Mengenai si miskin dan si kaya, maka dalam
hal ini ada perinciannya. Dalam
beberapa nash memang disebutkan
tentang keutamaan kaum lemah (mustadl’afiin), fakir, dan miskin.
Diantaranya adalah
firman Allah ta’ala :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ
وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang
yang menyeru kepada Tuhan-Nya di pagi hari dengan mengharap keridlaan-Nya dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka” [QS. Al-Kahfi : 28].
Ibnu Katsiir rahimahullah menjelaskan maksud dari
ayat tersebut adalah :
اجلس مع الذين يذكرون الله ويهللونه، ويحمدونه ويسبحونه ويكبرونه،
ويسألونه بكرة وعشيًا من عباد الله، سواء كانوا فقراء أو أغنياء أو أقوياء أو
ضعفاء. يقال: إنها نزلت في أشراف قريش، حين طلبوا من النبي صلى الله عليه وسلم أن
يجلس معهم وحده ولا يجالسهم بضعفاء أصحابه كبلال وعمار وصهيب [وخباب] (4) وابن
مسعود، وليفرد أولئك بمجلس على حدة. فنهاه الله عن ذلك، فقال: { وَلا تَطْرُدِ
الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ } الآية [الأنعام:52]
الآية، وأمره أن يصبر نفسه في الجلوس (6) مع هؤلاء، فقال: { وَاصْبِرْ نَفْسَكَ
مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ
وَجْهَهُ }
وقال مسلم في صحيحه: حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة، حدثنا محمد بن عبد
الله الأسدي، عن إسرائيل، عن المقدام بن شُرَيْح، عن أبيه، عن سعد -هو ابن أبي
وقاص-قال: كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم ستة نفر، فقال المشركون للنبي صلى الله
عليه وسلم: اطرد هؤلاء لا يجترئون علينا!. قال: وكنت أنا وابن مسعود، ورجل من
هذيل، وبلال ورجلان نسيت اسميهما فوقع في نفس رسول الله صلى الله عليه وسلم ما شاء
الله أن يقع، فحدّث نفسه، فأنزل الله عز وجل: { وَلا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ
رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ } انفرد بإخراجه مسلم
دون البخاري
“Duduklah
bersama hamba-hamba Allah yang berdzikir kepada Allah, bertahlil, bertahmid,
bertasbih, dan bertakbir, serta berdoa kepada-Nya di pagi dan sore hari, baik
mereka yang miskin maupun yang kaya, kuat, maupun lemah. Ada yang mengatakan
bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang terhormat dari kalangan kaum
Quraisy, ketika mereka meminta kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
untuk duduk sendiri saja bersama mereka dan tidak mengajak para shahabatnya
yang lemah, seperti Bilaal, ‘Ammaar, Shuhaib, Khabbaab, dan Ibnu Mas’uud. Mereka
meminta supaya mereka diberi majelis khusus. Maka Allah melarang beliau
memenuhi permintaan mereka itu, dimana Dia berfirman : ‘Dan janganlah kamu
mengusir orang-orang yang menyeru Rabb-nya pada pagi hari dan petang hari’
(QS. Al-An’am : 52). Allah
menyuruh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabar dalam duduk
bersama mereka. Allah ta’ala berfirman : ‘Dan bersabarlah kamu
bersama-sama dengan orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan petang hari’.
Muslim dalam Shahiih-nya berkata : Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin ‘Abdillah Al-Asadiy, dari Israaiil, dari Al-Miqdaam bin
Syuraih, dari ayahnya, dari Sa’d bin Abi Waqqaash, ia berkata : Kami enam orang
pernah bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu
kaum musyrik berkata kepada Nabi,”Usirlah mereka. Mereka tidak akan berani
melawan kami”. Lebih lanjut Sa’ad berkata : Ketika itu aku bersama Ibnu Mas’ud
serta seseorang dari Hudzail, Bilal, dan dua orang yang aku lupa namanya. Maka
timbullah dalam diri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apa yang telah
menjadi kehendak Allah, lalu beliau berbicara pada diri sendiri. Hingga
akhirnya, Allah ‘azza wa jalla
menurunkan firman-Nya : ‘Dan jangnlah kamu
mengusir orang-orang yang menyeru Rabbnya pada pagi hari dan petang hari,
sedang mereka menghendaki keridlaan-Nya’ (QS. Al-An’aam : 52)” [Tafsiir Ibni Katsiir, 5/152].
