H].
Penghasanan riwayat oleh An-Nawawiy rahimahullah tersebut perlu ditinjau kembali. Berikut riwayat yang dibawakan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa :
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: سَأَلْتُ يَحْيَى بْنَ مَعِينٍ عَنِ الْقِرَاءَةِ عِنْدَ الْقَبْرِ، فَقَالَ حَدَّثَنَا مُبَشِّرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْحَلَبِيُّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْعَلاءِ بْنِ اللَّجْلاجِ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ قَالَ لِبَنِيهِ: " إِذَا أَدْخَلْتُمُونِي قَبْرِي فَضَعُونِي فِي اللَّحْدِ وَقُولُوا: بِاسْمِ اللَّهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسُنُّوا عَلَيَّ التُّرَابَ سَنًّا، وَاقْرَءُوا عِنْدَ رَأْسِي أَوَّلَ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتَهَا فَإِنِّي رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَسْتَحِبُّ ذَلِكَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub : Telah menceritakan kepada kami Al-‘Abbaas bin Muhammad, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Yahyaa bin Ma’iin tentang qiraa’ah di sisi kubur, maka ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Mubasysyir bin Ismaa’iil Al-Halabiy, dari ‘Abdurrahmaan bin Al-‘Alaa’ bin Al-Lajlaaj, dari ayahnya, bahwasannya ia pernah berkata kepada anak-anaknya : “Apabila kalian memasukkan aku ke kuburku, maka letakkanlah aku dalam liang lahad dan ucapkanlah : ‘bismillaahi wa ‘alaa sunnati Rasuulillah shallallaahu ‘alaihi wa sallam’. Lalu letakkanlah di atas (mayat)-ku tanah, dan bacalah di atas kepalaku awal dan akhir surat Al-Baqarah. Karena sesungguhnya aku melihat Ibnu ‘Umar menyukai hal tersebut” [As-Sunan Al-Kubraa, 4/56-57].
Diriwayatkan juga oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad[1] no. 2174, Al-Khallaal dalam Al-Qiraa’atu ‘indal-Qubuur[2] no. 1 & 3 dan dalam Al-Amru bil-Ma’ruuf wan-Nahyi ‘anil-Munkar[3] hal. 123 & 124-125, dan Ad-Diinawariy dalam Al-Mujaalasah[4] no. 757; semuanya dari jalan Mubasysyir bin Ismaa’iil, dari ‘Abdurrahmaan bin Al-‘Alaa’ bin Al-Lajlaaj, dan selanjutnya seperti riwayat Al-Baihaqiy.[5]
Riwayat ini lemah dengan sebab ‘Abdurrahmaan bin Al-‘Alaa’ bin Al-Lajlaaj, majhuul. Tidak ada yang mentsiqahkannya kecuali Ibnu Hibbaan yang memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat dan berkata : “Termasuk penduduk Syaam, meriwayatkan dari ayahnya, dan darinya Mubasysyir Al-‘Aamiriy Asy-Syaamiy”. Al-Bukhaariy menyebutkannya dalam Al-Kabiir tanpa memberikan penilaian jarh ataupun ta’diil. Sementara itu hanya ada satu orang perawi yang meriwayatkan darinya (yaitu Mubasysyir). Tautsiq Ibnu Hibbaan tidaklah mu’tamad karena ia dikenal sebagai ulama yang tasaahul mentautsiq para perawi majhuul. Oleh karena itu Ibnu Hajar dalam At-Taqriib menyimpulkan : “Maqbuul” – yaitu jika ada mutaba’ah, jika tidak, maka dla’iif. Dan di sini, ia tidak mempunyai mutaba’ah yang memadai.
Ada ‘illat lain yang (semakin) menjatuhkan riwayat ini. Diriwayatkan juga secara marfuu’ oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir[6] 19/220-221 no. 491 dari tiga jalan, semuanya dari Mubasysyir bin Ismaa’iil, dari ‘Abdurrahmaan bin Al-‘Alaa’ bin Al-Lajlaaj, dan selanjutnya seperti riwayat Al-Baihaqiy.
Adanya perbedaan ini sangat besar kemungkinannya berasal dari ‘Abdurrahmaan bin Al-‘Alaa’ yang sekaligus menandakan kredibilitas hapalannya diragukan.
[Namun jika di-tarjih dari riwayat-riwayat yang ada, yang kuat adalah jalur mauquf. Wallaahu a’lam].
Kemudian,….. ada satu kisah menarik yang perlu disampaikan terkait riwayat ini (setidaknya bagi saya pribadi – Abul-Jauzaa’), yaitu bagaimana sikap Al-Imaam Ahmad dalam masalah pembacaan Al-Qur’an di sisi kubur (silakan lihat riwayat panjang yang disampaikan oleh Al-Khallaal dalam catatan kaki no. 2 dan 3).
