Abul-Qaasim
Al-Laalikaa’iy rahimahullah berkata:
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُظَفَّرِ
الْمُقْرِئُ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَبَشٍ
الْمُقْرِئُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي
حَاتِمٍ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبِي وَأَبَا زُرْعَةَ عَنْ مَذَاهِبِ أَهْلِ
السُّنَّةِ فِي أُصُولِ الدِّينِ، وَمَا أَدْرَكَا عَلَيْهِ الْعُلَمَاءَ فِي
جَمِيعِ الأَمْصَارِ، وَمَا يَعْتَقِدَانِ مِنْ ذَلِكَ، فَقَالا: أَدْرَكْنَا
الْعُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ حِجَازًا وَعِرَاقًا وَشَامًا وَيَمَنًا
فَكَانَ مِنْ مَذْهَبِهِمُ:
الإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، يَزِيدُ
وَيَنْقُصُ،
وَالْقُرْآنُ كَلامُ اللَّهِ غَيْرُ
مَخْلُوقٍ بِجَمِيعِ جِهَاتِهِ،
وَالْقَدَرُ خَيْرُهُ وَشَرُّهُ مِنَ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَخَيْرُ هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ
نَبِيِّهَا عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، ثُمَّ
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، ثُمَّ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، ثُمَّ عَلِيُّ بْنُ
أَبِي طَالِبٍ عَلَيْهِمُ السَّلامُ، وَهُمُ الْخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ
الْمَهْدِيُّونَ،
وَأَنَّ الْعَشَرَةَ الَّذِينَ سَمَّاهُمْ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَشَهِدَ لَهُمْ بِالْجَنَّةِ عَلَى مَا شَهِدَ بِهِ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ وَقَوْلُهُ الْحَقُّ،
وَالتَّرَحُّمُ عَلَى جَمِيعِ أَصْحَابِ
مُحَمَّدٍ وَالْكَفُّ عَمَّا شَجَرَ بَيْنَهُمْ.
وَأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى
عَرْشِهِ بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ كَمَا وَصَفَ نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ، وَعَلَى
لِسَانِ رَسُولِهِ ﷺ بِلا كَيْفٍ، أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا، لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير.
Telah
mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Mudhaffar Al-Muqri’, ia berkata :
Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin Muhammad bin Habasy Al-Muqri’, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdurrahmaan bin Abi
Haatim, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada ayahku (Abu Haatim Ar-Raaziy)
dan Abu Zur’ah tentang madzhab Ahlus-Sunnah dalam Ushuuluddiin
(pokok-pokok agama), serta apa yang mereka dapatkan dari para ulama yang mereka
jumpai di berbagai kota dan apa yang mereka yakini tentang hal tersebut. Mereka
berdua berkata : “Kami telah berjumpa dengan para ulama di seluruh kota baik di
Hijaaz, ‘Iraaq, Syam, dan Yaman, maka diantara madzhab yang mereka anut adalah
:
1.
Iman itu perkataan
dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang.
2.
Al-Qur’an adalah
Kalaamullah, bukan makhluk dari semua sisinya.
3.
Takdir yang baik dan
yang buruk berasal dari Allah ‘azza wa jalla.
4.
Sebaik-baik umat
sepeninggal Nabi ﷺ adalah Abu Bakr Ash-Shiddiiq, lalu ‘Umar
bin Al-Khaththaab, lalu ‘Utsmaan bin ‘Affaan, lalu ‘Aliy bin Abi Thaalib ‘alaihimis-salaam.
Mereka adalah Khulafaaur-Raasyidiin yang terbimbing.
5.
Dan bahwasannya
sepuluh orang shahabat yang disebutkan Rasulullah ﷺ dan dipersaksikan masuk surga adalah
sesuai dengan yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ, dan perkataan beliau ﷺ tersebut adalah benar.
6.
Mendoakan rahmat
kepada seluruh shahabat Muhammad ﷺ dan menahan diri untuk tidak membicarakan
perselisihan yang terjadi di antara mereka.
7.
