Cara Mengetahui Keadilan (‘Adalah) Seorang Perawi Hadits



Cara mengetahui keadilan (‘adalah) seorang perawi dapat diketahui dengan kemasyhuran perawi tersebut atas sifat keadilannya; atau penegasan dari seorang imam mu’tabar atas keadilannya; dan yang demikian ini dengan syarat perawi tersebut tidak memiliki suatu hal yang dapat menghilangkan sifat keadilannyanya.
Namun apabila tidak diketahui kemasyhuran sifat keadilannya atau tidak ada tautsiq (pengakuan terpercaya) dari para imam atas keadilannya, maka dalam hal ini ada beberapa keadaan :
1.    Meriwayatkan darinya sejumlah perawi tsiqaat dan tidak ada pengingkaran atas riwayat yang datang darinya, maka ia adalah perawi tsiqah. Dan hal ini diperkuat apabila ia merupakan golongan thabaqah tabi’in senior atau pertengahan [أن يروي عنه جمع من الثقات ولم يأت بما ينكر عليه فهو ثقة ، ويتأكد ذلك إذا كان من طبقة كبار التابعين وأواسطهم.].
2.    Periwayatan Al-Bukhari dan Muslim atas seorang perawi merupakan isyarat keadilannya [رواية البخاري ومسلم للراوي تعديل له .].
3.    Terangkatnya status majhul ‘ain dengan riwayat seorang atau dua orang perawi tsiqah darinya [ترتفع جهالة العين برواية ثقة أو راويين عنه].[1]
4.    Apabila sebuah hadits maudluu’ atau munkar diriwayatkan oleh seorang perawi majhul (tidak diketahui identitasnya) dan tidak ditemui dalam sanadnya penyerta (mutaabi’) yang mengkonfrontasikannya, maka perawi ini tertuduh majhul dengan kelemahannya (majhul bi’uhdatihi) [إذا روى المجهول حديثاً موضوعاً أو منكراً ولا يوجد في سنده من تحمل عليه التبعة فيتهم هذا الراوي المجهول بعهدته].[2]
5.    Apabila telah diriwayatkan seorang imam – yang diketahui bahwasannya tidaklah ia meriwayatkan kecuali dari seorang yang tsiqah – dari seorang rawi, maka hal ini merupakan tautsiq atas rawi dan penghukuman keadilan perawi dari imam tersebut [إذا روى إمام –عرف أنه لا يروي إلا عن ثقة- عن راو فهو توثيق للراوي وحكم بعدالته عند ذلك الإمام .].
6.    Penshahihan seorang imam mu’tabar terhadap sanad hadits dihitung sebagai pen-tautsiq-an atas seluruh perawinya [تصحيح إمام معتبر لإسناد حديث يعد توثيقاً لجميع رواته].
Diambil dari : Matan kitab : [القَوَاعِدُ الذَّهَبِيَّةُ لِمَعْرِفَةِ الصَّحِيحِ والضَّعِيفِ مِنَ المَرْوِيَّاتِ الحَدِيثِيَّةِ] karya Abu ‘Umar Usamah bin ‘Athaayaa bin ‘Utsman Al-‘Utaibi hafidhahullah (diunduh dari : www.sahab.org/books - sekarang situs tersebut tidak bisa diakses/down).



[1]     Dan demikianlah terangkatnya majhul ‘ain-nya dengan tautsiq (pengakuan terpercaya) dari ulama yang mu’tabar atau ta’dil dari imam yang mu’tabar [وكذلك ترتفع جهالة عينه بتوثيق معتبر أو بتعديل إمام (معتبر) .].
[2]     Lihat Mizaanul-I’tidaal 2/103, 3/91, dan 4/216.

Comments

Anonim mengatakan...

Ada yang salah dalam terjemah antum di atas ya syaikh:
---
6. Penshahihan seorang imam mu’tabar terhadap sanad hadits dihitung sebagai pen-tautsiq-an atas seluruh riwayatnya [تصحيح إمام معتبر لإسناد حديث يعد توثيقاً لجميع رواته].
---
Terjemah kalimat di atas yang benar adalah: "Penshahihan seorang imam mu’tabar terhadap sanad hadits dihitung sebagai pen-tautsiq-an atas seluruh PERAWINYA."

keterangan: ruwaat adalah jamak dari raawi yang artinya pembawa riwayat, bukan riwayat itu sendiri)

Abu Umar

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Betul. Terima kasih, segera diperbaiki.