Termasuk
kaedah dalam penetapan nama-nama Allah yang indah (al-asmaa’ul-husnaa)
adalah bahwa nama-nama tersebut bersifat tauqifiyyah. Karena bersifat tauqifiyyah,
ia harus berlandaskan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahiihah (hadits
shahih). Nama-nama Allah ta’ala tidak boleh ditetapkan berdasarkan akal
dan riwayat-riwayat yang lemah. Oleh karena itu, kali ini kita akan membahas
tentang nama Al-Muhsin. Adakah ia benar-benar salah satu diantara
nama-nama Allah yang indah ?.
1.
Hadits Syaddaad bin
Aus radliyallaahu ‘anhu.
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابَةَ، عَنْ أَبِي الأَشْعَثِ
الصَّنَعَانِيِّ، عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اثْنَتَيْنِ، قَالَ: إِنَّ اللَّهَ
مُحْسِنٌ يُحِبُّ الإِحْسَانَ إِلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ
فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ،
وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ "
Dari
Ma’mar, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Abul-Asy’ats Ash-Shan’aaniy, dari
Syaddaad bin Aus, ia berkata : Aku menghapal dari Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam dua hal. Beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah
adalah
Muhsin (Maha berbuat baik), mencintai perbuatan baik
kepada segala sesuatu. Apabila kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Apabila kalian menyembelih, maka
sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya kalian menajamkan
pisau sembelihannya dan
menyenangkan hewan sembelihannya” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf
4/492
no. 8603].
Ath-Thabaraaniy meriwayatkan dari jalan jalannya dalam
Al-Kabiir[1]
7/332 no. 7121.
Perlu untuk dicatat : Riwayat yang dibawakan
‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf di atas berasal dari Ishaaq bin
Ibraahiim Ad-Dabariy. Secara umum, riwayatnya dari ‘Abdurrazzaaq dalam Mushannaf-nya
maqbuul (diterima), karena berasal dari kitab ‘Abdurrazzaaq, bukan dari
hapalannya. Namun demikian, terdapat beberapa pengingkari dalam hadits-hadits
yang ia bawakan, karena ia mendengar riwayat ‘Abdurrazzaaq di akhir usianya
yang saat itu ia (‘Abdurrazzaaq) telah mengalami kebutaan (sehingga hapalannya
berubah). Al-Qaadliy Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubiy mengumpulkan beberapa kekeliruan
penulisan Ad-Dabariy dalam Al-Mushannaf dalam Kitaabul-Huruuf Allatii
Akhtha-a fiihaa Ad-Dabariy wa Shahhafahaa fii Mushannaf ‘Abdurrazzaq [Al-Lisaan,
2/37].
Hadits Syaddaad bin Aus dari jalan sanad ini tidak
shahih karena faktor:
a.
Riwayat Ma’mar[2] dari penduduk Bashrah –
Ayyuub[3] termasuk dari kalangan
mereka – dikritik sebagian ulama naqd - sebagaimana dikatakan Abu Haatim
Ar-Raaziy, Yahyaa bin Ma’iin, dan Ibnu Hajar rahimahumullah [Al-Jarh
wat-Ta’diil 8/257 no. 1165, Tahdziibut-Tahdziib 10/245, dan Taqriibut-Tahdziib
hal. 961 no. 6857].
Ma’mar mempunyai mutaba’ah dari Hammaad bin
Zaid[4] sebagaimana diriwayatkan oleh Ismaa’iil bin Ishaaq
Al-Qaadliy[5] dalam Juz’un fiihi
Ahaadiits Al-Imaam Ayyuub As-Sakhtiyaaniy hal. 61 no. 36 : Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa Al-Himmaaniy : Telah menceritakan kepada kami Hammaad
bin Zaid, dari Ayyuub.
Semua perawinya tsiqaat kecuali Yahyaa
Al-Himmaaniy.
Nama lengkapnya adalah: Yahyaa bin ‘Abdil-Hamiid bin
‘Abdirrahmaan bin Maimuun Al-Himmaaniy, Abu Zakariyyaa Al-Kuufiy.
Jumhur ulama mendla’ifkannya. Bahkan Ahmad bin Hanbal menuduhnya telah berdusta
secara terang-terangan dan mencuri hadits, dan perkataannya tersebut diikuti
oleh Ibnu Hibbaan. Ibnu Numair pun
mendustakannya.
