Para
ulama berbeda pandangan mana diantara keduanya yang lebih buruk bagi Islam dan
kaum muslimin. Sebagian ulama mengatakan Murji’ah lebih buruk, sebagian lain
mengatakan sebaliknya (yaitu Khawaarij lebih buruk).
Diantara
ulama yang mengatakan Murji’ah lebih buruk atau mengklasifikasikannya sebagai golongan
paling buruk dalam Islam adalah:
1.
Syariik bin
‘Abdillah Al-Qaadliy rahimahumallah sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنِي
أَبِي نا حَجَّاجُ، سَمِعْتُ شَرِيكًا وَذَكَرَ الْمُرْجِئَةَ، فَقَالَ: هُمْ
أَخْبَثُ قَوْمٍ وَحَسْبُكَ بِالرَّافِضَةِ خُبْثًا وَلَكِنِ الْمُرْجِئَةُ
يَكْذِبُونَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى "
Telah menceritakan
kepadaku ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Hajjaaj : Aku mendengar
Syariik (bin ‘Abdillah Al-Qaadliy) menyebutkan tentang Murji’ah, ia berkata :
“Mereka adalah kaum yang paling buruk. Engkau mengira Raafidlah lebih buruk,
padahal Murji’ah lah yang lebih buruk karena mereka berdusta atas nama Allah”
[Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 614; shahih].
2.
Ibraahiim
An-Nakha’iy rahimahullah sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنِي
أَبِي نا مُؤَمَّلٌ، نا سُفْيَانُ، نا سَعِيدُ بْنُ صَالِحٍ، قَالَ: قَالَ
إِبْرَاهِيمُ: " لأَنَا لِفِتْنَةِ الْمُرْجِئَةِ أَخْوَفُ عَلَى هَذِهِ
الأُمَّةِ مِنْ فِتْنَةِ الأَزَارِقَةِ "
Telah menceritakan
kepadaku ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Sufyaan : Telah mengkhabarkan
kepada kami Sa’iid bin Shaalih (Al-Asadiy)[1],
ia berkata : Telah berkata Ibraahiim (An-Nakha’iy) : “Sungguh, fitnah Murji’ah
terhadap umat ini lebih aku khawatirkan daripada fitnah Azaariqah (salah satu
kelompok dari Khawaarij – Abul-Jauzaa’)” [Idem no. 617;
shahih].
3.
Yahyaa bin Abi
Katsiir dan Qataadah bin Di’aamah rahimahumullah sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنِي
أَبِي نا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو، نا أَبُو إِسْحَاقَ، قَالَ: قَالَ
الأَوْزَاعِيُّ: كَانَ يَحْيَى، وَقَتَادَةُ، يَقُولانِ: " لَيْسَ مِنَ
الأَهْوَاءِ شَيْءٌ أَخْوَفُ عِنْدَهُمْ عَلَى الأُمَّةِ مِنَ الإِرْجَاءِ "
Telah menceritakan
kepadaku ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Mu’aawiyyah bin ‘Amru : Telah
mengkhabarkan kepada kami Abu Ishaaq (Al-Fazaariy), ia berkata : Telah berkata
Al-Auzaa’iy : Yahyaa dan Qataadah pernah berkata : “Tidak ada hawa nafsu yang
lebih dikhawatirkan di sisi mereka (ulama) yang akan menimpa umat daripada
(pemahaman) irjaa’” [idem, no. 641; shahih].
4.
Al-A’masy rahimahullah,
sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنِي
أَبِي حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بنَ
عَيَّاشٍ، ذَكَرَ أَبَا حَنِيفَةَ وَأَصْحَابَهُ الَّذِينَ يُخَاصِمُونَ، فَقَالَ:
كَانَ مُغِيرَةُ يَقُولُ : وَاللَّهِ الَّذِي لا إِلَهُ إِلا هُوَ لأَنَا أَخْوَفُ
عَلَى الدِّينِ مِنْهُمْ مِنَ الْفُسَّاقِ، وَحَلَفَ الأَعْمَشُ، قَالَ: وَاللَّهِ
الَّذِي لا إِلَهُ إِلا هُوَ مَا أَعْرِفُ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُمْ....