Dan bahwasannya Allah
‘azza wa jalla berada di atas ’Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya
sebagaimana yang Ia sifatkan diri-Nya dalam Kitab-Nya dan melalui lisan
Rasul-Nya ﷺ,
tanpa menanyakan ’bagaimana’, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Allah berfirman
: ’Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi
Maha Melihat (QS. Asy-Syuuraa : 11).
وَأَنَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُرَى فِي
الآخِرَةِ، يَرَاهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ بِأَبْصَارِهِمْ وَيَسْمَعُونَ كَلامَهُ
كَيْفَ شَاءَ وَكَمَا شَاءَ.
وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ
وَهُمَا مَخْلُوقَتانِ لا يَفْنَيَانِ أَبَدًا، وَالْجَنَّةُ ثَوَابٌ
لأَوْلِيَائِهِ، وَالنَّارُ عِقَابٌ لأَهْلِ مَعْصِيَتِهِ إِلا مَنْ رَحِمَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ،
وَالصِّرَاطُ حَقٌّ
وَالْمِيزَانُ حَقٌّ، لَهُ كِفَّتَانِ،
تُوزَنُ فِيهِ أَعْمَالُ الْعِبَادِ حَسَنُهَا وَسَيِّئُهَا حَقٌّ.
وَالْحَوْضُ الْمُكْرَمُ بِهِ نَبِيُّنَا
حَقٌّ.
وَالشَّفَاعَةُ حَقٌّ،
وَالْبَعْثُ مِنْ بَعْدِ الْمَوْتِ حَقٌّ.
وَأَهْلُ الْكَبَائِرِ فِي مَشِيئَةِ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَلَا نُكَفِّرُ أَهْلَ الْقِبْلَةِ
بِذُنُوبِهِمْ، وَنَكِلُ أَسْرَارَهُمْ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَنُقِيمُ فَرْضَ الْجِهَادِ وَالْحَجِّ
مَعَ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ دَهْرٍ وَزَمَانٍ.
وَلا نَرَى الْخُرُوجَ عَلَى الأَئِمَّةِ
وَلا الْقِتَالَ فِي الْفِتْنَةِ، وَنَسْمَعُ وَنُطِيعُ لِمَنْ وَلاهُ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ أَمْرَنَا وَلا نَنْزِعُ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ، وَنَتَّبِعُ
السُّنَّةَ وَالْجَمَاعَةَ، وَنَجْتَنِبُ الشُّذُوذَ وَالْخِلافَ وَالْفُرْقَةَ.
فَإِنَّ الْجِهَادَ مَاضٍ مُنذُ بَعَثَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ نَبِيَّهُ عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامِ إِلَى قِيَامِ
السَّاعَةِ مَعَ أُولِي الأَمْرِ مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ لا يُبْطِلُهُ
شَيْءٌ.
وَالْحَجُّ كَذَلِكَ، وَدَفْعُ
الصَّدَقَاتِ مِنَ السَّوَائِمِ إِلَى أُولِي الأَمْرِ مِنْ أَئِمَّةِ
الْمُسْلِمِينَ.
8.
Dan bahwasannya Allah
tabaaraka wa ta’ala dapat dilihat kelak di akhirat, dilihat oleh
penduduk surga dengan mata kepala mereka, dan mereka pun mendengar
perkataan-Nya ‘azza wa jalla sebagaimana yang Ia kehendaki dan seperti yang
Ia kehendaki.
9.
Surga itu benar (haq)
dan neraka juga benar (haq). Keduanya adalah makhluk Allah yang akan
kekal selamanya. Surga adalah balasan bagi para wali-Nya, sedangkan neraka
adalah hukuman bagi para pelaku maksiat kecuali yang diberikan rahmat
(diampuni) oleh Allah ‘azza wa jalla.
10.
Ash-shiraath itu
benar (haq).
11.
Miizaan itu
benar (haq). Ia memiliki dua daun timbangan yang akan menimbang amalan
baik dan buruk para hamba adalah benar.
12.
Haudl
yang merupakan pemuliaan bagi Nabi kita ﷺ adalah benar (haq).
13.
