Zakat
fithri dapat mulai dikeluarkan sehari atau dua sebelum pelaksanaan shalat ‘Ied. Dalilnya
adalah:
عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: فَرَضَ النَّبِيُّ ﷺ صَدَقَةَ الْفِطْرِ أَوْ قَالَ:
رَمَضَانَ عَلَى الذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالْحُرِّ وَالْمَمْلُوكِ صَاعًا مِنْ
تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، فَعَدَلَ النَّاسُ بِهِ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ
، فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُعْطِي التَّمْرَ فَأَعْوَزَ
أَهْلُ الْمَدِينَةِ مِنَ التَّمْرِ فَأَعْطَى شَعِيرًا، فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ
يُعْطِي عَنِ الصَّغِيرِ، وَالْكَبِيرِ حَتَّى إِنْ كَانَ لِيُعْطِي عَنْ بَنِيَّ،
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُعْطِيهَا الَّذِينَ
يَقْبَلُونَهَا، وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
Dari
Naafi’, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : “Nabi ﷺ mewajibkan
zakat fithri – atau Ibnu ‘Umar berkata : zakat Ramadlaan - bagi setiap laki-laki
maupun perempuan, orang merdeka maupun budak, sebesar satu shaa' kurma
atau satu shaa' gandum (sya’iir)". Kemudian orang-orang
menyamakannya dengan setengah shaa' burr (gandum yang bagus). Adalah
Ibnu 'Umar radliyallaahu ‘anhumaa memberikan zakat berupa kurma (tamr).
Lalu penduduk Madinah kesulitan mendapatkan kurma (tamr), dan akhirnya
mereka mengeluarkan gandum (sya’iir). Ibnu 'Umar radliyallaahu
‘anhumaa memberikan zakatnya atas nama anak kecil, orang dewasa, hingga
atas nama bayi sekalipun. Ibnu 'Umar radliyallaahu ‘anhumaa
memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya; dan ia
mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum ‘Iedul-Fithri
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1511].
Dalam
riwayat lain adalah ketika dibentuk ‘aamil zakat:
قَالَ: قُلْتُ: مَتَى كَانَ ابْنُ عُمَرَ
يُعْطِي الصَّاعَ؟ قَالَ: إِذَا قَعَدَ الْعَامِلُ، قُلْتُ: مَتَى كَانَ الْعَامِلُ
يَقْعُدُ؟ قَالَ: قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
Perawi
(yaitu Ayyuub As-Sakhtiyaaniy) berkata : Aku bertanya (kepada Naafi’) : “Kapan
Ibnu ‘Umar memberikan shaa’ (dari zakat fithrinya) ?”. Naafi’ berkata :
“Apabila ‘aamil (panitia/petugas zakat) telah melaksanakan tugas”. Aku
berkata : “Kapan ‘aamil tersebut melaksanakan tugas ?”. Naafi’ menjawab
: “Sehari atau dua hari sebelum ‘Iedul-Fithri” [Diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah no. 2397; shahih].
Dalam
riwayat lain tiga hari sebelum ‘Ied:
عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
عُمَرَ كَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ إِلَى الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ
قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ
Dari
Naafi’ : Bahwasannya Ibnu ‘Umar mengutus orang untuk memberikan zakat fithri yang
menjadi kewajibannya dua hari atau tiga hari sebelum ‘Iedul-Fithri
[Diriwayatkan oleh Maalik dalam Al-Muwaththa’ 2/301-302 no. 684;
shahih].
Perbuatan
Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa dari penggabungan beberapa jalan riwayat di atas merupakan dalil kebolehan
menyegerakan mengeluarkan zakat fithri sehari hingga tiga hari sebelum
’Iedul-Fithri, yaitu ketika ‘aamil zakat sudah dibentuk/bertugas. Itulah
yang berlaku di zaman para sahabat radliyallaahu ‘anhum. Tentu – ketika
itu –, jika ada orang yang berniat mengeluarkan zakat sebelumnya, tidak ada ‘aamil
yang menerimanya (karena belum dibentuk).
