Raj’ah
menurut teologi Syi’ah maknanya adalah ‘kebangkitan kembali sekelompok
manusia dan ummah Rasulullah Saww yang memang tinggal derajat keimanannya dan
kedurjanaan, untuk menerima sebagian balasan mereka di dunia ini’. Ada
cerita balas dendam di situ bahwa Ahlul-Bait dan musuhnya kelak akan
dibangkitkan di dunia, lalu Ahlul-Bait akan membalas dan menghukum
musuh-musuhnya (baca : Ahlus-Sunnah, terutama para penghulu shahabat radliyallaahu
‘anhum). Salah satu contoh riwayat (palsu) Syi’ah tentang hal ini
diantaranya:
‘Abdullah
bin Al-Mughiirah meriwayatkan dari Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam, ia
berkata :
إذا قام القائم من آل محمد أقام خمسمائة من
قريش فضرب أعناقهم ثم خمسمائة أخرى فضرب أعناقهم ثم أقام خمسمائة أخرى فضرب أعناقهم
ثم خمسمائة أخرى حتى يفعل ذلك ست مرات. قلت: ويبلغ عدد هؤلاء هذا؟! قال جعفر الصادق: نعم، منهم ومن مواليهم
Apabila
Al-Qaaim dari keluarga/keturunan Muhammad telah bangkit, ia akan
membangkitkan lima ratus orang dari keturunan Quraisy, lalu ia akan memenggal
leher mereka. Ia akan melakukan itu sebanyak enam kali”. Aku (‘Abdullah bin
Al-Mughiirah) berkata : “Apakah jumlah mereka mencapai itu ?”. Ja’far
Ash-Shaadiq menjawab : “Ya, mereka dan juga para pengikutnya” [Al-Irsyaad,
hal. 364].
Dan
kalangan Quraisy yang paling utama akan ‘diadzab’ oleh Mahdiy versi Syi’ah ini
adalah Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman karena dianggap telah merebut
imamah/kekhilafahan. Kemudian setelah itu para istri Nabi shallalaahu ‘alaihi
wa sallam (terutama ‘Aaisyah dan Hafshah, dua putri dari tokoh yang mereka
benci : Abu Bakr dan ‘Umar). Inilah ‘tugas besar’ yang harus dijalankan
Al-Mahdiy.
Tapi
sebenarnya, doktrin itu tidak benar. Dikatakan sendiri oleh imam Syi’ah dalam
referensi mereka, yaitu:
عن محمّد بن الحسن بن الوليد ، عن الصفّار
، عن أحمد بن محمّد ، عن عثمان بن عيسى ، عن صالح بن ميثم ، عن عباية الأسدي ، قال
: سمعت أمير المؤمنين ( عليه السلام ) وهو متكي وأنا قائم عليه : « لأبنينّ بمصر منبراً
، ولأنقضنّ دمشق حجراً حجراً ، ولاُخرجنّ اليهود والنصارى من كلّ كور العرب ، ولأسوقنّ
العرب بعصاي هذه » فقلت له : يا أمير المؤمنين كأنّك تخبر أنّك تحيى بعدما تموت ؟ فقال
: « هيهات يا عباية ذهبت في غير مذهب ، يفعله رجل منّي
Dari
Muhammad bin Al-Hasan bin Al-Waliid, dari Ahmad bin Muhammad, dari ‘Utsmaan bin
‘Iisaa, dari Shaalih bin Miitsam, dari ‘Abaayah Al-Asadiy, ia berkata : Aku
mendengar Amiirul-Mukminiin (‘alaihis-salaam) – yang waktu itu ia
sedang duduk bersandar dan aku berdiri – berkata : “Sungguh aku akan membuat
sebuah mimbar di Mesir, dan aku akan merobohkan (benteng/tembok) Damaskus, batu
demi batu. Aku juga akan mengeluarkan orang-orang Yahudi dan Nashrani dari
seluruh wilayah ‘Arab. Aku akan memimpin ‘Arab dengan tongkatku ini”. Aku
bertanya kepadanya : “Wahai Amiirul-Mukminiin, sepertinya engkau mengkhabarkan bahwa
engkau akan hidup kembali setelah kematianmu ?”. Ia menjawab : “Jauh sekali (engkau
keliru) wahai ‘Abaayah. Hal itu akan dilakukan oleh seseorang dari keturunanku”
[Ma’aanil-Akhbaar oleh Ash-Shaduuq. Lihat juga Bihaarul-Anwaar,
53/59-60].
Amiirul-Mukminiin
di
situ maksudnya ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Mari
kita cermati bersama riwayat di atas. Ketika ditanya apakah ia akan hidup
kembali setelah kematiannya, maka ‘Aliy bin Abi Thaalib membantahnya. Artinya,
tidak ada raj’ah baginya (‘Aliy). Jika ia tidak akan hidup kembali –
padahal ia adalah penghulunya imam Ahlul-Bait – tentu orang-orang selainnya terlebih
lagi.
Perkataan
yang disandarkan kepada ‘Aliy dalam riwayat di atas sesuai dengan firman Allah ta’ala
– sedangkan firman Allah sebenarnya tidak butuh pada riwayat Syi’ah
tersebut - :
حَتّىَ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ
قَالَ رَبّ ارْجِعُونِ * لَعَلّيَ أَعْمَلُ صَالِحاً فِيمَا تَرَكْتُ كَلاّ إِنّهَا
كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىَ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah
keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang
dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar
aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali
tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan
mereka ada dinding (barzakh) sampal hari mereka dibangkitkan”
[QS. Al-Mukminuun : 99-100].