Telah menceritakan
kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Aamir, ia berkata :
Aku mendengar Abu Bakr bin ‘Ayyaasy menyebutkan Abu Haniifah dan para
shahabatnya[2]
yang sedang berdebat, lalu ia berkata : Al-Mughiirah pernah berkata : “Demi
Allah yang tidak ada tuhan yang berhak disembah selain-Nya, sungguh aku lebih
khawatir terhadap mereka atas agamaku daripada orang-orang fasiq”. Dan
Al-A’masy pun bersumpah seraya berkata : “Demi Allah yang tidak ada tuhan yang
berhak disembah selain-Nya, aku tidak tahu siapakah yang lebih jelek/buruk
daripada mereka[3]…”
[idem no. 258; shahih].
5.
Dan yang lainnya.
Tidak
ada hadits marfuu’ yang shahih dari Nabi ﷺ yang menyebutkan tentang Murji’ah selain
hadits berikut:
حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ بْنُ
مَسْعَدَةَ الأَصْبَهَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحُسَيْنِ،
قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ الْحَلَبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ
خِرَاشٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا قَبْلِي
قَطُّ فَاجْتَمَعَتْ لَهُ أُمَّتُهُ إِلا كَانَ فِيهِمْ مُرْجِئَةٌ وَقَدَرِيَّةٌ
يُشَوِّشُونَ عَلَيْهِ أَمْرَ أُمَّتِهِ مِنْ بَعْدِهِ، أَلا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ
وَجَلَّ لَعَنَ الْمُرْجِئَةَ وَالْقَدَرِيَّةَ عَلَى لِسَانِ سَبْعِينَ نَبِيًّا
أَنَا آخِرُهُمْ "
Telah
menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas bin Mas’adah Al-Ashbahaaniy, ia berkata :
Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Al-Husain, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Abu Taubah Al-Halabiy, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Syihaab bin Khiraasy, dari Muhammad bin Ziyaad, dari Abu Hurairah,
dari Nabi shallallaahu ‘alaihii wa sallam, beliau bersabda : “Allah
tidak mengutus seorang nabi pun sebelumku lalu umatnya berkumpul untuknya,
kecuali ada pada mereka kelompok Murji’ah dan Qadariyyah yang mengacaukan
perkara umatnya sepeninggalnya. Ketahuilah, sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla
melaknat Murji’ah dan Qadariyyah melalui lisan tujuh puluh orang nabi dan aku
yang terakhir dari mereka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah
no. 1219 (Al-Iimaan)
& no. 1530 (Al-Qadar)
– ini lafadh no. 1530; shahih[4]].
Adapun
ulama yang mengatakan Khawaarij lebih buruk karena mereka termasuk golongan
yang paling buruk dalam Islam, antara lain adalah:
1.
‘Abdullah bin ‘Umar
radliyallaahu ‘anhumaa sebagaimana dikatakan Al-Bukhaariy rahimahullah:
وَكَانَ
ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ، وَقَالَ إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا
إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Ibnu ‘Umar
memandang mereka (Khawaarij) adalah sejelek-jelek makhluk Allah. Ia (Ibnu
‘Umar) berkata : ‘Mereka membawa ayat-ayat yang turun kepada orang-orang kafir
dan mengenakannya pada orang-orang beriman[5]”
[Shahiih Al-Bukhaariy 4/280].
2.
Abu Umaamah radliyallaahu
‘anhu, sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنَا
سَهْلُ بْنُ أَبِي سَهْلٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ أَبِي
غَالِبٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، يَقُولُ: " شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ
أَدِيمِ السَّمَاءِ، وَخَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوا كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ،
قَدْ كَانَ هَؤُلَاءِ مُسْلِمِينَ فَصَارُوا كُفَّارًا "، قُلْتُ يَا أَبَا
أُمَامَةَ: هَذَا شَيْءٌ تَقُولُهُ، قَالَ: بَلْ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan
kepada kami Sahl bin Sahl : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin
‘Uyainah, dari Abu Ghaalib, dari Abu Umaamah, ia berkata : “Sejelek-jelek orang
yang terbunuh di bawah kolong langit dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah
orang yang mereka bunuh; mereka itu adalah anjing-anjing penghuni neraka.
Sungguh, mereka itu dulunya muslim, namun berubah menjadi kafir”. Aku (Abu
Ghaalib) berkata : “Wahai Abu Umaamah, apakah ini sekedar perkataanmu saja ?”.
Ia menjawab : “Bahkan, itu adalah yang aku dengar dari Rasulullah ﷺ” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 176;
dishahihkan oleh Al-Albaaniy rahimahullah dalam Shahiih Sunan Ibni
Maajah 1/76].
3.
