Tanya
: Bolehkah
kita mengulang shalat wajib
bersama jama’ah di masjid sementara
kita telah melaksanakannya shalat tersebut sebelumnya?. Jika boleh, bagaimana halnya dengan hadits : ‘Jangan
kalian melakukan shalat yang sama dua kali dalam sehari’ (HR. Abu Daud dan
Nasa’i) ?. Terima kasih.
Jawab
: Terkait
dengan pertanyaan Anda, ada beberapa hadits yang berkaitan, yaitu:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ لِي
رَسُولُ اللَّهِ: كَيْفَ أَنْتَ، إِذَا كَانَتْ عَلَيْكَ أُمَرَاءُ يُؤَخِّرُونَ
الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا، أَوْ يُمِيتُونَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا؟ قَالَ:
قُلْتُ: فَمَا تَأْمُرُنِي؟ قَالَ: صَلِّ الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا، فَإِنْ
أَدْرَكْتَهَا مَعَهُمْ، فَصَلِّ، فَإِنَّهَا لَكَ نَافِلَةٌ
Dari
Abu Dzarr, ia berkata : Telah bersabda kepadaku Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Bagaimana pendapatmu jika engkau dipimpin oleh para
penguasa yang suka mengakhirkan shalat dari waktunya, atau meninggalkan shalat
dari waktunya?”. Abu Dzarr berkata : “Aku berkata : ‘Lantas apa yang engkau
perintahkan kepadaku?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Lakukanlah shalat tepat pada waktunya. Apabila engkau mendapati shalat bersama
mereka, maka shalatlah (bersamanya). Sesungguhnya ia dihitung bagimu sebagai
shalat naafilah (sunnah)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 648].
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
وَفِيهِ : أَنَّ الْإِمَام إِذَا
أَخَّرَهَا عَنْ أَوَّل وَقْتهَا يُسْتَحَبّ لِلْمَأْمُومِ أَنْ يُصَلِّيهَا فِي
أَوَّل الْوَقْت مُنْفَرِدًا ، ثُمَّ يُصَلِّيهَا مَعَ الْإِمَام فَيَجْمَع
فَضِيلَتَيْ أَوَّل الْوَقْت وَالْجَمَاعَة
“Dalam
hadits tersebut terdapat dalil bahwa apabila imam mengakhirkan shalat dari awal
waktunya, disunnahkan bagi makmum untuk mengerjakan shalat di rumah pada awal
waktunya sendirian (munfarid), kemudian setelah itu shalat bersama imam
sehingga ia mengumpulkan dua keutamaan, yaitu awal waktu dan jama’ah” [Syarh
Shahiih Muslim, 5/148].
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قال: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَعَلَّكُمْ سَتُدْرِكُونَ
أَقْوَامًا يُصَلُّونَ الصَّلَاةَ لِغَيْرِ وَقْتِهَا فَإِنْ أَدْرَكْتُمُوهُمْ
فَصَلُّوا الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا وَصَلُّوا مَعَهُمْ وَاجْعَلُوهَا سُبْحَةً
"
Dari
‘Abdullah bin Mas’uud, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Barangkali kalian akan menjumpai beberapa kaum yang
melalukan shalat di luar waktunya. Apabila kalian menjumpai mereka, maka
shalatlah kalian pada waktunya, lalu shalatlah bersama mereka dan jadikanlah
shalat tersebut sunnah” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 779, Ibnu Maajah
no. 1255, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan
An-Nasaa’iy, 1/258].
عَنْ مِحْجَنٍ أَنَّهُ كَانَ فِي
مَجْلِسٍ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَذَّنَ
بِالصَّلَاةِ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ
رَجَعَ وَمِحْجَنٌ فِي مَجْلِسِهِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ أَلَسْتَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ "
قَالَ: بَلَى وَلَكِنِّي كُنْتُ قَدْ صَلَّيْتُ فِي أَهْلِي، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا جِئْتَ فَصَلِّ مَعَ
النَّاسِ وَإِنْ كُنْتَ قَدْ صَلَّيْتَ "
Dari
Mihjan : Bahwasannya ia pernah berada di majelis bersama Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Lalu dikumandangkanlah adzan untuk shalat. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk melaksanakan
shalat berjama’ah. (Setelah selesai), beliau kembali dan ternyata Mihjan masih duduk di majelisnya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apa yang
menghalangimu untuk shalat (bersama kami). Bukankah engkau seorang laki-laki
muslim ?”. Ia menjawab : “Benar, akan tetapi aku tadi sudah shalat bersama
keluargaku”. Rasulullah shallalllaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila
engkau datang (ke masjid), shalatlah bersama orang-orang meskipun engkau telah
melaksanakan shalat sebelumnya” [Diriwayatkan oleh Maalik 1/524-525 no. 319,
An-Nasaa’iy no. 857, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih
Sunan An-Nasaa’iy 1/284].
عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ الْعَامِرِيُّ
، قَالَ: شَهِدْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجَّتَهُ،
فَصَلَّيْتُ مَعَهُ صَلَاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ الْخَيْفِ، قَالَ: فَلَمَّا
قَضَى صَلَاتَهُ وَانْحَرَفَ، إِذَا هُوَ بِرَجُلَيْنِ فِي أُخْرَى الْقَوْمِ لَمْ
يُصَلِّيَا مَعَهُ. فَقَالَ: " عَلَيَّ بِهِمَا " فَجِيءَ بِهِمَا
تُرْعَدُ فَرَائِصُهُمَا، فَقَالَ: " مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُصَلِّيَا
مَعَنَا ؟ " فَقَالَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا قَدْ صَلَّيْنَا
فِي رِحَالِنَا، قَالَ: " فَلَا تَفْعَلَا إِذَا صَلَّيْتُمَا فِي رِحَالِكُمَا،
ثُمَّ أَتَيْتُمَا مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَصَلِّيَا مَعَهُمْ، فَإِنَّهَا لَكُمَا
نَافِلَةٌ "
Dari
Yaziid bin Al-Aswad Al-‘Aamiriy, ia berkata : Aku pernah melaksanakan haji bersama
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Lalu aku shalat Shubuh bersama
beliau di masjid Al-Khaif. Ketika beliau selesai melaksanakan shalatnya dan berpaling, ternyata ada ada dua orang laki-laki dari kaum lain yang tidak ikut
shalat berjama'ah bersama beliau. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : "Bawalah dua orang itu kepadaku!". Mereka berdua dibawa ke hadapan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sedang
mereka dalam keadaan gemetaran. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: "Apa yang menghalangi kalian untuk shalat berjama’ah bersama kami?".
Mereka menjawab : “Wahai Rasulullah, kami telah shalat di tempat kami". Beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Janganlah kalian lakukan
(lagi). Apabila kalian telah melaksanakannya di tempat kalian, lalu kalian
datang ke masjid yang di dalamnya sedang melaksanakan shalat berjama'ah, maka
shalatlah bersama mereka, karena shalat tersebut bagi kalian adalah naafilah”
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 575, At-Tirmidziy no. 219, dan yang lainnya;
At-Tirmidziy berkata : “Hadits hasan shahih”].
Sebagian
salaf, ada yang mengecualikan kebolehan mengulang itu untuk shalat Shubuh, ‘Ashar, dan/atau Maghrib[1].
Pendapat ini tidak benar karena bertentangan dengan dhahir hadits-hadits di atas.
Ibnul-Mundzir rahimahullah berkata:
يُعِيدُ الصَّلَوَاتِ كُلَّهَا لأَمْرِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَيْنِ اللَّذَيْنِ ذَكَرَهُمَا فِي حَدِيثِ
يَزِيدَ بْنِ الأَسْوَدِ أَنْ يُصَلِّيَا جَمَاعَةً، وَإِنْ كَانَا قَدْ صَلَّيَا أَمْرًا
عَامًّا لَمْ يَخُصَّ صَلاةً دُونَ صَلاةٍ
“Semua
shalat boleh diulang berdasarkan perintah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam kepada dua orang yang beliau sebutkan dalam hadits Yaziid bin
Al-Aswad agar mengerjakan shalat berjama’ah meskipun mereka telah shalat,
sebagai perintah yang sifatnya umum, tidak dikhususkan satu shalat tanpa yang
lainnya…” [Al-Ausath no.
1115].
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
وَفِي هَذَا الْحَدِيث أَنَّهُ لَا بَأْس
بِإِعَادَةِ الصُّبْح وَالْعَصْر وَالْمَغْرِب كَبَاقِي الصَّلَوَات ؛ لِأَنَّ
النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَطْلَقَ الْأَمْر بِإِعَادَةِ
الصَّلَاة ، وَلَمْ يُفَرِّق بَيْن صَلَاة وَصَلَاة ، وَهَذَا هُوَ الصَّحِيح فِي
مَذْهَبنَا .
