Barangsiapa yang Meninggal Pada Hari Jum’at atau Malam Jum’at………….


At-Tirmidziy rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، وَأَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ، قَالَا: حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْن أَبِي هِلَالٍ، عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ سَيْفٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Mahdiy dan Abu ‘Aamir Al-‘Aqadiy, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepadaku Hisyaam bin Sa’d, dari Sa’iid bin Abi Hilaal, dari Rabii’ah bin Saif, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak ada seorang muslim yang meninggal di hari Jum’at atau malam Jum’at, kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur” [As-Sunan, no. 1074].

Keterangan perawi :
1.      Muhammad bin Basyaar bin ‘Utsmaan Al-‘Abdiy Abu Bakr Al-Bashriy yang terkenal dengan sebutan Bundaar; seorang perawi yang tsiqah (167-252 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 828 no. 5791].
2.      ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy bin Hassaan bin ‘Abdirrahmaan Al-‘Anbariy Abu Sa’iid Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, tsabt, lagi haafidh (135-198 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 601 no. 4044].
3.      ‘Abdul-Malik bin ‘Amru Al-Qaisiy, Abu ‘Aamir Al-‘Aqdiy Al-Bashriy; seorang perawi tsiqah (w. 204/205 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 625 no. 4227].
4.      Hisyaam bin Sa’d Al-Madaniy, Abu ‘Abbaad atau Abu Sa’iid Al-Qurasyiy; seorang yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar berpredikat shaduuq, namun mempunyai beberapa keraguan (w. 160 H). Dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya sebagai syawaahid [lihat : idem hal. 1021 no. 7344, Tahdziibul-Kamaal 30/209, dan Tahdziibut-Tahdziib 4/11].
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Namun yang raajih, Hisyaam ini dla’iif. Ia telah didla’ifkan oleh jumhur ulama seperti Abu Ahmad bin ‘Adiy, Ahmad, Ibnu Ma’iin, An-Nasaa’iy, Abu Haatim, Ibnu Sa’d, Ibnu Abi Syaibah, Al-Fasawiy, Al-Baihaqiy, Al-‘Uqailiy, Ibnu Hibbaan, Abu Zur’ah (dalam satu riwayat), Ibnul-Madiniy, Muhammad bin ‘Abdillah Al-Barqiy, Yahyaa bin Sa’iid Al-Qaththaan, dan Ibnu ‘Abdil-Barr.
[lihat : Tahriirut-Taqriib, 4/39 no. 7294].
5.      Sa’iid bin Abi Hilaal Al-Laitsiy, Abul-‘Alaa’ Al-Mishriy; seorang yang shaduuq (w. 130/149 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 390 no. 2423].
6.      Rabii’ah bin Saif bin Maati’ Al-Mu’aafiriy Ash-Shanamiy Al-Iskandaraaniy; seorang yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar berpredikat shaduuq, namun mempunyai beberapa riwayat munkar (w. 120 H). [lihat : idem hal. 321 no. 1916].
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata :
Al-Bukhaariy berkata : “Mempunyai hadits-hadits munkar (‘indahu manaakir)”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Di lain riwayat ia berkata : “Dla’iif”. Ad-Daaruthniy berkata : “Shaalih”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat dan berkata : “Banyak salahnya”. Abu Sa’iid bin Yuunus berkata : “Dalam haditsnya terdapat pengingkaran”. Al-‘Ijliy berkata : “Tsiqah”. Abul-Fath Al-Azdiy berkata : “Dla’iif”.
Yang raajihwallaahu a’lam – mengenai diri Rabii’ah adalah ia seorang yang dla’iif yang mempunyai riwayat-riwayat munkar. Abu Ishaaq Al-Huwainiy menyimpulkan dla’iif. [lihat : Tahdziibul-Kamaal 9/113- no. 1876, Tahdziibut-Tahdziib, 3/256, dan Natsnun-Nabaal, hal. 496 no. 1072].
At-Tirmidziy berkata setelah membawakan riwayat ini :
هذا حديث غريب قال وهذا حديث ليس إسناده بمتصل ربيعة بن سيف إنما يروي عن أبي عبد الرحمن الحبلى عن عبد الله بن عمرو ولا نعرف لربيعة بن سيف سماعا من عبد الله بن عمرو 
“Hadits ini ghariib. Sanadnya tidak bersambung (muttashil), karena Rabii’ah bin Sa’if hanyalah meriwayatkan melalui perantaraan Abu ‘Abdirrahman Al-Hubuliy, dari ‘Abdullah bin ‘Amru. Dan kami tidak mengetahui penyimakan Rabii’ah dari ‘Abdullah bin ‘Amru” [As-Sunan, 2/372].