Ahmad bin Hanbal rahimahumallah
sebagaimana riwayat:
أَخْبَرَنِي
حَرْبُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْكَرْمَانِيُّ، أَنَّ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ:
الْخَوَارِجُ قَوْمُ سُوءٍ، لا أَعْلَمُ فِي الأَرْضِ قَوْمًا شَرًّا مِنْهُمْ.
وَقَالَ: صَحَّ الْحَدِيثُ فِيهِمْ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَمِنْ عَشَرَةِ وُجُوهٍ
Telah mengkhabarkan
kepadaku Harb bin Ismaa’iil Al-Karmaaniy, bahwasannya Abu ‘Abdillah (Ahmad bin
Hanbal) pernah berkata : “Khawaarij adalah kaum yang buruk. Aku tidak tahu ada
satu kaum di muka bumi yang lebih buruk/jahat daripada mereka. Telah shahih
dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang mereka, dan dari sepuluh
sisi” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah, 1/145 no. 110;
shahih].
4.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah,
sebagaimana perkataannya:
فإنهم
لم يكن أحد شرا على المسلمين منهم لا اليهود ولا النصارى فإنهم كانوا مجتهدين في
قتل كل مسلم لم يوافقهم مستحلين لدماء المسلمين وأموالهم وقتل أولادهم مكفرين لهم
وكانوا متدينين بذلك لعظم جهلهم وبدعتهم المضلة
“Sesungguhnya
mereka (Khawaarij), tidak ada seorang pun yang lebih jelek (dampaknya) terhadap
kaum muslimin daripada mereka. Tidak Yahudi, tidak pula Nashaara[6].
Mereka (khawaarij) bersungguh-sungguh dalam memerangi kaum muslimin yang tidak
sesuai dengan mereka, menghalalkan darah dan harta kaum muslimin, serta
membunuh anak-anak mereka (kaum muslimin). Mereka melakukannya berdasarkan keyakinan
agama dimana itu disebabkan oleh besarnya kebodohan dan kebid’ahan mereka yang
menyesatkan” [Minhaajus-Sunnah, 5/248].
Diantara
dalil yang menjadi sandaran adalah sabda Nabi ﷺ yang menyatakan Khawaarij sebagai kelompok
yang paling dibenci Allah ta’ala:
مِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ
اللهِ إِلَيْهِ
“Khawaarij
termasuk makhluk Allah yang paling dibenci” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1066].
Juga
anjing-anjing penduduk neraka:
شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ
السَّمَاءِ، وَخَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوا كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ، قَدْ كَانَ
هَؤُلَاءِ مُسْلِمِينَ فَصَارُوا كُفَّارًا
“Sejelek-jelek orang yang terbunuh di bawah kolong langit dan
sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang mereka bunuh; mereka itu
adalah anjing-anjing penghuni neraka. Sungguh, mereka itu dulunya muslim, namun
berubah menjadi kafir” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 176; dishahihkan
oleh Al-Albaaniy rahimahullah dalam Shahiih Sunan Ibni Maajah
1/76].
Golongan
yang keluar dari agama[7]:
يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا
يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ........
“Mereka
keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya.....”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5058].
Golongan
yang kelak mendampingi Dajjaal:
كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ " أَكْثَرَ
مِنْ عِشْرِينَ مَرَّةً، " حَتَّى يَخْرُجَ فِي عِرَاضِهِمُ الدَّجَّالُ
“Setiap
muncul satu generasi akan tertumpas – lebih dari dua puluh kali kemunculannya –
hingga Dajjaal keluar bersama pasukan mereka (Khawaarij)” [Diriwayatkan oleh
Ibnu Maajah no. 174; hasan].
Orang
yang paling dikhawatirkan Nabi ﷺ ada
di tengah-tengah umat Islam:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ: " إِنَّ مَا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ
حَتَّى رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ، وَكَانَ رِدْئًا لِلإِسْلامِ، غَيَّرَهُ
إِلَى مَا شَاءَ الِلَّهِ، فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ،
وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ "، قَالَ: قُلْتُ:
يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ، الْمَرْمِيُّ أَمِ
الرَّامِي ؟ قَالَ: " بَلِ الرَّامِي "
Dari
Hudzaifah (bin Al-Yamaan), ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Sesungguhnya yang paling aku
khawatirkan atas diri kalian adalah seseorang yang membaca Al-Qur’an hingga
ketika terlihat kefasihan/kebagusan padanya dan menjadi pembela Islam, maka ia
menggantinya pada sesuatu sesuai yang dikehendaki Allah. Maka ia pun
menanggalkan semua hal itu dan membuangnya ke belakang punggungnya. Ia berjalan
ke tetangganya dengan menghunus pedang dan menuduhnya dengan kesyirikan”.