Ibnu Hajar : ‘Haafidh, namun mereka menuduhnya mencuri hadits’. Termasuk
thabaqah ke-9, dan wafat tahun 228 [Tahdziibut-Tahdziib 11/243-249 no.
399 dan Taqriibut-Tahdziib, hal. 1060 no. 7641].
Kritikan jenis ini tergolongan berat.
Ia
dipuji beberapa ulama dalam hadits Syariik, namun di sini ia tidak meriwayatkan
dari Syariik.
Yahyaa Al-Himmaaniy telah diselisihi oleh Sulaimaan
bin Harb[6] sebagaimana diriwayatkan
oleh Abu ‘Awaanah[7]
5/49 no. 7743, dimana ia (Sulaimaan) meriwayatkan dari Ayyuub tanpa
lafadh ‘Sesungguhnya Allah adalah Muhsin’. Sulaimaan bin Harb seorang yang tsiqah,
imam, lagi haafidh [Taqriibut-Tahdziib, hal. 406 no. 2560].
Selain
itu, Abu ‘Awaanah 5/49 no. 7745 membawakan riwayat dari jalan Hammaad bin Zaid
dari Ayyuub juga tanpa menyebutkan lafadh tersebut.
Oleh
karena itu, mutaba’ah Hammaad bin Zaid dari Ayyuub dengan penyebutan lafadh
‘Muhsin’ ini tidak bisa menguatkan riwayat Ma’mar.
b.
Ad-Dabariy dalam
periwayatan dari ‘Abdurrazzaaq telah diselisihi oleh Muhammad bin Raafi’[8]
[sebagaimana diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy[9]
dalam Al-Mujtabaa hal. 678 no. 4413 dan dalam Al-Kubraa 4/355 no.
4487] dan Ahmad bin Hanbal[10]
dalam Musnad-nya 4/123 (28/342) no. 17116; keduanya meriwayatkan dari
‘Abdurrazzaaq, dari Ma’mar, dari Ayyuub tanpa tambahan lafadh ‘Sesungguhnya
Allah adalah Muhsin’:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ، فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ،
فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، ثُمَّ لِيُرِحْ
ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla telah menetapkan
berbuat ihsaan kepada segala sesuatu. Apabila kalian
membunuh, maka bunuhlah dengan cara
yang baik. Apabila kalian
menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya kalian menajamkan
pisau sembelihannya
kemudian menyenangkan hewan sembelihannya”.
Keduanya (Muhammad bin Raafi’ dan Ahmad bin Hanbal) jauh lebih
tsiqah dan lebih kuat riwayatnya daripada Ad-Dabariy. Apalagi telah
diketahui, periwayatan Ahmad bin Hanbal dari ‘Abdurraazzaq sebelum masalah ikhtilaath-nya[11].
c.
Periwayatan Ma’mar
dari Ayyuub As-Sakhtiyaaniy tanpa menyebutkan lafadh ‘Sesungguhnya
Allah adalah Muhsin’ mempunyai mutaba’ah dari:
§
Hammaad bin Zaid;
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu ‘Awaanah 5/49 no. 7745
§
Ismaa’iil bin
Ibraahiim[14];
sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahr 8/396 no. 3470
§
Wuhaib bin Khaalid[15];
sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 8332 no.
7122
d.
Periwayatan Ayyuub
dari Abu Qilaabah tanpa menyebutkan lafadh ‘Sesungguhnya Allah adalah
Muhsin’ mempunyai mutaba’ah dari:
§
Khaalid Al-Hadzdza’[16].
Diriwayatkan oleh Ahmad 4/123
(28/336-337) no. 17113
& 4/124 (28/353) no. 17128 & 4/125 (28/361-362) no. 17139, Muslim no. 1955, Abu Daawud hal.
499 no. 2814, At-Tirmidziy 3/78 no. 1409, An-Nasaa’iy dalam Al-Mujtabaa hal.
676 no. 4405 & hal.