Keterputusan antara Rabii’ah dan ‘Abdullah bin ‘Amru yang dikatakan At-Tirmidziy ini disepakati oleh Al-‘Alaa’iy dalam Jamii’ut-Tahshil, hal. 174 no. 184 (tahqiq : Hamdiy bin ‘Abdil-Majiid As-Salafiy; Daaru ‘Aalamil-Kutub, Cet. 2/1407 H).
Walhasil, sanad hadits ini adalah lemah (dla’iif).
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ahmad 2/169, Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar no. 277, Abul-Hasan Ath-Thayuuriy dalam Ath-Thayuuriyaat 2/653, Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal 9/116; semuanya dari jalan Abu ‘Aamir, dari Hisyaam bin Sa’d; yang selanjutnya seperti hadits di atas.
Diriwayatkan juga Al-Marwaziy dalam Al-Jum’ah no. 12, dan darinya Ibnu ‘Asaakir dalam At-Ta’ziyah no. 108 : Telah menceritakan kepada kami Daawud bin ‘Amru : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy, dari Hisyaam bin Sa’d; yang selanjutnya seperti hadits di atas.
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thuusiy dalam Mukhtashar Al-Ahkaam Al-Mustakhraj ‘alaa Jaami’ At-Tirmidziy no. 971 : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin ishaaq Al-Jauhariy dan Abu Qilaabah, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Bisyr bin ‘Amru, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin Sa’d; selanjutnya seperti hadits di atas.
Sa’iid bin Abi Hilaal dalam periwayatannya dari Rabii’ah bin Sa’if mempunyai mutaba’ah dari Ibnu Juraij sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 5596. Ibnu Juraij tidak menjelaskan penyimakan riwayatnya, sedangkan ia seorang mudallis.
Rabii’ah bin Saif mempunyai mutaba’ah dari Abu Qabiil Al-Mu’aafiriy Al-Mishriy sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid no. 323, Ahmad 2/176 & 220, ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah 2/618 no. 1470, Al-Marwaziy dalam Al-Jum’ah no. 11, Al-Baihaqiy dalam Itsbaatu ‘Adzaabil-Qabr no. 136, dan Ibnu ‘Asaakir dalam Ta’ziyyatul-Muslim li-Akhihi no. 106-107, dari jalan Baqiyyah bin Al-Waliid; serta Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath 3/268 no. 3107, dari jalan Al-Waliid bin Muslim – keduanya (Baqiyyah dan Al-Waliid) : Telah mengkhabarkan kepada kami Mu’aawiyyah bin Sa’iid  At-Tujiibiy : Aku mendengar Abu Qabiil Al-Mishriy berkata : Aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Aash berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “…..(al-hadits)…”.
Keterangan :
a.    Baqiyyah bin Al-Waliid bin Shaaid bin Ka’b bin Huraiz Al-Kalaa’iy Al-Humairiy At-Taimiy, Abu Yuhmid Al-Himshiy; seorang yang shaduuq, namun banyak melakukan tadlis (taswiyyah) dan irsaal (110-197 H). Dipakai Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 174 no. 741]. Namun dalam sanad ini, Baqiyyah telah menjelaskan tashrih penyimakan hadits untuk setiap thabaqah perawinya, sehingga hilang kekhawatiran tadlis-nya.
b.    Al-Waliid bin Muslim Al-Qurasyiy, Abul-‘Abbaas Ad-Dimasyqiy; seorang yang tsiqah, namun banyak melakukan tadlis taswiyyah (w. 194/195 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 1041 no. 7506].
c.    Mu’aawiyyah bin Sa’iid bin Syuraih bin ‘Uzrah At-Tajiibiy Al-Mishriy; dikatakan Ibnu Hajar sebagai seorang yang maqbuul (yaitu jika ada mutaba’ah, namun jika tidak maka lemah) [idem, hal. 954 no. 6805].
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata :
Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ibnu Maakuulaa berkata : “’Aziizul-hadiits (kuat haditsnya)”. Sejumlah perawi tsiqaat atau shaduuq meriwayatkan darinya [lihat : Ats-Tsiqaat 9/166, Al-Ikmaal 1/526 (Syamiilah), dan Tahdziibul-Kamaal 28/174-176 no. 6053]. Oleh karena itu yang benar mengenai dirinya, ia berstatus shaduuq, hasanul-hadiits. Wallaahu a’lam.
d.    Abu Qabiiil namanya adalah : Huyay bin Haani’ bin Naadlir bin Yumni’ Al-Mishriy, Abu Qabiil Al-Mu’aafiriy; dikatakan Ibnu Hajar sebagai seorang yang shaduuq, namun banyak ragu/keliru (yahimhu) (w. 128 H).