Aku (Hudzaifah) berkata : “Wahai Nabi Allah, siapakah di antara keduanya yang
lebih layak dengan kesyirikan, yang dituduh ataukah penuduh ?”. Beliau ﷺ menjawab : “Si penuduh”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykiilil-Aatsaar 2/324 no.
825, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr 7/220 no. 2793, Ibnu Hibban 1/282-282 no.
81, dan yang lainnya; Al-Arna’uth mengatakan : “Sanadnya hasan”].
Lantas,
manakah yang lebih raajih ?
Wallaahu
a’lam, dari segi dalil Khawaarij lebih kuat penunjukkannya
sebagai kelompok yang lebih buruk/berbahaya bagi Islam dan kaum muslimin. Namun
kadang, penilaian tersebut tidak mutlak, karena masing-masing punya keburukan
yang lebih berbahaya dari yang lain dari sisi tertentu.
Misalnya,
dalam hal peremehan terhadap syari’at, Murji’ah lebih berbahaya. Mereka
memandang kedudukan pelaku maksiat dan orang yang shalih dan adalah sama,
karena kemaksiatan tidak dinilai mempengaruhi keimanan. Selain itu, amal
perbuatan juga tidak mereka masukkan dalam cakupan iman. Dari sinilah, Asy-Syaikh
Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah mengatakan bahwa terkadang madzhab
Khawaarij lebih ringan bahayanya karena mereka lebih dekat dengan sikap menjauhi
kemaksiatan dan taubat; sedangkan madzhab Murji’ah lebih berbahaya karena
mereka bermudah-mudah dalam melakukan maksiat dan serta malas untuk bertaubat.
Silakan simak rekaman suara beliau hafidhahullah berikut:
Adapun
dalam masalah kehormatan, harta, dan darah; Khawaarij – si ‘pengawal Dajjaal’ –
tentu jauh lebih buruk. Mereka mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum
muslimin, namun membiarkan orang-orang kafir penyembah berhala.[8]
Anyway,…
permasalahan manakah yang paling bahaya antara Murji’ah dengan Khawaarij
bukanlah sesuatu yang penting. Jauh lebih penting daripada itu adalah belajar
dan senantiasa waspada terhadap bahaya dan kesesatan kedua kelompok/golongan ini.
Kita bantu peringatkan umat Islam untuk menjauhi pemikiran kedua kelompok ini
beserta orang-orangnya.
Cabang
Masalah
Ada
beberapa kekeliruan penerapan dalam menyikapi kewaspadaan terhadap dua
golongan/kelompok sesat ini.
a.
Untuk kasus Murji’ah,
ada sekelompok orang yang menghukumi irjaa’ pada orang yang tidak
mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas. Ini kesalahan besar
karena ketidakpahamannya tentang Murji’ah itu sendiri. Tidak mengkafirkan orang
yang meninggalkan shalat karena malas – selama yang bersangkutan masih mengakui
kewajibannya – merupakan pendapat jumhur ulama. Abul-Fadhl As-Saksakiy
Al-Hanbaliy rahimahullah telah membantah kekeliruan ini semenjak ratusan
tahun yang lalu[9]:
إن
تارك الصلاة - إذا لم يكن جاحدا - فهو مسلم - على الصحيح من مذهب أحمد - ، وإن المنصورية
يسمون أهل السنة مرجئة؛ لأنهم يقولون بذلك، ويقولون : هذا يؤدي إلى أن الإيمان عندهم
قول بلا عمل
“Sesungguhnya orang
yang meninggalkan shalat – apabila ia tidak mengingkari (kewajibannya) – maka
statusnya muslim berdasarkan yang shahih dari madzhab Ahmad. Dan sesungguhnya
kelompok Manshuuriyyah (yaitu salah satu pecahan Khawaarij – Abul-Jauzaa’)
menamakan Ahlus-Sunnah sebagai Murji’ah karena mereka (Ahlus-Sunnah)
berpendapat demikian. Mereka (Manshuuriyyah) berkata : ‘Pendapat ini mengkonsekuensikan
bahwa iman menurut mereka hanyalah perkataan saja tanpa amal” [Al-Burhaan,
hal. 35].