677-678 4411-4412, 4414 dan dalam Al-Kubraa 4/352
no. 4479 & 4/354 no. 4485-4486 & 4/355 no. 4488 & 8/44 no. 8604, Ibnu Maajah hal. 536-537 no. 3170, Ad-Daarimiy 2/1254-1255 no. 2013, Ibnu Hibbaan 13/199-200 no. 5883-5884, Abu ‘Awaanah 5/48-50
no. 7737-7741
& 7744 & 7746-7748, ‘Abd bin Humaid dalam Al-Muntaqaa 3/136-137
no. 839 & 3/185 no. 899, Al-Baihaqiy dalam Ash-Shaghiir 4/47
no. 3834 dan dalam Al-Kubraa 8/60-61 (106-107) &
9/68 (117) & 9/280 (470) dan dalam Al-Ma’rifah no. 5664
dan dalam Syu’abul-Iimaan no. 10560-10561, Asy-Syaafi’iy dalam As-Sunan Al-Ma’tsuurah no. 592,
Ath-Thayalisiy 2/443 no. 1215, Ibnu Ja’d no. 1262, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr
8/393-395 no. 3466-3469, ‘Abdurrazzaaq 4/492 no. 8604, Ibnu Abi Syaibah 9/421 (14/305) no. 28508
& 9/421 (14/306-307) no. 28510, Ath-Thabaraaniy dalam Ash-Shaghiir no.
105 dan dalam Al-Kabiir 7/330-332 no. 7114-7120, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah 11/219
no. 2783, Ibnul-Mundzir dalam Al-Iqnaa’
no. 131, Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar 3/184-185 no.
5029 dan dalam Syarh Musykiilil-Aatsaar 12/68 no. 4643, Al-Jashshash dalam Ahkaamul-Qur’aan no.
398, Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Aahaadu wal-Matsaaniy no. 2069, As-Sahmiy dalam Taariikh Jurjaan hal.
385, Al-Khathiib dalam Taariikh Baghdaad 3/193, dan Ibnu ‘Asaakir dalam Taariikh
Dimasyq 22/436-437 & 73/149-150.
§
Yahyaa bin Abi Katsiir[17].
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam 2/179 Al-Ausath
no. 1646, Ibnu Duhaim dalam Al-Fawaaid no. 87,
§
‘Aashim Al-Ahwal[18].
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 8/332
no. 7123
Dari beberapa jalur riwayat di atas menunjukkan bahwa Ad-Dabbaariy
menyendiri dalam membawakan lafadh ‘Sesungguhnya Allah adalah Muhsin’. Ia menyelisihi banyak perawi yang lebih tsiqah dan
lebih kuat darinya, sehingga tambahan lafadh tersebut tidak mahfuudh lagi
syaadz.
Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 9/280
(470-471) dengan tambahan lafadh yang berbeda:
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، أنبأ
أَبُو الْفَضْلِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ سَلَمَةَ، ثنا إِسْحَاقُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ، أنبأ عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَبْدِ الْمَجِيدِ، ثنا خَالِدٌ
الْحَذَّاءُ، عَنْ أَبِي قِلابَةَ، عَنْ أَبِي الأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ، عَنْ
شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: " إِنَّ اللَّهَ مِحْسَانٌ
كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا
الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحَ أَحَدُكُمْ فَلْيُحْسِنْ ذِبْحَتَهُ، وَلْيُحِدَّ
أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah
Al-Haafidh : Telah memberitakan Abul-Fadhl bin Ibraahiim : Telah menceritakan
kepada kami Ahmad bin Salamah : Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin
Ibraahiim : Telah memberitakan ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Abdil-Majiid : Telah
menceritakan kepada kami Khaalid Al-Hadzdzaa’, dari Abu Qilaabah, dari
Abul-Asy’ats Ash-Shan’aaniy, dari Syaddaad bin Aus radliyallaahu ‘anhu, dari
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Sesungguhnya
Allah itu Mihsaan (Yang suka berbuat baik), telah menetapkan berbuat
ihsaan kepada segala sesuatu. Apabila kalian membunuh,
maka bunuhlah dengan cara
yang baik. Apabila kalian
menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya kalian menajamkan
pisau sembelihannya
kemudian menyenangkan hewan sembelihannya telah menetapkan berbuat ihsaan kepada segala sesuatu”.
Ahmad bin Salamah[19]
dalam periwayatan dari Ishaaq bin Ibraahiim (Ar-Rahawaih)[20]
telah diselisihi oleh Muslim bin Al-Hajjaaj[21]
dalam Shahiih-nya no. 1955 (57) yang meriwayatkan tanpa lafadh ‘Mihsaan’. Muslim bin Al-Hajjaaj lebih tsiqah dan lebih
teliti dibandingkan Ahmad bin Shaalih.
Riwayat Ishaaq bin
Ibraahiim (Ar-Rahawaih) tanpa adanya lafadh ‘Mihsaan’ tersebut mempunyai
mutaba’ah dari:
a.