Satu ketika ‘Aliy bin Muusaa Al-Haddaad pernah bersama Al-Imaam Ahmad dan Muhammad bin Qudaamah Al-Jauhariy menyaksikan jenazah. Setelah jenazah tersebut dikubur, ada seorang laki-laki buta yang membaca Al-Qur’an di samping kubur. Melihat hal tersebut, Al-Imaam Ahmad berkata : “Hai, sesungguhnya membaca Al-Qur’an di samping kubur itu bid’ah”. Ketika Al-Imaam Ahmad dan Muhammad bin Qudaamah Al-Jauhariy keluar dari komplek pekuburan, berkatalah Muhammad kepada Al-Imaam Ahmad : “Wahai Abu ‘Abdillah, apa pendapatmu tentang Mubasysyir Al-Halabiy ?”. Beliau menjawab : “tsiqah”. Muhammad berkata : “Apakah aku menulis darinya sesuatu ?”. ‘Aliy menjawab : “Ya”. Muhammad berkata : “Telah mengkhabarkan kepadaku Mubasysyir, dari ‘Abdurrahmaan bin Al-‘Alaa’ bin Al-Lajlaaj, dari ayahnya bahwasannya ia pernah berwasiat apabila ia dikuburkan agar dibacakan awal dan akhir surat Al-Baqarah, karena ia mendengar Ibnu ‘Umar juga berwasiat demikian”. Mendengar itu Ahmad berkata : “Kembalilah, lalu katakan kepada orang tersebut agar membacanya”.
Sayangnya, sanad kisah ini sampai Al-Imaam Ahmad dari jalur Al-Hasan bin Ahmad Al-Warraaq adalah lemah[7]; begitu pula jalur Abu Bakr bin Shadaqah (Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdillah bin Shadaqah Al-Baghdadiy).[8]
Membaca Al-Qur’an di samping kubur menurut Ahmad adalah perbuatan bid’ah karena tidak ada contohnya dari salaf, inilah yang shahih dari beliau rahimahullah sependek pengetahuan kami; berdasarkan riwayat :
سألت أبا عبد الله عن : القراءة على القبر ؟، قال : القراءة على القبر بدعة
Aku pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillah tentang qiraa’at di atas kubur ?. Beliau menjawab : “Qiraa’at di atas kubur adalah bid’ah” [Masaail Al-Imaam Ahmad Riwaayat Ishaaq bin Ibraahiim An-Naisaabuuriy, 1/190 no. 946; shahih].
قَالَ الدُّورِيُّ: سَأَلْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ قُلْتُ: تَحْفَظُ فِي الْقِرَاءَةِ عَلَى الْقُبُورِ شَيْئًا، فَقَالَ: لا.
Telah berkata Ad-Duuriy : Aku pernah bertanya kepada Ahmad bin Hanbal, aku berkata : “Apakah engkau menghapal riwayat tentang qiraa’at di atas kubur ?”. Ia menjawab : “Tidak” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam Al-Amru dan Al-Qiraa’aat; shahih].
Idem dengan Al-Imaam Ahmad adalah Al-Imaam Abu Haniifah dan Al-Imaam Maalik rahimahullaah. Berkata Mahmuud As-Subkiy rahimahullah :
يكره تحريمًا عند النعمان ومالك قراءة القرآن عند القبر ؛ لأنه لم يصح فيها شيء عن النبي صلى الله عليه وسلم ، وليس من عمل السلف، بل كان عملهم التصدق والدعاء لا القراءة 
“Makruh dengan makna haram menurut An-Nu’maan (Abu Haniifah) dan Maalik membaca Al-Qur’an di sisi kubur, karena perbuatan tersebut tidak dilandasi satupun riwayat dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula dari amal salaf. Akan tetapi amal yang mereka lakukan adalah bershadaqah (atas nama mayit) dan berdoa, bukan membaca Al-Qur’an” [Ad-Diinul-Khaalish].
Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata :
مَذْهَبُ مَالِكٍ كَرَاهَةُ الْقِرَاءَةِ عَلَى الْقُبُورِ
“Madzhab Maalik adalah makruh membaca Al-Qur’an di sisi kubur” [selengkapnya tentang bahasan madzhab Maalik dan Maalikiyyah bisa dibaca di : http://www.attaweel.com/vb/t26185.html].
Kebalikan dari Al-Imaam Abu Haniifah, Al-Imaam Maalik, dan Al-Imaam Ahmad adalah Al-Imaam Asy-Syaafi’iy rahimahumallah :
أَخْبَرَنِي رَوْحُ بْنُ الْفَرَجِ، قَالَ: سَمِعْتُ الْحَسَنَ بْنَ الصَّبَّاحِ الزَّعْفَرَانِيَّ، يَقُولُ: " سَأَلْتُ الشَّافِعِيَّ عَنِ الْقِرَاءَةِ عِنْدَ الْقَبْرِ، فَقَالَ: لا بَأْسَ بِهِ "
Telah mengkhabarkan kepadaku Rauh bin Al-Faraj, ia berkata : Aku mendengar Al-Hasan bin Ash-Shabbaah Az-Za’faraaniy berkata : Aku pernah bertanya kepada Asy-Syaafi’iy tentang membaca Al-Qur’an di sisi/samping kubur, maka ia menjawab : “Tidak mengapa dengannya” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam Al-Amru hal. 126; shahih].