Selain ayat di atas, diantara hadits yang menunjukkan
“keutamaan” orang miskin adalah hadits yang diriwayatkan dari Haritsah bin Wahb
radliyallahu ‘anhu, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ ؟ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ
لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ، أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ؟
كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
”Maukah engkau aku beritahukan tentang penduduk surga? (yaitu)
setiap (muslim) yang lemah dan diremehkan, seandainya dia bersumpah atas Allah
niscaya Dia meluluskannya. Maukah engkau aku beritahukan tentang penduduk neraka? (yaitu)
setiap orang yang keras, kasar, penumpuk harta, dan sombong”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 4918 & 6072 & 6657 dan Muslim no. 2853].
Dan hadits-hadits lain yang menunjukkan
“keutamaan” orang miskin.
Apakah keutamaan itu bersifat mutlak?? Jawabannya
adalah tidak; karena kemiskinan pada
hakikatnya merupakan ujian dan cobaan Allah di dunia, yang apabila seorang
muslim bersabar atas ujian dan cobaan Allah tersebut, maka Allah memberinya
keutamaan ganjaran dan pahala yang besar di akhirat kelak (dibandingkan dengan
orang yang kaya). Jadi, keutamaan itu terkait dengan kesabaran dan keimanannya
kepada Allah ta’ala, bukan pada dzat “kemiskinan”
itu sendiri. Dan tidak diragukan lagi bahwa kesabaran dan keimanan itu
mempunyai keutamaan yang bersifat umum.
Apabila dzat kemiskinan
mempunyai keutamaan yang mutlak, tentu Allah akan menganjurkan kaum muslimin
untuk menjadi miskin yang kemudian
disebutkan dalam ayat-ayat-Nya dan hadits
Nabi-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam
yang shahih. Justru yang ada, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam senantiasa
berdoa agar dijauhkan dari kemiskinan dan kefaqiran, dan diantara doa yang
sering beliau baca adalah:
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari kekufuran, kefaqiran, dan ‘adzaab kubur” [Diriwayatkan oleh
An-Nasaa’iy no. 1347 & 5465; shahih].
Allah ta’ala memerintahkan manusia bekerja
dan mencari harta yang halal, sebagaimana firman-Nya :
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا
مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”
[QS.
Al-Jumu’ah : 10].
Ibnu Katsiir rahimahullah menjelaskan :
وقوله: { فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ } أي: فُرغ منها، {
فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ } لَمَّا حَجَر عليهم
في التصرف بعد النداء وأمرهم بالاجتماع، أذن لهم بعد الفراغ في الانتشار في الأرض
والابتغاء من فضل الله. ...... وقوله: { وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ } أي: حال بيعكم وشرائكم، وأخذكم وعَطَائكم، اذكروا الله ذكرا كثيرا،
ولا تشغلكم الدنيا عن الذي ينفعكم في الدار الآخرة
“Makna firman Allah : ‘Apabila
telah ditunaikan shalat’, yaitu : telah selesai mengerjakannya. ‘Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah’. (Maksudnya), ketika
Allah ta’ala melarang mereka berjual beli setelah mendengar suara adzan
dan memerintahkan mereka untuk berkumpul, maka Allah mengizinkan mereka setelah
selesai menunaikan shalat untuk bertebaran di muka bumi dan mencari karunia
Allah ta’ala…… Dan firman Allah ta’ala : ‘dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung’; yaitu ketika kalian sedang berjual
beli, dan pada saat kalian mengambil dan memberi, hendaklah kalian berdzikir
kepada Allah sebanyak-banyaknya dan janganlah kesibukan dunia melupakan kalian
dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat” [Tafsiir Ibni Katsiir,
8/122-123].
Juga firman Allah ta’ala :
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ
فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ
الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ
الضَّالِّينَ
”Tidak ada dosa bagimu mencari karunia
(rezeki hasil perniagaan) dari Rabb-mu. Maka apabila kamu telah bertolak dari
‘Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. Dan berdzikirlah (dengan
menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya
kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat” [QS.
Al-Baqarah : 198].
Orang-orang fakir, miskin, dan banyak
hutang (al-ghaarimiin) termasuk dalam katagori delapan golongan yang
berhak mendapatkan bagian dari zakat maal, sebagaimana firman Allah ta’ala
:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ
وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ
اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
”Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah
untuk orang-orang fakir. Orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutan, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan;
sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana” [QS. At-Taubah : 60].
Sebagaimana kita ketahui bersama, yang
memberi tentu lebih utama lebih utama dari yang menerima/meminta atau tangan di
atas lebih mulia/utama daripada tangan di bawah. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda :
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَالْيَدُ
الْعُلْيَا الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى السَّائِلَةُ
”Tangan di atas lebih baik daripada
tangan yang di bawah, dan tangan di atas adalah tangan yang memberi dan tangan
yang di bawah adalah tangan yang meminta” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 1429, Muslim no. 1033, Abu Daawud no. 4947, dan yang lainnya].
