Islam dan Ahlul-Bait Menolak Kecintaan ‘Berhala’ ala Syi’ah


Al-Imaam Ibnu Sa’d rahimahullah berkata :
أخبرنا عَارِمُ بْنُ الْفَضْلِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيَّ بْنَ حُسَيْنٍ، وَكَانَ أَفْضَلَ هَاشِمِيٍّ أَدْرَكْتُهُ، يَقُولُ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَحِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ، فَمَا بَرِحَ بِنَا حُبُّكُمْ حَتَّى صَارَ عَلَيْنَا عَارًا "
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aarim bin Al-Fadhl, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Yahyaa bin Sa’iid, ia berkata : Aku mendengar ‘Aliy bin Al-Husain – dan ia adalah seutama-utama keturunan Bani Haasyim yang aku temui – berkata : “Wahai sekalian manusia,[1] cintailah kami dengan kecintaan Islam. Kecintaan kalian kepada kami senantiasa ada hingga kemudian malah menjadi aib bagi kami” [Ath-Thabaqaat, 5/110].
‘Aarim bin Al-Fadhl, namanya Muhammad bin Al-Fadhl As-Saduusiy, Abun-Nu’maan Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat, namun berubah hapalannya di akhir usianya[2]. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk thabaqah ke-9 dari kalangan shighaaru atbaa’it-taabi’iin, wafat tahun 223/224 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 889 no. 6266].
Hammaad bin Zaid bin Dirham Al-Azdiy Al-Jahdlamiy, Abu Ismaa’iil Al-Bashriy Al-Azraq; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi faqiih. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk thabaqah ke-8 dari kalangan atbaa’ut-taabi’iin pertengahan, lahir tahun 98 H, wafat tahun 179 H [idem, hal. 268 no. 1506].
Yahyaa bin Sa’iid bin Qais Al-Anshaariy An-Najaariy, Abu Sa’iid Al-Madaniy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk thabaqah ke-5 dari kalangan shighaarut-taabi’iin, wafat tahun 144 H [idem, hal. 1056 no. 7609].
‘Aliy bin Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib Al-Qurasyiy Al-Haasyimiy – yang dikenal dengan nama Zainul-‘Aabidiin; seorang yang tsiqah, tsabat, faqiih, ‘aabid, lagi masyhuur. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk thabaqah ke-3 dari kalangan tabi’iin pertengahan, wafat tahun 93 H [idem, hal. 693 no. 4749].
‘Aarim mempunyai mutaba’ah dari :
1.    ‘Affaan bin Muslim; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d[3] dalam Ath-Thabaqaat 5/110 dan Ibnu ‘Asaakir[4] dalam At-Taariikh 41/392.
2.    ‘Abdullah bin ‘Abdil-Wahhaab Al-Hajabiy; sebagaimana diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim[5] dalam Al-Hilyah 3/136.
3.    Mush’ab bin ‘Abdillah bin Mush’ab bin Tsaabit; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir[6] dalam At-Taariikh 41/374.
4.    Sulaimaan bin Harb bin Bujail Al-Azdiy; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir[7] dalam At-Taariikh 41/392.
Hammad bin Zaid mempunyai mutaba’ah dari :
1.    Sufyaan Ats-Tsauriy; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Khallaal[8] dalam As-Sunnah no. 798 dan dari jalannya Al-Laalikaa’iy[9] dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2683.
2.    ‘Abdus-Salaam bin Harb bin Salam An-Nahdiy Al-Malaa’iy; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Haakim[10] dalam Al-Mustadrak 3/175 dan Abu Bisyr Ad-Duulabiy[11] dalam Adz-Dzuriyyah Ath-Thaahirah An-Nabawiyyah 1/89-90 no. 159.
Dalam jalur ini terdapat tambahan riwayat marfu’ :
سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ، لا تَرْفَعُونِي فَوْقَ قِدْرِي، فَإِنَّ اللَّهَ اتَّخَذَنِي عَبْدًا قَبْلَ أَنْ يَتَّخِذَنِي نَبِيًّا "
Aku (‘Aliy bin Al-Husain) mendengar ayahku berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai sekalian manusia, janganlah kalian meninggikanku di atas kedudukanku (yang semestinya), karena Allah ta’ala telah menjadikanku sebagai seorang hamba sebelum menjadikanku seorang nabi”.
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 2889 :
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التُّسْتَرِيُّ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الصُّوفِيُّ، ثنا عَلِيُّ بْنُ قَادِمٍ، عَنْ عَبْدِ السَّلامِ بْنِ حَرْبٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: أَحِبُّونَا بِحُبِّ الإِسْلامِ، فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لا تَرْفَعُونِي فَوْقَ حَقِّي، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى اتَّخَذَنِي عَبْدًا قَبْلَ أَنْ يَتَّخِذَنِي رَسُولا "
Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin Ishaaq At-Tustariy: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yahyaa Ash-Shuufiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Qaadim, dari ‘Abdus-Salaam bin Harb, dari Yahyaa bin Sa’iid, dari ‘Aliy bin Al-Husain, dari ayahnya, ia berkata : “Cintailah kami dengan kecintaan Islam. Karena sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : ‘Janganlah kalian meninggikanku di atas hakku (yang semestinya). Karena sesungguhnya Allah ta’ala telah menjadikanku seorang hamba sebelum menjadikanku seorang Rasul”.
Di sini perkataan ‘cintailah kami dengan kecintaan Islam’ dikatakan oleh Al-Husain, berbeda dengan jumhur riwayat bahwa perkataan itu diucapkan oleh ‘Aliy bin Al-Husain. Kemungkinan ini kekeliruan yang berasal dari ‘Aliy bin Qaadim (Al-Khuzaa’iy). Ibnu Hajar berkata tentangnya : “Shaduuq” [At-Taqriib, hal. 703 no. 4819]. Namun jika kita lihat secara lebih rinci dalam kitab al-jarh wat-ta’diil , ‘Aliy ini dikritik oleh sebagian ahli hadits. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Dla’iif”. Ibnu Sa’d berkata : “Munkarul-hadiits”. As-Saajiy berkata : “Shaduuq, padanya ada kelemahan”.
‘Abdus-Salaam bin Harb bin Salam An-Nahdiy Al-Malaa’iy dalam riwayat marfu’-nya dari Yahyaa bin Sa’iid mempunyai mutaba’ah dari :
(1) Abu Syihaab ‘Abdu Rabbih bin Naafi’ Al-Kinaaniy Al-Hanaath (tsiqah); sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Mu’aafaa bin ‘Imraan Al-Muushiliy[12] dalam Az-Zuhd (1/242-243) no. 100; (2) Abu Mu’aawiyyah Muhammad bin Haazim At-Tamiimiy As-Sa’diy (tsiqah); sebagaimana diriwayatkan oleh Hannaad As-Sarriy[13] dalam Az-Zuhd no. 797; dan (3) Sufyaan Ats-Tsauriy (tsiqah, imam); sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Haarits bin Muhammad sebagaimana dalam kitab Ittiihaaful-Khairah[14] oleh Al-Buushiriy no. 8645 dan Bughyatul-Baahits[15] oleh Al-Haitsamiy no. 956.
Diriwayatkan juga secara mursal dari jalur Muhammad bin ‘Aliy bin Al-Husain bin Abi Thaalib dari ayahnya sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnul-Mubaarak[16] dalam Az-Zuhd war-Raqaaiq no. 984 – dengan menggugurkan Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhumaa.
Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib mempunyai syaahid dari ‘Abdullah bin Jubair Al-Khuzaa’iy[17] sebagaimana diriwayatkan oleh Ad-Duulabiy[18] dalam Al-Kunaa no. 2068. Namun sanad riwayat ini lemah.
Kesimpulan riwayat marfu’ ini adalah shahih.
3.    Abu Khaalid Al-Ahmar, Sulaimaan bin Hayyaan Al-Azdiy; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim[19] dalam As-Sunnah no. 996, Al-Laalikaa’iy[20] dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2682, Ibnu ‘Asaakir[21] dalam At-Taariikh 41/391.
4.    Abu Mu’aawiyyah Muhammad bin Haazim; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir[22] dalam At-Taariikh 41/392.