Rauh bin Al-Faraj Al-Bazzaaz, seorang yang tsiqah [Tahriirut-Taqriib, 1/406-407 no. 1965]. Al-Hasan bin Ash-Shabbaah Az-Za’faraaniy adalah seorang yang tsiqah [idem, 1/279-280 no. 1281].
Ibnu Abil-‘Izz Al-Hanafiy rahimahullah mencoba meringkas bagaimana madzhab empat imam sebagai berikut :
واختلف العلماء في قراءة القرآن عند القبور، على ثلاثة أقوال : هل تكره ، أم لا بأس بها وقت الدفن ، وتكره بعده ؟ فمن قال بكراهتها ، كأبي حنيفة و مالك و أحمد في رواية - قالوا : لأنه محدث ، لم ترد به السنة ، والقراءة تشبه الصلاة ، والصلاة عند القبور منهي عنها ، فكذلك القراءة. ومن قال : لا بأس بها ، كمحمد بن الحسن و أحمد في رواية - استدلوا بما نقل عن ابن عمر رضي الله عنه : أنه أوصى أن يقرأ على قبره وقت الدفن بفواتح سورة البقرة وخواتمها. ونقل أيضاً عن بعض المهاجرين قراءة سورة البقرة . ومن قال : لا بأس بها وقت الدفن فقط ، وهو رواية عن أحمد - أخذ بما نقل عن عمر وبعض المهاجرين . وأما بعد ذلك ، كالذين يتناوبون القبر للقراءة عنده - فهذا مكروه ، فإنه لم تأت به السنة ، ولم ينقل عن أحد من السلف مثل ذلك أصلاً
“Para ulama berselisih tentang hukum membaca Al-Qur’an di sisi kubur menjadi tiga pendapat : Apakah itu (1) dimakruhkan, (2) diperbolehkan pada waktu pengkuburan dan dimakruhkan setelahnya ?. Ulama yang mengatakan kemakruhannya adalah Abu Haniifah, Maalik, dan Ahmad dalam satu riwayat. Mereka berkata : ‘Karena hal tersebut adalah muhdats/bid’ah, tidak ada contohnya dalam sunnah. Qiraa’at itu menyerupai shalat, sedangkan shalat di sisi kubur adalah terlarang. Begitu juga dengan qiraa’at (yang juga terlarang)’. Ulama yang mengatakan kebolehannya adalah Muhammad bin Al-Hasan dan Ahmad dalam satu riwayat. Mereka berdalil dengan riwayat yang ternukil dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya ia pernah berwasiat agar dibacakan di atas kuburnya bagian awal dan akhir surat Al-Baqarah pada waktu penguburan. Dan dinukil juga dari sebagian Muhaajirin tentang qiraa’at surat Al-Baqarah. (3) Adapun ulama yang membolehkan membaca Al-Qur’an hanya pada waktu penguburan saja, maka ia adalah satu riwayat dari Ahmad yang mengambil riwayat yang ternukil dari ‘Umar dan sebagian Muhaajiriin. Adapun pembacaan Al-Qur’an setelah itu seperti orang-orang yang bergantian membaca Al-Qur’an di sisi kubur, maka ini makruh, karena perbuatan tersebut tidak ada dasarnya dalam sunnah, dan tidak pula ternukil satupun dari kalangan salaf perbuatan semisal itu” [Syarh Al-‘Aqiidah Ath-Thahawiyyah, hal. 675-676].
Akhirnya yang ingin saya katakan adalah bahwa permasalahan membaca Al-Qur’an di sisi kubur adalah permasalahan yang diperselisihkan para ulama madzhab, termasuk di antaranya imam empat. Ini adalah perselisihan yang mu’tabar. Akan tetapi, yang raajih adalah pendapat yang menyatakan kemakruhannya (tahriim). Dalilnya adalah :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ وَهُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْقَارِيُّ، عَنْ سُهَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ "
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Ya’quub, ia adalah Ibnu ‘Abdirrahmaan Al-Qaariy, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kubur. Sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibacakan padanya surat Al-Baqarah” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 780].
Sisi pendalilannya adalah : Kita diperintahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk meramaikan rumah kita dengan bacaan Al-Qur’an. Rumah yang tidak dibacakan Al-Qur’an diibaratkan oleh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam seperti kuburan. Mafhumnya, kuburan (memang) bukan tempat untuk membaca Al-Qur’an dan mengkhatamkannya.
Wallaahu a’lam.
Ini saja yang dapat saya tuliskan. Lebih dan kurangnya mohon dihapunteunkeun
[abul-jauzaa’ – 1432 H].