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata :
Ahmad bin Hanbal berkata : “Tsiqah”. Abu Zur’ah berkata : “Tsiqah”. Ibnu Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Namun As-Saajiy menghikayatkan perkataan Ibnu Ma’iin : “Dla’’if”. Abu Haatim berkata : “Shaalihul-hadiits”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat, dan berkata : “Banyak keliru (yukhthi’)”. Ahmad bin Shaalih Al-Mishriy, Al-Fasawiy, dan Al-‘Ijliy mentsiqahkannya. Ad-Daaruquthniy berkata : “Tsiqah”. As-Saajiy berkata : Dla’iif”. Al-Haakim berkata dalam Al-Mustadrak : “Taabi’iy kabiir” [lihat : Tahdziibul-Kamaal bersama ta’liq-nya, 7/490-493 no. 1586, Mausu’ah Aqwaal Ad-Daaruquthniy hal. 232 no. 1128].
Saya pribadi cenderung pada penghukuman Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Ash-Shahiihah (4/299) bahwa ia seorang yang tsiqah, dengan sedikit kelemahan saja.
Sanad riwayat ini adalah hasan.
Diriwayatkan juga secara mauquf dari ‘Abdullah bin ‘Amru radliyallaahu ‘anhu oleh Al-Baihaqiy dalam Itsbaatu ‘Adzaabil-Qabr no. 137 : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah dan Abu Sa’iid, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Utsmaan bin Shaalih : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb : Telah mengkhabarkan kepadaku Ibnu Lahii’ah, dari Sinaan bin ‘Abdirrahmaan Ash-Shadafiy : Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash pernah berkata :
مَنْ تُوُفِّيَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وُقِيَ الْفَتَّانَ
“Barangsiapa yang meninggalkan pada hari Jum’at atau malam Jum’at, ia akan dilindungi dari fitnah” [selesai].
Seluruh perawinya terpercaya (tsiqaat), kecuali Sinaan bin ‘Abdirrahmaan Ash-Shadafiy – tidak diketemukan biografinya. Adapun Ibnu Lahii’ah, ia seorang yang tsiqah sebelum kitab-kitabnya terbakar yang menyebabkan hapalannya menjadi kacau. Di sini, Ibnu Wahb meriwayatkan darinya sebelum kitab-kitabnya terbakar.
Hadits ini mempunyai syawaahid, antara lain :
1.    Jaabir bin ‘Abdillah; sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu’aim 3/155, namun riwayat ini sangat lemah karena terdapat perawi yang bernama ‘Umar bin Muusaa bin Al-Wajiih. Abu Haatim berkata : “Telah memalsukan hadits”. An-Nasaa’iy berkata : “Matruukul-hadiits” [lihat : Mishbaahul-Ariib, 2/434 no. 19657].
2.    Anas bin Maalik; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir dalam At-Ta’ziyyah no. 109, akan tetapi riwayat ini palsu (maudlu’) karena dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Al-Husain bin ‘Ulwan (pemalsu hadits) dan Abaan bin Abi ‘Ayyaasy (matruuk).
Diriwayatkan juga oleh Ibnul-Jauziy dalam Al-‘Ilal Al-Mutanaahiyyah no. 781, dan ia berkata : “Hadits ini tidak shahih. Yahyaa berkata : ‘’Abdul-Waahid (yaitu perawi dalam sanad hadits ini - Abul-Jauzaa’) tidak ada apa-apanya (laisa bi-syai’)’. Al-Fallaas berkata : ‘Matruukul-hadiits’” [selesai].
Diriwayatkan pula oleh Abu Ya’laa dalam Al-Musnad no. 4113 dan Ibnu ‘Adiy dalam Adl-Dlu’afaa 8/382, namun riwayat ini lemah karena terdapat perawi yang bernama Waaqid bin Salaamah dan Yaziid Ar-Raqqaasyiy. Waaqid dikatakan Al-Bukhaariy : “Tidak shahih haditsnya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 9.50].. Ad-Daaruquthniy memasukkannya dalam Adl-Dlu’afaa (no. 554). Begitu juga Ibnu Hibbaan, Ibnu ‘Adiy, dan Al-‘Uqailiy. Adapun Yaziid bin Abaan Ar-Raqqaasyiy, maka seorang yang dla’iif (di-dla’if-kan jumhur ulama) [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1071 no. 7733]. Akan tetapi, riwayat di jalur ini bisa digunakan sebagai i’tibar.
3.    Abu Hurairah; sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Haniifah dalam Al-Musnad no. 66 (riwayat Al-Hashkafiy) & 635 (riwayat Ibnu Ya’quub), namun riwayat ini juga lemah (dla’iif).