Riwayat
Ibnu ‘Umar sesuai dengan hadits Abu Hurairah radliyallaahu
‘anhum berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: " وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ،
فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ، وَقُلْتُ:
وَاللَّهِ لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ: إِنِّي مُحْتَاجٌ،
وَعَلَيَّ عِيَالٌ، وَلِي حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ، قَالَ: فَخَلَّيْتُ عَنْهُ
فَأَصْبَحْتُ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ
الْبَارِحَةَ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً
وَعِيَالًا، فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ، قَالَ: أَمَا إِنَّهُ قَدْ
كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ، فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ:
إِنَّهُ سَيَعُودُ فَرَصَدْتُهُ، فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ،
فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ: دَعْنِي فَإِنِّي
مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ لَا أَعُودُ، فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ
فَأَصْبَحْتُ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، مَا فَعَلَ
أَسِيرُكَ؟ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالًا
فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ، قَالَ: أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ
وَسَيَعُودُ فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ، فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ
فَأَخَذْتُهُ، فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَهَذَا آخِرُ
ثَلَاثِ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ لَا تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ، قَالَ: دَعْنِي
أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا، قُلْتُ: مَا هُوَ؟ قَالَ: إِذَا
أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ: اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا
هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ، فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ
عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ، وَلَا يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ،
فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: مَا فَعَلَ
أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، زَعَمَ أَنَّهُ
يُعَلِّمُنِي كَلِمَاتٍ يَنْفَعُنِي اللَّهُ بِهَا فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ، قَالَ:
مَا هِيَ؟ قُلْتُ: قَالَ لِي: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ، فَاقْرَأْ آيَةَ
الْكُرْسِيِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ: اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا
هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، وَقَالَ لِي: لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ
حَافِظٌ، وَلَا يَقْرَبَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ، وَكَانُوا أَحْرَصَ شَيْءٍ
عَلَى الْخَيْرِ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ
كَذُوبٌ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ،
قَالَ: لَا، قَالَ: ذَاكَ شَيْطَانٌ "
Dari
Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah ﷺ pernah menugaskan aku untuk menjaga zakat Ramadlaan.
Lalu ada seseorang yang datang dan mengais-ngais makanan. Aku pun menangkapnya
dan berkata kepadanya : ‘Demi Allah, sungguh aku akan hadapkan kamu kepada
Rasulullah ﷺ’.
Ia berkata : ‘Sesungguhnya aku adalah orang yang membutuhkan. Aku mempunyai
keluarga yang mempunyai kebutuhan mendesak’. Akupun melepaskan orang itu. Pada
pagi harinya, Nabi ﷺ bersabda : ‘Wahai Abu Hurairah, apa
yang dilakukan tawananmu tadi malam ?’. Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah, ia
mengeluh bahwa ia mempunyai kebutuhan yang mendesak dan tanggungan keluarga.
Aku merasa kasihan padanya dan kemudian aku lepaskan’. Beliau ﷺ bersabda
: ‘Sesungguhnya ia telah mendustaimu dan ia akan kembali lagi’. Maka
aku pun mengetahui bahwa ia pasti akan kembali lagi berdasarkan sabda beliau ﷺ : ‘Ia
akan kembali lagi’. Maka akupun
mengintainya. (Ternyata benar), orang itu kembali lagi dan mengais-ngais
makanan. Aku pun menangkapnya. Aku katakan : ‘Akan aku hadapkan engkau
kepada Rasulullah ﷺ’. Ia berkata : ‘Lepaskan aku, sesunguhnya
aku orang yang membutuhkan dan mempunyai tanggungan keluarga. Aku berjanji
untuk tidak kembali lagi’. Aku pun merasa kasihan kepadanya dan aku melepaskannya.
Pada pagi harinya, Rasulullah ﷺ bersabda : ‘Wahai Abu
Hurairah, apa yang telah dilakukan oleh tawananmu ?’. Aku berkata : ‘Wahai
Rasulullah, ia mengeluh bahwa ia mempunyai kebutuhan yang mendesak dan
mempunyai tanggungan keluarga. Akupun merasa kasihan kepadanya dan kemudian aku
lepaskan’. Beliau ﷺ bersabda : ‘Sesungguhnya
ia telah mendustaimu, dan ia akan kembali lagi”. Aku pun kembali
mengintainya untuk yang ketiga kalinya, (dan ternyata benar) ia datang
mengais-ngais makanan. Aku pun menangkapnya. Aku katakan : ‘Sungguh aku akan
menghadapkanmu kepada Rasulullah ﷺ. Sudah tiga kali, dan ini yang terakhir.
Kamu telah berjanji untuk tidak kembali, namun ternyata kamu masih kembali’. Ia
berkata : ‘Lepaskanlah aku ! Aku akan mengajarimu beberapa kalimat yang Allah
akan memberikan manfaat kepadamu dengannya’. Aku berkata : ‘Apa itu ?’. Ia
berkata : ‘Apabila engkau beranjak menuju tempat tidurmu, maka bacalah ayat
Kursi Allaahu laa ilaaha illaa huwal-hayyul-qayyuum, hingga akhir ayat.
Sesungguhnya dengan membaca itu, kamu senantiasa dalam perlindungan Allah. Setan
tidak akan mendekatimu hingga waktu shubuh’. Maka aku lepaskan ia.