[1]      Syarh Ushuulil-I’tiqaad (no. 2174) :
أنا عَلِيُّ بْنُ عُمَرَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، أنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: نا عَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: نا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، قَالَ نا مُبَشِّرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْحَلَبِيُّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْعَلاءِ بْنِ اللَّجْلاجِ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ قَالَ لِوَلَدِهِ: " إِذَا أَنَا مِتُّ، فَأَدْخَلْتُمُونِي فِي اللَّحْدِ فَهِيلُوا عَلَيَّ التُّرَابَ هَيْلا، وَقُولُوا: بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ، وَسُنُّوا عَلَيَّ التُّرَابَ سَنًّا، وَاقْرَءُوا عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا "، فَإِنِّي سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ يَسْتَحِبُّ ذَلِكَ. وَعَبْدُ اللَّهِ هُوَ ابْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
[2]      Al-Qiraa’atu ‘indal-Qubuur (no. 1) :
أَخْبَرَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُبَشِّرٌ الْحَلَبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْعَلاءِ بْنِ اللَّجْلاجِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: " إِنِّي إِذَا أَنَا مُتُّ، فَضَعْنِي فِي اللَّحْدِ، وَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ، وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ، وَسُنَّ عَلَيَّ التُّرَابَ سَنًّا، وَاقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَأَوَّلِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا، فَإِنِّي سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، يَقُولُ ذَلِكَ، قَالَ الدُّورِيُّ: سَأَلْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ قُلْتُ: تَحْفَظُ فِي الْقِرَاءَةِ عَلَى الْقُبُورِ شَيْئًا، فَقَالَ: لا. وَسَأَلْتُ يَحْيَى بْنَ مَعِينٍ، فَحَدَّثَنِي بِهَذَا الْحَدِيثِ
Al-Qiraa’atu ‘indal-Qubuur (no. 3) :
وَأَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ أَحْمَدَ الْوَرَّاقُ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ مُوسَى الْحَدَّادُ، وَكَانَ صَدُوقًا، وَكَانَ ابْنُ حَمَّادٍ الْمُقْرِئُ يُرْشِدُ إِلَيْهِ، فَأَخْبَرَنِي، قَالَ: " كُنْتُ مَعَ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، وَمُحَمَّدِ بْنِ قُدَامَةَ الْجَوْهَرِيِّ فِي جِنَازَةٍ، فَلَمَّا دُفِنَ الْمَيِّتُ جَلَسَ رَجُلٌ ضَرِيرٌ يَقْرَأُ عِنْدَ الْقَبْرِ، فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ: " يَا هَذَا، إِنَّ الْقِرَاءَةَ عِنْدَ الْقَبْرِ بِدْعَةٌ، فَلَمَّا خَرَجْنَا مِنَ الْمَقَابِرِ، قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ لأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ: يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، مَا تَقُولُ فِي مُبَشِّرٍ الْحَلَبِيِّ؟ قَالَ: ثِقَةٌ، قَالَ: كَتَبْتَ عَنْهُ شَيْئًا؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَأَخْبَرَنِي مُبَشِّرٌ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْعَلاءِ بْنِ اللَّجْلاجِ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ أَوْصَى إِذَا دُفِنَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا، وَقَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُوصِي بِذَلِكَ. فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ: فَارْجِعْ، فَقُلْ لِلرَّجُلِ يَقْرَأْ "، وَأَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ صَدَقَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ عُثْمَانَ بْنَ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الْمَوْصِلِيَّ، قَالَ: كَانَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ فِي جِنَازَةٍ وَمَعَهُ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ الْجَوْهَرِيُّ، قَالَ: فَلَمَّا قُبِرَ الْمَيِّتُ، جَعَلَ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ عِنْدَهُ، فَقَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ لِرَجُلٍ: تَمُرُّ إِلَى ذَلِكَ الرَّجُلِ الَّذِي يَقْرَأُ، فَقُلْ لَهُ: لا يَفْعَلْ، فَلَمَّا مَضَى، قَالَ لَهُ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ: مُبَشِّرٌ الْحَلَبِيُّ، كَيْفَ هُوَ؟ فَذَكَرَ الْقِصَّةَ بِعَيْنِهَا
[3]      Al-Amru bil-Ma’ruuf (hal. 123) :
أنا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُغِيرَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُبَشِّرٌ الْحَلَبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْعَلاءِ بْنِ اللَّجْلاجِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ أَبِي: " إِذَا أَنَا مُتُّ، فَضَعْنِي فِي اللَّحْدِ، وَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسِنَّ عَلَيَّ التُّرَابَ سَنًّا، وَاقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ، وَأَوَّلِ الْبَقَرَةِ، وَخَاتِمَتِهَا، فَإِنِّي سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ هَذَا "
Al-Amru bil-Ma’ruuf (hal. 124-125) :
وَأَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ أَحْمَدَ الْوَارِقُ قَالَ: حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ مُوسَى الْحَدَّادُ، وَكَانَ صَدُوقًا، وَكَانَ ابْنُ حَمَّادٍ الْمُقْرِئُ يُرْشِدُ إِلَيْهِ، فَأَخْبَرَنِي قَالَ: كُنْتُ مَعَ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، وَمُحَمَّدِ بْنِ قُدَامَةَ الْجَوْهَرِيِّ فِي جَنَازَةٍ، فَلَمَّا دُفِنَ الْمَيِّتُ جَلَسَ رَجُلٌ ضَرِيرٌ يَقْرَأُ عِنْدَ الْقَبْرِ، فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ: " يَا هَذَا، إِنَّ الْقِرَاءَةَ عِنْدَ الْقَبْرِ بِدْعَةٌ "، فَلَمَّا خَرَجْنَا مِنَ الْمَقَابِرِ، قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ لأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ: " يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، مَا تَقُولُ فِي مُبَشِّرٍ الْحَلَبِيِّ؟ قَالَ: ثِقَةٌ "، قَالَ: " كَتَبْتُ عَنْهُ شَيْئًا؟ قُلْتُ: نَعَمْ "، قَالَ: فَأَخْبَرَنِي مُبَشِّرٌ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْعَلاءِ بْنِ اللَّجْلاجِ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ " أَوْصَى إِذَا دُفِنَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ، وَخَاتِمَتِهَا، وَقَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُوصِي بِذَلِكَ "، فَقَالَ أَحْمَدُ: " ارْجِعْ فَقُلْ لِلرَّجُلِ يَقْرَأُ. .. ". وَأَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ صَدَقَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ عُثْمَانَ بْنَ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الْمَوْصِلِيَّ، قَالَ: كَانَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ فِي جَنَازَةٍ وَمَعَهُ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ الْجَوْهَرِيُّ، قَالَ: فَلَمَّا قُبِرَ الْمَيِّتُ جَعَلَ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ عِنْدَهُ، فَقَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ لِرَجُلٍ: تَمُرُّ إِلَى ذَلِكَ الرَّجُلِ الَّذِي يَقْرَأُ، فَقُلْ لَهُ: لا تَفْعَلْ. فَلَمَّا مَضَى قَالَ لَهُ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ: مُبَشِّرٌ الْحَلَبِيُّ كَيْفَ هُوَ؟. .فَذَكَرَ الْقِصَّةَ بِعَيْنِهَا
[4]      Al-Mujaalasah (no. 757) :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيٍّ الْوَرَّاقُ، نَا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، نَا مُبَشِّرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، نَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ اللَّجْلَاجِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ لِي أَبِي: يَا بُنَيَّ " إِذَا مُتُّ ؛ فَضَعْنِي فِي اللَّحْدِ، وَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسُنَّ عَلَيَّ التُّرَابَ سَنًّا، وَاقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا "، فَإِنِّي سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ ذَلِكَ
[5]      Riwayat lain dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu yang marfu’ :
وَأَخْبَرَنِي الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَحْمَدَ بْنِ عَبْدِ الْكَرِيمِ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو شُعَيْبٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ أَحْمَدَ بْنِ شُعَيْبٍ الْحَرَّانِيُّ، مِنْ كِنَانَةَ قَالَ: حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الضَّحَّاكُ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ نَهِيكٍ الْحَلَبِيُّ الزُّهْرِيُّ، مَوْلَى آلِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَطَاءَ بْنَ أَبِي رَبَاحٍ الْمَكِّيَّ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلا تَجْلِسُوا، وَأَسْرِعُوا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ، وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ، وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَتِهَا فِي قَبْرِهِ "
Telah mengkhabarkan kepadaku Al-‘Abbaas bin Muhammad bin Ahmad bin ‘Abdil-Kariim, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu Syu’aib ‘Abdullah bin Al-Husain bin Ahmad bin Syu’aib Al-Harraaniy dari Kinaanah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin ‘Abdillah Adl-Dlahhaak : Telah menceritakan kepada kami Ayyuub bin Nahiik Al-Halabiy maula keluarga Sa’d bin Abi Waqqaash, ia berkata : Aku mendengar ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah Al-Makkiy, ia berkata : Aku mendengar Ibnu ‘Umar, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila salah seorang di antara kalian meninggal, janganlah kalian duduk, bersegeralah kalian dengannya untuk menguburkannya, serta bacakanlah di dekat kepalanya awal surat Al-Baqarah dan di dekat kedua kakinya akhir surat Al-Baqarah di kuburnya” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam Al-Amru hal. 124 dan dalam Al-Qiraa’at no. 2].
Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 12/444 no. 13613, Ad-Dailamiy dalam Musnad Firdaus 1/284 no. 1115, dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 9294; semuanya dari jalan Abu Syu’aib ‘Abdullah bin Al-Husain bin Ahmad bin Syu’aib Al-Harraaniy, dan selanjutnya seperti hadits di atas.
Hadits ini lemah (atau bahkan sangat lemah). Yahyaa bin ‘Abdillah dan Ayyuub bin Nahiik adalah dua orang perawi lemah. Bahkan Ayyuub ini, dikatakan oleh Abu Zur’ah : “Munkarul-hadiits”. Al-Azdiy berkata : “Matruuk” [dari perkataan pentahqiq kitab Al-Amru bil-Ma’ruuf lil-Khallaal, hal. 124].
[6]      Al-Mu’jamul-Kabiir (no. 491) :
حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي أُسَامَةَ الْحَلَبِيُّ، ثنا أَبِي. ح وَحَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ دُحَيْمٍ الدِّمَشْقِيُّ، ثنا أَبِي. ح وَحَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التُّسْتَرِيُّ، ثنا عَلِيُّ بْنُ بَحْرٍ، قَالُوا: ثنا مُبَشِّرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْعَلاءِ بْنِ اللَّجْلاجِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ لِي أَبِي: " يَا بُنَيَّ، إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَلْحِدْنِي، فَإِذَا وَضَعْتَنِي فِي لَحْدِي، فَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ، ثُمَّ سِنَّ عَلَيَّ الثَّرَى سِنًّا، ثُمَّ اقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ، وَخَاتِمَتِهَا، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ "
[7]      Al-Hasan bin Ahmad Al-Warraaq dan ‘Aliy bin Muusaa Al-Haddaad tidak diketemukan biografinya.
[8]      Abu Bakr bin Shadaqah, namanya adalah Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdillah bin Shadaqah Al-Baghdadiy; seorang yang tsiqah. Adapun ‘Utsmaan bin Ahmad bin Ibraahiim Al-Maushiliy belum saya temukan biografinya. Wallaahu a’lam.