Yahyaa bin Sa’iid mempunyai mutaba’ah dari Khalaf bin Hausyab, Abu Yaziid Al-Kuufiy; sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu’aim[23] dalam Al-Hilyah 3/137.
Kesimpulan : Riwayat ini adalah shahih, termasuk riwayat marfu’ dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas.
[Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah telah menshahihkan riwayat ini dalam Dhilaalul-Jannah, hal. 481-482; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 1/1400 H].
Sebagian Fiqh Riwayat :
‘Aliy bin Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib rahimahullahu ta’ala sebagai salah seorang ulama Ahlul-Bait yang dikenal luas ilmunya, telah menjelaskan kepada kita bagaimana seharusnya kecintaan (kepada mereka) diletakkan. Yaitu, kecintaan berdasarkan syari’at Islaam. Kecintaan hanya karena Allah ta’ala dan Rasul-Nya.
حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ شَابُورَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: " مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ، فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ "
Telah menceritakan kepada kami Muammal bin Al-Fadhl : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Syu’aib bin Syaabuur, dari Yahyaa bin Al-Haarits, dari Al-Qaasim, dari Abu Umaamah, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya beliau bersabda : Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan tidak memberi karena Allah; sungguh telah sempurna imannya” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4681; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud, 3/140-141, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1419 H].
Kita mencintai Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang shaalih karena Allah ta’ala memerintahkannya melalui firman-Nya :
ذَلِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
“Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba- hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri” [QS. Asy-Syuuraa : 23].
Juga berdasarkan perintah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، عَنْ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "وأهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي"
Dari Zaid bin Arqam, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Dan ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku, aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku, aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2408, Ahmad 4/366-367, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Musnad no. 514, An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa 7/319-320 no. 8119, ‘Abd bin Humaid no. 265, Ad-Daarimiy 4/2090-2091 no. 3359, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1551, Ibnu Khuzaimah no. 2357, Al-Baihaqiy 2/149-150 & 7/31-32 & 10/114-115, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr 10/240-241 no. 4336, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 5/182-184 no. 5026 & 5028, Ibnu Mandah dalam Majaalis min Aamaliy no. 75, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 88, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah 14/117-118 no. 3913 dan dalam Ma’aalimut-Tanziil 1/318-319 dan Al-Anwar fii Syamaailin-Nabiy no. 257].
عَنْ عَلِيّ: وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ صلى الله عليه وسلم إِلَيَّ أَنْ " لَا يُحِبَّنِي إِلَّا مُؤْمِنٌ، وَلَا يُبْغِضَنِي إِلَّا مُنَافِق "
Dari ‘Aliy (bin Abi Thaalib) : “Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan melepaskan angin. Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berjanji kepadaku bahwasannya tidak ada yang mencintaiku kecuali ia seorang mukmin, dan tidak ada yang membenciku kecuali ia seorang munafiq” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 78, Ahmad 1/84 & 95 & 128 dan dalam Al-Fadlaail no. 948 & 961, ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawaaid Fadlaailush-Shahaabah no. 1107, Ibnu Abi Syaibah 12/56-57, An-Nasaa’iy dalam Ash-Shughraa no. 5022 & dalam Al-Kubraa no. 8431-8432 & 8097 & dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 50 & dalam Al-Khashaaish no. 100-102, Ibnu Maajah no. 114, At-Tirmidziy no. 3736, Ibnu Hibbaan no. 6924, Al-Bazzaar no. 560, Abu Ya’laa no. 445, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1325, Ibnu Mandah dalam Al-Iimaan no. 261, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 4/185, Al-Baghawiy no. 3908-3909, Ibnul-‘Arabiy dalam Al-Mu’jam 1/333-334, Ibnu Jamii’ dalam Mu’jamusy-Syuyuukh no. 187, Al-Balaadzuriy dalam Al-Ansaab 2/350, dan Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar 12/509].
Mencintai Ahlul-Bait yang disyari’atkan adalah sesuai dengan haknya tanpa melanggar konstitusi yang telah ditetapkan Allah ta’ala.
Jika kita tengok kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang beliau ini tentu lebih utama dari Ahlul-Bait, maka kita akan lihat contoh yang sangat bagus. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak suka diagung-agungkan seperti diagung-agungkannya para rahib Yahudi.
حَدَّثَنَا أَزْهَرُ بْنُ مَرْوَانَ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنِ الْقَاسِمِ الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى، قَالَ: لَمَّا قَدِمَ مُعَاذٌ مِنَ الشَّامِ، سَجَدَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا هَذَا يَا مُعَاذُ ؟، قَالَ: أَتَيْتُ الشَّامَ فَوَافَقْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ، وَبَطَارِقَتِهِمْ، فَوَدِدْتُ فِي نَفْسِي أَنْ نَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " فَلَا تَفْعَلُوا، فَإِنِّي لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللَّهِ، لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا، وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ
Telah menceritakan kepada kami Azhar bin Marwaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Ayyuub, dari Al-Qaasim Asy-Syaibaaniy, dari ‘Abdullah bin Abi Aufaa, ia berkata : Ketika Mu’adz datang dari Syaam, dia bersujud kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda : “Apa ini, wahai Mu’aadz?!”. Mu’aadz menjawab : “Aku mendatangi negeri Syaam, lalu aku mendapati mereka bersujud kepada uskup-uskup dan panglima-panglima perang mereka. Maka aku menginginkan dalam hatiku, agar kami melakukannya terhadap engkau”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah engkau lakukan! Sesungguhnya jika aku memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada selain Allah, niscaya aku perintahkan isteri agar sujud kepada suaminya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 1853; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Ibni Maajah, 2/121, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1417 H].
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak suka sanjungan berlebihan dan melarang para shahabatnya menyanjungnya secara berlebihan.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا بِشْرٌ يَعْنِي ابْنَ الْمُفَضَّلِ، حَدَّثَنَا أَبُو مَسْلَمَةَ سَعِيدُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ، عَنْ مُطَرِّفٍ، قَالَ: قَالَ أَبِي: " انْطَلَقْتُ فِي وَفْدِ بَنِي عَامِرٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا: أَنْتَ سَيِّدُنَا، فَقَالَ: السَّيِّدُ اللَّهُ، قُلْنَا: وَأَفْضَلُنَا فَضْلًا وَأَعْظَمُنَا طَوْلًا، فَقَالَ: قُولُوا بِقَوْلِكُمْ أَوْ بَعْضِ قَوْلِكُمْ، وَلَا يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ "
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Bisyr – yaitu Ibnul-Mufadldlal : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Yaziid, dari Abu Nadlrah, dari Mutharrif, ia berkata : Telah berkata ayahku : Aku dan Bani ‘Aamir pergi menghadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kami berkata : “Engkau adalah Sayyid kami”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “As-Sayyid itu hanyalah Allah”. Kami berkata : “Kami hanyalah ingin mengutamakan dan mengagungkan orang yang memang punya keutamaan”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Katakanlah dengan ucapanmu atau sebagian ucapanmu itu. Namun janganlah sampai kalian jadikan syaithan sebagai penolongnya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4806; shahih].
Betapapun cinta dan hormat para shahabat kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak pernah menghormati beliau dengan berdiri, karena mereka tahu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukainya[24].
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: " مَا كَانَ شَخْصٌ أَحَبَّ إِلَيْهِمْ رُؤْيَةً مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانُوا إِذَا رَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا إِلَيْهِ، لِمَا يَعْلَمُونَ مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ "
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Ismaa’iil, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Humaid, dari Anas, ia berkata : “Tidak ada seorang pun yang lebih mereka (para shahabat) cintai saat melihatnya daripada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Namun jika melihat beliau, mereka tidak pernah berdiri karena mereka mengetahui kebencian beliau atas hal itu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 946; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Al-Adabul-Mufrad hal. 353, Maktabah Ad-Daliil, Cet. 4/1418 H].
Oleh karena itu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya bersikap berlebih-lebihan sebagaimana orang-orang Nashara berlebih-lebihan kepada Nabi ‘Iisaa ‘alaihis-salaam.
