Lailatul-Qadar dan Nuzulul-Qur’an


Artikel ini adalah tambahan dari apa yang telah dituliskan pada artikel Ringkasan Hukum-Hukum dalam Bulan Ramadlan.

Allah ta’ala berfirman :

إِنّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ * وَمَآ أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مّنْ أَلْفِ شَهْرٍ * تَنَزّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبّهِم مّن كُلّ أَمْرٍ * سَلاَمٌ هِيَ حَتّىَ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr : 1-5).

Mengapa Disebut Lailatul-Qadar ?

Lailatul-Qadar diambil dari dua rangkaian kata, yaitu Lailah [لَيْلَة] dan Qadr [قَدْر]. Lailah berarti malam. Dipilihnya malam hari, bukan siang hari, menujukkannya keistimewaan waktu tersebut. Allah dan Rasul-Nya seringkali menyebut waktu malam yang mengandung pengkhususan dan pengistimewaan.

سُبْحَانَ الّذِي أَسْرَىَ بِعَبْدِهِ لَيْلاً مّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَىَ الْمَسْجِدِ الأقْصَى الّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَآ إِنّهُ هُوَ السّمِيعُ البَصِيرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil-Haram ke Al Masjidil-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Israa’ : 1).

أَمّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَآءَ اللّيْلِ سَاجِداً وَقَآئِماً يَحْذَرُ الاَخِرَةَ وَيَرْجُواْ رَحْمَةَ رَبّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنّمَا يَتَذَكّرُ أُوْلُو الألْبَابِ

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar : 9).

وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبّكَ فَإِنّكَ بِأَعْيُنِنَا وَسَبّحْ بِحَمْدِ رَبّكَ حِينَ تَقُومُ * وَمِنَ اللّيْلِ فَسَبّحْهُ وَإِدْبَارَ النّجُومِ

“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri Dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar). (QS. Thuur : 49).

ينزل ربنا تبارك وتعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر يقول من يدعوني فأستجيب له من يسألني فأعطيه من يستغفرني فأغفر له

“Rabb kami tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam ketika tinggal sepertiga malam terakhir, lalu berfirman : Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan doanya. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi permintaannya. Dan barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya” (HR. Al-Bukhari nomor 1145 dan Muslim nomor 758).

Keutamaan malam yang disebutkan di sini (dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabawy) dikarenakan waktu malam adalah waktu yang terdapat kebeningan hati, keikhlasan, dan ketenangan jiwa dari kesibukan (Lihat Adlwaaul-Bayan 9/393 oleh Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi).

Adapun makna Qadr, para ulama berselisih pendapat. Diantaranya adalah :

  1. Al-Qadr bermakna “Kemuliaan”. Makna ini sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah ta’ala :

    وَمَا قَدَرُواْ اللّهَ حَقّ قَدْرِهِ

    “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya” (QS. Al-An’aam : 91).

    Sehingga, Lailatul-Qadar di sini mempunyai arti : Malam yang mempunyai kemuliaan yang sangat besar – yaitu malam dimana turunnya Al-Qur’an dan malam turunnya malaikat yang membawa keberkahan/kesejahteraan.

    Allah telah berfirman :

    شَهْرُ رَمَضَانَ الّذِيَ أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لّلنّاسِ وَبَيّنَاتٍ مّنَ الْهُدَىَ وَالْفُرْقَانِ

    (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. Al-Baqarah : 185).

    حمَ * وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ * إِنّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مّبَارَكَةٍ إِنّا كُنّا مُنذِرِينَ

    “Haa miim. Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan” (QS. Ad-Dukhaan : 1-3).

    إِنّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ * وَمَآ أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مّنْ أَلْفِ شَهْرٍ * تَنَزّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبّهِم مّن كُلّ أَمْرٍ * سَلاَمٌ هِيَ حَتّىَ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

    “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr : 1-5).

    Ayat-ayat di atas menjelaskan kepada kita sebab dimuliakannya Lailatul-Qadr. Sekaligus, sebagai bantahan terhadap kesalahan tentang anggapan sebagian masyarakat kita bahwasannya Al-Qur’an diturunkan pada tanggal 17 Ramadlan yang terkenal dengan perayaan Nuzulul-Qur’an [1]. Telah jelas bagi kita – sebagaimana penjelasan para ulama – bahwa Al-Qur’an diturunkan pertama kali pada bulan Ramadlan, tepatnya pada waktu Lailatul-Qadar. Lailatul Qadar tidaklah jatuh pada tanggal 17 Ramadlan, melainkan pada 10 hari terakhir (malam-malam ganjil) pada bulan Ramadlan menurut pendapat/riwayat yang kuat. Bahkan dalam satu hadits disebutkan :

    أنزلت صحف إبراهيم عليه السلام في أول ليلة من رمضان وأنزلت التوراة لست مضين من رمضان والإنجيل لثلاث عشرة خلت من رمضان وانزل الفرقان لأربع وعشرين خلت من رمضان

    “Shuhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadlan. Taurat diturunkan pada tanggal 6 Ramadlan, Injil diturunkan pada tanggal 13 Ramadlan, dan Al-Furqaan (Al-Qur’an) diturunkan pada tanggal 24 Ramadlan” (HR. Ahmad 4/107, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir 22/75, An-Na’ali 131/2, Abdul-Ghani Al-Maqdisi dalam Fadlaailul Ramadlan 53/1, dan Ibnu ‘Asakir 2/167/1; lihat Silsilah Ash-Shahihah nomor 1575).