“Dalam
hadits ini (yaitu hadits Abu Dzarr) terdapat faedah bahwa tidak mengapa
mengulang shalat Shubuh, ‘Ashar, dan Maghrib seperti shalat-shalat yang
lainnya, karena Nabi shallalllaahu ‘alaihi wa sallam memutlakkan
perintah untuk mengulang shalat dan beliau tidak membedakan antara satu shalat
dan shaat lainnya. Inilah pendapat yang shahih dalam madzhab kami” [Syarh Shahiih Muslim, 5/148].
Inilah pendapat yang dipegang
oleh Asy-Syaafi’iy dan Ahmad [Al-Majmuu’ 4/223-224 oleh An-Nawawiy dan Al-Mughniy
1/786 oleh Ibnu Qudaamah].
Sebagian
salaf, ada yang menganggap shalat kedua berjama’ah bersama imam itulah yang
merupakan shalat fardlu[2]. Sebagian yang lain menyerahkannya kepada Allah mana
di antara keduanya yang diterima sebagai shalat wajib dan shalat sunnah[3]. Pendapat ini juga lemah
karena tekstual hadits Abu Dzarr, Ibnu Mas’uud, dan Yaziid
bin Al-Aswad Al-‘Aamiriy radliyallaahu ‘anhum menegaskan shalat
yang pertama itulah yang merupakan shalat wajib – sebagaimana ini dipegang oleh
jumhur fuqahaa’ : Abu Haniifah, Ahmad, dan salah satu pendapat di antara
dua pendapat Asy-Syaafi’iy yang paling jelas.
Adapun hadits :
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ يَعْنِي مَوْلَى
مَيْمُونَةَ، قَالَ: أَتَيْتُ ابْنَ عُمَرَ عَلَى الْبَلَاطِ وَهُمْ يُصَلُّونَ، فَقُلْتُ:
أَلَا تُصَلِّي مَعَهُمْ؟ قَالَ: قَدْ صَلَّيْتُ، إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " لَا تُصَلُّوا صَلَاةً فِي يَوْمٍ
مَرَّتَيْنِ "
Dari
Sulaimaan bin Yasaar yaitu Maulaa Maimuunah, ia berkata : Aku pernah mendatangi
Ibnu ‘Umar yang sedang duduk di atas ubin, sedangkan orang-orang mengerjakan
shalat. Aku bertanya
kepadanya : “Tidakkah engkau shalat bersama mereka ?”. Ia berkata : “Aku telah
shalat. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : ‘Janganlah kalian shalat dua kali dalam sehari” [Diriwayatkan
oleh Abu Daawud no. 579; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan
Abi Daawud 1/172].
Sebagian ulama menjelaskan maksudnya
adalah tidak boleh mengulangi shalat dengan menjadikannya keduanya tersebut sebagai
shalat wajib.
Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah
berkata:
واتفق أحمد بن حنبل، وإسحاق بن راهويه على
أن معنى قول رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لا تصلوا صلاة في يوم
مرتين "، أن ذلك أن يصلي الرجل صلاة مكتوبة عليه، ثم يقوم بعد الفراغ منها، فيعيدها
على جهة الفرض أيضا.
“Ahmad
bin Hanbal dan Ishaaq bin Rahawaih sepakat tentang makna sabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam : ‘Janganlah engkau shalat dua kali dalam sehari’,
yaitu : seseorang shalat wajib, kemudian setelah selesai ia berdiri lagi untuk mengulanginya
dalam kapasitas shalat wajib juga” [Al-Istidzkaar 2/156 – lihat juga At-Tamhiid
4/247].
Hal yang menguatkannya adalah
Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu sendiri membolehkan mengulang shalat
sebagaimana tercantum dalam beberapa riwayat.
Kemungkinan makna yang lain
adalah bahwa larangan itu berlaku jika seseorang telah melakukan shalat secara berjama’ah,
kemudian ia mengulanginya lagi dengan berjama’ah. Makna ini tersirat dari peletakan
hadits itu dalam Sunan Abi Daawud di bawah bab :
إذا صلى في جماعة ثم أدرك جماعة، أيعيد؟
“Apabila seseorang shalat berjama’ah,
kemudian menjumpai jama’ah, apakah ia boleh mengulangnya?”.