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ، يَقُولُ: أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: عَلَى الْمِنْبَرِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ "
Telah menceritakan kepada kami Al-Humaidiy : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, ia berkata : Aku mendengar Az-Zuhriy berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah, dari Ibnu ‘Abbaas, ia mendengar ‘Umar radliyallaahu ‘anhu berkata di atas mimbar : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian berlebihan-lebihan dalam mengagungkanku seperti berlebih-lebihannnya kaum Nashrani terhadap ‘Iisaa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka panggillah aku : hamba Allah dan Rasul-Nya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3445].
Inilah pemahaman Islam yang shahih.
‘Aliy bin Al-Husain rahimahullah menolak kecintaan-kecintaan berlebihan berlebihan ala Syi’ah yang telah mencapai derajat ‘menuhankan’ Ahlul-Bait. Maka, ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu pernah membakar mereka sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa riwayat shahih :
حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ مُحَمَّدُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، قَالَ: أُتِيَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِزَنَادِقَةٍ، فَأَحْرَقَهُمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ، فَقَالَ: لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أُحْرِقْهُمْ، لِنَهْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ، وَلَقَتَلْتُهُمْ، لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ "
Telah menceritakan kepada kami Abun-Nu’maan Muhammad bin Al-Fadhl : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Ayyuub, dari ‘Ikrimah, ia berkata : Didatangkan kaum Zanaadiqah kepada ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu, lalu ia membakarnya. Disampaikanlah hal itu kepada Ibnu ‘Abbaas, lalu ia berkata : “Seandainya itu terjadi padaku, niscaya aku tidak akan membakar mereka, karena larangan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Janganlah menyiksa dengan siksaan Allah’. Dan niscaya aku juga akan bunuh mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6922].[25]
Al-Haafidh Ibnu Hajar berkata :
وزعم أبو المظفر الاسفرايني في الملل والنحل إن الذين أحرقهم علي طائفة من الروافض ادعوا فيه الألاهية وهم السبائية وكان كبيرهم عبد الله بن سبأ يهوديا ثم أظهر الإسلام وابتدع هذه المقالة وهذا يمكن أن يكون أصله ما رويناه في الجزء الثالث من حديث أبي طاهر المخلص من طريق عبد الله بن شريك العامري عن أبيه قال قيل لعلي أن هنا قوما على باب المسجد يدعون أنك ربهم فدعاهم فقال لهم ويلكم ما تقولون قالوا أنت ربنا وخالقنا ورازقنا فقال ويلكم انما أنا عبد مثلكم أكل الطعام كما تأكلون وأشرب كما تشربون إن أطعت الله أثابني إن شاء وإن عصيته خشيت أن يعذبني فأتقوا الله وأرجعوا فأبوا فلما كان الغد غدوا عليه فجاء قنبر فقال قد والله رجعوا يقولون ذلك الكلام فقال ادخلهم فقالوا كذلك فلما كان الثالث قال لئن قلتم ذلك لأقتلنكم بأخبث قتلة فأبوا إلا ذلك فقال يا قنبر ائتني بفعلة معهم مرورهم فخد لهم أخدودا بين باب المسجد والقصر وقال أحفروا فابعدوا في الأرض وجاء بالحطب فطرحه بالنار في الأخدود وقال اني طارحكم فيها أو ترجعوا فأبوا أن يرجعوا فقذف بهم فيها حتى إذا احترقوا قال اني إذا رأيت أمرا منكرا أوقدت ناري ودعوت قنبرا وهذا سند حسن
“Abul-Mudhaffar Al-Isfirayini mengatakan dalam Al-Milal wan-Nihal bahwa yang dibakar oleh ’Ali itu adalah orang-orang Rafidlah yang mengklaim sifat ketuhanan pada diri ’Ali. Dan mereka itu adalah Saba’iyyah. Pemimpin mereka adalah ’Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang menampakkan keislaman. Dia membuat bid’ah berupa ucapan seperti ini. Dan sangatlah mungkin asal hadits ini adalah apa yang kami riwayatkan dalam juz 3 dari hadits Abu Thaahir Al-Mukhlish dari jalan ’Abdullah bin Syariik Al-’Aamiriy, dari ayahnya ia berkata : Dikatakan kepada ’Ali : ’Disana ada sekelompok orang di depan pintu masjid yang mengklaim bahwa engkau adalah Rabb mereka’. Lantas beliau memanggil mereka dan berkata kepada mereka : ’Celaka kalian, apa yang kalian katakan ?’. Mereka menjawab : ’Engkau adalah Rabb kami’., pencipta kami, dan pemberi rizki kami’. ’Aliy berkata : ’Celaka kalian, aku hanyalah seorang hamba seperti kalian. Aku makan makanan sebagaimana kalian makan, dan aku minum sebagaimana kalian minum. Jika aku mentaati Allah, maka Allah akan memberiku pahala jika Dia berkehendak. Dan jika aku bermaksiat, maka aku khawatir Dia akan mengadzabku. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah dan kemballah’. Tetapi mereka tetap enggan.
Ketika datang hari berikutnya, mereka datang lagi kepada ’Ali, kemudian datanglah Qanbar dan berkata,’Demi Allah, mereka kembali mengatakan perkataan seperti itu’. ’Ali pun berkata,’Masukkan mereka kemari’. Tetapi mereka masih mengatakan seperti itu juga. Ketiga hari ketiga, beliau berkata,’Jika kalian masih mengatakannya, aku benar-benar akan membunuh kalian dengan cara yang paling buruk’. Tetapi mereka masih berkeras masih menjalaninya. Maka ’Ali berkata,’Wahai Qanbar, datangkanlah kepadaku para pekerja yang membawa alat-alat galian dan alat-alat kerja lainnya. Lantas, buatkanlah untuk mereka parit-parit yang luasnya antara pintu masjid dengan istana’. Beliau juga berkata,’Galilah dan dalamkanlah galiannya’.
Kemudian ia memerintahkan mendatangkan kayu bakar lantas menyalakan api di parit-parit tersebut. Ia berkata,’Sungguh aku akan lempar kalian ke dalamnya atau kalian kembali (pada agama Allah)’. Maka ’Aliy melempar mereka ke dalamnya, sampai ketika mereka telah terbakar, ia pun berkata :
Ketika aku melihat perkara yang munkar
Aku sulut apiku dan aku panggil Qanbar
Ini adalah sanad yang hasan” [Fathul-Baari, 12/270].
Inilah kecintaan tercela kaum Raafidlah generasi awal. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika ‘Aliy bin Al-Husain Zainal-‘Aabidiin rahimahullah mengatakan kecintaan mereka malah menjadi aib bagi Ahlul-Bait. Kakeknya, ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu pun telah mensinyalir adanya dua golongan ekstrim dalam kecintaan dan kebencian terhadapnya.
حَدَّثَنِي أَبِي، نا وَكِيعٌ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ أَبِي التَّيَّاحِ، عَنْ أَبِي السَّوَّارِ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: " لَيُحِبُّنِي قَوْمٌ حَتَّى يَدْخُلُوا النَّارَ فِي حِبِّي وَلَيُبْغِضُنِي قَوْمٌ حَتَّى يَدْخُلُوا النَّارَ فِي بُغْضِي "
Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Wakii’, dari Syu’bah, dari Abut-Tayyaah, dari Abus-Sawwaar, ia berkata : Telah berkata ‘Aliy (bin Abi Thaalib) radliyallaahu ‘anhu : “Akan ada satu kaum yang sangat mencintaiku hingga mereka masuk ke dalam neraka karena kecintaannya kepadaku itu. Dan akan ada pula satu kaum yang sangat membenciku hingga mereka masuk ke dalam neraka karena kebenciannya kepadaku itu” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 1216; shahih].
Sebagaimana diketahui bahwa kaum yang sangat mencintai ‘Aliy adalah kaum Raafidlah, sedangkan kaum yang sangat membenci ‘Aliy adalah kaum Nawaashib (Khawaarij). Keduanya masuk akan masuk neraka karena sikap berlebih-lebihan mereka itu.