Ada juga yang
menuduh orang yang memberikan ketaatannya kepada penguasa dan tidak ikut mengangkat
senjata melawannya meskipun ia (penguasa) dhalim, sebagai Murji’ah; yang
kemudian menukil riwayat dari An-Nadlr bin Syumail:
سئل
النضير بن شميل عن الإرجاء فقال: ذلك دين يعجب الملوك
“An-Nadliir[10]
bin Syumail penah ditanya tentang irjaa’, lalu ia berkata : ‘Itu adalah
agama yang membuat senang para raja”.
Atau riwayat An-Nadlr
bin Syumail yang lain:
دخلت
على المأمون فقال لي كيف أصبحت يا نضر قال قلت بخير يا أمير المؤمنين قال تدري ما
الإرجاء قال قلت دين يوافق الملوك يصيبون به من دنياهم وينقص من دينهم قال لي صدقت
“Aku masuk ke
tempat Al-Ma’muun, lalu ia bertanya : ‘Bagaimana kabarmu pagi ini, wahai Nadhr?’.
Aku menjawab : ‘Baik-baik saja wahai Amirul-Mukminin’. Ia bertanya lagi : ‘Apakah
engkau mengetahui apa irjaa’ itu?’. Aku menjawab : ‘(Irjaa’
adalah) agama yang menyesuaikan para raja. Mereka mendapatkan dunia dengannya dengan
mengurangi agama mereka’. Al-Makmuun berkata : ‘Engkau benar”.
Ini tidak tepat. Pertama,
ditinjau dari kualitas riwayatnya, maka riwayat pertama tidak diketahui
darimana sumbernya yang disertai sanadnya, sedangkan riwayat kedua lemah[11]
dengan sebab Al-Musaddad bin ‘Aliy[12]
dan jahalah dari Abu ‘Abdillah As-Sijistaaniy. Kedua,
seandainya benar irjaa’ adalah paham yang disenangi para
penguasa, maka maksudnya – wallaahu a’lam – adalah sebagaimana dikatakan
Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
المرجئة
وأمثالهم ممن يسلك مسلك طاعة الأمراء مطلقاً وإن لم يكونوا أبراراً
“Murji’ah dan yang
semisalnya yang menempuh jalan ketaatan terhadap para penguasa secara mutlak,
meskipun mereka (penguasa) bukan orang yang baik/shalih” [Majmuu’
Al-Fataawaa, 28/508].
Hal itu dikarenakan
ketaatan kepada penguasa itu hanya pada yang ma’ruuf yang tidak
bertentang dengan syari’at, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
لَا
طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada
ketaatan dalam maksiat. Ketaatan hanya pada yang ma’ruuf (sesuai syari’at)”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7257 dan Muslim no. 1840].
Ketiga,
taat kepada penguasa muslim meskipun dhalim, merupakan perintah dari Nabi ﷺ sebagaimana riwayat:
عَنْ جُنَادَةَ
بْنِ أَبِي أُمَيَّةَ، قَالَ: " دَخَلْنَا عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ
وَهُوَ مَرِيضٌ، قُلْنَا: أَصْلَحَكَ اللَّهُ، حَدِّثْ بِحَدِيثٍ يَنْفَعُكَ
اللَّهُ بِهِ سَمِعْتَهُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ، فَقَالَ
فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا: أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي
مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا، وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا، وَأَثَرَةً عَلَيْنَا،
وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا
عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ "
Dari Junaadah bin Abi Umayyah, ia berkata : “Aku pernah masuk menemui
‘Ubaadah bin Ash-Shaamit yang wakti itu sedang sakit. Kami berkata : “Semoga
Allah memperbaiki keadaanmu. Ceritakanlah kepada kami satu hadits yang Allah
telah memberikan manfaat kepadamu dengannya yang engkau dengar dari Nabi ﷺ. Ia (‘Ubaadah) berkata : “Beliau ﷺ menyeru
kami, dan kami pun berbaiat kepada beliau. Lalu beliau ﷺ bersabda
dalam hal yang beliau ambil perjanjian dari kami yaitu kami bersumpah setia
untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan kami agar kami berbaiat untuk senantiasa mendengar
dan taat baik dalam keadaan senang ataupun benci, dalam keadaan kami sulit dan
dalam keadaan mudah, ketika kesewenang-wenangan menimpa kami; dan juga agar
kami tidak mencabut perkara (kekuasaan) dari ahlinya (yaitu penguasa). Lalu
beliau ﷺ
bersabda : “Kecuali bila kalian melihat kekufuran yang jelas/nyata
berdasarkan keterangan dari Allah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7056].