Muhammad bin Idriis
Asy-Syaafi’iy[22]; sebagaimana
diriwayatkan dalam As-Sunan Al-Ma’tsuurah no. 592 dari jalan
Al-Muzanniy, darinya (Al-Muzanniy) Al-Baihaqiy dalam Al-Ma’rifah no.
5664, serta Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar 3/184-185 no. 5029
dan dalam Syarh Musykiilil-Aatsaar 12/68 no. 4643
b.
Muhammad bin Al-Mutsannaa[23];
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 3170
keduanya
(Asy-Syaafi’iy dan Ibnul-Mutsannaa) meriwayatkan dari ‘Abdul-Wahhaab bin
‘Abdil-Majiid tanpa lafadh ‘Mihsaan’.
Tambahan lafadh ‘Mihsaan’ ini merupakan tafarrud
dari Ahmad bin Salamah yang menyelisihi Muslim bin Al-Hajjaaj – yang
terkenal teliti - . Menyelisihi pula jalur lain yang dibawakan Asy-Syaafi’iy
dan Muhammad bin Al-Mutsannaa. Selain itu, thabaqah Ahmad bin Salamah
terlalu jauh agar ziyaadah-nya tersebut dapat diterima.
Kesimpulan : Tambahan ‘Muhsin’ atau ‘Mihsaan’
dari jalur Syaddaad bin Aus radliyallaahu ‘anhu adalah
syaadz.
2.
Hadits Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ طَالُوتَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ بِلالٍ، عَنْ عِمْرَانَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا
حَكَمْتُمْ فَاعْدِلُوا، وَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا القِتْلة، فَإِنَّ اللَّهَ
مُحْسِنٌ يُحِبُّ الإِحْسَانَ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Thaaluut :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bilaal, dari ‘Imraan, dari
Qataadah, dari Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila engkau
menghukumi, maka berlaku adillah. Apabila engkau membunuh, maka bunuhlah dengan
cara yang baik, karena sesungguhnya Allah adalah Muhsin (Maha Berbuat Baik)
mencintai perbuatan baik” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim hal. 443 no.
230].
Diriwayatkan juga oleh Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 7/305-306,
Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath 6/40 no. 5735 dan Abu Nu’aim dalam Akhbaar
Ashbahaan 2/75 dari tiga jalan (‘Aliy bin Nashr Ash-Shaghiir[24], ‘Utsmaan bin Thaaluut[25], dan Sulaimaan bin Daawud
Al-Minqariy[26]),
keduanya dari Muhammad bin Bilaal[27], dari ‘Imraan, dari
Qataadah, dari Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’.
Ibnu ‘Adiy setelah membawakan hadits ini berkata: “Ia
sering meriwayatkan hadits-hadits ghariib dari ‘Imraan Al-Qaththaan. Ia
juga mempunyai hadits-hadits ghariib lain selain hadits ‘Imraan. Haditsnya
tidak banyak dan aku berharap tidak mengapa dengannya” [Al-Kaamil, 7/306].
Ini adalah salah satu diantara hadits ghariib-nya
– yaitu munkar. Maksud perkataan ‘tidak mengapa dengannya’ yaitu tidak disematkan
padanya dengan kedustaan, karena sebelumnya ia (Ibnu ‘Adiy) menyebutkan
hadits-hadits ghariib/munkar dari Muhammad bin Bilaal – sebagaimana dijelaskan oleh Al-Mu’allimiy
Al-Yamaaniy dalam ta’liiq-nya terhadap kitab Al-Fawaaid Al-Majmuu’ah
lisy-Syaukaaniy (hal. 459).
Adapun ‘Imraan Al-Qaththaan[28] sendiri, para ulama berselisih
pendapat tentangnya. Meskipun ia seorang yang shaduuq, akan tetapi
banyak wahm-nya.
Tentu saja, jalan hadits ini tidak dapat menguatkan
hadits Syaddaad sebelumnya.
3.
Hadits Samurah bin Jundub radliyallaahu ‘anhu.
ثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْحُسَيْنِ الأَهْوَازِيُّ،
ثنا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَبِيبٍ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَشِيدٍ، ثنا مُجَّاعَةُ
بْنُ الزُّبَيْرِ أَبُو عُبَيْدَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ سَمُرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مُحْسِنٌ
فَأَحْسِنُوا، فَإِذَا قَتَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيُكْرِمْ قَاتِلَهُ، وَإِذَا ذَبَحَ فَلْيُحِدَّ
شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin
Al-Husain Al-Ahwaaziy : Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad bin
Habiib : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Rasyiid : Telah menceritakan
kepada kami Mujjaa’ah bin Az-Zubair Abu ‘Ubaidah, dari Al-Hasan, dari Samurah,
ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya
Allah ‘azza wa jalla adalah Muhsin (Maha Berbuat Baik), maka berbuat baiklah
kalian. Apabila kalian hendak membunuh, hendaknya ia berbuat baiklah (kepada
yang hendak dibunuh). Dan apabila ia akan menyembelih, hendaknya
ia
menajamkan pisau sembelihannya dan menyenangkan hewan sembelihannya tersebut” [Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil, 8/175].
Hadits ini sangat lemah karena:
a.
Muhammad bin Ahmad bin Al-Husain Al-Ahwaaziy; telah
didustakan oleh ‘Abdaan. Ibnu ‘Adiy berkata : “Lemah” [Al-Kaamil,
7/562-563 no. 1787].
b.
Ja’far bin Muhammad bin Habiib, seorang yang majhuul.
Dua faktor ini sudah menggugurkan kehujjahan hadits
ini. Belum lagi ‘Abdullah bin Rasyiid dan Mujjaa’ah bin Az-Zubair, dimana
keduanya dipersilihkan ulama antara penerimaan dan penolakan terhadap
riwayatnya.
Kesimpulan
akhir : Hadits ini syaadz,
sehingga tidak bisa dipergunakan sebagai hujjah untuk penetapan nama Al-Muhsin
bagi Allah ta’ala.
Wallaahu a’lam.
Sebagai
pembanding, silakan baca : http://www.priima.net/2013/04/al-muhsin-salah-satu-nama-allah-yang.html
[abul-jauzaa’
perumahan ciomas permai – 20112014 – 00:39 – banyak mengambil faedah dari
penjelasan Asy-Syaikh Usaamah bin ‘Abdil-‘Aziiz dalam kitab Syarh
Al-Qawaaidil-Mutslaa hal. 86-89 ditambahkan penggalian dari beberapa sumber
yang lain].
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّبَرِيُّ،
أنا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، ثنا مَعْمَرٌ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابَةَ، عَنْ
أَبِي الأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ، عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، قَالَ: حَفِظْتُ
مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اثْنَتَيْنِ، أَنَّهُ
قَالَ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مُحْسِنٌ يُحِبُّ الإِحْسَانَ، فَإِذَا
قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ،
وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، ثُمَّ لِيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ "
[2] Ma’mar bin Raasyid
Al-Azdiy, Abu ‘Urwah Al-Bashriy; seorang
yang tsiqah, tsabat, lagi mempunyai keutamaan. Termasuk thabaqah ke-7,
wafat tahun 154 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 961 no. 6857].
[3] Ayyuub
bin Abi Tamiimah As-Sukhtiyaaniy, Abu Bakr Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi hujjah. Termasuk thabaqah ke-5, lahir tahun 66, dan
wafat tahun 131 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 158 no. 610].
[4] Hammaad bin Zaid bin Dirham Al-Azdiy Al-Jahdlamiy Abu
Ismaa’iil Al-Bashriy Al-Azraq; Seorang yang tsiqah, tsabat, lagi faqiih.
Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 98 H, dan wafat tahun 179 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 268 no. 1506].
حَدَّثَنَا يَحْيَى الْحِمَّانِيُّ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ
بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابَةَ، عَنْ أَبِي الأَشْعَثِ، عَنْ
شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" إِنَّ اللَّهَ مُحْسِنٌ فَأَحْسِنُوا، وَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا
قِتْلَتَكُمْ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، وَلْيُرِحْ
ذَبِيحَتَهُ
[6] Seorang yang tsiqah,
iimaam, lagi haafidh. Termasuk thabaqah ke-9, lahir tahun
144 H, dan wafat tahun 224 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 406 no.
2560].
حَدَّثَنَا يُوسُفُ الْقَاضِي، قَالَ: ثَنَا
سُلَيْمَانُ، قَالَ: ثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابَةَ، عَنْ شَدَّادٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ
[8] Muhammad bin Raafi’ bin
Abi Zaid Saabuur Al-Qusyairiy, Abu ‘Abdillah An-Naisaabuuriy Az-Zaahid; seorang
yang tsiqah lagi ‘aabid.
