‘Aliy bin Abi Thaalib : Mu’aawiyyah adalah Saudara Seiman, Sama dengan Dirinya


Lho kok bisa begitu ? Simak perkataannya dalam kitab Nahjul-Balaaghah, kitab yang dianggap mu’tamad oleh orang-orang Syi’ah :
وَكَانَ بَدْءُ أَمْرِنَا أَنَّا الْتَقَيْنَا وَالْقَوْمُ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ، وَالظَّاهِرُ أَنَّ رَبَّنَا وَاحِدٌ (1) ، وَنَبِيَّنَا وَاحِدٌ، وَدَعْوَتَنَا فِي الْإِِسْلاَمِ وَاحِدَةٌ، لاَ نَسْتَزِيدُهُمْ (2) فِي الْإِيمَانِ باللهِ وَالتَّصْدِيقِ بِرَسُولِهِ، وَلاَ يَسْتَزِيدُونَنَا: الْأَمْرُ وَاحِدٌ، إِلاَّ مَا اخْتَلَفْنَا فِيهِ مِنْ دَمِ عُثْمانَ، وَنَحْنُ مِنْهُ بَرَاءٌ!
“Awal-mula mula urusan kami, kami dan orang-orang Syaam (yaitu kubu Mu’aawiyyah) bertemu. Dan yang terang/nampak bahwasannya Rabb kami adalah satu, Nabi kami adalah satu, dan dakwah kami dalam Islam adalah satu. Dan kami tidak melebihkan diri kami dibandingkan mereka dalam hal keimanan kepada Allah dan pembenaran kepada Rasul-Nya, dan mereka pun juga demikian. Urusan kami adalah satu, kecuali apa yang kami perselisihkan padanya tentang darah ‘Utsmaan (yang terbunuh secara dhalim). Dan kami berlepas diri darinya…..” [Nahjul-Balaaghah, 3/648, surat no. 58].