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعْدِي أَثَرَةٌ وَأُمُورٌ
تُنْكِرُونَهَا، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ تَأْمُرُ مَنْ أَدْرَكَ مِنَّا
ذَلِكَ؟، قَالَ: تُؤَدُّونَ الْحَقَّ الَّذِي عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُونَ اللَّهَ الَّذِي
لَكُمْ "
Dari ‘Abdullah (bin
Mas’uud), ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Akan ada sepeninggalku nanti ‘atsarah’ (penguasa
yang dhalim – Abul-Jauzaa’) dan perkara-perkara yang kalian ingkari”. Para shahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa
yang engkau perintahkan kepada kami jika diantara kami menemuinya ?”. Beliau ﷺ menjawab
: “Tunaikan hak (mereka) yang dibebankan/diwajibkan atas kalian, dan
mintalah hak kalian kepada Allah” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1843].[13]
b.
Untuk kasus
Khawaarij, ada sebagian orang yang bermudah-mudah mengecap orang-orang yang kontra
dengan penguasa sebagai Khawaarij sehingga halal darahnya untuk ditumpahkan, termasuk
para pelaku aksi demonstrasi. Ini tidak benar. Permasalahan ini butuh perincian.
Pertama, tidak semua orang yang kontra penguasa disebut
Khawaarij. Kesalahan mereka tidaklah dalam satu tingkatan. Disebut Khawaarij
apabila sikap kontra tersebut diikuti dengan pengkafiran[14].
Kedua, tidak boleh bermudah-mudahan berfatwa dalam masalah darah.
Harus ekstra hati-hati karena Nabi ﷺ pernah bersabda:
لَزَوَالُ
الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
“Lenyapnya dunia
lebih rendah kedudukannya di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1395, An-Nasaa’iy no. 3987, dan yang
lainnya; shahih].
Ketiga, keliru
karena tidak membunuh orang yang boleh dibunuh lebih ringan daripada keliru
karena membunuh orang yang tidak boleh dibunuh. Keempat, seandainya
benar mereka Khawaarij dan halal ditumpahkan darahnya, apakah boleh setiap
orang main hakim sendiri ?. Tentu tidak boleh. Kelima, perlu
pertimbangan maslahat dan mafsadat dalam menyikapi orang yang kontra dengan
penguasa, dan ini perlu bimbingan para ulama karena Allah ta’ala berfirman:
فَاسْأَلُوا
أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”
[QS. An-Nahl : 43].
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
Semoga
ada manfaatnya.
Somewhere,
19 Dzulqa’dah 1437.
[2]
Abu Haniifah
dan shahabat-shahabat dari kalangan penduduk Kuufah dikritik para ulama karena
ketergelinciran mereka dalam masalah irjaa’.
[3]
Perkataan
Al-A’masy ini sebenarnya tidak selalu mengkonsekuensikan bahwa Murji’ah adalah
kelompok yang paling buruk dalam Islam, karena boleh jadi perkataannya tersebut
dalam konteks mubalaghah untuk mentahdzir agar tidak tertipu oleh paham irjaa’
yang dibawa oleh orang-orang faqih, yaitu Abu Haniifah dan para shahabatnya, wallaahu
a’lam.
[5]
Riwayat ini mu’allaq,
disambungkan sanadnya oleh Diriwayatkan oleh
Ath-Thahawiy dalam Tahdziibul-Aatsaar – sebagaimana dinukil Ibnu Hajar
dalam Taghliiqut-Ta’liiq 5/259; shahih].
[6]
Ibnu
Taimiyyah rahimahullah mempunyai perkataan lain selain ini yang
menyatakan Raafidlah dan Jahmiyyah lebih jelek daripada Khawaarij. Beliau rahimahullah
berkata:
وحال الجهمية والرافضة شر من حال الخوارج فإن الخوارج
كانوا يقاتلون المسلمين ويدعون قتال الكفار وهؤلاء أعانوا الكفار على قتال
المسلمين وذلوا للكفار فصاروا معاونين للكفار أذلاء لهم معادين للمؤمنين أعزاء
عليهم كما قد وجد مثل ذلك في طوائف القرامطة والرافضة والجهمية النفاة والحلولية
ومن استقرأ أحوال العالم رأى من ذلك عبرا وصار في هؤلاء شبه من الذين قال الله
تعالى فيهم : { ألم تر إلى الذين أوتوا نصيبا من الكتاب يؤمنون بالجبت والطاغوت
ويقولون للذين كفروا هؤلاء أهدى من الذين آمنوا سبيلا * أولئك الذين لعنهم الله
ومن يلعن الله فلن تجد له نصيرا } [ النساء : 51 - 52 ]
“Keadaan Jahmiyyah dan Raafidlah yang lebih
jelek/buruk dibandingkan keadaan Khawaarij, dikarenakan Khawaarij memerangi
kaum muslimin dan meninggalkan peperangan terhadap orang kafir. Adapun mereka
(Jahmiyyah dan Raafidlah) menolong orang-orang kafir untuk memerangi kaum
muslimin dan tunduk kepada orang-orang kafir. Mereka menjadi penolong bagi
orang-orang kafir dan sangat tunduk kepada mereka untuk memusuhi orang-orang
beriman dan bersikap keras terhadap mereka. Hal itu seperti itu didapati pada
kelompok Qaraamithah, Raafidlah, dan Jahmiyyah yang menafikkan sifat-sifat Allah
dan mempunyai keyakinan huluuliyyah (bersatunya Allah dengan hamba-Nya).