    Para ulama pun telah berselisih pendapat mengenai turunnya Al-Qur’an dalam ayat tersebut. Satu pendapat mengatakan bahwa yang dimaksud adalah turunnya Al-Qur’an sekaligus dari Lauh Mahfudh ke langit pertama dunia (Baitul-‘Izzah). Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah permulaan turunnya Al-Qur’an (sebagaimana riwayat masyhur tentang turunnya QS. Al-‘Alaq 1-5). Wallaahu a’lam.

  2. Al-Qadr bermakna Penetapan. Maksudnya, Lailatul-Qadr merupakan malam penetapan dan pengaturan Allah bagi perjalanan hidup manusia selama setahun. Alla berfirman :

    فِيها يُفْرَقُ كُلّ أمْرٍ حَكِيمٍ

    “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS. Ad-Dukhaan : 4).

    Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma berkata :

    يكتب من أم الكتاب في ليلة القدر ما هو كائن في السنة من الخير والشر والأرزاق والآجال حتى الحجاج

    “Dicatat di Ummul-Kitaab pada Lailatul-Qadr segala hal yang terjadi pada setahun ke depan berupa kebaikan, keburukan, rizki, ajal, hingga keberangkatan menuju ibadah haji” (Tafsir Al-Baghawi QS. Ad-Dukhaan : 4). Hal yang semakna juga diungkapkan oleh Mujahid, Qatadah, Abu Malik, dan yang lainnya (lihat Tafsir Ath-Thabari QS. Ad-Dukhaan : 4).

Tidak ada pertentangan antara dua makna di atas, karena dua-duanya terjadi secara bersamaan dan menambah kemuliaan malam Lailatul-Qadr.

Semoga Allah menyampaikan kita untuk mendapatkan kemuliaan Lailatul-Qadr di bulan Ramadlan ini.


Semoga ada manfaatnya --- Abul-Jauzaa’, Ramadlan 1429 H.

Catatan kaki :

[1] Peringatan Nuzulul-Qur’an tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, para shahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in ataupun para ulama mu’tabar nan masyhur dalam Islam. Peringatan tersebut hanyalah diadakan oleh generasi belakang dalam Islam. Hukumnya adalah bid’ah terlarang. Bukankah Islam ini dijalankan melalui dalil dan contoh ? Apabila tidak ada dalil dan contoh (baik bersifat umum atau khusus), maka tidak boleh kita mengada-adakannya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

"Barangsiapa yang mengamalkan satu amalan bukan atas perintah/agama kami maka itu tertolak." [HR Muslim dari 'Aisyah].

Apabila ada yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan untuk syi’ar agama Islam, maka kita katakan : Justru pada awal perkembangan Islam dulu – jika hal itu merupakan amalan yang disyari’atkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam – tentu alasan itu lebih layak untuk diamalkan. Islam masih dalam tahap penyebaran. Namun tetap saja beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam, para shahabat, dan para ulama setelahnya TIDAK melaksanakannya. Itu merupakan pertanda yang jelas bahwa amalan peringatan Nuzulul-Qur’an bukan merupakan syari’at Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam (walau sebagian orang menganggapnya BAIK). Imam Asy-Syafi’i telah berkata : من استحسن فقد شرع (Barangsiapa yang telah menganggap baik suatu amal ibadah (tanpa berlandaskan dalil), maka sungguh ia telah membuat syariat). Dan membuat syari’at itu haram hukumnya, karena hal itu merupakan otoritas Allah ta’ala saja.

Comments

zablog mengatakan...

Assalamualaikum

“apakah ada dalilnya mereka membaca Alqur’an terjemahan?, siapa yg pertama kali mencetuskan Alqur’an boleh diterjemahkan?, karena hal itu Bid’ah.

Secara syariah kita wajib belajar bahasa Alqur’an, bukan Alqur’an diterjemah ke bahasa kita, lalu mereka yg tak menerima hal baru, maka silahkan tunjukkan dalilnya membaca Alqur’an yg diterjemahkan?, adalah hadits yg memerintahkan / memperbolehkan Alqur’an diterjemahkan..?, atau Bid’ah?

terimakasih


wassalamualaikum