Termasuk thabaqah ke-11, dan wafat tahun 245 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 844 no.
5913].
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ، قَالَ:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ: أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ، عَنْ
شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، قَالَ: سَمِعْتُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اثْنَتَيْنِ، فَقَالَ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ كَتَبَ الْإِحْسَانَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا
ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، ثُمَّ
لِيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ "
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا
مَعْمَرٌ، عَنْ أَيُّوبَ،
عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ، عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، قَالَ:
حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اثْنَتَيْنِ،
أَنَّهُ قَالَ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ، فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ،
فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، ثُمَّ لِيُرِحْ
ذَبِيحَتَهُ "
[11] Ahmad berkata
: “Kami menemui ‘Abdurrazzaaq sebelum tahun 200 H yang waktu itu penglihatannya
masih baik/sehat. Barangsiapa yang mendengar darinya setelah hilang
penglihatannya (buta), maka penyimakan haditsnya itu lemah (dla’iifus-samaa’)”
[Taariikh Abi Zur’ah, hal. 215 no.
1160].
[12] Sufyaan bin ‘Uyainah bin Abi ‘Imraan Al-Hilaaliy, Abu
Muhammad Al-KuufiyAl-Makkiy; seorang yang tsiqah, haafidh, faqiih, imaam, lagi hujjah. Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 107
H, dan wafat tahun 198 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 395 no. 2464].
[13] Asy’ats bin Sawwaar Al-Kindiy An-Najjaar Al-Kuufiy Al-Afraq As-Saajiy;
seorang yang dla’iif.
Termasuk thabaqah ke-6,
dan wafat tahun 136 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad,
Muslim, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 149 no. 528].
[14] Ismaa’il
bin Ibraahiim bin Miqsam Al-Asadiy Al-Bashriy, yang terkenal dengan nama Ibnu
‘Ulayyah; seorang yang tsiqah lagi haafidh. Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 110 H, dan wafat
tahun 193 H. Dipakai
oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 136 no. 420].
[15] Wuhaib bin Khaalid bin
‘Ajlaan Al-Baahiliy, Abu Bakr Al-Bashriy; tsiqah lagi tsabat, namun sedikit berubah hapalannya di akhir usianya. Termasuk thabaqah ke-7 dan wafat tahun 165 H
atau setelahnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1045 no. 7537].
[16] Khaalid bin Mihraan Al-Hadzdzaa’, Abul-Manaazil
Al-Bashriy; seorang yang tsiqah namun sering melakukan irsal.
Termasuk thabaqah ke-5. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 292 no. 1690].
[17] Yahyaa bin
Abi Katsiir Ath-Thaaiy Abu Nashr Al-Yamaamiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat,
akan tetapi melakukan tadlis dan irsal. Termasuk thabaqah
k-5, dan wafat tahun 132 H atau sebelumnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 1065 no. 7682].
[18] ‘Aashim bin Sulaimaan
Al-Ahwal, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Bashriy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah
ke-4 dan wafat tahun 141 H/142 H/143 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 471 no. 3077].
[19] Ahmad
bin Salamah bin ‘Abdillah, Abul-Fadhl Al-Bazzaaz Al-Mu’addal An-Naisaabuuriy; salah seorang huffaadh yang mutqin. Wafat tahun 286 H [Taariikh Baghdaad 5/302 no. 2142 dan Siyaru A’laamin-Nubalaa’
13/373 no. 174].
[20] Ishaaq bin Ibraahiim bin
Makhlad bin Ibraahiim bin Mathar Al-Handhaliy, Abu Muhammad/Ya’quub – terkenal
dengan nama Ibnu Rahawaih Al-Marwaziy; seorang yang tsiqah,
haafidh, lagi mujtahid. Termasuk thabaqah ke-10, lahir
tahun 166 H, dan wafat tahun 238 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 126 no.
334].
[21] Muslim bin Al-Hajjaaj bin Muslim Al-Qusyairiy,
Abul-Husain An-Naisaabuuriy Al-Haafidh; seorang yang tsiqah, haafidh,
imam, memiliki banyak tulisan, dan ‘aalim dalam fiqh – pemilik kitab
Ash-Shahiih. Wafat tahun 261 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 938 no.
6667].