Dan hal tersebut sejalan pula dengan firman
Allah ta’ala :
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
سِرًّا وَعَلانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
”Orang-orang yang menafkahkan hartanya
di malam dan siang hari secara terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di
sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
berserah diri” [QS. Al-Baqarah : 274].
Tentu saja, yang dapat/mampu memberi harta hanyalah
orang yang mempunyai harta.
Allah ta’ala tidak pernah menyuruh
kaum muslimin menjadi faqir dan miskin tak berharta, karena sebagian syari’at-Nya
membutuhkan pengorbanan harta. Diantaranya : Allah ta’ala mewajibkan
haji bagi kaum muslimin[1], dan bahkan menjadi salah
satu rukun Islam[2].
Haji dan berbagai keutamaannya tentu hanya dapat diperoleh secara hakiki oleh
orang yang berharta. Allah ta’ala juga telah mewajibkan zakat - bahkan
perintah zakat ini sering sekali beriringan dengan perintah shalat[3] -, menganjurkan berinfaq[4], menyembelih hewan kurban[5], mengadakan aqiqah/nasikah
pada hari ketujuh setelah kelahiran anak[6], dan yang semisalnya.
Semua itu dilakukan oleh orang-orang yang berharta. Maka sungguh benarlah apa
yang dikatakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ مَعَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ
”Sebaik-baik harta yang baik adalah
dimiliki oleh laki-laki yang shalih” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad
no. 299, Ibnu Hibbaan no. 3210, dan yang lainnya; shahih].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda :
إِنَّكَ
أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً
يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ
“Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli
warismu dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik daripada engkau
meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu mengemis kepada manusia dengan
menengadahkan tangan-tangan mereka” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no.
1296 & 2742 & 3936].
Hadits ini menunjukkan orang yang
berkecukupan lebih utama daripada orang miskin tak berharta yang hidupnya
menggantungkan uluran bantuan orang lain; karena dengan harta yang dimiliki ia
dapat menjaga kehormatan diri dan agamanya.
Orang kaya jika ia bersyukur atau orang
miskin yang ia bersabar, keduanya mempunyai kebaikan. Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda saat mensifat keadaan seorang mukmin:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ،
وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ،
فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan perkara seorang
mukmin, semua urusannya baik; dan itu tidak akan dimiliki kecuali oleh orang
mukmin. Ketika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur, dan itu baik baginya.
Dan ketika ia mendapatkan musibah, ia bersabar, dan itu baik baginya”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 2999].
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada
manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
[catatan 2006 – abul-jauzaa’]
[1] Allah
ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah”
[QS. Aali ‘Imraan : 97].
[2] Dalam
hadits disebutkan:
الإِسْلَامُ
أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ،
وَتَصُومَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa
tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah, dan bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadlaan, dan
mengerjakan haji bagi yang mampu” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 8].
[3] Allah
ta’ala berfirman:
وَأَقِيمُوا
الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk’ [QS. Al-Baqarah : 43].
وَإِذْ
أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لا تَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil
janji dari Bani Israel (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan
berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat” [QS. Al-Baqarah : 83].
وَأَقِيمُوا
الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ
تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan
mendapat pahalanya pada sisi Allah” [QS. Al-Baqarah : 110].
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ
وَآتُوا الزَّكَاةَ
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang
yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang),
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" [QS. An-Nisaa’ : 77].
Dan yang lainnya.
[4] Allah
ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَأْتِيَ يَوْمٌ لا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ
“Hai orang-orang yang beriman,
belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan
tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at” [QS. Al-Baqarah : 254].
وَأَنْفِقُوا
خَيْرًا لأنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
“Dan nafkahkanlah nafkah yang baik
untuk dirimu. Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya maka
mereka itulah orang-orang yang beruntung” [QS. At-Taghaabun : 16].
وَمَا
لَكُمْ أَلا تُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ
“Dan mengapa kamu tidak menafkahkan
(sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai
(mempunyai) langit dan bumi?” [QS. Al-Hadiid : 10].
[5] Allah
ta’ala berfirman :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu dan
berkurbanlah” [QS. Al-Kautsar : 2].
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ
جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ
بَهِيمَةِ الأنْعَامِ
“Dan bagi setiap umat, Kami telah
mensyari’atkan penyembelihan (kurban) supaya mereka menyebut nama Allah
terhadap binatang ternak yang telah direzekikan oleh Allah kepada mereka” [QS. Al-Hajj : 34].
[6] Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ
غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ
وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadai dengan ’aqiqahnya
yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya, dicukur (rambutnya), dan
diberi nama”
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud
no. 2837-2838, At-Tirmidziy no. 1522. An-Nasaa’iy no. 4220, Ibnu Majah no.
3165, dan yang lainnya; shahih].
Artikel terkait:
Comments
Posting Komentar