Perlu diketahui, dikatakan bahwa perkataan itu diucapkan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu setelah perang Shiffiin.
Apa yang kita dapat dari penjelasan di atas ?
Menurut ‘Aliy bin Abi Thaalib, orang-orang Syaam (dan Mu’aawiyyah adalah pemimpin mereka) termasuk saudaranya seiman, sama seperti dirinya. Ia masih mengakui hal itu, meskipun perang Shiffiin telah ia lewati bersama Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhumaa. Dikatakan, perselisihan mereka semata-mata perkara ijtihad tuntutan qishash atas terbunuhnya ‘Utsmaan bin ‘Affaan secara dhalim.
Perkataan ‘Aliy bin Abi Thaalib di atas tentu sangat kontras dengan keyakinan para pembela palsunya dari kalangan Syi’ah Raafidlah. Mereka (Syi’ah Raafidlah) tidak mengakui keimanan Mu’aawiyyah semenjak awal. Bahkan, mereka menuduh Mu’aawiyyah (dan juga ayahnya : Abu Sufyaan) hanya berpura-pura saja masuk Islam sebagai seorang munaafik. Peperangannya dengan Mu’aawiyyah dengan ‘Aliy semakin menambah status kekafirannya saja.
Mungkin mereka (orang Syi’ah) akan berkelit :
Perkataan ‘Aliy tersebut tidak ada sanadnya, sehingga tidak bisa diterima.
Jika mereka memberikan alasan, seperti itu, itu sama saja mengugurkan kehujjahan kitab Nahjul-Balaaghah itu sendiri. Sejak kapan riwayat-riwayat dalam kitab ini bersandar dengan sanad yang jelas lagi otentik dari penulis kitab sampai kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib ? Oleh karena itu, berhentilah menukil riwayat-riwayat tidak jelas dari Nahjul-Balaaghah.  Kampanyekan hal itu kepada situs-situs Syi’ah di seluruh penjuru dunia (kalau berani).
Kami menolak perkataan itu karena tidak sesuai (bertentangan) dengan keyakinan kami yang menyatakan kekafiran Mu’aawiyyah.
Kalau alasannya seperti ini, sudah nampak jelas sandaran orang Syi’ah dalam agama mereka. Mereka tidak perlu memusingkan sanad – sebagaimana gaya orang-orang Syi’ah Ushuliy – dalam sumber-sumber riwayat untuk agama mereka. Rekan-rekan bisa membaca artikel berikut : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/12/syiah-dan-riwayat-hadits-dalam-kitab.html.
Yang jadi patokan dalam tataran praktisnya, jika sesuai dengan doktrinitas diterima, jika bertolak belakang ditolak. Riwayat dengan sanad yang shahih pun, jika memang bertentangan doktrinitas yang diajarkan ulama mereka, akan ditolak. Jika tidak ada lubang untuk lari, masih ada senjata pamungkas : taqiyyah.
Rekan-rekan dapat membaca bagaimana senjata pamungkas ini dikeluarkan :
Mungkin mereka (Syi’ah) akan menyanggah :
“Telah shahih dari imam Abu Abdillah bahwasannya orang-orang Syaam itu kafir”.
Mungkin riwayat yang mereka maksud adalah riwayat sebagai berikut :
مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عِيسَى عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ فَضَالَةَ بْنِ أَيُّوبَ عَنْ سَيْفِ بْنِ عَمِيرَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ الْحَضْرَمِيِّ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) أَهْلُ الشَّامِ شَرٌّ أَمْ أَهْلُ الرُّومِ فَقَالَ إِنَّ الرُّومَ كَفَرُوا وَ لَمْ يُعَادُونَا وَ إِنَّ أَهْلَ الشَّامِ كَفَرُوا وَ عَادَوْنَا
Muhammad bin Yahyaa, dari Ahmad bin Muhammad bin ‘Iisaa, dari Al-Husain bin Sa’iid, dari Fadlaalah bin Ayyuub, dari Saif bin ‘Amiirah, dari Abu Bakr Al-Hadlramiy, ia berkata : Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam : “Manakah yang lebih jelek, orang-orang Syaam ataukah orang-orang Romawi ?”. Ia berkata : “Sesungguhnya orang-orang Romawi itu kafir, namun tidak memusuhi kami. Adapun orang-orang Syaam itu kafir lagi memusuhi kami” [Al-Kaafiy, 2/410 – kata Al-Majlisiy dalam Mir’atul-‘Uquul 11/220 : Hasan].
[Sisipan : Jangan heran membaca riwayat ini, karena penduduk dua kota suci (Makkah dan Madinah) pun mereka anggap kafir. Jadi, kalau penduduk/orang-orang Syaam itu kafir, ya itu lebih dikedepankan lagi. Ini riwayatnya :
عِدَّةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ خَالِدٍ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عِيسَى عَنْ سَمَاعَةَ عَنْ أَبِي بَصِيرٍ عَنْ أَحَدِهِمَا عليهما السلام قَالَ إِنَّ أَهْلَ مَكَّةَ لَيَكْفُرُونَ بِاللَّهِ جَهْرَةً وَ إِنَّ أَهْلَ الْمَدِينَةِ أَخْبَثُ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ أَخْبَثُ مِنْهُمْ سَبْعِينَ ضِعْفاً .
Sejumlah shahabat kami, dari Ahmad bin Muhammad bin Khaalid, dari ‘Utsmaan bin ‘Iisaa, dari Samaa’ah, dari Abu Bashiir, dari salah seorang dari dua imam ‘alaihimas-salaam, ia berkata : “Sesungguhnya penduduk Makkah kafir kepada Allah secara terang-terangan. Dan penduduk Madinah lebih busuk/jelek daripada penduduk Makkah 70 kali” .
Al-Kaafiy, 2/410 – kata Al-Majlisiy : Muwatstsaq.
Subhaanallaah…..
Tidakkah kita dapat membaca kebusukan yang diperlihatkan oleh orang-orang Syi’ah secara terang-terangan dengan memanipulasi riwayat dan mengatasnamakannya kepada Ahlul-Bait ?]