Riwayat ini lemah keterputusan antara Al-Hasan bin Abil-Hasan atau Al-Hasan Al-Bashriy  dengan Abu Hurairah dan kelemahan dari Abu Haniifah sendiri dalam periwayatan hadits. Namun riwayat ini bisa dijadikan i’tibar.
4.    ‘Aliy bin Abi Thaalib; sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sa’d Al-Bashriy dalam Al-Amaaliy no. 91. Akan tetapi riwayat ini sangat lemah atau bahkan palsu, karena terdapat perawi Ashbagh bin Nabaatah (muttaham bil-kidzb), Sa’d bin Thariif (matruuk), Abul-Muqaatil (matruuk), dan Muhammad bin Al-Qaasim (matruuk).
5.    Beberapa orang tetangga Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir dalam At-Ta’ziyyah no. 111. Riwayat ini lemah karena Ibnu Lahii’ah, seorang yang lemah hapalannya karena kitab-kitabnya terbakar [At-Taqriib, hal. 538 no. 3587]. Juga, ‘Iisaa bin Muusaa, tidak diketemukan biografinya.
Diriwayatkan juga dari jalan mursal :
a.    ‘Abdurrazzaaq 3/268 : Dari Ibnu Juraij, dari seorang laki-laki, dari Ibnu Syihaab : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ مَاتَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، أَوْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، بَرِئَ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ "، أَوْ قَالَ: " وُقِيَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ، وَكُتِبَ شَهِيَدًا "
 “Barangsiapa yang meninggal pada malam Jum’at atau pada hari Jum’at, ia berlepas diri dari fitnah kubur – atau beliau berkata : dilindungi dari fitnah kubur dan ditulis sebagai seorang yang syahiid”.
Riwayat ini lemah karena mursal dan adanya perawi mubham.
b.    ‘Abdurrazzaaq 3/268 : Dari Ibnu Juraij, dari seorang laki-laki, dari Muthallib bin ‘Abdillah bin Hanthab, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Riwayat ini lemah karena mursal dan adanya perawi mubham.
c.    Ibnu ‘Asaakir dalam At-Ta’ziyyah : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Ishaaq Ibraahiim bin Thaahir bin Barakaat dan Abul-Qaasim Al-Husain bin Al-Hasan secara qira’aat, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim bin Abil-‘Alaa’ : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Hasan Muhammad bin Muhammad bin Ar-Rawazbahaan : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin Al-Fadhl bin Idriis : Telah mengkhabarkan kepada kami Ja’far bin Muhammad : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Ubaid Al-Kanadiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Husain bin ‘Aliy Al-Lu’lu’iy : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Shubaih, dari Husain bin ‘Ulwaan, dari Sa’d bin Thariif, dari Abu Ja’far Muhammad bin ‘Aliy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ الْبَتَّةَ
“Barangsiapa yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at, Allah akan pasti memasukkanya ke dalam surga”.
Riwayat ini palsu, karena di dalam sanadnya terdapat Al-Husain bin ‘Ulwan (pemalsu hadits) dan Sa’d bin Thariif (matruk).
Dari pemaparan beberapa jalan riwayat di atas dapat diketahui bahwa hadits ini adalah hasan atau bahkan shahih dengan keseluruhan jalannya. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy[1] dalam Ahkaamul-Janaaiz hal. 49-50 (Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1412 H).
Alhamdulillah, selesai penulisan takhrij hadits ini. Semoga yang sedikit ini ada manfaatnya bagi Penulis dan rekan-rekan semua.
Wallaahu ta’ala a’lam.
[abul-jauzaa’ – di kamar kost, ngaglik, Yogyakarta].


[1]      Dishahihkan pula oleh Ahmad Syaakir dan Dr. ‘Aliy Ridlaa. Adapun At-Tirmidziy, Al-Mundziriy, Ath-Thahawiy, Ibnu Hajar, Mushthafa Al-‘Adawiy, dan Sa’d Al-Humaid melemahkannya. 

Comments

Iwana Nashaya [Sovi] mengatakan...

Jazaakallohu khoyron.

'Afwan, Ustadz ... barangkali ustadz berkenan / ada waktu, ana mau minta tolong penjelasan hadits tentang memohon -hanya- kepada Alloh meski tali sandal putus. Syukron.

Salam buat istri dan keluarga Ustadz. Baarokallohu fiykum.

GPSC mengatakan...

Makasih!