Mereka mengatasnamakan cinta (palsu) kepada Ahlul-Bait dengan berkabung, meratap, dan menyiksa diri setiap hari ‘Aasyuura.
Jika Pembaca ingin melihat video yang lebih banyak dari atraksi ‘debus’ kaum Syi’ah Raafidlah ini, silakan buka di sini.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah tegas melarang perbuatan tersebut.
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا زُبَيْدٌ الْيَامِيُّ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami Zubaid Al-Yaamiy, dari Ibraahiim, dari Masruuq, dari ‘Abdullah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak termasuk golongan kami orang yang menampar-nampar pipi, merobek-robek baju, dan menyeru dengan seruan Jaahiliyyah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1294].
Inikah yang namanya kecintaan ?.
‘Aliy radliyallaahu ‘anhu melarang meninggikan kubur dan menyuruh meratakannya karena itulah yang dipesankan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ حَبِيبٍ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِيِّ، قَالَ: قَالَ لِي عَلِيٌّ: أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ " لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ، وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’ : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Habiib, dari Abu Waail, dari Abul-Hayyaaj Al-Asadiy, ia berkata : ‘Aliy pernah berkata kepadaku : “Aku mengutusmu pada perkara yang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutusku : Agar engkau jangan membiarkan gambar-gambar kecuali engkau hapus dan juga kamu meninggalkan kuburan yang tinggi kecuali engkau ratakan” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/96; shahih].
‘Aliy radliyallaahu ‘anhu berpesan seperti itu karena ia cinta kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Namun Syi’ah Raafidlah,…. maka inilah wujud kecintaan (palsu) mereka kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu :
Gambar 1. Kuburan ‘Aliy bin Abi Thaalib yang ada di Najaf, ‘Iraaq.
Inikah yang dinamakan kecintaan syar’iy ? atau kecintaan thaaghutiy ?
Ahlul-Bait sangat mencintai shahabat Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا أَبُو ذَرٍّ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، نَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ أَشْكَابٍ، نَا إِسْحَاقُ بْنُ أَزْرَقَ، عَنْ بَسَّامِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الصَّيْرَفِيِّ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا جَعْفَرٍ قُلْتُ: مَا تَقُولُ فِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا؟ فَقَالَ: " وَاللَّهِ إِنِّي لأَتَوَلاهُمَا وَأَسْتَغْفِرُ لَهُمَا، وَمَا أَدْرَكْنَا أَحَدًا مِنْ أَهْلِ بَيْنِي إِلا وَهُوَ يَتَوَلاهُمَا "
Telah menceritakan kepada kami Abu Dzarr Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakr : Telah mengkhabarkan kepada kami ’Aliy bin Al-Husain bin Asykaab : Telah mengkhabarkan kepada kami Ishaaq bin Azraq, dari Bassaam bin ’Abdillah Ash-Shairafiy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Abu Ja’far, aku berkata : ”Apa komentarmu tentang Abu Bakr dan ’Umar radliyallaahu ’anhumaa ?”. Maka ia menjawab : ” Demi Allah, sungguh aku menjadikan mereka berdua sebagai wali dan memintakan ampun untuk mereka berdua. Tidaklah kami menjumpai seorang pun dari kalangan Ahlul-Baitku kecuali ia juga menjadikan mereka berdua sebagai wali” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 41; shahih – selengkapnya dapat dibaca di sini].
Sekarang, mari kita simak perayaan kegembiraan kaum Syi’ah atas kematian ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu karena tikaman orang Majusi :
Inikah bukti kecintaan mereka terhadap Ahlul-Bait ?.
Kecintaan (palsu) mereka kepada Ahlul-Bait telah mendudukkan mereka (Ahlul-Bait) pada tingkat yang tidak akan dipunyai oleh makhluk Allah yang bernama manusia.
Muhammad Ridlaa Al-Mudlaffar menjelaskan tentang doktrin ‘ishmah dalam teologi Syi’ah sebagai berikut :
“Al-‘Ishmah itu pengertiannya adalah suci dari dosa-dosa dan dari kemaksiatan yang besar maupun yang kecil. Juga suci dari kesalahan dan lupa, bahkan harus suci pula dari perkara yang mubah tetapi mengurangi kewibawaan, seperti terlalu banyak makan, tertawa terbahak-bahak, dan dari segala perkara yang dianggap rendah oleh masyarakat. Al-‘Ishmah seperti ini ada pada para Nabi dan para Imam dari kalangan Ahlul-Bait” [‘Aqiidatul-Imaamah oleh Muhammad Ridla Al-Mudlaffar, hal. 53-54; Al-Maktabah Al-Islamiyyah Al-Kubraa, tanpa tahun].
Muhammad Al-Husain Kasyful-Ghithaa’ menyatakan :
“…..dan para imam itu disyaratkan pula harus sebagai orang-orang yang ma’shum seperti Nabi, yaitu terjaga dari kesalahan dan terjaga pula dari berbuat salah….” [Ashlusy-Syii’ah wa Ushuuluhaa oleh Muhammad Al-Husain Kasyful-Ghithaa’, hal. 102; Manshurat Maktabah Al-Irfan, Beirut, Cet. 9].
Padahal Allah ta’ala telah menjelaskan bagaimana seorang Nabi pun dapat terjatuh dalam kesalahan dan lupa, dan kemudian Allah menegurnya sehingga mereka (para Nabi tersebut) rujuk serta bertaubat kepada-Nya.
وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَى آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا
“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat” [QS. Thaha : 115].
فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah : 37].
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا * قَالَ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا
“Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku". Musa berkata : "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku" [QS. Al-Kahfi : 72-73].
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [QS. At-Tahriim : 1].
‘Aliy radliyallaahu pun pernah berbuat salah ketika ia membakar kaum Zanaadiqah sebagaimana telah disebutkan haditsnya di atas.
Lantas,….. sikap mereka itu merupakan bukti cinta ataukah ‘penuhanan’ ?.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kemunculan para pengikut hawa nafsu seperti ini sebagaimana tertera riwayat :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى، قَالَا: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ. ح وحَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ، قَالَ: حَدَّثَنِي صَفْوَانُ نَحْوَهُ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَزْهَرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَرَازِيُّ، عَنْ أَبِي عَامِرٍ الْهَوْزَنِيِّ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ، أَنَّهُ قَامَ فِينَا، فَقَالَ: أَلَا إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا، فَقَالَ: " أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ، زَادَ ابْنُ يَحْيَى، وَعَمْرٌو فِي حَدِيثَيْهِمَا: وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ لِصَاحِبِهِ، وَقَالَ عَمْرٌو: الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلَا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Yahyaa, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Abul-Mughiirah : Telah menceritakan kepada kami Shafwaan. Dan telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin ‘Utsmaan : Telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Shafwaan yang semisalnya, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Azhar bin ‘Abdillah Al-Haraaziy, dari Abu ‘Aamir Al-Hauzaniy, dari Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan, bahwasannya ia pernah berdiri di hadapan kami lalu berkata : “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan kami, lalu bersabda : ‘Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan Ahlul-Kitaab telah terpecah menjadi tujuhpuluh dua golongan. Adapun umat ini, akan terpecah menjadi tujuhpuluh tiga golongan. Tujuhpuluh dua golongan masuk ke dalam neraka, dan hanya satu yang masuk surga, yaitu Al-Jamaa’ah’. Yahyaa dan ‘Amru menambahkan dalam haditsnya lafadh : “Dan sesungguhnya akan keluar dari umatku beberapa kaum yang yang mengikuti hawa nafsunya sebagaimana seekor anjing mengikuti tuannya”. ‘Amru berkata : “Seekor anjing akan selalu bersama tuannya, yang jika ada sekerat daging atau tulang, pasti ia akan mengikutinya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4597; shahih].