Jadi, orang-orang Syaam yang masih bersyahadat, shalat, menunaikan zakat, berpuasa, dan berhaji – namun bergabung dengan kelompok Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhumaa – adalah kafir dengan kekafiran yang lebih parah dari orang yang berpaham Trinitas (orang-orang Kristen Romawi). Jika mereka menggunakan riwayat ini, maka ini akan membuka pintu konfrontasi baru. Telah mutawatir khabar bahwa Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa berdamai dan menyerahkan tampuk kekuasaan kepada Mu’aawiyyah. Jika memang Mu’aawiyyah kaafir dan lebih jelek dari orang-orang Kristen Romawi, jadi keputusan Al-Hasan bin ‘Aliy keliru dong. Apakah Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa tidak membaca ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” [QS. Aali ‘Imraan : 118].
Dalam ayat tersebut, Allah telah melarang kita (muslim) mengambil orang kafir sebagai teman kepercayaan. Lantas, bagaimana dengan Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa yang telah berdamai dan menyerahkan pengurusan umat (baca : menyerahkan tampuk kekhalifahan) kepada seorang yang dianggap kafir ?. Mengapa ia bisa begitu percaya kepada Mu’aawiyyah tentang amanah pengurusan umat, jika memang telah mengetahui ia kafir ? Apakah Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhum menyerahkan kekuasaan begitu saja kepada orang yang lebih jelek dari kafir Romawi ? padahal kakeknya (yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam) terus menyalakan jihad kepada kafir Romawi ? Bukankah sudah sepantasnya Al-Hasan lebih hebat jihadnya untuk memerangi orang-orang Syaam ? Atau, dalam hal ini Al-Hasan telah melakukan kekeliruan ? Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa tidak sekedar menyerahkan kekuasaan, namun juga berbaiat kepadanya :
جبريل بن أحمد و أبو إسحاق حمدويه و إبراهيم ابنا نصير قالوا حدثنا محمد بن عبد الحميد العطار الكوفي عن يونس بن يعقوب عن فضيل غلام محمد بن راشد قال: سمعت أبا عبد الله (ع) يقول إن معاوية كتب إلى الحسن بن علي (ع) أن أقدم أنت و الحسين و أصحاب علي فخرج معهم قيس بن سعد بن عبادة الأنصاري و قدموا الشام فأذن لهم معاوية و أعد لهم الخطباء فقال يا حسن قم فبايع فقام فبايع ثم قال للحسين (ع) قم فبايع فقام فبايع ثم قال قم يا قيس فبايع فالتفت إلى الحسين (ع) ينظر ما يأمره فقال يا قيس إنه إمامي يعني الحسن (ع)
Jibriil bin Ahmad, Abu Ishaaq Hamdawaih dan Ibraahim yang keduanya anak dari Nashr, mereka berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdil-Hamiid Al-‘Aththaar Al-Kuufiy, dari Yuunus bin Ya’quub, dari Fudlail bekas budak Muhammad bin Raasyid, ia berkata : Aku mendengar Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam berkata : “Sesungguhnya Mu’aawiyyah menulis surat kepada Al-Hasan bin ‘Aliy agar ia, Al-Husain, dan pendukung ‘Aliy agar datang. Keluar bersama mereka Qais bin Sa’d bin ‘Ubaadah Al-Anshaariy. Mereka datang di Syaam, yang kemudian diijinkan oleh Mu’aawiyyah. Setelah itu, disediakan para pengkhutbah bagi mereka yang berkata : “Wahai Hasan, berdirilah, lalu berbaiatlah (kepada Mu’aawiyyah)”. Maka ia berdiri dan berbaiat. Lalu berkata kepada Al-Husain : “Berdirilah, lalu berbaiatlah”. Maka ia pun berdiri dan berbaiat. Kemudian dilanjutkan : “Berdirilah wahai Qais, lalu berbaiatlah”. Mendengar hal itu, Qais menoleh kepada Al-Husain ‘alaihis-salaam melihat apa kira-kira yang akan ia perintahkan”. Maka Al-Husain berkata : “Wahai Qais, sesungguhnya ia adalah imam/pemimpinku – yaitu Al-Hasan ‘alaihis-salaam” [Rijaalul-Kasysiy, lembar 109 : Qais bin Sa’d bin ‘Ubaadah – bisa dilihat diwebsitenya Al-Khuuiy : http://www.al-khoei.us/books/index.php?id=7730].
Tentang beberapa riwayat baiat Al-Hasan kepada Mu’aawiyyah dalam kitab Syi’ah, bisa dibaca di : http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=172299.
Kira-kira, mana di sini yang layak dibenarkan ?
Menurut saya, yang benar adalah Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan itu bukan orang kafir. Kalau kafir (apalagi saat itu dalam situasi perang, yang mengharuskan pelabelan sebagai kafir harbiy), tidak mungkin Al-Hasan, Al-Husain, dan para pendukungnya berbaiat kepada Mu’aawiyyah. Pendirian ini sama dengan pendirian yang diyakini oleh ayahnya. Mereka berperang karena ijtihaad. Mereka adalah saudara seiman. ‘Aliy bin Abi Thaalib, Al-Hasan, dan Al-Husain tidak pernah menganggap Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhum sebagai kaafir.
Itulah sedikit yang bisa dituliskan mengenai shahabat Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan, yang dikatakan orang Syi’ah sebagai seorang yang selalu dibela-bela oleh pemilik Blog ini.. Semoga ada manfaatnya.
[Abul-Jauzaa’ – Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta].