Namun yang kuat adalah apa yang
dikatakan Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah, karena dalam riwayat lain
hadits tersebut dibawakan dengan lafadh:
لا صَلاةَ مَكْتُوبَةً فِي يَوْمٍ
مَرَّتَيْنِ
“Tidak ada shalat wajib dua kali dalam sehari” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy 2/303 (431) no. 3654;
sanadnya shahih].
Kesimpulan :
1.
Boleh mengulang shalat wajib bersama jama’ah dengan
menjadikan shalat yang kedua tersebut sebagai shalat sunnah.
2.
Larangan shalat yang sama dalam sehari maksudnya
adalah larangan mengerjakan shalat wajib dua kali (mengulangnya) dengan
meniatkan kedua shalat tersebut sebagai shalat wajib.
Wallaahu a’lam, semoga jawaban di atas beserta tambahannya ada
manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas
permai – 25112014 – 01:30].
عَنِ
ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي نَافِعٌ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ، قَالَ: "
إِنْ كُنْتَ قَدْ صَلَّيْتَ فِي أَهْلِكَ، ثُمَّ أَدْرَكْتَ الصَّلاةَ فِي
الْمَسْجِدِ مَعَ الإِمَامِ، فَصَلِّ مَعَهُ، غَيْرَ صَلاةِ الصُّبْحِ وَصَلاةِ
الْمَغْرِبِ، الَّتِي يُقَالُ لَهَا: صَلاةُ الْعِشَاءِ، فَإِنَّهُمَا لا تُصَلِّيَانِ
مَرَّتَيْنِ "
Dari
Ibnu Juraij, ai berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Naafi’ : Bahwasannya
Ibnu ‘Umar berkata : “Apabila engkau telah melakukan shalat di tempat
keluargamu, kemudian engkau mendapati shalat di masjid bersama imam, maka
shalatlah bersamanya, selain shalat Shubuh dan shalat Maghrib yang disebut :
‘shalat ‘Isyaa’. Karena keduanya tidak boleh dikerjakan dua kali” [Diriwayatkan
oleh ‘Abdurrazzaaq no. 3939; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ: ثنا حَجَّاجٌ قَالَ: ثنا حَمَّادٌ عَنْ
أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: " صَلَّيْتُ
الْفَجْرَ ثُمَّ أَتَيْتُ أَبَا مُوسَى فَوَجَدْتُهُ يُرِيدُ أَنْ يُصَلِّيَ
فَجَلَسْتُ نَاحِيَةً فَلَمَّا قَضَى صَلاتَهُ، قَالَ: مَا لَكَ لَمْ تُصَلِّ؟ قُلْتُ:
فَإِنِّي قَدْ صَلَّيْتُ، قَالَ: فَإِنَّ الصَّلاةَ كُلَّهَا تُعَادُ إِلا
الْمَغْرِبَ فَإِنَّهَا وِتْرٌ "
Telah
menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdil-‘Aziiz, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Hajjaaj, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad, dari Abu ‘Imraan Al-Jauniy,
dari Anas bin Maalik, ia berkata : “Aku melakukan shalat Shubuh, kemudian aku
mendatangi Abu Muusaa dan aku dapati ia hendak melaksanakan shalat. Lalu aku pun duduk di satu sisi ruangan. Ketika selesai shalat, ia berkata : “Kenapa engkau tidak shalat ?”. Aku berkata : “Sesungguhnya
aku telah shalat”. Ia berkata : “Sesungguhnya semua shalat boleh diulang
kecuali shalat Maghrib, karena ia ganjil” [Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir
dalam Al-Ausath no. 1114; sanadnya shahih].
Maalik bin Anas rahimahullah berkata:
وَلَا
أَرَى بَأْسًا أَنْ يُصَلِّيَ مَعَ الْإِمَامِ مَنْ كَانَ قَدْ صَلَّى فِي
بَيْتِهِ إِلَّا صَلَاةَ الْمَغْرِبِ فَإِنَّهُ إِذَا أَعَادَهَا كَانَتْ شَفْعًا
“Aku berpendapat tidak mengapa shalat bersama imam
bagi orang yang telah shalat di rumahnya kecuali shalat Maghrib. Apabila ia
mengulanginya, maka akan menjadi genap” [Al-Muwaththa’, 1/528].