Tidaklah aneh jika kita dapati para ulama salaf bersikap keras terhadap Raafidlah dikarena penyimpangan mereka yang amat jauh dari Islam.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُبَيْشٍ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْحُلْوَانِيُّ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، ثنا أَبُو شِهَابٍ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ لِي طَلْحَةُ بْنُ مُصَرِّفٍ: " لَوْلا أَنِّي عَلَى وُضُوءٍ لأَخْبَرْتُكَ بِمَا تَقُولُ الرَّافِضَةُ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy bin Hubaisy : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yahyaa Al-Hulwaaniy : Telah menceritakan kepada kami Abu Syihaab, dari Al-Hasan bin ‘Amru, ia berkata : Thalhah bin Musharrif pernah berkata kepadaku : “Seandainya aku tidak dalam keadaan wudlu (suci), niscaya aku khabarkan kepadamu apa yang dikatakan oleh Raafidlah” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 5/15; shahih].[26]
Thalhah bin Musharrif bin ‘Amru bin Ka’b Al-Hamdaaniy Al-Yaamiy, seorang ulama dari kalangan tabi’iin kecil, termasuk thabaqah ke-5, wafat tahun 112 H; qaari’, tsiqah, lagi mempunyai keutamaan [lihat biografinya dalam : Tahdziibul-Kamaal, 13/433-437 no. 2982, Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 5/191-193 no. 70].
أنا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ، ثنا أَبِي، قَالَ: أَخْبَرَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، قَالَ: سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ، يَقُولُ: لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ، أَشْهَدُ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَةِ
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdurrahmaan : Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Harmalah bin Yahyaa, ia berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy berkata : “Aku tidak pernah melihat seorang pun dari pengikut hawa nafsu yang aku saksikan kedustaannya daripada Raafidlah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Aadaabusy-Syaafi’iy, hal. 144; hasan].[27]
وَأَنْبَأَنَاهُ أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْحُلْوَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: " مَا رَأَيْتُ قَوْمًا أَشْبَهَ بِالنَّصَارَى مِنَ السَّبَائِيَّةِ "، قَالَ أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ: هُمُ الرَّافِضَةُ
Telah memberitakan kepada kami Ahmad bin Yahyaa Al-Hulwaaniy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Abdillah bin Yuunus, dari Ibnu Abi Dzi’b[28], dari Az-Zuhriy, ia berkata : “Aku tidak pernah melihat satu kaum yang lebih menyerupai Nashara daripada kelompok Sabaa’iyyah”. Ahmad bin Yuunus berkata : “Mereka itu adalah Raafidlah” [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syaari’ah, 3/567 no. 2083; shahih].
Itulah Syi’ah Raafidlah. Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengetahuinya dan sekaligus mewaspadainya.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الآدَمِيُّ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْمَاعِيلَ قَالَ: نَا الْفَضْلُ بْنُ سَهْلٍ، قَالَ: نَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ، قَالَ: نَا فُضَيْلُ بْنُ مَرْزُوقٍ، قَالَ: سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ بْنَ الْحَسَنِ بْنِ الْحَسَنِ، أَخَا عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَسَنِ يَقُولُ: " قَدْ وَاللَّهِ مَرَقَتْ عَلَيْنَا الرَّافِضَةُ كَمَا مَرَقَتِ الْحَرُورِيَّةُ عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Al-Aadaamiy Ahmad bin Muhammad bin Ismaa’iil, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Fadhl bin Sahl, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairiy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Fudlail bin Marzuuq, ia berkata : Aku mendengar Ibraahiim bin Al-Hasan bin Al-Hasan, saudara ‘Abdullah bin Al-Hasan, berkata : “Sungguh, demi Allah, Raafidlah telah keluar (ketaatan) terhadap kami (Ahlul-Bait) sebagaimana Al-Haruuriyyah telah keluar (ketaatan) terhadap ‘Aliy bin Abi Thaalib” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 36; hasan].[29]
Ibraahiim bin Al-Hasan bin Al-Hasan adalah anggota Ahlul-Bait dari jalur Al-Hasan bin ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Ibnu Hibbaan berkata : “Ia termasuk di antara pemimpin penduduk Madiinah, dan Ahlul-Bait yang mulia/agung” [Masyaahir ‘Ulamaa Al-Amshaar, hal. 155 no. 995].
Wallaahul-Musta’aan.
[abul-jauzaa’ – 1432 H, ngaglik, sleman, yogyakarta].


[1]      Dalam riwayat lain : “Wahai penduduk ‘Iraaq” atau “Wahai penduduk Kuufah”.
[2]      Al-Bukhaariy berkata : “Berubah hapalannya di akhir umurnya” [Al-Kabiir, 1/208 no. 654].
Abu Haatim berkata : “’Aarim bercampur hapalannya di akhir umurnya dan hilang akalnya (hapalannya). Barangsiapa yang mendengar riwayatnya sebelum tercampur hapalannya, maka riwayatnya itu shahih. Aku menulis riwayat darinya sebelum tercampur hapalannya pada tahun 214 H, dan aku tidak mendengar riwayat darinya setelah bercampur hapalannya. Barangsiapa yang menulis (riwayat) darinya sebelum tahun 220 H, maka riwayatnya itu jayiid [Al-Jarh wat-Ta’diil 8/59 no. 268].
Abu Dawud berkata : Telah sampai kepada kami bahwasannya ‘Aarim diingkari (riwayatnya) pada tahun 213 H (karena ikhtilath), lalu hapalannya kembali, dan kemudian menjadi sempurna ikhtilath-nya tahun 216 H” [Adl-Dlu’afaa’ Al-Kabiir, hal. 1277 no. 1684].
Al-‘Ijliy berkata : “Orang Bashrah yang tsiqah, laki-laki yang shaalih. Bercampur hapalannya setahun atau dua tahun sebelum kematiannya” [Ma’rifatuts-Tsiqaat, 2/5 no. 806].
An-Nasaa’iy berkata : “Ia salah seorang di antara orang-orang tsiqah sebelum bercampur hapalannya” [As-Sunan Al-Kubraa].
Al-‘Uqailiy berkata : “Bercampur hapalannya di akhir umurnya”. Lalu ia berkata : Telah berkata kakekku : “Aku melakukan ibadah haji tahun 215 H, dan kemudian aku kembali ke Bashrah yang ternyata ‘Aarim telah berubah hapalannya. Aku tidak mendengar/meriwayatkan (hadits) darinya sedikitpun setelah itu hingga ia meninggal pada tahun 224 H”. Al-‘Uqailiy juga berkata : “Barangsiapa yang mendengar riwayat dari ‘Aarim sebelum tercampur hapalannya, maka ia termasuk orang-orang tsiqah. Perbincangan mengenai dirinya hanya setelah bercampur hapalannya” [Adl-Dlu’afaa’ Al-Kabiir, hal. 1277].
Ibnu Hibbaan berkata : “Ikhtilath (bercampur hapalannya) di akhir umurnya hingga ia tidak mengetahui apa yang diriwayatkannya sehingga banyak pengingkaran dalam riwayatnya” [Al-Majruuhiin, 2/311 no. 993].
Ad-Daaruquthniy berkata : “’Aarim Abun-Nu’maan tsiqah, berubah hapalannya di akhir umurnya. Akan tetapi tidak nampak adanya hadits munkar setelah ikhtilath-nya” [Mausu’ah Aqwaal Ad-Daaruquthniy, hal. 614 no. 3302]. Adz-Dzahabiy berhujjah dengan perkataan Ad-Daaruquthniy ini ketika membantah perkataan Ibnu Hibbaan di atas.
Akan tetapi ini perlu mendapat kritikan. Terdapat beberapa bukti bahwa ia kacau dalam periwayatan di akhir umurnya.
Al-‘Uqailiy telah membawakan hadits tentang keutamaan bersedekah (فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ“Maka jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan setengah biji kurma.); yaitu dari Muhammad bin ‘Ismaa’iil dan ‘Aliy bin ‘Abdil-‘Aziiz, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Aarim Abun-Nu’maan – berkata ‘Aliy : yaitu pada tahun 217 H - , ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Humaid, dari Anas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : …..(al-hadits)…..
Akan tetapi dalam riwayat kakeknya, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Aarim pada tahun 218 H : Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah, dari Humaid, dari Al-Hasan : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : lalu disebutkan hadits yang semisal. Ada ketidakakuratan penyebutan perawi setelah Hammaad; dan ini berasal dari ‘Aarim.