Comments

abu wafa mengatakan...

subhanalloh.
Another great article !

baarokallohu fiik

Anonim mengatakan...

Anda, Penulis, mengakui bhw Muawiyah dkk adalah pihak yg salah dlm memerangi Imam Ali a.s.
Baiat Imam Hasan a.s. satu huruf pun tidaklah berarti pengakuan bhw Muawiyah di atas kebenaran. Anda tidak melihat situasi & pertimbangan Imam Hasan a.s. ketika melepaskan kepemimpinan politik atas umat Islam.

Kalau Muawiyah itu cuma mau menuntut bela atas darah Utsman, kenapa dia tidak mempersilakan Imam Hasan a.s. tetap memimpin umat, & cukup mengajukan kpd Imam Hasan a.s. agar ditegakkan pengadilan atas pembunuh2 Utsman?
Malah Muawiyah ngotot ingin berkuasa. Lalu pengadilan model apa yg dia tegakkan? Pengadilan maen eksekusi mati sahabat Nabi yg bernama Hujr bin 'Adi & rekan2nya?

Imam Husein a.s. mematuhi kakaknya dgn menyatakannnya sbg Imamnya. Tidakkah Anda melihat bhw Muawiyah tidak satu tetes pun mengakui Imam Hasan a.s. sebagai Imamnya? Sekiranya ia mengakui Imam Hasan a.s. sbg Imamnya, mestinya ia terima apa pun yg diputuskan oleh Imam Hasan a.s. sekalipun pahit bagi kelompoknya. Dia malah tetap berfirqoh dgn balatentaranya & ngotot dgn kekuasaan.
Imam Hasan a.s. mengalah dgn melepas kepemimpinan politiknya, tapi kepemimpinan bimbingan Agama tetap melekat pada dirinya. Silakan umat memilih mendapatkan bimbingan Agama dari Ahlul-Bayt Nabi SAW (tsaqal ke-2 setelah Al-Qur'an) ataukah dari fiatul-baghiyah [Muawiyah dkk] yg menyeru ke neraka.

Alhamdulillah, kami melihat persoalan lebih utuh & tidak kehilangan akal sehat dgn mencintai & membela Ahlul-Bayt Nabi SAW.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Apa yang Anda kemukakan sebenarnya bukan konten dalam tulisan ini. Walau saya punya jawaban untuk itu, saya tidak mau tergiring dengan pertanyaan dan pernyataan Anda.

Simpel saja, ..... jika Anda misalnya mengaku-ngaku tidak kehilangan akal sehat dalam kecintaan terhadap Ahlul-Bait, sesuai dengan konten artikel di atas, menurut Anda, Mu'aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu 'anhumaa itu kafir atau tidak kafir ?

Cobalah kita belajar untuk tidak berapologi dengan membelok-belokkan bahasan....

Novi Effendi mengatakan...

Masya Allah, pembahasan yang sangat bagus buat orang2 yg suka melecehkan muawiyyah Radhiyallahu 'Anhu.. Padahal Beliau adalah salah seorg sahabat pencatat wahyu

Anonim mengatakan...

Ustad, saya gak tau apakah pertanyaan saya ini masih relevan dengan artikel, tapi mestinya sih relevan, karena masih seputar Syi'ah...

Status syi'ah itu sendiri bagaimana? apakah dia masih masuk lingkaran islam atau sudah keluar dari islam dan merupakan agama tersendiri?

Jika Syi'ah, wa bil khusus rafidhah, memang sudah menjadi agama tersendiri, lalu bagaimana status negara Iran? Apakah Iran termasuk negeri muslim atau negeri kafir?

Terima kasih

Unknown mengatakan...

Syukron penjelasannya ustadz, artikelnya bagus

Fahrie mengatakan...

Sudah sejak kecil kita ditanamkan konotasi negative tentang Muawiyah di sekolah, lihat saja tidak ada orang tua di Indonesia yang menamai anaknya Muawiyah :)

Anonim mengatakan...

Laa tajtami'u 'ummatiy 'aladh dhalaalah. Biarkan orang2 syiah itu menggonggong.. Ana cinta 'ali wa ahluhu, Muawiyah wa abuhu, washshahabatu 'ajmain

Irawan mengatakan...

Klo wanita di gundulin hukum'ny ap ya pa'ustatz.? Soal'ny istri sy mnta d gundulin,alasa 'ny gerah & bosen rmbut pnjang,di gundulin biar lbh adem.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Tidak diperbolehkan.