Pada
pagi harinya, Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku : ‘Apa
yang dilakukan tawananmu semalam ?’. Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah, ia mengatakan
akan mengajariku beberapa kalimat yang Allah akan memberikan manfaat kepadaku
dengannya, sehingga aku pun melepaskannya’. Beliau ﷺ bertanya
: ‘Apa itu ?’. Aku berkata : ‘Ia berkata kepada kepadaku bahwa apabila
aku beranjak menuju tempat tidurku, hendaknya aku membaca ayat Kursi dari awal
hingga akhir : Allaahu laa ilaaha illaa huwal-hayyul-qayyuum. Ia berkata
kepadaku : ‘Kamu akan senantiasa berada dalam lindungan Allah dan setan tidak
akan mendekatimu hingga waktu shubuh’ – mereka (para shahabat) adalah orang
yang paling menginginkan kebaikan - . Maka Nabi ﷺ bersabda
: ‘Sesungguhnya ia telah jujur kepadamu kali ini, padahal ia seorang
pendusta. Tahukah siapa yang telah engkau ajak bicara semenjak tiga hari ini
wahai Abu Hurairah ?’. Abu Hurairah menjawab : ‘Tidak’. Beliau ﷺ bersabda
: ‘Ia adalah setan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2311].
Abu
Hurairah radliyallaahu ‘anhu dalam hadits ini ditugasi oleh Nabi ﷺ untuk menjaga zakat fithri/zakat Ramadlaan
selama tiga malam.
Al-Haafidh
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
وَفِيهِ جَوَاز جَمْع زَكَاة الْفِطْر
قَبْل لَيْلَة الْفِطْر وَتَوْكِيل الْبَعْض لِحِفْظِهَا وَتَفْرِقَتهَا
“Dalam
hadits ini terdapat dalil bolehnya mengumpulkan zakat fithri sebelum malam ‘Iedul-Fithri
dan memberikan mandat/tugas kepada orang lain untuk menjaganya dan membaginya”
[Fathul-Baariy, 4/489-490].
Adapun
batas waktu maksimal pengeluaran zakat fithri adalah sebelum pelaksanaan shalat
‘Iedul-Fithri, sebagaimana ditegaskan dalam hadits:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ
أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى
الصَّلَاةِ
Dari
Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Rasulullah ﷺ memerintahkan membayar zakat fithri
sebelum orang-orang keluar melaksanakan shalat (‘Ied) [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 1509, Muslim no. 986, At-Tirmidziy no. 677, dan yang lainnya].
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: فَرَضَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ
زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ
الصَّدَقَاتِ
Dari
Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : “Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih
bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kata-kata kotor, serta
menjadi makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang menyerahkannya
sebelum shalat (‘Ied), berarti ia adalah zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menyerahkan setelah
shalat (‘Ied), maka ia hanyalah shadaqah biasa” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud
no. 1609, Ibnu Majah no. 1827, dan Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 1/409; dihasankan
oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 1/447 dan Irwaaul-Ghaliil
3/332 no. 843].
At-Tirmidziy
rahimahullah setelah menyebutkan hadits Ibnu ‘Umar radliyallaahu
‘anhumaa di atas berkata:
وَهُوَ الَّذِي يَسْتَحِبُّهُ أَهْلُ
الْعِلْمِ أَنْ يُخْرِجَ الرَّجُلُ صَدَقَةَ الْفِطْرِ قَبْلَ الْغُدُوِّ إِلَى
الصَّلَاةِ
“Hadits
ini sebagai dasar para ulama menyunnahkan/menganjurkan seseorang untuk
mengeluarkan zakat fithri sebelum berangkat shalat ‘Ied” [Al-Jaami’
Al-Kabiir (Sunan At-Tirmidziy), 2/56].
Abuth-Thayyib
Al-‘Adhiim Aabadiy rahimahullah berkata:
وَالظَّاهِر أَنَّ مَنْ أَخْرَجَ
الْفِطْرَة بَعْد صَلَاة كَانَ كَمَنْ لَمْ يُخْرِجْهَا بِاعْتِبَارِ
اِشْتِرَاكهمَا فِي تَرْكِ هَذِهِ الصَّدَقَة الْوَاجِبَة . وَقَدْ ذَهَبَ أَكْثَر
الْعُلَمَاء إِلَى أَنَّ إِخْرَاجَهَا قَبْل صَلَاة الْعِيد إِنَّمَا هُوَ
مُسْتَحَبٌّ فَقَطْ ، وَجَزَمُوا بِأَنَّهَا تُجْزِئُ إِلَى آخِر يَوْم الْفِطْر ،
وَالْحَدِيث يَرُدُّ عَلَيْهِمْ
“Dan yang dhaahir bahwa barangsiapa yang mengeluarkan zakat
fithri setelah shalat ‘Ied maka ia seperti orang yang tidak mengeluarkannya
berdasarkan penyamaan hukum antara keduanya dalam hal meninggalkan shadaqah
wajib ini. Jumhur ulama berpendapat mengeluarkan zakat fithri sebelum shalat
‘Ied itu hukumnya mustahab saja, dan mereka menegaskan keabsahan orang
yang menunaikannya hingga akhir hari ‘Ied. Namun hadits ini membantah pendapat
mereka tersebut” [‘Aunul-Ma’buud, 5/3-4].