Yang menguatkan hal itu, Al-‘Uqailiy menyebutkan pengingkaran ‘Affaan akan riwayat pertama (dari Anas) kemudian berkata : “Adapun kami, maka telah menceritakan kepada kami Hammaad bin salamah, dari Humaid, dari Al-Hasan : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Jagalah diri kalian akan api neraka meskipun hanya dengan setengah biji kurma” [lihat Adl-Dlu’afaa’, hal. 1277].
Abu Dawud pun menyebutkan riwayat yang menunjukkan tercampur hapalannya di akhir umurnya tentang hadits puasa saat safar [lihat : Tahdziibul-Kamaal 26/291].
Penjelasan menarik mengenai ikhtilaath ‘Aarim ini bisa rekan-rekan baca pada kitab Al-Mukhtalithiin karya Al-‘Alaaiy, hal. 116-119 no. 41 berserta catatan kaki dari muhaqqiq/mu’alliq (Dr. Raf’at Fauziy & ‘Aliy bin ‘Abdil-Baasith).
[3]      Riwayat Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat (5/110) :
أَخْبَرَنَا عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: أخبرنا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ حُسَيْنٍ: " أَحِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ، فَوَاللَّهِ مَا زَالَ بِنَا مَا تَقُولُونَ، حَتَّى بَغَّضْتُمُونَا إِلَى النَّاسِ "
[4]      Riwayat Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh (41/392) :
[41 : 392] قرأت على أبي غالب بن البنا، عن أبي محمد الجوهري، عن أبي عمر بن حَيَّوَيْهِ، أَنَا سليمان بن إسحاق، نا الحارث بن أبي أسامة، نا محمد بن سعد، نا عفان بن مسلم، نا حماد بن زيد، نا يحيى بن سعيد، قَالَ: قَالَ علي بن حسين: أحبونا حب الإسلام، فوالله ما زال بنا ما تقولون حتى بغضتمونا إلى الناس.
[5]      Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (3/136) :
حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الْغِطْرِيفِيُّ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو خَلِيفَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْحَجَبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيَّ بْنَ الْحُسَيْنِ، وَاجْتَمَعَ عَلَيْهِ نَاسٌ، فَقَالُوا لَهُ ذَلِكَ الْقَوْلَ، فَقَالَ لَهُمْ: " أَحِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ لِلَّهِ G فَإِنَّهُ مَا بَرِحَ بِنَا حُبُّكُمْ حَتَّى صَارَ عَلَيْنَا عَارًا "
[6]      Riwayat Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh (41/374) :
أَخْبَرَنَا أبو الحسين بن الفراء، وأبو غالب، وأبو عبد الله، ابنا البنا، قَالُوا: أنا أبو جعفر المعدل، أنا أبو طاهر المخلص، نا أحمد بن سليمان، قَالَ: قَالَ زبير: قَالَ عمي مصعب بن عبد الله: ذكر حماد بن زيد، عن يحيى بن سعيد، قَالَ: قَالَ: سمعت علي بن الحسين، وكان أفضل هاشمي أدركته، يقول: يأيها الناس أحبونا حب الإسلام، فما برح بنا حبكم حتى صار علينا عارا.
[7]      Riwayat Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh (41/392) :
[41 : 392] أَخْبَرَنَا أبو القاسم ابن السمرقندي، أنا أبو علي الحسن بن محمد بن القاسم بن رستة، أَنْبَأَ هلال بن محمد بن جعفر، نا أبو العباس أحمد بن محمد بن صالح البروجردي، نا إبراهيم بن الحسين بن دازيل الكسائي، نا سليمان بن حرب، نا حماد بن زيد، عن يحيى بن سعيد، قَالَ: شهدت علي بن حسين، يقول لبعض أولئك الكوفيين: ويحك أحبونا حب الإسلام، فوالله ما برح بنا هذا الأمر حتى صار علينا عارا، أو صار علينا عيبا.
[8]      Riwayat Al-Khallaal dalam As-Sunnah (no. 798) :
أَخْبَرَنَا الدُّورِيُّ، قَالَ: ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ، قَالَ: ثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ: " يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ، حِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ، فَوَاللَّهِ إِنْ زَالَ بِنَا حُبُّكُمْ حَتَّى صَارَ عَلَيْنَا شَيْنًا "
[9]      Riwayat Al-Laalikaaiy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad (no.2683) :
أنا عَلِيُّ بْنُ عُمَرَ التَّمَّارُ، قَالَ: نا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: نا عَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: نا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي سُفْيَانُ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ: " يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ أَحِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ، فَوَاللَّهِ إِنْ زَالَ بِنَا حُبُّكُمْ حَتَّى صَارَ عَلَيْنَا شَيْنًا "
[10]     Riwayat Al-Haakim dalam Al-Mustadrak (3/175) :
أَخْبَرَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ دُحَيْمٍ الشَّيْبَانِيُّ بِالْكُوفَةِ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ حَازِمِ بْنِ أَبِي غَرَزَةَ، ثنا عَلِيُّ بْنُ قَادِمٍ، ثنا عَبْدُ السَّلامِ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: كُنَّا عِنْدَ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ فَجَاءَ قَوْمٌ مِنَ الْكُوفِيِّينَ، فَقَالَ عَلِيٌّ: يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ أَحِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ، سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ، لا تَرْفَعُونِي فَوْقَ قِدْرِي، فَإِنَّ اللَّهَ اتَّخَذَنِي عَبْدًا قَبْلَ أَنْ يَتَّخِذَنِي نَبِيًّا "، فَذَكَرْتُهُ لِسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، فَقَالَ: " وَبَعْدَ مَا اتَّخَذَهُ نَبِيًّا ". هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الإِسْنَادِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ
[11]     Riwayat Ad-Duulabiy dalam Adz-Dzuriyyah Ath-Thaahirah An-Nabawiyyah (1/89-90 no.159) :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الصُّوفِيُّ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ قَاسِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلامِ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ فَجَاءَهُ نَفَرٌ مِنَ الْكُوفِيِّينَ فَقَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ: يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ أَحِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ فَإِنِّي سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ لا تَرْفَعُونِي فَوْقَ حَقِّي فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدِ اتَّخَذَنِي عَبْدًا قَبْلَ أَنْ يَتَّخِذَنِي نَبِيًّا " قَالَ يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ: فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ فَقَالَ: " وَبَعْدَمَا اتَّخَذَهُ نَبِيًّا "
[12]     Riwayat Al-Mu’aafaa bin ‘Imraan Al-Muushiliy dalam Az-Zuhd (1/242-243 no. 100) :
حَدَّثَنَا أَبُو شِهَابٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لا تَرْفَعُونِي فَوْقَ حَقِّي، فَإِنَّ اللَّهَ اتَّخَذَنِي عَبْدًا قَبْلَ أَنْ يَتَّخِذَنِي نَبِيًّا "
[13]     Riwayat Hannaad As-Sarriy dalam Az-Zuhd (no. 797) :
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لا تَرْفَعُونِي فَوْقَ حَقِّي، فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدِ اتَّخَذَنِي عَبْدًا قَبْلَ أَنْ يَتَّخِذَنِي رَسُولا "، قَالَ يَحْيَى: قُلْتُ لِسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، فَقَالَ: وَبَعْدَ أَنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ كَانَ عَبْدًا
[14]     Itiihaaful-Khairah oleh Al-Buushiriy (no. 8645) :
وَقَالَ الْحَارِثُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي أُسَامَةَ: ثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوُلِيدِ، ثَنَا الْأَشْجَعِيُّ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تَرْفَعُونِي فَوْقَ حَقِّي، إِنَّ اللَّهَ اتَّخَذَنِي عَبِدًا قَبِلَ أَنِ يَتَّخِذَنِي نَبِيًّا "
[15]     Bughyatul-Baahits oleh Al-Haitsamiy (no. 956) :
حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، ثنا الأَشْجَعِيُّ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لا تَرْفَعُونِي فَوْقَ حَقِّي، إِنَّ اللَّهَ اتَّخَذَنِي عَبْدًا قَبْلَ أَنْ يَتَّخِذَنِي نَبِيًّا "