[22] Muhammad bin Idriis bin Al-‘Abbaas bin ‘Utsmaan bin
Syaafi’ Al-Muthallibiy Al-Qurasyiy, Abu ‘Abdillah Asy-Syaafi’iy Al-Makkiy;
seorang imam yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Termasuk thabaqah ke-9, lahir tahun 150 H,
dan wafat tahun 204 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy secara mua’llaq,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 823-824 no. 5754].
[23] Muhammad bin Al-Mutsannaa bin ‘Ubaid bin Qais bin
Diinaar Al-‘Anaziy Abu Muusaa Al-Bashriy Al-Haafidh, yang terkenal dengan
sebutan Az-Zamin; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah
ke-7, lahir tahun 167 H, dan wafat tahun 252 H di Bashrah. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 892 no. 6304].
[24] ‘Aliy
bin Nashr bin ‘Aliy bin Nashr bin ‘Aliy Al-Jahdlamiy, Abul-Hasan Al-Bashriy
Ash-Shaghiir;
seorang yang tsiqah lagi haafidh. Termasuk thabaqah ke-11
dan wafat tahun 250 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy
[Taqriibut-Tahdziib, hal. 706 no. 4842].
[25] ‘Utsmaan bin Thaaluut bin
‘Abbaad Al-Jahdariy. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat
: “Penduduka Bashrah,…. Meninggal dalam usia muda sehingga ilmunya tidak dapat diambil manfaatnya [Ats-Tsiqaat,
8/454].
[26] Sulaimaan bin Daawud Al-Minqariy Asy-Syaadzakuuniy
Al-Bashriy, Al-Haafidh Abu Ayyuub; seorang yang matruuk. . Ia
telah di-jarh dengan jarh yang keras oleh jumhur ahli hadits. Al-Bukhaariy berkata : “Fiihi nadhar”.
Ia telah didustakan oleh Ibnu Ma’iin. Ibnu Ma’iin berkata : “Ia telah
memalsukan hadits”. Ahmad bin Hanbal juga menuduhnya telah berdusta. Abu Haatim
berkata : “Matruukul-hadiits”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak tsiqah”.
Al-Baghawiy berkata : “Para imam telah menuduhnya berdusta” [Al-Jarh
wat-Ta’diil 4/114-115 no. 498 dan Lisaanul-Miizaan 4/142-148 no.
3602].
[27] Muhammad bin Bilaal Al-Kindiy, Abu
‘Abdillah Al-Bashriy At-; seorang yang shaduuq,
namun sering membawakan riwayat ghariib. Termasuk thabaqah ke-9.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Abu Daawud, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib hal. 830 no. 5803].
Abu Daawud berkata :
“Tidaklah aku mendengar (tentangnya) kecuali kebaikan”. Ibnu Hibbaan
memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ibnu ‘Adiy berkata :
“Haditsnya tidak banyak, aku mengharap tidak mengapa dengannya”. Al-‘Uqailiy
berkata : “Orang Bashrah, banyak keliru dalam haditsnya”. Adz-Dzahabiy
mengomentarinya : “Shaduuq, keliru dalam hadits
sebagaimana lumrahnya orang-orang berbuat keliru”.
[28] ‘Imraan
bin Daawar Al-‘Ammiy, Abul-‘Awwaam Al-Qaththaan Al-Bashriy; seorang yang shaduuq,
namun banyak ragu. Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat antara tahun 160 H
– 170 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy secara mu’allaq,
Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 750 no. 5189].
‘Abdurrahman
bin Mahdiy meriwayatkan darinya dimana ini sama dengan pentautsiqan darinya.