Barangsiapa yang memperhatikan keadaan-keadaan dunia niscaya akan melihat hal
tersebut sebagai pelajaran. Oleh karenanya, keadaan mereka (Jahmiyyah dan
Raafidlah) menyerupai orang yang difirmankan Allah ta’ala tentangnya: ‘Apakah
kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka
percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir
(musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang
beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barang siapa yang dikutuki
Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya’
(QS. An-Nisaa’ : 51-52)” [Dar’ut-Ta’aarudl, 3/364].
Silakan baca artikel : Khawaarij
vs Syi’ah Raafidlah.
[7]
Para ulama
berselisih pendapat apakah Khawaarij telah murtad dari Islam. Yang raajih,
mereka adalah kelompok sesat yang masih berada dalam lingkaran/lingkup Islam.
Silakan baca artikel : Apakah
Khawaarij Kafir ?.
[8]
Persis
seperti kelakuan ISIS dewasa ini yang memerangi kaum muslimin di Timur Tengah,
namun malah membiarkan aman orang Yahudi (Israel).
Menyedihkannya, pengikut ISIS ini mulai bertumbuhan di
tanah air, Allaahul-musta’aan.
أخبرنا أبو الحسين بن أبي الحديد أنا جدي أبو عبد الله
أنا أبو المعمر المسدد بن علي بن عبد الله بن العباس بن أبي السجيس الحمصي قدم
علينا نا أبو بكر محمد بن سليمان بن يوسف الربعي نا أبو إسحاق إبراهيم بن محمد بن
أبي ثابت العطار نا أبو عبد الله السجستاني مستملي أبي أمية عن أبي داود المصاحفي
سليمان بن سلم قال سمعت النضر بن شميل : .....
[Taariikh Dimasyq, 33/301].
[12]
Al-Kattaaniy rahimahullah
berkata : “Padanya terdapat sikap bermudah-mudahan” [Taariikhul-Islaam,
7/86].
وَفِيهِ : الْحَثّ عَلَى السَّمْع وَالطَّاعَة ، وَإِنْ
كَانَ الْمُتَوَلِّي ظَالِمًا عَسُوفًا ، فَيُعْطَى حَقّه مِنْ الطَّاعَة ، وَلَا
يُخْرَج عَلَيْهِ وَلَا يُخْلَع ؛ بَلْ يُتَضَرَّع إِلَى اللَّه تَعَالَى فِي كَشْف
أَذَاهُ ، وَدَفْع شَرّه وَإِصْلَاحه
“Di dalam (hadits) ini terdapat anjuran untuk
mendengar dan taat kepada penguasa, walaupun ia seorang yang dhalim dan
sewenang-wenang. Maka berikan haknya (sebagai pemimpin) yaitu berupa ketaatan,
tidak keluar ketaatan darinya, dan tidak menggulingkannya. Bahkan (perbuatan
yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim adalah) dengan sungguh-sungguh
lebih mendekatkan diri kepada Allah ta’ala supaya Dia menyingkirkan gangguan/siksaan
darinya, menolak kejahatannya, dan agar Allah memperbaikinya (kembali taat
kepada Allah meninggalkan kedhalimannya)” [Syarh Shahiih Muslim, 12/232].
Comments
Jadi mereka yang melakuan pemberontakan kepada penguasa muslim namun tidak disertai pengkafiran terhadap mereka secara otomatis tidak boleh langsung disebut Khawarij ya?