Ibnul-Qayyim
rahimahullah berkata :
كان من هديه صلى الله عليه و سلم إخراج هذه
الصدقة قبل صلاة العيد وفي السنن عنه أنه قال : [ من أداها قبل الصلاة فهي زكاة
مقبولة ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات ]
وفي الصحيحين عن ابن عمر قال : أمر رسول الله
صلى الله عليه و سلم بزكاة الفطر أن تؤدى قبل خروج الناس إلى الصلاة ومقتضى هذين
الحديثين أنه لا يجوز تأخيرها عن صلاة العيد وأنها تفوت بالفراغ من الصلاة وهذا هو
الصواب ..... وكان شيخنا يقوي ذلك وينصره
“Dan
termasuk diantara petunjuk Nabi ﷺ adalah mengeluarkan jenis shadaqah ini
(zakat fithri) sebelum shalat ‘Ied. Dalam kitab As-Sunan disebutkan dari
beliau ﷺ
: ‘Barangsiapa yang menyerahkannya sebelum shalat (‘Ied), berarti ia adalah
zakat yang diterima. Dan barangsiapa
yang menyerahkan setelah shalat (‘Ied), maka ia hanyalah shadaqah biasa’. Dan
dalam Shahiihain dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : ‘Rasulullah ﷺ memerintahkan membayar zakat fithri
sebelum orang-orang keluar melaksanakan shalat (‘Ied)’.
Berdasarkan
dua hadits ini maka tidak diperbolehkan mengakhirkannya setelah shalat ‘Ied,
dan bahwasannya kewajiban zakat tersebut berlalu/hilang dengan selesainya
shalat. Inilah pendapat yang benar…… Dan syaikh kami (yaitu : Syaikhul-Islaam
Ibnu Taimiyyah – Abul-Jauzaa’) menguatkan pendapat ini dan
membelanya” [Zaadul-Ma’aad, 2/21-22 – melalui perantaraan Al-Ikhtiyaaraat
Al-Fiqhiyyah li-Syaikhil-Islaam Ibni Taimiyyah ladaa Talaamiidzihi oleh
Saamiy bin Muhammad Jaadillah, hal. 282].
Al-Manawiy
rahimahullah berkata:
وأخذ بظاهره ابن حزم فقال : لا يجوز
تأخيرها عن الصلاة
“Ibnu
Hazm mengambil dhahir hadits ini seraya berkata : ‘Tidak boleh mengakhirkannya
setelah shalat (‘Ied)” [Faidlul-Qadiir, 4/84].
Asy-Syaikh
Ibnul-‘Utsaimiin rahimahullah berkata:
والصواب في هذا والذي تقتضيه الأدلة، أنها
لا تقبل زكاته منه إذا أخرها ولم يخرجها إلا بعد الصلاة من يوم العيد، بل تكون
صدقة من الصدقات، ويكون بذلك آثماً.
وذلك بناءً على القاعدة التي دلت عليها
النصوص وهي:
"أن كل عبادة مؤقتة إذا تعمد الإنسان
إخراجها عن وقتها لم تقبل"
“Dan
yang benar dalam permasalahan ini yang ditunjukkan oleh dalil-dalil, bahwasannya
zakatnya tidak diterima apabila dikeluarkan setelah shalat pada hari ‘Ied.
Bahkan, zakatnya terhitung shadaqah biasa saja, sehingga ia berdosa dengannya.
Hal
tersebut dibangun berdasarkan kaidah (fiqhiyyah) yang ditunjukkan oleh
nash-nash, yaitu : Bahwasannya setiap ibadah yang telah ditentukan waktunya,
apabila seseorang sengaja melakukannya keluar dari waktu yang ditetapkan, maka
tidak diterima” [Asy-Syarhul-Mumti’, 6/174].
Kecuali
jika seseorang lupa menunaikannya dan dirinya tidak ingat kecuali pada waktu
shalat ‘Ied atau setelahnya, maka ia dimaafkan. Allah ta’ala berfirman:
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا
وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لا
تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا
“Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah” [QS. Al-Baqarah :
286].
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
Ini
saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya. Baca juga : Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah/Fithri (1)
[abul-jauzaa’
– ciper – 26 Ramadlaan 1439 H].
Comments
Posting Komentar