Yahyaa Al-Qaththaan memujinya. Ahmad berkata : “Aku berharap ia seorang yang shaalihul-hadiits”. Di riwayat
lain : “Laisa
bi-dzaaka”. Di riwayat lain : “Syaikh”. Ad-Daaraquthniy berkata : “Banyak kekeliruan dan
penyelisihan”. Ibnu Ma’iin berkata : “Tidak kuat”. Al-Aajurriy berkata :
“Yahyaa bin Sa’iid tidak meriwayatkan darinya, ia tidak ada apa-apanya”. Abu
Daawud berkata : “Aku tidak mendengar (tentangnya) kecuali kebaikan”. Di
riwayat lain ia berkata : “Lemah. Ia telah berfatwa di jaman Ibraahiim bin
‘Abdillah bin Hasan dengan satu fatwa yang keras yang padanya terdapat
penumpahan darah”. An-Nasaa’iy berkata : “Dla’iif”. Di riwayat lain : “Tidak kuat”. Ibnu ‘Adiy
berkata : “Ia termasuk orang yang ditulis haditsnya”. Al-Bukhaariy berkata : “Shaduuq yahimu”. Ia
(Al-Bukhaariy) meriwayatkan haditsnya secara mu’allaq dalam Shahih-nya. Al-‘Ijliy
berkata : “Orang Bashrah, tsiqah”. As-Saajiy berkata : “Shaduuq”. ‘Affaan telah
mentsiqahkannya. Al-Haakim berkata : “Shaduuq”. Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq yahimu”. Al-Haitsamiy
berkata : “Telah ditsiqahkan”. Al-Albaaniy berkata : “Terdapat sedikit
perbincangan padanya, dan haditsnya tidak turun dari tingkatan hasan”. Sebagian ulama menuduh ‘Imraan mempunyai
pemikiran yang condong pada Khawarij, namun sebagian yang lain menolaknya
(seperti Ibnu Hajar).
Comments
Syaikh 'AbdulMuhsin al Abbad albadr, bapaknya syaikh ‘Abdurrazzaaq :)
Almuhsin adalah salah satu nama Allah yang tsabit dari Al Qur'an dan sunnah. Walhamdulillah Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullaah telah membahas masalah ini dalam risalah singkat beliau dengan judul
إثبات أن المحسن اسم من أسماء الله الحسنى
Bisa didoanload dilink berikut
http://shamela.ws/rep.php/book/5221
Alhamdulillah saya telah membacanya, dan bahkan merupakan salah satu bahan pembanding dalam menyusun tulisan di atas. Anyway, dasar penetapan ulama untuk nama Al-Muhsin bukan berasal dari Al-Qur'an, akan tetapi hadits (yang telah dibahas kedudukannya dalam artikel di atas) dan juga praktek sebagian ulama.
Wops, iya Anda betul. Maksud saya berdasarkan Sunnah shahiihah. Saya ada beberapa pertanyaan,
1. Jika kesimpulan hadits yang dijadikan dalil atas penetapan nama Allah Almuhsin tsb adalah syadz. Bolehkan menamai Allah dengan Abdul Muhsin?
2. Adakah ulama yang mendahului Anda yang menilai hadits2 tsb syadz? Karena yang saya baca kok hampir semua ulama mengatakan nama Almuhsin adalaha tsaabit.
3. Apa komentar Anda tentang penjelasan berikut saya dapatkan disalah satu forum yang insyaallah bermanfaat.
ياأخوة.....
في ايات كثيرات تكلم عز وجل عن الاحسان وقال:
(ان الله مع المحسنين..)
(ان الله يحب المحسنين)
(ووصينا الانسان بوالديه احسانا...)الايه
وكثيرا مايمتدح الله عز وجل المؤمنين ويصفهم بالمحسنين
اذا الله سبحانه وتعالى يحب هذه الصفه
فلله المثل الاعلى لو رجعنا للأمثلة السابقه وقسنا عليها
مالمانع لو سمى الانسان نفسه(بعبدالمحسن؟؟)
بالمناسبه:لاتنسوا ان اعلى منزلة من الدين هي الاحسان
هنا ليست مشكله لكن متى تكمن المشكله؟؟
اذا تسمى بأسماء العبودية المنسوبة للملائكة والانبياء
مثل(عبدالنبي"كما عند الاخوة في مصر"وعبدجبريل,وعبدمناف,وعبدشمس....الخ)
هذا والله تعالى اعلم..
Sebelumnya sy ucapkan jazaakumullahukhairon
Jika Anda telah memahami kaedah penetapan nama-nama Allah yang indah, tentu tidak perlu bertanya seperti di atas.
1. Nama Allah bukan 'Abdul-Muhsin - seandainya Al-Muhsin itu ditetapkan sebagai nama Allah. Namun demikian, karena dasar penetapan Al-Muhsin adalah hadits, dan haditsnya lemah, maka tidak dapat dipakai.
2. Ada. Setidaknya sudah saya sebutkan satu referensi. Yang lain masih ada. Perbanyak membaca, semoga Allah memberkahi Anda.
3. Idem dengan di atas.
NB : Saya lebih suka Anda mengomentari isi tulisan di atas. Dikarenakan yang dibahas di atas adalah bahasan takhrij hadits, silakan dikomentari kalau ada yang keliru.
Posting Komentar