[2] Diantaranya adalah Sa’iid bin Al-Musayyib dan ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah rahimahumallah,
sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنَا
هُشَيْمٌ، قَالَ: أَخْبَرَنَا دَاوُدُ، عَنِ ابْنِ الْمُسَيِّبِ، قَالَ: "
صَلَاتُهُ الَّتِي صَلَّى فِي الْجَمَاعَةِ "
Telah
menceritakan kepada kami Husyaim, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami
Daawud, dari Ibnul-Musayyib, ia berkata : “Shalatnya (yaitu fardlu) adalah yang
ia lakukan berjama’ah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 6708; sanadnya
shahih].
عَنِ
ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، قال: " إِذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوبَةَ ثُمَّ
أَدْرَكْتُهَا مَعَ النَّاسِ، فَإِنِّي أَجْعَلُ الَّذِي صَلَّيْتُ فِي بَيْتِي
نَافِلَةً، وَأَجْعَلُ صَلاتِي مَعَ الإِمَامِ الْمَكْتُوبَةَ "، قُلْتُ:
أَفَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّكَ لَمْ تُدْرِكْ إِلا رَكْعَةً وَاحِدَةً؟، قَالَ: "
وَكَذَلِكَ أَيْضًا "
Dari
Ibnu Juraij, dari ‘Athaa’, ia berkata : “Apabila aku telah melakukan shalat
wajib, kemudian aku mendapati shalat tersebut bersama orang-orang (berjama’ah),
maka aku jadikan shalat yang aku kerjakan di rumahku sebagai shalat naafilah
(sunnah) dan aku jadikan shalatku bersama imam sebagai shalat wajib”. Aku
(Ibnu Juraij) berkata : “Bagaimana pendapatmu apabila engkau tidak mendapatinya
(shalat berjama’ah) kecuali hanya satu raka’at saja ?”. Ia berkata : “Begitu
juga (aku mengangapnya sebagai shalat wajib)” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq
no. 3936; sanadnya shahih].
عَنْ
نَافِعٍ، أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، فَقَالَ: إِنِّي أُصَلِّي
فِي بَيْتِي ثُمَّ أُدْرِكُ الصَّلَاةَ مَعَ الْإِمَامِ أَفَأُصَلِّي مَعَهُ؟ فَقَالَ
لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ: نَعَمْ، فَقَالَ الرَّجُلُ: أَيَّتَهُمَا أَجْعَلُ
صَلَاتِي؟ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ: " أَوَ ذَلِكَ إِلَيْكَ، إِنَّمَا ذَلِكَ
إِلَى اللَّهِ، يَجْعَلُ أَيَّتَهُمَا شَاءَ "
Dari Naafi’ : Bahwasannya ada seorang laki-laki
bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Umar. Ia berkata : “Aku sudah shalat di rumahku,
kemudian aku mendapati shalat bersama imam. Apakah saya mesti shalat lagi
bersama mereka?”. ‘Abdullah bin ‘Umar berkata kepadanya : “Ya”. Laki-laki itu
berkata : “Mana di antara keduanya yang aku jadikan sebagai shalat wajib?”. Ibnu
Umar berkata kepadanya : “Apakah itu urusanmu?. Yang demikian itu hanyalah urusan
Allah. Dia yang berhak dalam menentukannya” [Diriwayatkan oleh Maalik 1/525-526
no. 320; shahih].
Comments
subhanllah., artikelnya bermanfaat sekali ustadz., kunjung balik ya di ricahyap[.]blogspot[.]com
Afwan ustadz, terhadap sholat shubuh mungkin bisa kita mengamalkan meniatkan sholat kedua sebagai sholat sunnah. bagaimana terhadap sholat selain shubuh? bukankah Rasululloh menyatakan jika sholat sunnah itu dua rakaat dua rakaat?
Sama, jika kita ikut berjama'ah dengan orang lain.
Shalat sunnah dua raka'at dua raka'at itu adalah sifat shalat sunnah secara keumumannya.
السلام عليكم
Ustadz, ana mau tanya. Gimana kalau ada orang yang lupa berwudhu ketika shalat Ashar, kemudian baru ingat setelah shalat Isya, apakah yang di-qodho cuma shalat ashar atau Ashar-maghrib-isya? (orang tersebut berwudhu sebelum sholat maghrib dan isya kok)
Posting Komentar