[16]     Riwayat Ibnul-Mubaarak dalam Az-Zuhd war-Raqaaiq (no. 984) :
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوِ اتَّخَذْنَا لَكَ شَيْئًا تَرْتَفِعُ عَلَيْهِ، تُكَلِّمُ مِنْهُ النَّاسَ، فَقَالَ: " لا أَزَالُ بَيْنَكُمْ تَطَئُونَ عَقِبِي حَتَّى يَكُونَ اللَّهُ يَرْفَعُنِي " ثُمَّ قَالَ: " لا تَرْفَعُونِي فَوْقَ حَقِّي، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى اتَّخَذَنِي عَبْدًا قَبْلَ أَنْ يَتَّخِذَنِي رَسُولًا "
[17]     Ia diperselisihkan status kebershahabatannya dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
[18]     Riwayat Ad-Duulabiy dalam Al-Kunaa (no. 2068) :
وذكر أَبُو كُرَيْبٍ قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ يَزِيدَ أَبُو يَزِيدَ الرَّازِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَطَاءُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُبَيْرٍ الْخُزَاعِيِّ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَرَفَعُوا عَلَيْهِ مُلاءَةً يُظِلُّونَهُ مِنَ الشَّمْسِ فَقَالَ: " لا تَرْفَعُونِي إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ "
[19]     Riwayat Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no. 996) :
ثنا أَبُو سَعِيدٍ الأَشَجُّ، ثنا أَبُو خَالِدٍ الأَحْمَرُ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيَّ بْنَ الْحُسَيْنِ، يَقُولُ: يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ، أَحِبُّونَا لِحُبِّ الإِسْلامِ، فَوَاللَّهِ إِنَّهُ زَادَ حُبُّكُمْ بِنَا حَتَّى صَارَ شَيْنًا "
[20]     Riwayat Al-Laalikaaiy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad (no.2682) :
أنا عَلِيُّ بْنُ عُمَرَ، نا مُكْرَمُ بْنُ أَحْمَدَ، قَالَ: نا عَبْدُ الْكَرِيمِ بْنُ الْهَيْثَمِ، قَالَ: نا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: نا أَبُو خَالِدٍ الأَحْمَرُ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، يَقُولُ: " يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ، أَحِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ، فَوَاللَّهِ مَا زَالَ حُبُّكُمْ بِنَا حَتَّى صَارَ شَيْنًا "
[21]     Riwayat Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh (41/391) :
أَخْبَرَنَا أبو غالب محمد بن الحسن بن علي، أَنَا عبد الله بن الحسن بن محمد، أَنَا عبيد الله بن أحمد بن علي، نا داود بن عبد الرحمن بن محمد الكاتب، نا أبو سعيد الأشج، نا أبو خالد، عن يحيى بن سعيد، قَالَ: سمعت علي بن حسين، يقول: يَأَهْلَ العراق أحبونا بحب الإسلام، فوالله ما زال حبكم بنا حتى صار سبة.
[22]     Riwayat Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh (41/392) :
أَخْبَرَنَا أبو القاسم الشحامي، أنا أبو سعد الأديب، أنا أبو سعيد محمد بن البراء، أنا أبو لبيد محمد بن إدريس، نا سويد بن سعيد، نا محمد بن حازم أبو معاوية، عن يحيى بن سعيد، عن علي بن حسين، قَالَ: يَأَهْلَ العراق أحبونا حب الإسلام، ولا تحبونا حب الأصنام، فما زال بنا حبكم حتى صار علينا شينا.
[23]     Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (3/137) :
حَدَّثَنَا أَبُو حَامِدِ بْنُ جَبَلَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ الثَّقَفِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعْدَانُ بْنُ يَزِيدَ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُجَاعُ بْنُ الْوَلِيدِ، قَالَ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ حَوْشَبٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ، قَالَ: " يَا مَعْشَرَ أَهْلِ الْعِرَاقِ، يَا مَعْشَرَ أَهْلِ الْكُوفَةِ، أَحِبُّونَا حُبَّ الإِسْلامِ، وَلا تَرْفَعُونَا فَوْقَ حَقِّنَا "
[24]     Rekan-rekan bisa membaca pembahasan mengenai teman ini pada artikel : Berdiri untuk Seseorang.
[25]     Orang-orang Syi’ah telah berusaha mendla’ifkan riwayat ini, namun gagal. Mereka mengatakan bahwa riwayat ‘Ikrimah dari ‘Aliy itu munqathi’ (terputus). Tentu saja pemahaman ini tertolak, sebab dalam riwayat lain disebutkan :
حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ ذَكَرَ نَاسًا أَحْرَقَهُمْ عَلِيٌّ، فَقَالَ: لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أَحْرِقْهُمْ بِالنَّارِ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ "، وَلَوْ كُنْتُ أَنَا لَقَتَلْتُهُمْ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ، فَاقْتُلُوهُ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah, dari Ayyuub, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas, bahwasannya ia (Ibnu ‘Abbaas) menyebutkan orang-orang yang dibakar ‘Aliy, maka ia berkata : “Seandainya itu terjadi padaku, niscaya aku tidak akan membakar mereka dengan api, karena larangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Janganlah menyiksa dengan siksaan Allah’. Dan niscaya aku juga akan bunuh mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 7/655].
Riwayat ini mempunyai banyak penguat, di antaranya :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، قَالَ: حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ عَلِيًّا أُتِيَ بِنَاسٍ مِنَ الزُّطِّ يَعْبُدُونَ وَثَنًا فَأَحْرَقَهُمْ، قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: إِنَّمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam, dari Qataadah, dari Anas : Bahwasannya dihadapkan kepada ‘Aliy orang dari Az-Zuth yang menyembah berhala. Kemudian ia (‘Aliy) membakar mereka. Ibnu ‘Abbaas berkata : “Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia" [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 4076].
Riwayat ini shahih, semua perawinya tsiqaat, dan sanadnya bersambung. Pada artikel sebelumnya saya menuliskan penghukuman dalam hadits ini dla’iif, karena sebab Qataadah, ia seorang mudallis yang membawakan riwayat dengan ‘an’anah. Akan tetapi setelah meneliti lebih lanjut tentang tadlis Qataadah ini, nampak bagi saya bahwa tadlis Qataadah ini harus dikembalikan pada asal pertemuan antara ia dengan syaikhnya. Banyak ulama terdahulu yang mengistilahkan irsaal dengan tadlis. Tadlis Qataadah ini maknanya adalah irsaal (yaitu ia banyak memursalkan riwayat). Qataadah adalah salah seorang perawi yang banyak meriwayatkan dari Anas. ‘An’anah Qataadah dari Anas ini dihukumi bersambung. Al-Bukhaariy dan Muslim telah berhujjah dalam kitab Shahih-nya atas ‘an’anah Qataadah dari Anas. Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah semula tidak berhujjah ‘an’anah Qataadah, namun kemudian beliau rujuk menerima jika dapat dipastikan bahwa ia memang pernah bertemu dengan syaikhnya.
Lebih lanjut bahasan akan ‘an’anah Qataadah, bisa dibaca dalam kitab Manhajul-Mutaqaddimiin fit-Tadliis oleh Naashir bin Hamd Al-Fahd.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا قَيْسُ بْنُ الرَّبِيعِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو حَصِينٍ، عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ جَابِرٍ، قَالَ: " أُتِيَ عَلِيٌّ بِزَنَادِقَةٍ فَقَتَلَهُمْ ثُمَّ حَفَرَ لَهُمْ حُفْرَتَيْنِ فَأَحْرَقَهُمْ فِيهَا "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Ja’d, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Qais bin Ar-Rabii’, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Hushain, dari Qabiishah bin Jaabir, ia berkata : “Didatangkan kaum Zanadiqah kepada ‘Aliy, lalu ia membunuhnya. Kemudian ia menggali dua buah lubang/parit, dan ‘Aliypun membakar mereka di dalamnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunyaa dalam Al-Isyraaf fii Manaazilil-Asyraaf no. 270].
Semua perawinya tsiqah, kecuali Qais bin Ar-Rabii’. Ia semula seorang yang tsiqah, namun kemudian banyak ulama ulama meninggalkan haditsnya karena berubahnya hapalannya di akhir usianya.
