Kedudukan Hadis “Allah Tidak Akan Menyiksa Fathimah dan Anak-Anaknya”


Dalam sebuah artikel singkat disebutkan :
عن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم لفاطمة رضي الله عنها إن الله غير معذبك ولا ولدك
Dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Fathimah, ”Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksamu dan juga anak-anakmu”.
Hadis shahih. Dikeluarkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 11/ 263 hadis no 11685 dan disebutkan pula oleh As Suyuthi dalam Jam’ al Jawami’ dan beliau sandarkan pada Ath Thabrani. Hadis ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqat atau terpercaya. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 9/326 hadis no 15198 menuliskan hadis ini dan berkata
رواه الطبراني ورجاله ثقات
Hadis riwayat Thabrani dan para perawinya tsiqat atau terpercaya.

Saya (Abul-Jauzaa’) berkata :
Al-Imam Ath-Thabaraaniy dalam Al-Mu’jamul-Kabiir 11/263 no. 11685 berkata :
حدثنا أحمد بن مابهرام الإيذجي ثنا محمد بن مرزوق ثنا إسماعيل بن موسى بن عثمان الأنصاري قال : سمعتُ صيفي بن ربعي يحدث عن عبد الرحمن بن الغسيل عن عكرمة عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لفاطمة : ((إن الله عز وجل غير معذبك ولا ولدك)).
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Maabahraam Al-Iidzajiy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Marzuuq : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Muusaa bin ‘Utsmaan Al-Anshaariy, ia berkata : Aku mendengar Shaifiy bin Rib’iy menceritakan dari ‘Abdurrahmaan bin Al-Ghasiil, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada Faathimah : “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak akan mengadzabmu dan juga anak-anakmu”.
Perkataan Al-Haitsamiy bahwa para perawinya tsiqah sangat patut untuk mendapat kritikan.
Ahmad bin Maabahraam, ia adalah Ahmad bin Al-Husain bin Maabahraam Abu ‘Abdillah Al-Iidzajiy. As-Sam’aaniy menyebutkan biografinya dalam Al-Ansaab (1/401-402 – tahqiq : ‘Abdurrahman bin Yahyaa Al-Mu’allimiy Al-Yamaaniy; Maktabah Ibni Taimiyyah, Cet. 2/1400) tanpa menyebutkan adanya jarh ataupun ta’dil. Disebutkan bahwa orang yang meriwayatkan darinya hanyalah Sulaimaan bin Ahmad bin Ayyuub Ath-Thabaraaniy (= Al-Imam Ath-Thabaraaniy), sehingga statusnya di sini adalah majhul ‘ain.[1]
Tentang Ismaa’iil bin Muusaa; Ibnu Hibbaan telah memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat. Namun Abu Haatim telah mengatakan majhuul [Al-Jarh wat-Ta’diil, 2/196 no. 665]. Sebagaimana telah ma’ruf di kalangan muhadditsiin, tautsiq Ibnu Hibbaan ini tidak diterima jika ia bersendirian, apalagi jika nyata-nyata ia menyelisihi ahlul-hadits yang lain. Oleh karena itu, statusnya adalah majhuul, sebagaimana dikatakan oleh Abu Haatim.
Shaifiy bin Rib’iy; ia adalah Al-Anshariy Abu Hisyaam atau Abu Haasyim Al-Kuufiy. Abu Haatim berkata : “Shaalihul-hadiits, aku tidak melihat sesuatu yang membahayakan dalam haditsnya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 4/448 no. 1975]. Ungkapan Abu Haatim ini maknanya bahwa haditsnya ditulis untuk i’tibar namun tidak boleh berhujjah dengannya. Ibnu Hibbaan memasukkanya dalam Ats-Tsiqaat (6/476) dan berkata : “Yukhthi’ (melakukan kekeliruan)”; dan di halaman lain (8/323) berkata : “Kadangkala melakukan penyelisihan”. Ibnu Khalfuun memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat. Kesimpulan bagi Shaifiy ini adalah dla’iif, namun dapat dipakai sebagai i'tibar.
Dengan data di atas, menyimpulkan riwayat Ath-Thabaraaniy sebagai hadits shahih dengan bertaqlid pada perkataan Al-Haitsamiy adalah perkataan yang tidak shahih.
Asy-Syaukaaniy memasukkan hadits tersebut dalam kitabnya Al-Fawaaidul-Majmuu’ah fil-Ahaadiitsil-Maudluu’ah (hal. 350, tahqiq : ‘Abdurrahmaan bin Yahyaa Al-Mu’allimy Al-Yamaaniy; Daarul-Aatsaar, Cet. 1). Begitu pula Al-Albaaniy memasukkannya dalam Silsilah Adl-Dla’iifah (1/659-660 no. 457).
Semoga tulisan kecil ada ada manfaatnya. Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ al-bogoriy – 1431].


[1]      Majhul ‘ain adalah jenis kelemahan yang ‘sangat’ (syadiid), sehingga tidak bisa dipergunakan sebagai mutaba’ah [Taisiru Diraasatil-Asaanid oleh ‘Amru bin ‘Abdil-Mun’im Saliim, hal. 245-246; Daarudl-Dliyaa’, Cet. Thn. 2000 M].

Comments