Comments

Anonim mengatakan...

Syukron jazakalloh atas artikelnya ustadz.

Sedikit catatan dari saya, adapun bila ada berpendapat menshahihkan riwayat2 yg tersebut diatas (minimal menghasankan), yg perlu kita perhatikan berdasarkan riwayat2 tersebut adalah membaca surat Al Baqoroh dan bukan membaca surat Yaasiin spt yg sudah mafhum dilakukan kaum muslimin skrg ini.

Adapun saya, saya lebih condong pada pendapat makruhnya membaca Al Qur'an di sisi kubur.

Wassalamu'alaikum ustadz.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Silakan berkunjung ke artikel :

Hadits Keutamaan Membaca Surat Yasin Pada Malam Hari

Takhrij Hadits Membaca Surat Yaasiin

Anonim mengatakan...

Wah, terima kasih. Iya yah, banyak yang malah membaca Al-Qur'an di kuburan namun di rumahnya sangat jarang sekali membaca al qur'an...

padahal, lebih nyaman di rumah atau di masjid kalau dikuburan mah, selain menimbulkan fitnah juga banyak nyamuk... ehehehhe...

Anonim mengatakan...

Alhamdulillah , paling tidak bagi yang suka membaca al quran di kuburan tidaklah salah mutlak karena para imampun juga ada yang membolehkan , dan bagi kita hikmahnya tidak bermudah-mudah menghukumi bidah/haram sebelum mempunyai ilmunya.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Perkataan antum di atas adalah 'sumir'. Saya tidak paham apa maksud 'tidak salah mutlak', karena itu multi tafsir. Salah di satu sisi, benar di sisi yang lain ?. Jika yang dimaksudkan adalah seperti yang saya sebutkan, menurut antum salah di sisi mana dan benar di sisi mana ?.

Atau yang antum maksud 'tidak salah mutlak' adalah karena ada ulama yang membolehkan ?. Jika ini alasannya, maka perkataan antum malah menjadi keliru. Salah dan benar bukanlah ditentukan karena sekedar : 'ada ulama yang membolehkannya' - ataupun sebaliknya. Salah dan benar itu adalah berdasarkan nash. Betapa banyak pendapat sebagian fuqahaa yang terbangun dari nash-nash lemah ? - atau bahkan tanpa berdasar nash (alias hanya pendapat semata) - , yang kemudian bertentangan dengan nash.

Adapun perkataan antum yang terakhir, maka saya sangat sepakat. Haram hukumnya bermudah-mudah menghukumi bid'ah/haram sebelum mempunyai ilmunya. Allah berfirman :

وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ

"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung" [QS. An-Nahl : 116].

wallaahu a'lam.

Anonim mengatakan...

Maksud ana adalah , pertama bahwa tidaklah semua pembaca al quran di kuburan itu paham akan hukum yang shahih dalam masalah ini.

Yang kedua , ada ulama salaf yang mendahuluinya.

Ketiga , bahwa antum sendiri yang bilang kalau ... " Akhirnya yang ingin saya katakan adalah bahwa permasalahan membaca Al-Qur’an di sisi kubur adalah permasalahan yang diperselisihkan para ulama madzhab, termasuk di antaranya imam empat. Ini adalah perselisihan yang mu’tabar " . hal ini men-isyaratkan bahwa tidak ada kemutlakan dalam perkara ini.

Afwan , kalau tidak berkenan .

Dusep mengatakan...

S7...Insya Alloh dengan ilmu kita bisa terhindar dari hal-hal yang bersifat subhat dan bid'ah
Jazakallohu Khairan Katsir, Ustadz.

Anonim mengatakan...

Para ulama menetapkan, bahwa Apabila seseorang telah mati, maka harta peninggalannya sebelum disalurkan sesuai dengan syariat, terlebih dahulu disisihkan untuk keperluan mayit, seperti kain kafan dan proses penguburan tanpa berlebih-lebihan. Lalu membayarkan utang-utangnya bila mempunyai utang. Dilanjutkan dengan pelaksanaan wasiat dari sepertiga harta peninggalan yang tersisa. Sisanya dibagikan kepada ahli waris yang sah menurut syariat.

Adapun wasiat tentang penyaluran harta mayit untuk pembacaan Al Qur'an, adalah dilarang dalam agama, karena menyerupai praktek menyewa orang untuk membaca Al Qur'an. Dengan demikian jika ahli waris tidak membolehkan penyaluran seperti yang tersebut dalam wasiat, sebagaimana juga diungkap oleh penanya, maka wasiat yang berkenaan dengan bacaan Al Qur'an bisa dihindari dan selanjutnya disalurkan sesuai dengan syariat; Membayarkan utang bila meninggalkan utang. Lalu sepertiganya disalurkan dalam kebajikan, seperti sedekah dan kepada wakil yang ditunjuk sebagaimana tersebut dalam wasiat. Pendapat ini juga saya ambil dari pendapat para ulama terkemuka. Wallahu A'lam.

Syekh Muhammad Abduh
23 Muharam 1324 H

[Mukhtashar Fatawa Daril Iftaa' Al Masriyah, halaman 39]

Anonim mengatakan...

Ustadz, mau nanya: Bagaimana korelasi antara pendapat imam syafi'i yang mengatakan bahwa kirim pahala bacaan qur'an tidak sampai, sama pendapat beliau tentang anjuran membaca qur'an disisi kuburan setelah mayyit dikubur??
Jazakallahu Khairan

Pak Toto

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Setahu saya, pendapat Asy-Syaafi'iy - sebagaimana dinukil di atas - hanyalah membolehkan, bukan menganjurkan.

Ada kemungkinan bahwa ternukil dua pendapat dari beliau rahimahullah tentang permasalahan sampai tidaknya pahala bacaan Al-Qur'an kepada mayit. Yang pertama menyatakan sampai (sehingga beliau membolehkan membaca Al-Qur'an di sisi kubur), dan yang kedua tidak sampai (sehingga beliau memakruhkannya). Namun manakah di antara dua pendapat tersebut yang qadiim dan yang jadiid, saya belum mengetahuinya. Yang masyhur di kalangan ulama Syaafi'iyyah - sebagaimana dinukil Ibnu Katsiir - beliau memakruhkannya.

Wallaahu a'lam.

Anonim mengatakan...

Ustadz ada yg berdalil dengan hadits marfu' yg dikeluarkan oleh sa'ad Al-zanjani di fawaid nya . Matannya:
من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب..
..

Ana cek di tuhfatul ahwadz Al-mubarakfuri mengatakan setelah menukil hadits itu bahwa tidak ada dalil shahih ttg membaca quran di kuburan.

Bisakah ustadz meng Share takhrij hadits sa'ad ini?