Syafa’at adalah benar
(haq).
14.
Kebangkitan (kelak di
hari kiamat) setelah kematian adalah benar (haq).
15.
Para pelaku dosa
besar berada di dalam kehendak Allah ‘azza wa jalla (apakah Ia
berkehendak mengampuninya ataukah memberikan adzab/hukuman kepadanya –
Abul-Jauzaa’).
16.
Kami tidak
mengkafirkan kaum muslimin dengan sebab dosa-dosa yang mereka lakukan, dan kami
menyerahkan urusan batin mereka kepada Allah ‘azza wa jalla.
17.
Dan kami menegakkan
kewajiban jihad dan haji bersama para pemimpin kaum muslimin di setiap masa dan
zaman.
18.
Dan kami memandang
tidak bolehnya keluar ketaatan (memberontak) kepada para pemimpin (kaum
muslimin) dan mengobarkan peperangan di masa fitnah. Kami senantiasa mendengar
dan taat kepada orang yang Allah ‘azza wa jalla berikan kekuasaan untuk
mengatur urusan kami. Kami tidak akan melepaskan tangan kami dari ketaatan.
Kami mengikuti sunnah dan jama’ah, serta menjauhkan diri dari keganjilan,
penyelisihan, dan perpecahan.
19.
Sesungguhnya jihad
tetap eksis sejak Allah ‘azza wa jalla utus Nabi-Nya ﷺ hingga hari kiamat, dilakukan bersama
ulil-amri (pemerintah) dari kalangan para pemimpin kaum muslimin, tidak akan
dibatalkan oleh sesuatupun.
20.
Begitu juga dengan
haji dan penunaian zakat hewan ternak saaimah (yang digembalakan mencari
makanan sendiri di alam bebas atau padang rumput – Abul-Jauzaa’)
kepada ulil-amri (pemerintah) dari kalangan para pemimpin kaum muslimin.
وَالنَّاسُ مُؤَمَّنُونَ فِي أَحْكَامِهِمْ
وَمَوَارِيثِهِمْ، وَلا نَدْرِي مَا هُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
فَمَنْ قَالَ: إِنَّهُ مُؤْمِنٌ حَقًّا
فَهُوَ مُبْتَدِعٌ، وَمَنْ قَالَ: هُوَ مُؤْمِنٌ عِنْدَ اللَّهِ فَهُوَ مِنَ
الْكَاذِبِينَ، وَمَنْ قَالَ: هُوَ مُؤْمِنٌ بِاللَّهِ حَقًّا فَهُوَ مُصِيبٌ.
وَالْمُرْجِئَةُ وَالْمُبْتَدِعَةُ ضُلالٌ،
وَالْقَدَرِيَّةُ الْمُبْتَدِعَةُ ضُلالٌ،
فَمَنْ أَنْكَرَ مِنْهُمْ أَنَّ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ لا يَعْلَمُ مَا لَمْ يَكُنْ قَبْلَ أَنْ يَكُونَ فَهُوَ كَافِرٌ.
وَأَنَّ الْجَهْمِيَّةَ كُفَّارٌ،
وَأَنَّ الرَّافِضَةَ رَفَضُوا الإِسْلامَ،
وَالْخَوَارِجَ مُرَّاقٌ.
وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الْقُرْآنَ مَخْلُوقٌ
فَهُوَ كَافِرٌ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ كُفْرًا يَنْقُلُ عَنِ الْمِلَّةِ. وَمَنْ
شَكَّ فِي كُفْرِهِ مِمَّنْ يَفْهَمُ فَهُوَ كَافِرٌ.
وَمَنْ شَكَّ فِي كَلامِ اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ فَوَقَفَ شَاكًّا فِيهِ يَقُولُ: لا أَدْرِي مَخْلُوقٌ أَوْ غَيْرُ
مَخْلُوقٍ فَهُوَ جَهْمِيٌّ.
وَمَنْ وَقَفَ فِي الْقُرْآنِ جَاهِلا عُلِّمَ
وَبُدِّعَ وَلَمْ يُكَفَّرْ.
