Kata
sumpah berasal dari bahasa Arab, yaitu al-qasam (اْلقَسَمُ)
yang bermakna al-yamiin (اْليَمِينُ),
yaitu menguatkan sesuatu dengan menyebutkan sesuatu yang diagungkan dengan
menggunakan huruf-huruf (perangkat sumpah) seperti wawu dan yang lainnya.
Huruf-huruf dimaksud ada tiga, yaitu:
1.
Wawu (و)
Contohnya seperti dalam
firman Allah ta’ala :
فَوَرَبّ السّمَآءِ وَالأرْضِ إِنّهُ
لَحَقّ
“Maka Demi Rabb langit
dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi)”
[QS. Adz-Dzariyaat : 23].
Dengan masuknya huruf
wawu (sebagai huruf qasam) maka ’aamil (pelaku)-nya harus dihapuskan,
dan kemudian huruf wawu tersebut juga harus diikuti dengan isim dhaahir.
2.
Ba’ (ب)
Contohnya seperti
dalam firman Allah ta’ala :
لاَ
أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Aku bersumpah
dengan hari kiamat” [QS. Al-Qiyaamah : 1].
Dan dengan masuknya
huruf ba’, diperbolehkan menyebutkan ’aamil-nya sebagaimana contoh ayat di
atas. Namun diperbolehkan juga untuk menghapusnya sebagaimana firman Allah ta’ala
tentang iblis :
قَالَ
فَبِعِزّتِكَ لاُغْوِيَنّهُمْ أَجْمَعِينَ
”(Iblis) berkata :
Maka Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya” [QS. Shaad :
82].
Setelah huruf ba’
boleh diikuti isim dhaahir sebagaimana contoh ayat di atas, dan boleh
juga diikuti dlamir, sebagaimana perkataan :
اللهُ
رَبِّيْ وَبِهِ أَحْلِفُ لَيَنْصُرُنَّ
اْلمُؤمنِيْنَ
”Allah Rabbku, dan
dengan-Nya aku bersumpah sungguh Dia akan menolong orang-orang beriman”
3.
Taa’ (ت)
Contohnya seperti
dalam firman Allah ta’ala :
تَاللّهِ لَتُسْأَلُنّ عَمّا كُنْتُمْ
تَفْتَرُونَ
“Demi Allah,
sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang kamu ada-adakan” [QS.
An-Nahl : 56].
Dengan masuknya huruf
taa’, ’aamil (pelaku)-nya harus dihapuskan, dan kemudian huruf taa’ tersebut
harus diikuti dengan isim Allah (yaitu - الله)
atau Rabb (ربّ). Contohnya :
تَرَبِّ اْلكَعْبَةِ لَأحَجَنَّ إِنْ
شَآءَ اللهُ
”Demi Rabb Ka’bah,
sungguh aku akan berhaji insya Allah”.
Pada
dasarnya, kebanyakan al-muqsam bih (sesuatu yang dijadikan dasar atau
landasan sumpah) itu disebutkan, sebagaimana pada contoh-contoh sebelumnya.
Kadang
dihapuskan, seperti perkataan :
أحلف عليك لتجتهدن
“Aku
bersumpah kepadamu, sungguh engkau harus berusaha dengan sungguh-sungguh”.
Dan
kadang-kadang dihapus dengan ‘aamil (pelaku)-nya. Bentuk yang seperti
ini banyak, misalnya dalam firman Allah ta’ala :
ثُمّ لَتُسْأَلُنّ يَوْمَئِذٍ عَنِ
النّعِيمِ
“Kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu)” [QS. At-Takaatsur : 8].
Pada
dasarnya, kebanyakan al-muqsam ‘alaih disebutkan seperti dalam firman
Allah ta’ala:
قُلْ بَلَىَ وَرَبّي
لَتُبْعَثُنّ
“Katakanlah
: ‘Tidak demikian, demi Rabbku, benar-benar kamu akan dibangkitkan” [QS.
At-Taghaabun : 7].
Namun
kadang-kadang boleh dihapus, seperti dalam firman Allah ta’ala :
قَ وَالْقُرْآنِ
الْمَجِيدِ
“Qaaf,
demi Al-Qur’an yang sangat mulia” [QS. Qaaf : 1].
Taqdiir
(kata
yang tidak disebutkan) dalam ayat tersebut adalah لَيُهْلِكُنَّ,
sehingga maknanya : “Qaaf, demi Al-Qur’an yang sangat mulia, sungguh Dia
pasti akan membinasakan”.
Dan
kadang-kadang wajib dihapuskan apabila diawali atau didahului oleh
faktor-faktor yang memperbolehkannya. Ibnu Hisyam rahimahullah berkata dalam
Al-Mughniy, dan dicontohkan dalam kaidah nahwu :
زَيْدٌ قَائِمٌ وَاللهِ
“Zaid
sedang berdiri, demi Allah”
زَيْدٌ وَاللهِ قَائِمٌ
“Zaid,
demi Allah, sedang berdiri”
Sumpah
memiliki 2 faedah, yaitu :
1.
menjelaskan keagungan
al-muqsam bihi (yang dijadikan landasan atau dasar sumpah);
2.
menjelaskan pentingnya
al-muqsam ‘alaih (sesuatu yang disumpahkan) dan sebagai bentuk penguat
atasnya.
Oleh karena itu, tidak baik bersumpah kecuali
dalam keadaan berikut :
a.
sesuatu yang
disumpahkan (al-muqsam ‘alaih) hendaknya adalah sesuatu yang penting;
b.
adanya keraguan dari mukhaththab
(orang yang diajak bicara);
c.
adanya pengingkaran
dari mukhaththab.
Wallaahu a’lam.
[Ushuulun fit-Tafsiir oleh Asy-Syaikh
Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimiin rahimahullah hal. 48-49; Al-Maktabah
Al-Islaamiyyah, Cet. 1/1422 H].
Comments
Posting Komentar