Yap (Jawaban ada di artikel termasuk link di bawahnya)
Buka juga link fatwa Asy-Syaikh 'Abdul-Muhsin Al-'Abbaad hafidhahullah yang membedakan antara bughat dengan Khawarij:
ما هو الفرق بين الخوارج والبغاة ؟ الشيخ عبد المحسن العباد
Transkrip fatwa Syaikh 'Abdul-Muhsin
sy terkadang galau dan pusing memikirkan para ahli ilmu, yakni asatid yg salafy jihady dan salafy ahlus sunnah wal jamaah versi ustad firanda andirja,rodja dll mereka pendapatnya sulit sy pahami. kalo memang salafy versi rodja itu menyatakan ilmu nya paling sesuai sunnah sendiri, trus sy herannya ustad almarhum siyono yg dituduh teroris oleh densus, dituduh jamaah islamiyah knpa meninngalnya dalam keadaan mengingat alloh. setelah sholat dibunuh. jika pak siyono itu salah, ato manhaj islamnya diluar salafy misalnya trus sampai kepergiannya dpat menyatukan hati kaum muslmin dr berbagai golongan. sy jga msih blm tau golongan/ kelompok mana yg paling benar n selamat.
Orang sekarang memang sering cari pembuktian dengan 'jenazah'. Dulu Imam Samudera cs. yang katanya meninggal dengan keadaan tersenyum. Terus sampai sekarang versi Siyono. Orang Kristen pun demikian. Mereka punya pembuktian ada jenazah orang suci mereka yang awet dan mukanya tersenyum (silakan baca artikel ini. Meninggal dibunuh saat shalat bukan berarti sirah keislamannya menjadi dihukumi selalu benar. Meninggal ketika shalat hanya mengindikasikan bahwa yang bersangkutan meninggal dalam keadaan beribadah kepada Allah, semoga husnul-khaathimah. Arti dari husnul-khaathimah adalah mengakhiri kehidupan dengan keadaan yang baik. Itu seperti hadits yang masyhur:
فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Demi Allah yang tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga
Coba perhatikan kalimat yang saya bold. Orang tersebut meninggal dengan husnul-khaathimah. Lantas, apakah Anda akan memahami bahwa kehidupan keislaman dia yang ia lakukan dalam hidupnya adalah baik ?. Bahkan tidak. Ia melakukan amalan ahli neraka. Namun kemudian di penghujung hidupnya ia melakukan amalan ahli surga yang dengannya Allah memasukkannya ke dalam surga. Semoga Anda dapat memahaminya.
Atau dalam mempraktekkan tanda-tanda husnul-khaathimah..... seperti hadits:
مَا تَعُدُّونَ الشَّهِيدَ فِيكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ قَالَ إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ قَالُوا فَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ
“Siapakah orang yang syahid menurut kalian?”. Para sahabat menjawab,”Orang yang terbunuh di jalan Allah, maka ia syahid”. Rasulullah bersabda,”Kalau begitu, orang yang mati syahid dari umatku sedikit,” mereka bertanya,”Kalau begitu, siapa wahai Rasulullah?” Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Orang yang terbunuh di jalan Allah, ia syahid. Orang yang mati di jalan Allah, maka ia syahid. Orang yang mati karena sakit tha’un, maka ia syahid. Barangsiapa yang mati karena sakit perut, maka ia syahid. Dan orang yang (mati) tenggelam adalah syahid”.
Ini adalah tanda, bukan pemastian. Bukankah Anda juga mengetahui sebagian orang fasiq (bahkan orang kafir) meninggal karena sakit tha'un, sakit perut, dan tenggelam. Kita hanya berdoa, semoga orang yang meninggal dalam keadaan itu meninggal dalam keadaan syahid, diampuni dosa-dosanya oleh Allah ta'ala, karena tanda-tanda syahidnya sudah ada.
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan para ulama dahulu telah menjelaskan bahwa yang menjadi tolok ukur adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Siapa yang berada di atasnya adalah benar, dan siapa yang menyimpang darinya adalah salah.
Wallaahu a'lam bish-shawwaab.
NB : Siyono meninggal saat penangkapan karena diindikasikan melawan aparat saat ditangkap, dan itu sudah terbuktikan di pengadilan. Adapun desas-desus yang lain, maka itu adalah opini. Anyway, saya tidak sedang berbicara apakah penangkapan Siyono benar ataukah salah. Semoga Allah menerima amal kebaikannya dan mengampuni dosa-dosanya.
Betul stadz
Maksud pemahaman dr anjing2 neraka,ada penjabaran dr para ulama ga y? Sukron
Posting Komentar