وَمَنْ قَالَ: لَفْظِي بِالْقُرْآنِ
مَخْلُوقٌ فَهُوَ جَهْمِيٌّ أَوِ الْقُرْآنُ بِلَفْظِي مَخْلُوقٌ فَهُوَ
جَهْمِيٌّ.
21.
Manusia pada asalnya
adalah orang-orang beriman (mukmin) dalam hukum-hukum dan pewarisan mereka,
sedangkan di sisi Allah ‘azza wa jalla kami tidak mengetahuinya.
22.
Barangsiapa berkata :
‘Sesungguhnya orang itu mukmin sejati/sebenar-benarnya’, maka ia adalah mubtadi’.
Barangsiapa berkata : ‘Orang itu mukmin di sisi Allah’, maka ia termasuk
orang-orang yang berdusta. Barangsiapa berkata : ‘Orang itu beriman kepada
Allah dengan sebenar-benarnya’, maka ia benar.
23.
Murji’ah adalah mubtadi’
yang sesat.
24.
Qadariyyah adalah mubtadi’
yang sesat.
25.
Maka barangsiapa diantara
mereka yang mengingkari, yaitu : Bahwasannya Allah ‘azza wa jalla tidak
mengetahui apa yang akan terjadi sebelum terjadi, maka ia kafir.
26.
Jahmiyyah adalah
kafir.
27.
Raafidlah, mereka itu
menolak Islam.
28.
Khawaarij itu murraaq
(orang-orang yang telah keluar dari agama).
29.
Barangsiapa yang
menyangka Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia kafir terhadap Allah yang Maha
Agung dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama. Barangsiapa paham namun
ragu-ragu akan kekafirannya, maka ia pun kafir.
30.
Barangsiapa yang
ragu-ragu tentang Kalamullah ‘azza wa jalla, lalu ia abstain karena ragu
dalam hal tersebut seraya berkata : ‘Aku tidak tahu apakah Al-Qur’an adalah
makhluk atau bukan makhluk’, maka ia adalah Jahmiy (penganut paham Jahmiyyah).
31.
Barangsiapa yang
abstain dalam permasalahan Al-Qur’an karena kejahilan, maka ia diajari dan
dibid’ahkan tanpa dikafirkan.
32.
Barangsiapa yang
berkata : ‘Lafadh Al-Qur’anku adalah makhluk’, maka ia Jahmiy. Atau ia
mengatakan : ‘Al-Qur’an dengan lafadhku adalah makhluk’, maka ia Jahmiy.
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: وَسَمِعْتُ أَبِي،
يَقُولُ: وَعَلامَةُ أَهْلِ الْبِدَعِ الْوَقِيعَةُ فِي أَهْلِ الأَثَرِ،
وَعَلامَةُ الزَّنَادِقَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ حَشْوِيَّةً
يُرِيدُونَ إِبْطَالَ الآثَارِ.
وَعَلامَةُ الْجَهْمِيَّةِ تَسْمِيَتُهُمْ
أَهْلَ السُّنَّةِ مُشَبِّهَةً،
وَعَلامَةُ الْقَدَرِيَّةِ تَسْمِيَتُهُمْ
أَهْلَ الأَثَرِ مُجَبِّرَةً.
وَعَلامَةُ الْمُرْجِئَةِ تَسْمِيَتُهُمْ
أَهْلَ السُّنَّةِ مُخَالِفَةً وَنُقْصَانِيَّةً.
وَعَلامَةُ الرَّافِضَةِ تَسْمِيَتُهُمْ
أَهْلَ السُّنَّةِ نَاصِبَةً.
وَلا يَلْحَقُ أَهْلَ السُّنَّةِ إِلا
اسْمٌ وَاحِدٌ وَيَسْتَحِيلُ أَنْ تَجْمَعَهُمْ هَذِهِ الأَسْمَاءُ "
Abu Muhammad (Ibnu Abi Haatim) berkata : Aku
mendengar ayahku (Abu Haatim Ar-Raaziy) berkata : “Tanda Ahlul-Bid’ah adalah
mencela Ahlul-Atsar. Tanda orang-orang Zanaadiqah adalah penamaan mereka
terhadap Ahlus-Sunnah sebagai Hasyawiyyah karena mereka ingin
membatalkan atsar-atsar.