Jazakallah khayr

Unknown mengatakan...

Assalamu'alaykum

Ustadz kami ingin bertanya BERAPA BANYAK hadits yang anda HAFAL dengan SANADNYA ?

Kemudian Anda belajar atau berguru dengan siapa ?

Hanya seorang Hafidz Hadits yang boleh menilai sebuah hadits.

Kalau anda hanya bisa MENGUTIP dari INTERNET.

Lebih baik anda DIAM.

Karena anda akan banyak MENYESATKAN orang LAIN.

Tolong jawab pertanyan kami yang BODOH ini.

Wallahu 'alam

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Kasihan, Anda ini sedang menderita sesat berpikir (logical fallacy)........

Unknown mengatakan...

Assalamu'alaykum

Ustadz kenapa tidak menjawab pertanyaan kami.

Berapa banyak hadits yang anda hafal berikut sanadnya ?

Karena anda ilmunya MELEBIHI Imam Nawawi, Imam Suyuthi, Hafiz Ibn Hajar, Hafiz Dzahabi, Hafiz Ibn Hibban.

Kami taqlid kepada ulama yang KOMPETEN.

Sedangkan pengikut anda TAQLID kepada anda.

Jadi mereka harus tahu SIAPA SESUNGGUHNYA ente ?

Jawab dulu Ustadz

Wallahu 'alam

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Wa'alaikumus-salaam.

Karena hal itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan kontent materi. Anda tahu kerangka logical fallacy dalam sains ?. Ini seperti pernyataan :

"Anda bodoh, maka Anda salah"

Sekarang muara pertanyaan Anda itu apa ?. Apakah ingin mengkritik isi artikel di atas ?. Kalau ingin mengkritik artikel di atas dan menyimpulkannya keliru, maka kritikan Anda seharusnya fokus pada isi. Belajarlah sedikit ilmiah (kalau mampu).

Kalau Anda memang mau taqlid, ya silakan. Anda tidak perlu repot-repot ingin mengkritisi artikel di atas. Cukup Anda katakan :

"Karena An-Nawawiy - menurut saya - adalah ahli hadits, maka pernyataannya itu lebih pantas untuk dipegang".

Itu saja. Kalau Anda mencukupkan perkataan ini, maka Anda tidak terkena sindrom logical fallacy.

Tentang masalah hapalan saya dan sanadnya, meski saya bisa jawab, tak ada hajat saya menyebutkan kepada Anda. Kalau memang Anda tidak percaya apa yang saya tulis hanya karena Anda tidak tahu tentang saya, yo silakan saja. Itu hak Anda.

Anonim mengatakan...

Akhiy Zulkarnain yang di muliakan Allah..

sekarang saya tanya sama antum,
kalo ada ulama saudi yang hapal puluhan ribu hadits atau bahkan mencapai seratus ribu UP beserta sanadnya, ditambah beliau adalah keturunan Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam...

menurut antum...
apakah ucapan ulama saudi tersebut didalam menilai sebuah hadits boleh di taqlidi? boleh di pegang?

atau antum akan katakan "TIDAK BOLEH, sebab dia Wahabiy"

Mohon dijawab, Jazakallahukhayr.

Anonim mengatakan...

Ralat :
Maaf, pertanyaan saya diatas untuk akhiy Zulkurniawan Harahap, bukan Zulkarnain.

BarakaAllahu-fiik

Unknown mengatakan...

Assalamu'alaykum

Buat @Ananonim. Anda tidak tahu banyak kesalahan yang dibuat Ustadz Abul Jauza ini.

Coba anda baca tentang meminum air kencing Nabi shallallahu 'alahi wa salam.

Begitu banyak ulama hadits yang menshahihkannya tetapi hanya dia yang MENDHOIFkannya. Kami tanya ada ulama hadits sekaliber Hafiz Suyuthi, Hafiz Ibn Hibban, Imam Haytami, Hafiz Dzahabi. Dan Syekh Al-bani pun mengatkan Hasan Shahih.

Makanya kami ingin tahu KELEBIH USTADZ ini dibandingkan ULAMA-ULAMA hadits yang kami sebutkan di atas.

Satu hal yang ingin kami jelaskan bahwa hanya seorang yang hafiz hadits yang boleh men shahihkan dan mendhoifkan sebuah hadits.

Dan satu juga kesalahan/ kelalaian ustadz ini ketika mengutip perkataan Imam Izz Abdussalam tentang salaman setelah shalat.

Jadi kami ingin tahu apakah beliau ini seorang HAFIZ hadits ataukah hanya seorang PENGUTIP di dalam situs bahasa Arab.

Silahkan anda mempercayai/taqlid Beliau ini.

Wallahu 'alam

Unknown mengatakan...

Assalamu'alaykum

Satu hal lagi Ustadz seolah-olah merasa menjadi AHLI MADZHAB IMAM AHMAD. Sedangkan sudah masyur di antara para ulama bahwa Imam Ahmad membolehkan membaca Al-Quran di dalam Kuburan. Coba ente baca kitab fiqih ULama-Ulama Madzab Hambali seperti Al-Muqni karangan Ibn Qudama. Atau tidak coba pergi ke Arab Saudi sana, hal itu sudah menjadi tradisi untuk membaca Al-Quran ketika berziarah.