حدثنا أبو بكر بن عياش عن أبي حصين عن سويد بن غفلة أن عليا حرق زنادقة بالسوق ، فلما رمى عليهم بالنار قال : صدق الله ورسوله ، ثم انصرف فاتبعته ، فالتفت إلي قال : سويد ؟ قلت ، نعم ، فقلت : يا أمير المؤمنين سمعتك تقول شيئا ؟ فقال : يا سويد ! إني بقوم جهال ، فإذا سمعتني أقول : " قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " فهو حق
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy, dari Abu Hushain, dari Suwaid bin Ghafalah : Bahwasannya ‘Aliy pernah membakar orang-orang zindiq di pasar. Ketika ia membakarnya, ia berkata : “Allah dan Rasul-Nya benar”. Kemudian ia berpaling dan akupun mengikutinya. Ia menengok kepadaku dan berkata : “Suwaid ?”. Aku berkata : “Benar”. Aku lalu berkata : “Wahai Amiirul-Mukminiin, aku telah mendengarmu mengatakan sesuatu”. ’Aliy berkata : “Wahai Suwaid, sesungguhnya aku tinggal bersama kaum yang bodoh. Jika engkau mendengarku mengatakan : ‘Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka itu benar” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 10/141 & 12/391-392].
Ibnu Abi Syaibah dalam periwayatannya dari Abu Bakr bin ‘Ayyaasy mempunyai mutaba’ah dari Khalaad bin Aslaam sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 570, Yahyaa bin ‘Abdil-Hamiid sebagaimana diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah no. 384, dan Asy-Syaafi’iy sebagaimana dalam Al-Umm 7/200. Oleh karena itu, riwayat ini shahih.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: كَانَ أُنَاسٌ يَأْخُذُونَ الْعَطَاءَ وَالرِّزْقَ وَيُصَلُّونَ مَعَ النَّاسِ، كَانُوا يَعْبُدُونَ الْأَصْنَامَ فِي السِّرِّ، فَأُتِيَ بِهِمْ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَوَضَعَهُمْ فِي الْمَسْجِدِ، أَوْ قَالَ: فِي السِّجْنِ، ثُمّ قَالَ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ، مَا تَرَوْنَ فِي قَوْمٍ كَانُوا يَأْخُذُونَ الْعَطَاءَ وَالرِّزْقَ وَيَعْبُدُونَ هَذِهِ الْأَصْنَامَ؟ " قَالَ النَّاسُ: اقْتُلْهُمْ، قَالَ: " لَا، وَلَكِنِّي أَصْنَعُ بِهِمْ كَمَا صُنِعَ بِأَبِينَا إبْرَاهِيمَ، صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِ، فَحَرَّقَهُمْ بِالنَّارِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahiim bin Sulaimaan, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Ubaid, dari ayahnya, ia berkata : “Ada sekelompok orang yang mengambil bagian harta dari baitul-maal, shalat bersama orang-orang lainnya, namun mereka menyembah berhala secara diam-diam. Maka didatangkanlah mereka ke hadapan ‘Aliy bin Abi Thaalib, lalu menempatkan mereka di masjid – atau di penjara – . ‘Aliy berkata : ‘Wahai sekalian manusia, apa pendapat kalian tentang satu kaum yang mengambil bagian harta dari baitul-maal bersama kalian, namun mereka menyembah berhala-berhala ini ?’. Orang-orang berkata : ‘Bunuhlah mereka !’. ‘Aliy berkata : ‘Tidak, akan tetapi aku melakukan sesuatu kepada mereka sebagaimana mereka dulu (yaitu para penyembah berhala) melakukannya kepada ayah kita Ibraahiim’.  Lalu ia membakar mereka dengan api” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 10/142 & 12/392; sanadnya shahih]
عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، " أَنَّهُ حَرَقَ زَنَادِقَةً مِنَ السَّوَادِ بِالنَّارِ "
Dari ayahnya, dari kakeknya, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya ia membakar orang-orang Zanaadiqah berkulit hitam dengan api” [Diriwayatkan oleh Zaid bin ‘Aliy dalam Musnad-nya 1/303].
Riwayat ini shahih.
Dengan fakta ini, bagaimana bisa dikatakan riwayat ‘Aliy yang membakar kaum Zanaadiqah itu dla’iif ?
Rekan-rekan bisa membaca penjelasan lanjutan di artikel : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/05/shahih-aliy-bin-abi-thaalib.html
[26]     Muhammad bin ‘Aliy bin Hubaisy (bin Ahmad bin Naaqid) adalah perawi yang tsiqah [Mishbaahul-Ariib, 3/190 no. 24886].
Ahmad bin Yahyaa (bin Ishaaq, Abu Ja’far Al-Bajaliy) Al-Hulwaaniy juga perawi tsiqah [idem, 1/176 no. 3293].
Ahmad bin ‘Abdillah bin Yuunus bin ‘Abdillah bin Qais At-Tamiimiy Al-Yarbuu’iy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi haafidh. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk thabaqah ke-10, lahir tahun 133 H, wafat tahun 227 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 93 no. 63].
Abu Syihaab, namanya adalah ‘Abdu Rabbih bin Naafi’ Al-Kinaaniy Al-Hanaath. Ibnu Hajar menyimpulkan ia seorang yang shaduuq, namun banyak ragu. Akan tetapi yang benar, ia seorang yang tsiqah. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk thabaqah ke-8, wafat tahun 171/172 H [idem, hal. 568 no. 3814; dan Tahriirut-Taqriib 2/304 no. 3790].
Al-Hasan bin ‘Amru Al-Fuqaimiy At-Tamiimiy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Dipakai Al-Bukhaariy, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk thabaqah ke-6, wafat tahun 142 H [At-Taqriib, hal. 241 no. 1277].
[27]     Semua perawinya tsiqah kecuali Harmalah bin Yahyaa bin ‘Abdillah At-Tajiibiy, Abu Hafsh Al-Mishriy; seorang yang shaduuq. Dipakai Muslim, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk thabaqah ke-11, lahir tahun 160 H, wafat tahun 243/244 H [idem, hal. 229 no. 1185].
[28]     Ibnu Abi Dzi’b, namanya adalah Muhammad bin ‘Abdirrahmaan bin Al-Mughiirah bin Al-Haarits bin Abi Dzi’b Al-Qurasyiy Al-‘Aamiriy, Abul-Haarits Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, faqiih, lagi mempunyai keutamaan. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk thabaqah ke-7 dari kalangan kibaaru atbaa’ut-taabi’iin, wafat tahun 157/158 H [idem, hal. 871 no. 6122].
[29]     Ahmad bin Muhammad bin ismaa’iil Abu Bakr Al-Muqri’ Al-Aadamiy; seorang yang tsiqah [Mishbaahul-Ariib, 1/140 no. 2548].
Al-Fadhl bin Sahl bin Ibraahiim Al-A’raj, Abul-‘Abbaas Al-Khuraasaaniy; seorang yang shaduuq. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’iy. Termasuk thabaqah ke-11, wafat tahun 255 H [At-Taqriib, hal. 782-783 no. 5438].
Abu Ahmad Az-Zubairiy, namanya adalah : Muhammad bin ‘Abdillah bin Az-Zubair bin ‘Umar bin Dirham Al-Asadiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat, namun ia keliru dalam hadits Ats-Tsauriy. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk thabaqah ke-9 dari kalangan shighaaru atbaa’ut-taabi’iin, wafat tahun 203 H [idem, hal. 861 no. 6055].
Al-Fudlail bin Marzuuq, seorang yang shaduuq, hasan haditsnya [keterangan mengenainya dapat dibaca di sini].

Comments

Anonim mengatakan...

Saya suka artikel ini. Jazakalloh ya ustadz. Memang mencintai ahlul bayt adalah keharusan, tetapi kita berlepas diri dari kecintaan ala syi'ah.

Anonim mengatakan...

afwan ust.prtanyaan ana keluar dr teman.., Apa hukumx nikah lewat internet, mksdx IJab Qabulnya lewat media internet..?? syukran jawabax..,