وَقَالَ الّذِينَ أُوتُواْ الْعِلْمَ وَالإِيمَانَ
لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللّهِ إِلَىَ يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَـَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ
وَلَـَكِنّكُمْ كُنتمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Dan
berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada
orang-orang yang kafir): ‘Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut
ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu akan
tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya)" [QS. Ar-Ruum : 56].
Dua
ayat ini menjadi dalil yang jelas bahwa seseorang yang telah meninggal berada
di alam kuburnya (barzakh) tidaklah dibangkitkan kecuali nanti di hari dibangkitkan
setelah ditiup sangkakala.
Kita
doakan agar orang-orang Syi’ah diberikan hidayah oleh Allah ta’ala untuk
mengimani ayat Al-Qur’an di atas dan terbebas dari ‘aqidah fiktif yang diajarkan
‘Abdullah bin Saba’ yang penuh dendam kesumat. Amiin.....
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai – 23032015 – 23:34].
Comments
Assalaamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.
Ustadz akhir2 ini sangat getol membahas aqidah sesar syi'ah. BarokAllahu fiikum.
Ana punya teman yg akhlaknya mulia, sayang sekali beberapa prakter beragamanya menandakan beliau beraqidah syiah.
Pertanyaan ana: Hal apa/mulai darimana/pemahaman aqidah yg mana yg sebaiknya pertama kita dakwahkan kepada orang syiah tanpa berkonfrontasi dan tetap menjaga akhlak kita dalam menyampaikannya.
JazkAllah Khoir.
ustad,
bagaimana shalat tanpa sedekap seperti sholatnya orang2 syiah? apakah sah atau tidak sholatnya?
assalammualaikum wr.wb
ustad saya maap saya melenceng dari tautan di atas saya mau menanyakan bagai mana jika seseorang telah toubat dari jinah/maksiat tapi tetap berpacaran apakah boleh ustad mohon jawabannya
Wa'alaikumus-salaam warahmatullaahi wabarakatuh.
Pacaran sebelum menikah dalam Islam diharamkan.
Tovan,..... kalau bicara keabsahan, sah. Tapi tidak setiap yang sah itu sempurna. Wallaahu a'lam.
Ada yang melemahkan riwayat 'Abaayah Al-Asadiy di atas yang dibawakan oleh Ash-Shaduuq dalam Ma’aanil-Akhbaar. Alasannya, adalah 'Abaayah Al-Asadiy.
'Abaayah Al-Asadiy kata orang Syi'ah itu adalah termasuk orang-orang khusus dari 'Amiirul-Mukminiin (yaitu 'Aliy bin Abi Thaalib). Lucu dan aneh jika kemudian perkataan khawwaash dari amiirul-mukminiin itu majhuul seperti perkataan Al-Maazandaraaniy.
Perhatikan riwayat berikut:
عن محمد بن يحيى، عن أحمد بن محمد، عن الحسين بن سعيد، عن النضر بن سويد، عن يحيى الحلبي، عن ابن مسكان، عن عبد الرحيم قال: قلت لأبي جعفر (عليه السلام): حدثني صالح بن ميثم عن عباية الأسدي أنه سمع عليا (عليه السلام) يقول:
والله لا يبغضني عبد أبدا يموت على بغضي إلا رآني عند موته حيث يكره ولا يحبني عبد أبدا فيموت على حبي إلا رآني عند موته حيث يحب، فقال أبو جعفر (عليه السلام): نعم ورسول الله (صلى الله عليه وآله وسلم) باليمين
Dari Muhammad bin Yahyaa, dari Ahmad bin Muhammad, dari Al-Husain bin Sa'iid, dari An-Nadlr bin Suwaid, dari Yahyaa Al-Halabiy, dari Ibnu Maskaan, dari 'Abdurrahiim, ia berkata : Aku pernah berkata kepada Abu Ja'far ('alaihis-salaam), : Telah menceritakan kepadaku Shaalih bin Miitsam, dari 'Abaayah Al-Asadiy, bahwasannya ia mendengar 'Aliy ('alaihis-salaam) berkata : "Demi Allah, tidaklah seorang pun yang membenciku dan mati dalam keadaan benci kepadaku, kecuali ia akan melihatku pada saat kematiannya dalam keadaan tidak suka (benci). Dan tidaklah seseorang mencintaiku lalu ia mati dalam keadaan cinta kepadaku, kecuali ia akan melihatku pada saat kematiannya dalam keadaan cinta. Abu Ja'far berkata : "Benar, dan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa aalihi ada di sebelah kanannya" [Al-Kaafiy, 3/132-133].
Kata Al-Bahbuudiy, sanadnya shahih. Kata Haadiy An-Najafiy, riwayat itu sanadnya hasan.
Ketika 'Abdurrahiim membawakan riwayat 'Abaayah, Abu Ja'far tidak mengingkarinya, menyetujuinya, dan membenarkannya.
Meskipun saya tidak percaya pada riwayat orang-orang Syi'ah, akan tetapi riwayat ini menunjukkan klaim bahwa 'Abaayah adalah orang-orang khusus dari 'Amiirul-Mukminiin.
Tentang pembicaraan kitab Rijaal Al-Barqiy, sudah dibahas di sini : Rijaal Al-Barqiy. Intinya, itu kitab valid dan penulisnya pun katanya tsiqah, yaitu Ahmad bin Muhammad bin Khaalid bin 'Abdirrahmaan bin Muhammad bin 'Aliy Al-Barqiy, Abu Ja'far. Atau Ahmad bin Abi 'Abdillah.
So, buat apa lagi diragukan ?.
Posting Komentar