Coba baca kitab Fiqih Madzhab Hambali ini Matholib ulinnuha :


( وَتُسْتَحَبُّ قِرَاءَةٌ بِمَقْبَرَةٍ )
قَالَ الْمَرُّوذِيُّ : سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُولُ : إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَاجْعَلُوا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ ؛ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ ، وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ الْأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ ؛ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ .
وَأَخْرَجَ السَّمَرْقَنْدِيُّ عَنْ عَلِيٍّ مَرْفُوعًا { مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ إحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ، ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهُ لِلْأَمْوَاتِ ؛ أُعْطِي مِنْ الْأَجْرِ بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ } وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَأَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ، ثُمَّ قَالَ : إنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلَامِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ؛ كَانُوا شُفَعَاءَ لَهُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى } ، وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا : { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا ، فَقَرَأَ عِنْدَهُ يَاسِينَ ؛ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } ، رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ .
( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( بِالنِّيَّةِ ، فَلَا اعْتِبَارَ بِاللَّفْظِ ، ثَوَابَهَا أَوْ بَعْضَهُ لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ جَازَ ، وَنَفَعَهُ ذَلِكَ بِحُصُولِ الثَّوَابِ لَهُ ، وَلَوْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) ، ذَكَرَهُ الْمَجْدُ .

(dan disunnahkan membaca bacaan di kuburan)
al Marwadzi berkata; aku mendengar imam Ahmad bin Hanbal ra berkata :apa bila kamu memasuki pekuburan maka bacalah fatihah,mu’awwidatain,qul huwallahu ahad dan jadikanlah pahala bacaan tersebut untuk ahli pekuburan maka pahala tersebut akan sampai kepada mereka. dan seperti inilah adat para shahabat Nabi saw dari kaum Anshar dalam hilir mudik mereka dalam (mengubur)orang-orang mati mereka, dan mereka membacakan al qur’an.
Al-samarqandi meriwayatkan dari Ali ra dalam hadits marfu’ :” barang siapa yang melewati pekuburan kemudian membaca qul huwallohu ahad sebelas kali,kemudaian dia hibahkan pahala bacaan tersebut kepada orang-orang yg telah mati,maka ia aka di beri pahala sejumlah bilangan orang yang telah mati.
dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda :”barangsiapa memasuki pekuburan kemudian dia membaca al Fatihah,Qulhuwallohu ahad dan alhakum al takatsur,kemudian dia megatakan :aku jadikan pahala bacaan kitabmu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min laki-laki maupun perempuan ,maka mereka akan menjadi penolong nya di sisi allah kelak.
dari Aisyah ra dari Abi bakar ra dalam hadits marfu’ : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap jum’ah atau salah satu dari mereka kemudian dia membacakan surat yasin maka allah akan mengampuninya sejumlah ayat atau hurufnya hr. Abu Syaikh.
(dan setiap qurbah/ibadah yang dilakukan oleh orang muslim)dan dia jadikan dengan niatnya (bukan hanya dg lafadz nya) untuk muslim lainnya baik yg sudah meninggal maupun masih hidup maka boleh dan dapat memberikan manfa’at dengan mendapatkan pahala untuknya meskipun untuk baginda Rasulillah saw. begitulah seperti apa yang dituturkan oleh al Majd.

Apakah bisa dipercaya perkataan Abul Jauza ini dibandingkan dengan Imam Ibn Qudama ataukah Imam Al-Mardwadzi ?

Makanya kami ingin tahu apakah Ustadz ini seorang Hafiz Hadits yang hafal 250 ribu hadits dengan sanadnya ataukah seorang Imam ?

Wallahu 'alam

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

He...he...he... baarakallaahu fiik. Tipikal sanggahan Anda itu 'just' karena ada ulama yang menshahihkan atau karena ada ulama yang melemahkan, tanpa menelaah mengapa mereka menshahihkan/melemahkan dan kemudian dikembalikan kepada kaedah. Ya, itu karena Anda memang tidak pernah belajar ilmu hadits sehingga untuk memahami majhuul terasa sulit.

Sejak kapan saya mesti bermadzhab Hanbaliy ?. Belajar lah fiqh juga selain belajar hadits.... Pendapat yang beredar dalam satu madzhab itu bisa bermacam-macam. Adapun dalam masalah membaca Al-Qur'an di kubur, di atas sudah saya tuliskan secara ringkas. Dan saya memang tidak mau memperpanjang di luar keperluan. Kalau mau mengetahui pendapat Imam Ahmad, ya dicari riwayat yang ternukil dari beliau. Pendapat Ahmad bin Hanbal dalam satu permasalahan tidak selalu identik menjadi pendapat mu'tamad/masyhur dalam madzhab (Hanabilah).

Anyway,... tidak ada perkara penting yang perlu saya tanggapi dari perkataan Anda yang panjang di atas.

NB : Coba deh sedikit kritis terhadap riwayat yang dibawakan dalam kitab-kitab fiqh.

rose mengatakan...

Alhamdulillah...
dengan apa yg di sampaikan dapat menambah ilmu pengetahuan saya...
Namun yg saya herankan kenapa sih mereka sangat mempertahankan hujjah2 dari ulama..Kalau dari Al-Qur'an dan Hadist sdh benar2 jelas.Kok selalu di cari celahnya demi hawa nafsu..Para imam sendiri jg mengatakan bila perkataan ku ada yg menyeisihi Al-Qur'an dan Hadist maka jangan di pakai...kenapa masih di cari celahnya..padahal mereka juga manusia yg tidak maksum

Anonim mengatakan...

ustad yg terhormat, apakah dlm perbedaan yg muktabar semisal ini bolehkah memvonis sebagai bid'ah pd merekayg setelah ditarjih ternyata dalilnya lemah?