Tanda orang-orang Jahmiyyah adalah penamaan
mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Musyabbihah.
Tanda orang-orang Qadariyyah adalah penamaan
mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Mujabbirah.
Tanda orang-orang Murji’ah adalah penamaan
mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Mukhaalifah (orang yang selalu
mempertentangkan) dan Nuqshaaniyyah (orang yang kurang dalam imannya).
Tanda orang-orang Raafidlah adalah penamaan
mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Naashibah (pembenci ahlul-bait Nabi ﷺ).
Dan tidaklah didapatkan pada Ahlus-Sunnah
kecuali hanya satu nama, sehingga mustahil nama-nama ini terkumpul pada mereka
(Ahlus-Sunnah).
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ، وَسَمِعْتُ أَبِي،
وَأَبَا زُرْعَةَ يَأْمُرَانِ بِهِجْرَانِ أَهْلِ الزَّيْغِ وَالْبِدَعِ،
يُغَلِّظَانِ فِي ذَلِكَ أَشَدَّ التَّغْلِيظِ، وَيُنْكِرَانِ وَضْعَ الْكُتُبِ
بِرَأْيٍ فِي غَيْرِ آثَارٍ، وَيَنْهَيَانِ عَنْ مُجَالَسَةِ أَهْلِ الْكَلامِ
وَالنَّظَرِ فِي كُتُبِ الْمُتَكَلِّمِينَ، وَيَقُولانِ لا يُفْلِحُ صَاحِبُ
كَلامٍ أَبَدًا
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ " وَبِهِ
أَقُولُ أَنَا ".
وَقَالَ أَبُو عَلِيِّ بْنُ حُبَيْشٍ
الْمُقْرِئُ: " وَبِهِ أَقُولُ ".
قَالَ شَيْخُنَا ابْنُ الْمُظَفَّرِ:
" وَبِهِ أَقُولُ ".
وَقَالَ شَيْخُنَا يَعْنِي الْمُصَنِّفَ:
" وَبِهِ أَقُولُ "
وَقَالَ الطريثيتي : وبه أقول
وَقَالَ شيخنا السلفي : وبه أقول
Abu Muhammad berkata : Aku mendengar ayahku
(Abu Haatim Ar-Raaziy) dan Abu Zur’ah memerintahkan untuk memboikot ahluz-zaigh
wal-bida’ (orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dan pelaku bid’ah).
Mereka (Abu Haatim dan Abu Zur’ah) bersikap sangat keras dalam hal tersebut. Mereka
mengingkari penulisan kitab-kitab hanya berdasarkan pendapat semata tanpa berdasarkan
atsar-atsar. Mereka melarang bermajelis dengan ahlul-kalam dan berdebat tentang
kitab-kitab ahli kalam. Mereka berkata : ‘Tidak beruntung shaahibul-kalaam
selamanya’.
Abu Muhammad berkata : “Dan inilah yang aku
katakan (yaitu, berkeyakinan sebagaimana dikatakan oleh Abu Haatim dan Abu
Zur’ah – Abul-Jauza’)”.
Abu ‘Aliy bin Hubaisy Al-Muqri’ berkata :
“Dan inilah yang aku katakan”.
Syaikh kami, yaitu Ibnul-Mudhaffar, berkata :
“Dan inilah yang aku katakan”.
Syaikh kami, yaitu penulis (Al-Laalikaa’iy),
berkata : “Dan inilah yang aku katakan”.
Ath-Thuraitsitiy berkata : “Dan inilah yang
aku katakan”.
Syaikh kami, As-Silafiy, berkata : “Dan
inilah yang aku katakan”
[Syarh Ushuuli I’tiqaad Ahlis-Sunnah
wal-Jama’ah, 1/176-180 no. 321-322, tahqiq : Dr. Ahmad bin Sa’d bin Hamdaan].
Sanad riwayat ini shahih, para
perawinya tsiqaat:
a.
Muhammad bin
Al-Mudhaffar bin ’Aliy bin Harb, Abu Bakr Al-Muqri’ Ad-Diinawariy; seorang
syaikh yang shaalih, mempunyai keutamaan, lagi shaduuq. Wafat 415 H [Taariikh
Baghdaad, 4/430 no. 1624, tahqiq : Dr. Basyaar ’Awwaad Ma’ruuf;
Daarul-Gharb, Cet. 1/1422 H].
b.
Al-Husain bin
Muhammad bin Habsy, Abu ’Aliy Ad-Diinawariy Al-Muqri’; seorang yang tsiqah
lagi ma’muun [lihat : Taariikh Islaamiy oleh Adz-Dzahabiy,
26/538-539, tahqiq : Dr. ’Umar bin ’Abdis-Salaam At-Tadmuriy; Daarul-Kitaab
Al-’Arabiy, Cet. 1/1409 H].
c.
Abu Muhammad
‘Abdurrahmaan bin Abi Haatim; ia adalah anak dari Abu Haatim Ar-Raaziy, seorang
imam yang tidak perlu ditanyakan lagi.
Inilah aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah yang
telah menjadi kesepakatan para ulama kita semenjak dulu. Semoga Allah ‘azza
wa jalla memberikan kita petunjuk dan kekokohan dalam menitinya.
Semoga ada manfaatnya, wallaahu a’lam
bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – setelah pulang kantor, 06081438].
Comments
Assalamu'alaikum, poin 21 bisa tolong diperjelas, ustadz?
Jazakallahu khair
Assalamu'alaykum Warahmatullah Wabarakatuh
Ngomong-ngomong Ustad kayaknya kurang satu point. Setelah point yang ke-9 |.....وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ (al-atsar)| Yakni yang seharusnya jadi point kesepuluh (menurut kitabnya) ialah |والصراط حق|.
Sebelumnya saya mohon maaf.
Jazakallahu Khairan. Makasih Ustadz atas postingannya.
Wa'alaikumus-salaam warahmatullaahi wabarakaatuh. Antum benar. Sudah saya tambah di atas. Jazaakallaahu khairan atas masukannya.
Assamau'alaikum..
Ustad ana mw tanya ada tidak hadistnx ini..
*Siapa Yang Kentut..? Silahkan Berdiri..!*
Dikisahkan, bahwa suatu hari para sahabat sedang berkumpul di masjid. Lalu terciumlah bau kentut diantara mereka, sehingga membuat para sahabat tidak tahan dengan bau tersebut, salah seorang dari mereka berdiri dan berkata, “Barangsiapa yang kentut, silakan bangun”.
Hening, tak seorang pun berdiri.
Ketika datang waktu ‘Isya mereka berkata, “Orang yang kentut pasti akan berwudhu setelah ini. Orang itulah yang kentut”.
Setelah itu, para sahabat menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang keluar. Masih seperti tadi, tak seorang pun yang beranjak dari tempat duduknya, mungkin malu. Lalu Bilal bangun untuk mengumandangkan adzan. Tapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Tunggu dulu, aku belum batal, tapi aku hendak berwudhu lagi. Lalu para sahabat pun ikut berwudhu dan tidak diketahui siapa yang kentut waktu itu.
Subhanallah. Sungguh, dalam diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi kita
Usai shalat ashar di masjid Quba, seorang sahabat mengundang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta jamaah untuk menikmati hidangan daging unta di rumahnya. Ketika sedang makan, ada tercium aroma tidak sedap. Rupanya diantara yang hadir ada yang buang angin. Para sahabat saling menoleh. Wajah Rasulullah sedikit berubah tanda tidak senang. Maka tatkala waktu shalat maghrib hampir masuk, sebelum bubar, Rasulullah berkata: "Barangsiapa yang makan daging unta, hendaklah ia berwudhu!". Mendengar perintah Rasulullah tersebut maka seluruh jamaah mengambil air wudhu. Dan terhindarlah aib orang yang buang angin tadi.
SHAHI tdk hadistx ini ustad..?
Posting Komentar